Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di dunia. Di Amerika Serikat saja
terdapat 70.000 kasus kejadian apendisitis setiap tahunnya. Kejadian apendisitis
di Amerika Serikat memiliki insiden 1-2 kasus per 10.000 anak per tahunnya
antara

kelahiran

sampai

anak

tersebut

berumur

tahun.

Kejadian Apendisitis meningkat menjadi 25 kasus per 10.000 anak per tahunnya
antara umur 10 dan umur 17 tahun di Amerika Serikat. Apabila dirata-ratakan,
maka didapatkan kejadian apendisitis 1,1 kasus per 1000 orang per tahun nya di
Amerika Serikat. Menurut Sandy Craig, MD, radang usus buntu sangatlah
jarang terjadi pada kelompok neonatus. Kalaupun hal ini terjadi, biasanya

Universitas Sumatera Utara

diketahui setelah terdapat perforasi pada neonatus tersebut. Kejadian apendisitis


ini dapat terjadi di seluruh kelompok umur. Diagnosa apendisitis pada kelompok
usia muda biasanya sangat sulit dilakukan mengingat penderita usia muda sulit
melukiskan perasaan sakit yang dialaminya, sehingga kejadian apendisitis pada
usia muda lebih sering diketahui setelah terjadi perforasi. Berdasarkan jenis
kelamin, angka kejadian apendisitis pada pria 1,4 kali lebih besar dari pada
kelompok wanita. Di dunia internasional sendiri didapati kejadian apendisitis
lebih rendah dalam budaya aseupan tinggi serat diet. Serat pangan diperkirakan
menurunkan viskositas kotoran, mengurangi waktu transit usus, dan mencegah
pembentukan fecaliths, yang mempengaruhi individu untuk penghalang dari
lumen appendiceal. Peran ras, etnis, asuransi kesehatan, pendidikan, akses ke
perawatan kesehatan dan status ekonomi pada pengembangan dan pengobatan
apendisitis masih diperdebatkan secara luas sehingga masih belum ada bukti
yang kuat antara hubungan kejadian apendisitis dengan peran ras, etnis, asuransi
kesehatan, dan lain-lain. Memahami manifestasi klinis khas apendisitis adalah
penting untuk membuat diagnosis dini dan akurat sebelum perforasi. Variasi pada
posisi usus buntu, umur pasien, dan derajat peradangan membuat presentasi
klinis apendisitis terkenal tidak konsisten. Hal yang penting untuk diingat adalah
bahwa letak dari apendiks itu sendiri variabel. Dari 100 pasien yang menjalani
CT multidetector-3D, hanya 4% pasien yang dasar apendiks nya terletak di
McBurney point. 36% terletak 3cm dari McBurney point, 28% terletak 3-5cm
dari McBurney point dan 36% terletak lebih dari 5cm dari McBurney point.
Sejarah klasik anoreksia dan nyeri periumbilikalis, diikuti oleh kuadran kanan
bawah nyeri, demam dan muntah, terjadi hanya pada 50% kasus. Migrasi rasa
sakit dari daerah periumbilikalis ke quadran kanan bawah adalah fitur yang
paling membedakan sejarah pasien. Temuan ini memiliki sensitivitas dan
spesifisitas sekitar 80%. Ketika muntah terjadi, itu hampir selalu mengikut i onset
nyeri. Muntah yang mendahuui nyeri adalah sugestif dari obstruksi usus, dan

Universitas Sumatera Utara

diagnosis apendisitis perlu dipertimbangkan. Rasa mual biasanya dirasakan pada


61-92% pasien dan dirasakan pada 74-78% pasien. Kejadian diare tercatat
sebanyak 18% dari pasien, dan tidak boleh digunakan untuk membuang
kemungkinan terjadinya radang usus buntu. Durasi gejala kurang dari 48 jam
pada usia dewasa dan cenderung lebih lama pada pasien yang lebih tua dan
pasien yang mengalami perforasi. Sekitar 2% pasien melaporkan rasa sakit lebih
dari 2 minggu. Apendiks meradang di dekat kandung kemih atau ureter dapat
menyebabkan gejala void yang mengganggu dan hematuria atau piuria. Tidak
lupa juga untuk mempertimbangkan kemungkinan radang usus buntu pada pasien
anak-anak atau dewasa yang diikuti retensi urin akut. Untuk kejadian apendisitis
di Indonesia khusus nya di Medan, penulis tidak menemui referensi valid yang
menyatakan jumlah maupun perbandingan penderita apendisitis, terkhusus
apendsitis tanpa perforasi di kelompok umur 0 tahun sampai 14 tahun.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti ingin melakukan penelitian
mengenai apendisitis tanpa perforasi terkait dengan angka kejadian dan juga
indikasi yang menjadi alasan dilakukannya apendiktomi di RSUP H. Adam
Malik Medan.

1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum


Untuk mengetahui indikasi apendiktomi tanpa perforasi pada anak umur 0-14
tahun

1.3.2. Tujuan Khusus,


Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

Universitas Sumatera Utara

1. Untuk melihat gambaran indikasi apendiktomi tanpa perforata berdasarkan


karakteristik
2. Untuk melihat gambaran indikasi apendiktomi tanpa perforata berdasarkan
gambaran laboratorium
3. Untuk melihat gambaran indikasi apendiktomi tanpa perforata berdasarkan
gambaran klinis
4. Untuk melihat gambaran indikasi apendiktomi tanpa perforata berdasarkan
gambaran radiologis

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti


1. Sebagai tambahan wawasan serta kesempatan penerapan ilmu yang telah
diperoleh selama mengikuti pendidikan di FK USU.
2. Sebagai pemenuhan tugas akhir pendidikan di FK USU.

1.4.2. Bagi Pembaca


Dapat menjadi sumber informasi dan kelak dapat dipergunakan dalam
hal yang berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan penulis.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai