Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Marga Kwee

12 August 2014 at 19:39


Diantara peranakan Tionghoa Indonesia, marga Kwee bukanlah satu marga yang besar
, tetapi merupakan satu-satunya marga yang leluhurnya berkait dekat secara priba
di dengan Cheng Ho sebagaimana tertulis didalam kumpulan buku silsilah Marga Mus
lim Kwee di Baiqi Hokkian yang disusun sejak abad 15 Masehi. Ini merupakan catat
an sejarah yang sangat berharga yang bersangkutan dengan singgahnya Cheng Ho di
Teluk Zaitun yaitu Quanzhou dalam pelayaran ke-5 dan ke-6 ditahun 1417 dan 1422.
Misi armada Cheng Ho berlayar 7 kali ke Samudra Barat yaitu lautan dibaratnya Sa
mudra-Pasai atau Aceh dipermulaan abad 15, bukanlah seperti yang pada umumnya ki
ta ketahui untuk singgah di Nusantara, tetapi adalah satu misi rahasia atas peri
ntah cukong Kaisar Yungle untuk ke Timur Tengah atau Persia memburu mantan Kaisa
r buronan Jianwen yang dari dia tahtanya direbut secara kudeta 3 tahun sebelum p
erlayaran Cheng Ho. Yungle dapat kabar intelijen bahwa Jianwen mungkin telah mel
arikan diri dari koloni Persia di Teluk Zaitun Quanzhou Hokkian dengan kapal nia
ga Persia ke Hormuz. Maka Yungle terburu-buru memerintahkan Cheng Ho untuk membi
kin kapal dan membentuk armada dengan kedok misi damai melintasi Jalur Sutra Mar
itim untuk berlayar ke Teluk Persia.
Pada awal pelayaran armada, Cheng Ho terbagi perhatiannya dan singgah ke Nusanta
ra untuk memberantas perompak diperairan Riau atas permintaan penduduk Tionghoa
yang telah berniaga di Sriwijaya Palembang, kemudian juga untuk bersinggah di Gr
esik/Surabaya yaitu benteng yang didirikan oleh pasukan Tartar Mongol Yuan beber
apa puluh tahun sebelumnya pada masa Hayam Wuruk, dan disitu Cheng Ho tersangkut
dalam perang saudara Majapahit yang sedang membara pada saat itu, maka Cheng Ho
mengeluarkan pasukannya untuk membantu membereskannya, sehingga sejauh Cheng Ho
menjangkau hanya sampai Sri Langka dalam tiga pelayaran mulanya. Dengan demikia
n berlarut-larut sampai pelayaran keempat kalinya baru berhasil mencapai Hormuz
untuk pertama kalinya, namun sia-sia, semestinya Cheng Ho mengalami kesulitan un
tuk memahami wilayah Timur Tengah yang sangat luas dan pula kesukaran bahasa dal
am melaksanakan misi tulennya untuk memburu simantan Kaisar Jianwen. Untuk itu C
heng Ho bersinggah di Teluk Zaitun Quanzhou pada pelayaran kelima dan seterusnya
.
Mengapa Teluk Zaitun Quanzhou?
Sejak dizaman Dinasti Tang, Quanzhou telah menjadi titik landas Jalur Sutra Mari
tim diabad ke-6, dan disitu juga kedatangan dua dari empat Imam Sahabi Hadramaut
yang mendatangkan dan mengajarkan Islam di Tiongkok diabad ke-7, dan untuk para
handal dari Timur Tengah dan India Barat, sutra dan porselin produk Tiongkok ad
alah tujuan mutlak untuk mereka berlayar kesana, jauh sebelum mereka meniagakan
rempah dari Nusantara. Pada zaman Song Selatan diabad ke-10, Quanzhou telah meru
pakan kota metropolitan yang penuh dengan tanaman pohon berbunga merah yang nama
nya Zaitun, dan di Teluk Quanzhou telah merupakan pelabuhan besar dengan ratusan
kapal niaga asal Persia yang berlabuh disitu pada setiap saatnya, malah Marco P
olo yang meninggalkan Tiongkok dua kali dari sana menyebutnya pelabuhan yang ter
besar didunia seimbang Alexandria Mesir pada zaman itu, ratusan ribu bangsa manc
anegara dan keturunannya tinggal disana dengan damai dan makmur bersama, menamak
an koloni dan tanah air kedua mereka ini Teluk Zaitun.
Pada zaman Mongol Yuan diabad 13, Teluk Zaitun mencapai puncak kejayaannya, kare
na Mongol mempercayakan Muslim Tionghoa lebih dari pada pribumi Hokkian disana,
maka dalam riwayat singkat Mongol yang cuma berlangsung 90 tahun, bergubernurkan
Muslim Tionghoa yaitu adik kakeknya Cheng Ho sendiri, dan mem-panglima-kan ketu
runannya yaitu sepupuhnya Cheng Ho, juga bergubernur urusan keturunan orang asin
g dan shahbandar Muslim Tionghoa leluhur marga Kwee. Diteluk ini penuh dengan pe
nduduk asal Persia dan Arab dan keturunan mereka yang menjadikan Muslim Tionghoa
seperti sebagian Sunan Wali Songo dan leluhur Gus Dur, dan sejak waktu itu Telu
k Zaitun telah menjadi pusat Islam di Asia Timur. Cheng Ho dan awak kapalnya keb
anyakan adalah Muslim Tionghoa keturunan Turkistan Timur yang datang di Tiongkok

melalui Jalur Sutra Utara, mereka pada umumnya berbahasa Sogdhiana yang merupak
an bahasa international disepanjang jalur sutra asal Bakhtar dan sekarang merupa
kan Uzbekistani, sedangkan disepanjang Jalur Sutra Maritim berbahasa Urdu yaitu
Farsi yang dibawa oleh pasukan Persia-Arab-Turki sewaktu menduduki Persia Timur
dan India Barat atau Gujarat dan sekarang merupakan bahasa Pakistani, maka diper
caya bahasa Urdu inilah yang dibicarakan dalam komunikasi diantara para Sunan Wa
li Songo disamping dialek Hokkian bagi mereka yang berasal dari Teluk Zaitun, da
n juru bahasa Urdu inilah yang juga diperlukan Cheng Ho untuk mengantarnya ke Ho
rmuz. Maka dari segi persiapan yang diperlukan Cheng Ho untuk menuju Hormuz bisa
dipenuhi di Quanzhou.
Sewaktu singgah di Quanzhou (Zaitun), tentunya Cheng Ho sebagai utusan Kaisar si
buk menerima sambutan-sambutan dari para pembesar pimpinan daerah, konglomerat p
erdagangan maupun kaum Muslim setempat, namun juga tidak lupa untuk bersiarah di
Makam Kramat Dua Sahabi. Atas perintah Nabi Mohammed SAW, Utlub il ilma wa law fi
s-Sin ( Mencarilah ilmu walau sejauh China ), Sahabi Sa d bin Abi Waqqas dari Medi
na datang untuk kedua kalinya atas utusan Kalifat Uthman sebagai duta besar untu
k meninjau dan menyebarkan ajaran Islam di Tiongkok pada abad ke-7, beliau diser
tai dengan 3 Sahabi lainnya tiba di Guangzhou pada tahun 651 (72H), beliau kemud
ian dimakamkan di Guangzhou, Sahabi ke-2 Imam Urwah bin Abi Uththan melanjutkan
misinya ke Yangzhou dan dimakamkan disitu, Sahabi ke-3 Imam Abi Waqqas bin al-Ha
rith dan ke-4 Imam Waqqas bin Hudhafah menjadi pengajar Islam di Teluk Zaitun da
n konon dikebumikan di Makam Kramat Lingshan Quanzhou tersebut. Disana Cheng Ho
meletakkan batu prasasti atas kunjungannya yang ditegakkan oleh Walikota Muslim
Quanzhou Fu He-re/Po Ho Djiet, yang kemudian juga ikut Cheng Ho pada pelayaran k
e-5 ini.
Sebagai Muslim yang taat, Cheng Ho beribadah di Masjid Ashab di Quanzhou. Masjid
tersebut merupakan masjid yang tertua yang masih tertinggal sampai hari ini di
Quanzhou, semula didirikan oleh kaum Muslim Teluk Zaitun berdasarkan corak Damas
cus untuk memperingati para Sahabi pada zaman Song ditahun 1009 (430H), dan dipe
rluas oleh Imam Ibn Muhammed al-Quds dari Shiraz Iran pada zaman Mongol Yuan dit
ahun 1310 (731H), kemudian terjadi kerusakan besar gara bencana gempa bumi tahun
1607 pada zaman Qing yang terus dibiarkan , tetapi masih berfungsi sebagai temp
at ibadah kaum Muslim dari seluruh Tiongkok dan dunia sampai saat ini. Mantan Pr
esiden Almarhum Abdurrahman Wahid dan Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri bes
erta Bapak Taufiq Kiemas juga pernah berkunjung di Masjid tersebut. Dalam rangka
peringatan ke 1000 tahun berdirinya, pada tahun 2009 (1430H), dibangunlah sebua
h masjid baru disampingnya yang berdasarkan corak yang semula atas sumbangan dar
i Kerajaan Oman.
Setelah selesai beribadah Jum at, Cheng Ho disertai oleh Hasan juru bahasanya untu
k menemui sang kiayi masjid dan mengutarakan maksudnya untuk mencari ahli bahasa
untuk menyertainya ke Teluk Persia, disanalah diperkenalkannya dengan Bapak Guo
Zhong-yuan (Kwee Tiong Gwan) dan anak-anaknya dari Kecamatan Muslim Baiqi diseb
erang Teluk Zaitun yang juga sedang beribadah. Kwee Tiong Gwan adalah cucu dari
Ibn Quds Daqqaq Nam, yang mana Quds Daqqaq pernah menjabat gubernur urusan Semu
(serba bangsa asing) dan shahbandar di Teluk Zaitun pada zaman Mongol Yuan diaba
d sebelumnya, yang diberi nama Tionghoa: Guo Te-guang /Kwee Tek Gong. Dengan per
kenalan ini menjadilah persahabatan antara Cheng Ho dan keluarga besar Kwee di B
aiqi. Cheng Ho datang di Baiqi atas undangan Kwee dan disambut oleh seluruh warg
a di Pendapa Batu yang dibangun didepan desa, bangunan batu tersebut masih berdi
ri sampai sekarang. Setelah bersinggah di Baiqi, beliau mengetahui keadaan pengh
idupan didaerah tersebut sangat sulit, Kwee hanya berternak bebek untuk mata pen
cahariannya dan pula desa Baiqi (dari nama Makam keluarga Nabi Muhammad SAW, Jan
attul Baqi/Kebun Bunga Surga) terisolasi oleh perairan teluk yang mengelilinginy
a, maka Cheng Ho mengeluarkan 500 pasukannya untuk membangun dua bendungan air s
ehingga memungkinkan memberi tanah pertanian di Baiqi yang juga masih ada disana
sampai hari ini.

Cheng Ho kembali lagi di Baiqi pada tolak balik pelayaran ke-6 dalam tahun 1422,
beliau bermain catur di Pendapa Batu dan merundingkan menata perkawinan antara
anak bungsu Kwee ke-5 Guo Shi-zhao/Kwee Sie Tiauw dengan putri kesayangan pangli
ma Quanzhou yang semulanya mengalami rintangan dari pihak mempelai prempuan, hal
angan inipun dibereskan oleh Cheng Ho. Itu merupakan pertemuan yang terachir ant
ara Cheng Ho dan Kwee, karena sekembalinya Cheng Ho dari pelayaran kali ini, cuk
ong Yungle meninggal dunia dan armada segera dibubarkan oleh Kaisar baru yang se
lalu menentangnya, juga Kwee Tiong Gwan pun meninggal dunia pada tahun pertemuan
terakhir itu.
Dari marga Kwee Baiqi ini Cheng Ho mendapatkan juru bahasa Haji Guo Chong-li/Kwe
e Tjiong Lie yang diperlukan. Anggota warga lainnya Guo Wen/Kwee Boen juga diutu
s untuk ke Siam, dan mungkin banyak lagi anggota marga Kwee yang mengikuti pelay
aran diarmadanya. Ibn Quds Daqqaq Nam dan cucunya, Guo Zhong-yuan/Kwee Tiong Gwa
n merupakan leluhur dari kebanyakan marga Kwee di Taiwan, Malaysia, Thailand, Fi
lipina, dan juga di Jawa yang sekarang pun telah tersebar diseluruh dunia, sebag
ai Guo, Kwee, Kwik, Kwok, Kok, Keh, Kuo, Quok, Quack, Quay, Que dan sebagainya b
erasal al-Quds, asal kata kudus.
Referensi:
1. Anthony Hocktong Tjio (2013): Peran Mahmud Cheng Ho dalam Kedatangan Muslim T
ionghoa di Tanah Jawa. (Korespondensi Esai-Opini-Sejarah).
2. Anthony Hocktong Tjio (2013): Membincang Nama Masjid Haji Muhammad Cheng Ho S
urabaya. (Indonesia Media Mid January 2013)
3. Anthony Hocktong Tjio (2013): Silsilah dan Nama Cheng Ho. (Korespondensi).
4. Buku Silsilah Marga Muslim Kwee Baiqi (edisi 2000). (Bahasa Tionghoa)
5. Jacob D Ancona terjemahan David Selbourne (1997). The City of Light.
6. Chen Da Sheng (2008). Zheng He and the Southeast Asian Muslims. (Chinese edit
ion)
7. Huang Qiu Run (2004). Quanzhou Islam Qingjing Mosque. (Bahasa Tionghoa) Antho
ny Hocktong Tjio, Diaspora Indonesia kelahiran Surabaya di Los Angeles, keturuna
n Tionghoa Quanzhou Hokkian, menantu marga Kwee Pasuruan.
p.s.: Untuk lebih mengerti Marga Kwee, silahkan menghubungi hock_tong@juno.com
by Dr. Anthony Hocktong Tjio. / IM.

Anda mungkin juga menyukai