PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat merupakan senjata ampuh yang dijalankan oleh para pemimpin Islam sebagai suatu
sistem penyeimbang/penstabil dalam perekonomian sebagai suatu kebijakan moneter.
Sebagaimana yang telah di Firmankan oleh Allah dalam surat at-Taubah ayat 60 dan 103:
.
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.(Q.S. At-Taubah: 60).
.
Artinya:Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikanmereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(Q.S. AtTaubah:103).
Pemberdayaan (filantropi) zakat yang dilaksanakan secara maksimal seharusnya dapat
meminimalisir kemiskinan sehingga menjadikan sejahtera bagi masyarakat dan ekonomi yang
stabil. Namun kenyataan sekarang banyaknya masyarakat yang kekurangan dan ekonomi yang
tidak stabil ternyata disebabkan bahwa zakat hanya dianggap suatu ritual keagamaan saja dan
hanya sebuah karitas (belas kasihan) bukan filantropi (pemberdayaan).
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari uraian singkat di atas, penulis dapat merumuskan masalah yang menjadi
pokok pembahasan dalam makalah ini yaitu:
1.
2.
3.
4.
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat
Secara etimologi (bahasa) kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari ( ) . Zakat
yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang,
dan seseorang itu zaka, berarti orang itu baik, ditinjau dari sudut bahasa, adalah suci, tumbuh,
berkah, dan terpuji : semua digunakan dalam quran dan hadis. Kata dasar zakat berarti
bertambah dan tumbuh, sehingga bisa dikatakan, tanaman itu zaka, artinya tumbuh, sedang setiap
sesuatu yang bertambah disebut zaka artinya bertambah. Bila satu tanaman tumbuh tanpa cacat,
maka kata zakat disini berarti bersih.
Dalam terminologi fikih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah
diserahkan kepada orang-orang yang berhak, disamping berarti mengeluarkan sejumlah itu
sendiri demikian Qardhawi mengutip pendapat Zamakhsari. Jumlah yang dikeluarkan dari
kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih
berarti, dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan. Sedangkan menurut terminology syariat,
zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syariat tertentu yang
diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya
dengan persyaratan tertentu pula.
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan pengertian menurut istilah sangat nyata
dan erat kekali. Bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjdi berkah, tumbuh,
berkembang dan bertambah suci dan bersih (baik).
B. Jenis-jenis zakat
Zakat dibagi menjadi dua yaitu zakat fitri (nafs) dan zakat harta (maal), adapun zakat
maal dibagi lagi dalam dua perspektif, diantaranya:
1. Jenis Zakat Maal dalam Perspektif Fiqh Klasik
Selain empat macam terakhir dari zakat harta kontemporer tersebut di atas, para ulama fiqh Islam
kontemporer masih menawarkan banyak macam lagi zakat harta dari perolehan yang beragam,
diantaranya:
Pada prinsipnya nishab zakat dari macam zakat di atas disamakan dengan nilai nishab emas, 85
gram, dan besarnya zakat yang dikeluarkan 2,5%. Sebagian ulama masih memperselisihkan
wajib tidaknya mengeluarkan zakatnya.
C. Pendistribusian zakat
Pendistribusian zakat menurut Yusuf Qardhawi dapat dilakukan melalui dua pendekatan,
yaitu:
Pertama, dana zakat diberikan kepada mereka yang mampu berusaha tetapi
penghasilannya tidak mencukupi kebutuhannya, seperti: pedagang kecil, pengrajin, petani, dan
sebagainya. Biasanya mereka tidak mempunyai perlengkapan dan modal yang cukup untuk
mengembangkan usahanya atau tidak memiliki lahan maupun alat-alat pertanian. Dengan
demikian, mereka mampu mennutupi kebutuhannya secara tetap.
Kedua, zakat diberikan kepada mereka yang tidak mampu berusaha, seperti: orang yang
sakit menahun, janda, anak kecil, dan sebagainya. Kepada orang-orang ini, zakat dapat diberikan
selama setahun penuh.
4
Dalam Al-Quran disebutkan bahwa ada delapan golongan yang menerima zakat, yaitu:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah/9: 60)
Menurut Yusuf Qardhawi, kedelapan golongan di atas berdasarkan jenisnya terbagi menjadi dua
macam, yaitu:
Pertama, mereka yang mendapatkan bagian dari zakat karena membutuhkannya. Mereka
mendapatkannya sesuai dengan kebutuhannya, yaitu: fakir, miskin, untuk memerdekakan hamba
sahaya, dan ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan).
Kedua, mereka yang mendapat bagian dengan pertimbangan jasa dan manfaat, yaitu:
pengumpul zakat, muallaf, orang yang berutang, dan mereka yang berjuang di jalan Allah. Jika
seseorang tidak membutuhkan dan tidak pula ada manfaat pemberian zakat kepadanya, maka ia
tidak berhak mendapatkan bagian zakat tersebut.
Pembahasan mustahiq zakat akan dibahas satu persatu berdasarkan urutan yang ada
dalam surat At-Taubah ayat 60, yaitu:
1.
Faqir
Menurut mazhab Syafii dan Hambali, fakir adalah orang yang tidak memiliki harta
benda dan pekerjaan yang mampu mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Dia tidak mempunyai
keluarga yang dapat membiayai dan mencukupi kebutuhannya; baik berupa makanan, pakaian,
maupun tempat tinggal. Misalnya, kebutuhannya sehari-hari berjumlah 15.000 rupiah, namun
penghasilannya hanya sekitar 5.000 rupiah.
2.
Miskin
Orang miskin ialah orang yang memiliki pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak
mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Menurut mazhab Syafii dan Hanafi, orang fakir lebih
sengsara daripada orang miskin. Orang fakir ialah orang yang tidak memiliki harta benda
maupun pekerjaan. Atau orang yang memiliki pekerjaan, namun penghasilannya tidak mampu
menutupi setengah dari kebutuhannya. Sedangkan orang miskin ialah orang yang mampu bekerja
dan orang yang memiliki pekerjaan, namun penghasilannya tidak mampu menutupi semua
kebutuhannya sehari-hari. Misalnya, kebutuhannya sehari-hari berjumlah 15.000 rupiah, namun
penghasilannya hanya sekitar 10.000 rupiah.
3.
Amil
Amil adalah orang-orang yang ditunjuk sebagai panitia kepengurusan zakat meliputi
tugas mengumpulkan zakat, menyimpan, dan membagikannya kepada orang yang berhak
menerimanya, membuat pembukuan, dan sebagainya. Amil dapat berupa perseorangan berupa
orang yang menerima langsung dari muzakki, maupun dalam bentuk kepanitiaan dan badan yang
terpecaya. Adanya badan yang mengurusi urusan zakat akan memudahkan muzakki untuk
membayarkan zakatnya, karena mungkin saja muzakki tidak tahu pasti siapa yang wajib
menerima zakat.
4.
Muallaf
Secara etimologi, muallaf berarti jinak atau kasih sayang. Dalam konteks zakat, muallaf
adalah orang yang perlu didekati hatinya agar lebih mantap dalam menerima Islam. Muallaf
menurut ahli fikih terbagi menjadi empat, yaitu:
a) Seseorang yang sudah memeluk Islam, akan tetapi hatinya masih belum mantap atau
imannya masih lemah, karena itu ia perlu dibantu.
b) Seseorang yang masuk Islam dengan niat dan kemauan yang mantap dan dia termasuk
orang yang terkemuka dalam masyarakatnya.
c) Seseorang yang masuk Islam dan dapat membendung gangguan orang kafir di
lingkungannya.
6
d) Seseorang yang masuk Islam dan dapat membedung kejahatan orang yang tidak mau
mengeluarkan zakat.
Berdasarkan pembagian muallaf di atas, golongan yang berhak menerima zakat
ialah golongan yang pertama, sedangkan untuk golongan yang kedua sebaiknya juga
diberi zakat dengan harapan semoga teman-temannya dapat tertarik mengikutinya
memeluk agama Islam. Adapun untuk golongan ketiga dan keempat dapat diberi zakat,
jika perlu.
5.
Riqab
Para budak yang dimaksud di sini menurut jumhur ulama ialah para budak muslim yang
telah membuat perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekakan dan tidak memiliki uang untuk
membayar tebusan dirinya, meskipun mereka telah bekerja keras. Oleh karena itu, sangat
dianjurkan untuk memberiakn zakat kepada mereka agar dapat membayar tebusan untuk
kemerdekaan mereka. Selain itu ditegaskan pula dalam firman Allah berikut:
Dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya
kepadamu (QS. An-Nur/24: 33)
Ibn Abbas menafsirkan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah para budak yang telah
mendapat jaminan dari tuannya untuk dimerdekakan.
6.
Gharim
Orang yang berutang dalam ayat ini ialah orang kurang mampu dan berhutang untuk
keperluan ketaatan kepada Allah Swt. atau dalam hal yang mubah (bukan untuk tujuan maksiat).
Zakat tidak boleh diberikan kepada orang kaya, meskipun ia memiliki hutang kecuali alasan
berhutang untuk mendamaikan kelompok yang bermusuhan.
7.
Fi Sabilillah
Orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang-orang yang berjuan di jalan
Allah, sementara mereka tidak mendapat gaji dari negara. Mereka berhak untuk mendapat zakat
walaupu kaya, sebagai dorongan bagi mereka untuk tetap berjuang.
8.
Ibn Sabil
Ibn sabil adalah orang yang sedang mengadakan perjalan (musafir) dengan tujuan yang
baik(mubah), bukan untuk tujuan maksiat. Menurut perkiraan, dia tidak mungkin mencapai
tujuannya jika tidak dibantu.
D. Pemberdayaan Zakat
Pemberdayaan
zakat
sebenarnya
telah
dilakukan
sejak
zaman
mengoptimalisi
kemiskinan
fungsi
zakat
diperlukan
sebagai
salah
langkah-langkah
satu
solusi
pemberdayaan
diantaranya :
1) Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat
Sesuai dengan QS At-Taubah ayat 60 bahwa zakat memiliki petugas
khusus untuk mengelolanya. Di Indonesia, zakat di kelola oleh banyak
organisasi atau lembaga. Namun, yang resmi diakui oleh Dierktorat Jendral
8
sejumlah
penggunaan
modal
modal
kerja
dan
itu
diharuskan
dengan
cara
mempertanggungjawabkan
mengembalikan
dengan
mengangsur.
Disyaratkan bahwa yang berhak memberikat zakat yang bersifat
produktif (Amil zakat) adalah lembaga yang mampu melakukan pembinaan
dan pendampingan kepada para mustahiq agar kegiatan usahanya dapat
9
amil
zakat)
tidak
akan
berhasil
programnya
apabila
10
11
BAB III
PENUTUP
Maka, dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bagaimana untuk memberdayakan zakat,
diantaranya yaitu langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada amil zakat atau yang mengelola zakat.
2) Menyadarkan masyarakat bahwa zakat tidak hanya sebagai ritual keagamaan, akan tetapi
sebuah senjata untuk kemaslahatan umat. Membersihkan akhlak untuk senantiasa
membiasakan berbuat yang lebih utama.
3) Memilah milah zakat yang berpotensi untuk mengatasi atau memenuhi prinsip-prinsip
ekonomi Islam.
4) Memperniagakan harta agar berputar sehingga mendapatkan keuntungan.
5) Memperhatikan terhadap keakuratan perhitungan zakat.
12
DAFTAR PUSTAKA
https://madonsaleh.wordpress.com/2013/10/13/zakat-dan-pendistribusiannya/
http://uchinfamiliar.blogspot.co.id/2009/06/pola-pengumpulan-distribusi.html
http://susantiismail.blogspot.co.id/2015/11/makalah-metodologi-penyaluran-zakat.html
https://hukumadmissible.wordpress.com/2012/04/04/zakat-dan-pemberdayaan/
http://www.tongkronganislami.net/2015/09/macam-macam-dan-sistem-pendistribusianzakat.html
13