Anda di halaman 1dari 19

REFLEKSI KASUS

SEPTEMBER 2015

DIAGNOSIS PAROTITIS EPIDEMIKA DISERTAI


ORCHITIS PADA ANAK

NAMA

: Indra Firmansyah Mangimbo

NIM

: N 111 14 052

PEMBIMBING KLINIK

: dr. Kartin Akune, Sp. A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Parotitis epidemika merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan
oleh virus dengan predileksi pada jaringan kelenjar dan saraf. Pada abad kelima
sebelum masehi, Hipocrates menggambarkan parotitis epidemika sebagai
penyakit yang ditandai oleh pembengkakan telinga, nyeri dan pembesaran pada
satu atau kedua testis.(1)
Parotitis epidemika dapat ditemukan di seluruh dunia dan menyerang
kedua jenis kelamin secara seimbang terutama menyerang anak berumur 5-10
tahun. Delapan puluh lima persen pada anak-anak yang berumur di bawah 15
tahun.(1) Salah satu virus penyebab parotitis adalah mumps, golongan
paramyxovirus yang terdiri dan satu rangkaian tunggal RNA yang memiliki
kapsul lipoprotein. Komplikasi yang berat meliputi orkitis, pankreatitis,
meningoensefalitis, dan berbagai keterlibatan organ kelenjar lainnya.(2)
Infeksi parotitis epidemika ditandai dengan gejala prodromal berupa
demam, nyeri kepala, nafsu makan menurun selama 3-4 hari, yang diikuti
peradangan kelenjar parotis (parotitis) dalam waktu 48 jam dan dapat
berlangsung selama 7-10 hari. Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai 3
hari setelah terlihatnya pembengkakan kelenjar parotis. Satu minggu setelah
terjadi pembengkakan kelenjar parotis pasien dianggap sudah tidak menular.3
Diagnosis parotitis ditegakkan secara klinis. Deteksi virus atau antibodi
terhadap virus parotitis diperoleh melalui sediaan air seni, saliva, atau cairan
serebrospinal.(2)
Pengobatan bersifat suportif, imunisasi dapat melindungi diri dari
kemungkinan

terjangkit

parotitis.

American

Academy

Of

Pediatric

menganjurkan pemberian vaksinasi sesudah berumur 12 bulan, pada saat


kemungkinan antibodi maternal sudah habis dan efek samping vaksinasi lebih
ringan. (2)

Berikut ini akan dibahas mengenai kasus parotitis yang di dapat di


paviliun katelia Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu.

KASUS
Identitas Pasien :
3

Nama

: An. IM

Umur

: 14 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Tondo

Tanggal Masuk

: 29 Agustus 2015

I.

Anamnesis

Keluhan utama

: Bengkak di leher kanan dan kiri

Riwayat penyakit sekarang : Pasien masuk RS dengan keluhan bengkak pada


leher kanan dan kiri yang di alami sejak 5 hari
yang lalu, bengkak di leher membesar dari hari ke
hari, bengkak ini di awali dari bawah telinga
kemudian membesar di sepanjang rahang bawah,
terasa nyeri dan terkadang anak mengeluh sakit
pada leher dan telinganya. Sakit makin terasa saat
anak mengunyah makanan. Panas (+) juga di
alami anak sejak 1 minggu, panas naik turun, naik
tidak menentu, dan turun setelah di berikan obat
paracetamol. Panas tidak di sertai menggigil dan
berkeringat. Saat di rumah anak muntah (+) 3 kali
berisi makanan yang di makan, mual (+),
penurunan nafsu makan (+), sakit menelan (-).
Pasien juga mengalami bengkak di testis hanya
pada bagian kiri sejak 1 hari sebelum masuk RS.
Buang air besar dan buang air kecil lancar.
Riwayat penyakit terdahulu : Tidak pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya
Riwayat penyakit keluarga

: Enam orang anggota keluarga yang tinggal


serumah dengan pasien, sebelumnya mengalami
keluhan yang sama dengan pasien dalam bulan
ini.

Riwayat sosio-ekonomi

: Menengah, pembiayaan perawatan kelas 1 selama


di rumah sakit secara tunai. Rumah yang dihuni
beratapkan seng, dengan dinding beton dan lantai
tehel.

Riwayat kebiasaan dan lingkungan: Merupakan anak yang aktif berinteraksi


dengan orang yang ada di sekitarnya baik di
lingkungan

rumah,

sekolah

maupun

di

lingkungan masyarakat. Aktif dalam mengikuti


kegiatan RISMA (remaja islam masjid).
Riwayat kehamilan dan persalinan: Anak ketiga dari 5 orang bersaudara. Ibu
melahirkan kurang bulan, anak lahir secara sc di
rumah sakit undata atas indikasi perdarahan, berat
lahir 2,8 kg, panjang lahir 49 cm.
Riwayat kemampuan dan kepandaian bayi: Tengkurap (usia 4 bulan), berjalan
(usia 11 bulan), berbicara (usia 1 tahun 2 bulan)
Anamnesis makanan

: ASI (usia 0-3 bulan), susu formula (usia 0-3 tahun),


bubur kacang merah (usia 6 bulan), nasi (usia 1
tahun-sekarang)

Riwayat Imunisasi
II.

: Imunisasi di lupa

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum

: sakit sedang

Berat badan

: 45 kg

Panjang badan

: 165 cm

Status gizi

: CDC 45/51 % : 88% Gizi kurang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital
Denyut nadi

:
: 80 kali/menit

Pernapasan

: 20 kali/menit

Suhu

: 37,60

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Pemeriksaan Sistemik :
Kulit

: sianosis (-), pucat (-), ikterus (-), turgor baik, efloresensi (-)

Kepala

: bentuk normal, simetris, tidak ada deformitas, rambut lebat,


berwarna hitam, mata cekung (-), konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-, sianosis (-), rhinorrhea (-), otorrhea (-)

Leher

: pembesaran getah bening (-), nyeri tekan kelenjar getah bening (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), T1/T1 tidak hiperemis
Pembesaran kelenjar parotis dextra et sinistra, warna tidak
kemerahan, tidak panas saat diraba, pada kenyal, nyeri tekan (+),
batas tidak terfiksasi.

Paru
Inspeksi

: pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri

Palpasi

: pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri

Perkusi

: sonor kanan dan kiri

Auskultasi

: vesikuler kanan dan kiri, Ronki (-), wheezing (-)

Jantung
Inspeksi

ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

ictus cordis teraba di SIC V midclavicula sinistra

Perkusi

batas jantung normal

Auskultasi

bunyi jantung I dan II murni, reguler, murmur (-)

abdomen datar

Abdomen
Inspeksi

Auskultasi

peristaltik usus kesan normal

Palpasi

nyeri tekan (-), hepar, renal dan lien tidak teraba

Perkusi

timpani

Genitalia

: didapatkan kemerahan atau edema pada testis dan


skrotum sebelah kiri

Ekstremitas

: akral hangat, edema (-)

Pemeriksaan Penunjang

: WBC 7,6 /mm3


Hb 14,7 gr/dl
HCT 43,6 %
PLT 241/mm3

Resume:
Pasien anak laki-laki masuk dengan keluhan di leher kanan dan kiri dialami
sejak 5 hari. Bengkan awalnya dari bawah telinga kemudian membesar
sepanjang rahang bawah. Bengkak terasa nyeri semakin terasa saat mengunyah
makanan. Panas (+) 1 minggu, mual (+), muntah (+) 3 kali, penurunan nafsu
makan (+). Pasien juga mengalami bengkak di area testis yang dialami 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Di keluarga juga ada yang mengalami hal yang
sama. TTV: nadi 80x/menit, pernapasan 20x/menit, tekanan darah 120/80
mmHg.
Pemeriksaan fisik: leher: Pembesaran kelenjar parotis dextra et sinistra, warna
tidak kemerahan, tidak panas saat diraba, pada kenyal, nyeri tekan (+), batas
tidak terfiksasi
Genital : didapatkan kemerahan atau edema pada testis dan skrotum sebelah
kiri
Hasil lab:

WBC 7,6/mm

3,

Hb 14,7 gr/dl, HCT 43,6 %, PLT 241/mm

Diagnosis kerja

: Parotitis+Orchitis

Terapi

: IVFD RL 20 tetes per menit

Parasetamol 4 x 1 tab
Follow Up (30 Agustus 2015)
S

: nyeri sekitar rahang saat makan berkurang


Panas (-)
7

: Keadaan umum : sakit sedang


Kesadaran

: kompos mentis

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 76 kali per menit

Pernapasan

: 24 kali per menit

Suhu

: 370C

Pembengkakan parotis dextra et sinistra turun, panas


(-), nyeri tekan (+) berkurang, tidak terfiksasi,
kemerahan atau edema pada testis dan skrotum
sebelah kiri
A

: Parotitis+orchitis

: IVFD RL 20 tetes per menit


Parasetamol 4 x 1 tab

Follow Up (31 Agustus 2015)


S

: nyeri sekitar rahang saat makan berkurang


Panas (-)

: Keadaan umum : sakit sedang


Kesadaran

: kompos mentis

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 64 kali per menit

Pernapasan

: 22 kali per menit

Suhu

: 37,7 0C

Pembengkakan parotis dextra et sinistra semakin


menurun, panas (-), nyeri tekan (-), tidak terfiksasi,
kemerahan atau edema pada testis dan skrotum
sebelah kiri
A

: Orchitis+Parotitis epidemika

: IVFD RL 20 tetes per menit


Parasetamol 4 x 1 tab
B-complex 2x1 tab

Inj. Ceftriaxone 2x1 gr/IV


Inj. Dexamethasone 2x1 gr/IV
Follow Up (01 September 2015)
S

: nyeri sekitar rahang saat makan berkurang


Panas (-)

: Keadaan umum : sakit sedang


Kesadaran

: kompos mentis

Tekanan darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 62 kali per menit

Pernapasan

: 22 kali per menit

Suhu

: 36,8 0C

Pembengkakan parotis dextra et sinistra (-)


panas (-), nyeri tekan (-), tidak terfiksasi,
kemerahan atau edema pada testis dan skrotum
sebelah kiri berkurang
A

: Orchitis+ Parotitis epidemika

: IVFD RL 20 tetes per menit


Parasetamol 4 x 1 tab
B-complex 2x1 tab
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr/IV
Inj. Dexamethasone 2x1 gr/IV

Follow Up (02 September 2015)


S

: nafsu makan membaik


Panas (-)

: Keadaan umum : sedang


Kesadaran

: kompos mentis

Tekanan darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 68 kali per menit

Pernapasan

: 24 kali per menit

Suhu

: 36,4 0C

kemerahan atau edema pada testis dan skrotum


sebelah kiri berkurang
A

: Orchitis+ Parotitis epidemika

: IVFD RL 20 tetes per menit


Parasetamol 4 x 1 tab
B-complex 2x1 tab
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr/IV
Inj. Dexamethasone 2x1 gr/IV
Asiklovir 4x200 mg

DISKUSI
Kelenjar air liur adalah glandula parotidea, glandula submandibularis,
dan glandula sublingualis. Glandula parotidea merupakan glandula terbesar antara
10

ketiga pasang kelenjar air liur. Kelenjar ini terbungkus dalam selubung parotis
(parotis sheath).
Gambar 1. Kelenjar-kelenjar air liur

Gambar 1.
Glandula parotidea dapat terinfeksi melalui aliran darah, seperti pada
kasus mumps atau gondong. Infeksi glandula parotidea menyebabkan peradangan
atau parotitis dan pembengkakan glandula parotidea. Terjadi rasa sakit yang hebat
karena selubung parotis membatasi pembengkakan.(4)
Parotitis epidemika merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan
oleh virus RNA untai tunggal yang termasuk dalam genus Rubulavirus, subfamili
dari paramyxovirinae dan famili paramyxooviridae. Strain virus di seluruh dunia
terdiri dari 10 genotipe dan diberikan nama A-J, berguna untuk penelitian kejadian
ikutan pasca vaksinasi serta menentukan vaksin pada kejadian luar biasa. Strain
virus yang berbeda menunjukkan virulensi yang berbeda. Virus parotitis dapat
ditemukan pada saliva, cairan serebrospinal, urin, darah, jaringan yang terinfeksi
dari penderita parotitis epidemika serta dapat dikultur pada jaringan manusia atau
kera. (4)
Infeksi parotitis epidemika ditandai dengan gejala prodromal berupa
demam, nyeri kepala, nafsu makan menurun selama 3-4 hari, yang diikuti
11

peradangan kelenjar parotis (parotitis) dalam waktu 48 jam dan dapat berlangsung
selama 7-10 hari. Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai 3 hari setelah
terlihatnya pembengkakan kelenjar parotis.3
Pada anak manifestasi prodormal jarang terjadi tetapi mungkin tampak
bersama dengan demam, nyeri otot (terutama pada leher), nyeri kepala, dan
malaise. Awalnya ditandai dengan nyeri dan pembengkakan parotis yang khas,
mula-mula mengisi rongga antara tepi posterior mandibula dan mastoid kemudian
meluas dalam deretan yang melengkung ke bawah dan ke depan, di atas dibatasi
oleh zigoma.3
Pembengkakan terjadi dengan cepat dalam waktu beberapa jam dengan
puncak pada 1-3 hari. Pembengkakan jaringan mendorong lobus telinga ke atas
dan ke luar, dan sudut mandibula tidak lagi dapat dilihat. Pembengkakan
perlahan-lahan menghilang dalam 3-7 hari. Pembengkakan parotis biasanya
disertai dengan demam sedang hingga 40C.3,5
Patofisiologi

Masa inkubasi 15 sampai 21 hari kemudian virus bereplikasi di dalam


traktus respiratorius atas. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh
sehingga terjadi proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi
viremia (ikutnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di

12

jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan menginfeksi glandula parotis.


Keadaan ini disebut parotitis.1,3,6

Virus mengalami masa inkubasi 12 sampai 25 hari kemudian virus


bereplikasi dan mengalami masa viremia awal selama 3-5 hari. Setelah replikasi
awal, virus bereplikasi di kelenjar parotis, menyebabkan terjadinya reaksi
inflamasi.7
Penegakkan Diagnosis
Penegakkan diagnosis dari parotitis epidemika yaitu 8
1. Anamnesis
a. Gejala yang pertama terlihat adalah nyeri ketika mengunyah atau
b.
c.
d.
e.
f.

menelan, terutama jika menelan cairan asam misalnya jeruk


Demam
Pembengkakan kelenjar terjadi setelah demam
Nafsu makan berkurang
Menggigil
Sakit kepala

13

Gambar 2
2. Pemeriksaan Fisik
a. Suhu tubuh meningkat
b. Pembengkakan di daerah temporomandibuler (antara telinga dan
rahang)
c. Nyeri tekan pada kelenjar yang membengkak
d. Tanda meningeal seperti pemeriksaan kaku kuduk, kernigs sign,
brudzinskis sign perlu juga diperiksa karena meningitis terjadi pada
15% dari pasien yang terinfeksi mumps
e. Pada laki-laki yang sudah mengalami pubertas biasanya mengalami
komplikasi seperti orkitis. Orkitis ditandai dengan nyeri testis dan
pembengkakan pada testis dan skrotum. Pada wanita yang telah
mengalami pubertas dapat menjadi ooforitis atau pembengkakan pada
ovarium.
f. Tuli bisa menjadi komplikasi parotitis, jadi dapat diperiksa dengan
menggunakan garpu tala.
3. Pemeriksaan Penunjang
Dalam prakteknya pemeriksaan penunjang tidak banyak dilakukan,
sebab dari anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah terdiagnosis. Namun
jika gejala tidak jelas, maka diagnosis didasarkan pada.1,5
a. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan ini tidak spesifik karena gambarannya seperti infeksi
virus lain. Biasanya menunjukan leukopenia dengan limfositosis
relative.
14

b. Amilase serum
Didapatkan pula kenaikan kadar amilase pada serum yang
mencapai puncaknya setelah satu minggu dan kemudian menjadi
normal kembali dalam dua minggu.
c. Uji serologi
Jika penderita tidak menampakan pembengkakan kelenjar di
bawah telinga namun tanda dan gejala lainnya mengarah ke penyakit
parotitis sehingga meragukan diagnosis maka dilakukan uji serologi
untuk membuktikan antibodi mumps spesifik.
1) Hemagglutination inhibition antibodies (HI)
Uji ini memerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan
onset cepat dan serum yang satunya diambil pada hari ketiga. Jika
perbedaan titer spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka
kemungkinannya parotitis.
2) Virus neutralizing antibodies (VN)
Tes ini untuk menentukan imunitas terhadap parotitis
epidemika. Tes ini adalah metode yang paling dapat dipercaya untuk
menemukan imunitas tetapi tidak praktis dan mahal.
d. Isolasi virus
Mengisolasi virus dengan membuat biakan virus yang terdapat
dalam saliva, urin, LCS atau darah. Biakan dinyatakan positif bila
terdapat hemadsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan
tidak ada pada biakan yang diberi serum hiperimun.

Beberapa diagnosis banding untuk parotitis epidemika adalah :


1. Parotitis supuratifa dimana dibedakan dari manifestasi klinisnya kulit di
atas kelenjar panas, memerah dan nyeri tekan. Terlihat nanah keluar dari
papilla ductus stensoni jika dilakukan penekanan. Dari hasil lab darah
rutin, didapatkan peningkatan PMN berhubungan dengan infeksi bakteri.
Infeksi kebanyakan oleh Staphylococcus aureus.
2. Parotitis berulang, merupakan peradangan yang terjadi berulang-ulang dan
tidak diketahui penyebabnya. Di tandai dengan pembengkakan frekuen

15

dari kelenjar parotis. Pembengkakan submandibula dan sublingual tidak


terjadi pada kasus ini.
3. Adanya kalkulus di ductus Stensoni yang menyebabkan terjadinya
obstruksi. Penyumbatan ini menyebabkan peradangan yang hilang timbul.
4. Meningoensefalitis yang sulit dibedakan dengan ensefalitis oleh sebab lain
jika tidak disertai gejala parotitis sehingga perlu isolasi virus dan
pemeriksaan antibodi spesifik.

Komplikasi yang dapat terjadi :


1. Adanya komplikasi neurologis berupa mielitis dan neuritis saraf dan
komplikasi pasca ensefalitis seperti kejang gangguan motorik, retardasi
mental, emosi tidak stabil, sulit tidur.
2. Komplikasi diabetes mellitus sebagai komplikasi parotitis epidemika akan
tetapi patogenesisnya belum jelas dimana secara in vitro virus parotitis
dapat merusak sel beta pankreas dengan proses yang tidak diketahui.
3. Tiroiditis timbul setelah satu minggu onset parotitis. Tiroiditis sangat
jarang terjadi pada anak-anak yang ditandai pembengkakan kelenjar tiroid
dan peningkatan antibodi antitiroid.
4. Orkitis merupakan salah satu komplikasi parotitis epidemika yang ditakuti.
Orkitis adalah reaksi inflamasi testis akibat infeksi virus mumps yang
ditandai dengan pembengkakan testis yang disertai rasa nyeri. Insidens
terjadinya orkitis pada laki-laki yang belum pubertas 14%, dan pada lakilaki yang sudah pubertas lebih tinggi 30%-38%. Insidens tertinggi
terjadinya orkitis pada parotitis epidemika adalah pada usia 15-29 tahun.
Orkitis biasanya terjadi satu sampai dua minggu setelah pembengkakan
kelenjar parotis. Muncul tibatiba, dapat disertai kenaikan suhu, nyeri
kepala, mual, dan nyeri pada abdomen bagian bawah. Testis yang terkena
terasa nyeri, bengkak, dan kulit disekitarnya menjadi merah dan
edematous. Bila orkitis mengenai testis kanan, tanda-tanda yang muncul
dapat menyerupai apendisitis. Orkitis umumnya terjadi selama 4 hari.
Testis dapat terinfeksi dengan atau tanpa adanya epididimitis. Orkitis juga
dapat terjadi tanpa tanda-tanda parotitis. Orkitis parotitis epidemika

16

unilateral

jarang

sampai

menyebabkan

infertilitas,

namun

dapat

menyebabkan terjadinya subfertilitas yaitu oligospermia, azoospermia, dan


asthenospermia, namun pada umumnya bersifat sementara. Infertilitas
pada orkitis parotitis epidemika unilateral terjadi pada sekitar 13% kasus
dan bilateral 30%-87%. Walaupun jarang, orkitis dapat disertai hidrokel.

Gambar 3. Orkitis pasca infeksi parotitis epidemika pada skrotum dekstra


Penatalaksanaan untuk parotitis epidemika yaitu secara konservatif.
Penyakit ini merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Terapi konservatif
yang perlu berupa hidrasi yang adekuat, dan nutrisi yang cukup untuk membantu
penyembuhan. Pemberian parasetamol digunakan sebagai penghilang rasa nyeri
karena pembengkakan kelanjar. Pengobatan dengan antivirus tidak ada yang tepat
digunakan untuk parotitis epidemika. Terapi cairan intravena diindikasikan untuk
penderita meningoensefalitis dan muntah-muntah yang persisten.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif yang
monovalen atau kombinasi dengan vaksin MMR. Antibodi netralisasi yang
terbentuk setelah vaksinasi lebih rendah dibandingkan dengan setelah infeksi
parotitis epidemika alamiah, namun penelitian mendapatkan anak dengan vaksin
tidak menderita parotitis epidemika selama 12 tahun follow up dibanding anak
yang tidak tervaksinasi. Di Indonesia, vaksin MMR diberikan pada anak usia 1218 bulan. Vaksin ini diberikan secara subkutan dalam atau intramuskular dan
harus digunakan 1 jam setelah terampur dengan pelarutnya.

17

Prognosis secara umum pada parotitis epidemika adalah baik, kecuali pada
keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi
testis dan sekuele karena meningoensefalitis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi
&pediatrik tropis. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2008. h. 195-202.
2. Ray G. Gondongan. dalam: Harrison: Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Edisi 13. Jakarta: EGC; 2000. h. 935-8.
3. Templer, J. et al. Parotitis. Medscape. 2014 : 1-20
4. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku kuliah: Ilmu kesehatan
anak 2. Jakarta: FK UI; April 2007. h. 629-32.
5. Brooks G F, Butel J S, Morse S A. Jawetz, Melnick & Adelberg:
Mikrobiologi kedokteran. Edisi-23. Jakarta: EGC; 2007; 571-2.

18

6. Hay W. Current diagnosis and treatment pediatrics. 20thed. Newyork:


McGraw-Hill Medical; 2011. h. 817-18.
7. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009.
h. 2-6, 8-9, 23.

19

Anda mungkin juga menyukai