Anda di halaman 1dari 6

kONDISI EKSPOR INDONESIA

Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983.Sejak saat
itu,ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan
berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke
industri promosi ekspor.Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau
konsumen luar negeri membeli barang domestik,menjadi sesuatu yang sangat
lazim.Persaingan sangat tajam antarberbagai produk.Selain harga,kualitas atau
mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai USD118,43
miliar atau meningkat 26,92 persen dibanding periode yang sama tahun 2007,
sementara ekspor nonmigas mencapai USD92,26 miliar atau meningkat 21,63
persen. Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil
tambang dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65
persen, 21,04 persen, dan 21,57 persen dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya.
Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan
kontribusi 58,8 persen terhadap total ekspor nonmigas. Kesepuluh golongan
tersebut adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau
peralatan listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik.
Kemudian ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi
bukan rajutan, kayu dan barang dari kayu, serta timah.
Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang tersebut
memberikan kontribusi sebesar 58,80 persen terhadap total ekspor nonmigas. Dari
sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71 persen
terhadap periode yang sama tahun 2007. Sementara itu, peranan ekspor nonmigas
di luar 10 golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20 persen.
Jepang pun masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai USD11,80
miliar (12,80 persen), diikuti Amerika Serikat dengan nilai USD10,67 miliar (11,57
persen), dan Singapura dengan nilai USD8, 67 miliar (9,40 persen).
Peranan dan perkembangan ekspor nonmigas Indonesia menurut sektor untuk
periode Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada.
Ekspor produk pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya
masing-masing meningkat 34,65 persen, 21,04 persen, dan 21,57 persen.
Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008,
kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 64,13 persen, sedangkan
kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,31 persen, dan kontribusi
ekspor produk pertambangan adalah sebesar 10,46 persen, sementara kontribusi
ekspor migas adalah sebesar 22,10 persen.

Kendati secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak
dipungkiri semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia
semakin menurun. Sebut saja saat ekspor per September yang sempat mengalami
penurunan 2,15 persen atau menjadi USD12,23 miliar bila dibandingkan dengan
Agustus 2008. Namun, secara year on year mengalami kenaikan sebesar 28,53
persen.
KONDISI IMPOR INDONESIA
Keadaan impor di Indonesia tak selamanya dinilai bagus, sebab menurut golongan
penggunaan barang, peranan impor untuk barang konsumsi dan bahan
baku/penolong selama Oktober 2008 mengalami penurunan dibanding bulan
sebelumnya yaitu masing-masing dari 6,77 persen dan 75,65 persen menjadi 5,99
persen dan 74,89 persen. Sedangkan peranan impor barang modal meningkat dari
17,58 persen menjadi 19,12 persen.
Sedangkan dilihat dari peranannya terhadap total impor nonmigas Indonesia
selama Januari-Oktober 2008, mesin per pesawat mekanik memberikan peranan
terbesar yaitu 17,99 persen, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 15,15
persen, besi dan baja sebesar 8,80 persen, kendaraan dan bagiannya sebesar 5,98
persen, bahan kimia organik sebesar 5,54 persen, plastik dan barang dari plastik
sebesar 4,16 persen, dan barang dari besi dan baja sebesar 3,27 persen.
Selain itu, tiga golongan barang berikut diimpor dengan peranan di bawah tiga
persen yaitu pupuk sebesar 2,43 persen, serealia sebesar 2,39 persen, dan kapas
sebesar 1,98 persen. Peranan impor sepuluh golongan barang utama mencapai
67,70 persen dari total impor nonmigas dan 50,76 persen dari total impor
keseluruhan.
Data terakhir menunjukkan bahwa selama Oktober 2008 nilai impor nonmigas
Kawasan Berikat (KB/kawasan bebas bea) adalah sebesar USD1,78 miliar. Angka
tersebut mengalami defisit sebesar USD9,3 juta atau 0,52 persen dibanding
September 2008.
Sementara itu, dari total nilai impor nonmigas Indonesia selama periode tersebut
sebesar USD64,62 miliar atau 76,85 persen berasal dari 12 negara utama, yaitu
China sebesar USD12,86 miliar atau 15,30 persen, diikuti Jepang sebesar USD12,13
miliar (14,43 persen). Berikutnya Singapura berperan 11,29 persen, Amerika Serikat
(7,93 persen), Thailand (6,51 persen), Korea Selatan (4,97 persen), Malaysia (4,05
persen), Australia (4,03 persen), Jerman (3,19 persen), Taiwan (2,83 persen), Prancis
(1,22 persen), dan Inggris (1,10 persen). Sedangkan impor Indonesia dari ASEAN
mencapai 23,22 persen dan dari Uni Eropa 10,37 persen

Menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA), para pengusaha dan pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah harus bersiap bertwaarung di pasar ASEAN pada
khususnya dan pasar global pada umumnya. Hanya dengan cara demikianlah, maka
negara kita bisa mendapatkan lebih banyak devisa dan tidak hanya dijadikan pasar
oleh negara lain.
Buku Strategi Memasuki Pasar Ekspor hadir untuk memberi panduan bagi
pemerintah dan pengusaha, baik di pusat maupun di daerah. Buku ini di antaranya
secara rinci membahas :
Persiapan memulai ekspor
Strategi memasuki pasar ekspor
Proses perdagangan internasional
Pengaruh budaya pasar terhadap produksi, pemasaran dan negosiasi
Masalah-masalah praktis dalam ekspor
Daya saing komoditas ekspor
Komponen biaya dan penetapan harga ekspor
Transportasi
Yang bisa memanfaatkan buku ini bukan hanya para pengusaha yang mencoba
merambah pasar luar negeri, tetapi juga kalangan pemerintah yang bisa membina
perdagangan, serta akademisi yang menekuni ilmu pemasaran, terutama
pemasaran internasional.

Dampak krisis keuangan global telah merambah ke Indonesia. Menurut Departemen


Perdagangan, pasar ekspor ke Eropa turun dari 17,1% (2003) menjadi 13,9% (pertengahan
2008); pasar ke Amerika turun dari 14,7% menjadi 11,6%; sedangkan pasar ekspor ke Jepang
turun dari 14,4% menjadi 12,5%. Selain itu, yang perlu mendapatkan perhatian adalah
kemungkinan membanjirnya berbagai produk luar negeri yang diakibatkan tidak terserapnya
produk tersebut di pasar-pasar negara-negara maju seperti Eropa, Jepang dan Amerika.
Menurunnya pasar ekspor dan membanjirnya produk luar tersebut apabila tidak diantisipasi
dengan baik akan berimbas pada terganggunya industri nasional kita. Data dari Badan Pusat
Statistik menunjukkan pertumbuhan produksi industri di Indonesia terutama industri pengolahan
besar dan sedang pada triwulan III (2008) hanya naik sebesar 1,6% dari tahun 2007. Hal ini jauh
menurun jika dibandingkan dengan kenaikan produksi pada Triwulan III (2007) yang sebesar
5,57 persen dari tahun 2006. Presiden telah memberikan 10 arahan untuk antisipasi krisis global,
empat di antaranya adalah usaha sektor riil harus tetap bergerak, cerdas menangkap peluang
kerja sama dengan negara lain, cinta menggunakan produk dalam negeri, perkokoh sinergi dan
kemitraan pemerintah dan dunia usaha. Arahan presiden tersebut merupakan momentum bagi
kita untuk membuat terobosan dan berinovasi. Inovasi yang dapat memberikan nilai tambah
produk sumber daya alam yang kita miliki dengan mengembangkan produk-produk baru maupun
inovasi dalam memproduksi barang dan jasa yang lebih berkualitas, sekaligus inovasi dalam
menciptakan peluang pasar baik pasar dalam maupun luar negeri.
Produk Jadi dan Industri Kreatif Perlunya berinovasi tidak lepas dari kondisi komoditas ekspor
kita yang masih didominasi produk-produk bahan baku atau barang setengah jadi. Padahal, jika
produk tersebut diolah, selain bisa meningkatkan nilai tambah, juga akan membangkitkan
industri nasional yang mampu menyerap tenaga kerja baru. Inovasi perlu dukungan aktivitas riset
dan pengembangan yang sejalan dengan kebutuhan industri. Dalam buku 100 Inovasi Indonesia,
banyak hasil inovasi yang telah dikembangkan oleh Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang seperti
BPPT, LIPI, Batan, Industri, bahkan masyarakat umum, yang siap diaplikasikan di sektor
produksi, baik dalam upaya meningkatkan efisiensi dalam proses poduksi, meningkatkan kualitas
produk, bahkan untuk memberikan nilai tambah sumber daya alam kita dengan pengembangan
produk baru.
Contoh inovasi yang berpotensi menembus pasar dunia adalah apa yang telah dihasilkan oleh
Linawati Hardjito dkk dari IPB yang telah mengembangkan ekstrak, proses pembuatan,
penggunaan dan formulasi biji mangrove sebagai bahan aktif tabir surya. Potensi sumber daya
alam kita yang satu ini sering terlupakan, padahal masyarakat kita secara tradisional banyak yang

memanfaatkan biji mangrove untuk pelindung dari sengatan matahari. Keunggulan inovasi ini
adalah menggunakan bahan dasar alami, ramah lingkungan dan telah memenuhi Standar
Nasional Indonesia. Walaupun masih memerlukan beberapa penyempurnaan seperti aroma agar
lebih disukai oleh konsumen, namun hasil inovasi ini telah diincar oleh perusahaan asing dari
Jerman. Industri kreatif telah menjadi salah satu industri unggulan yang berpeluang untuk pasar
ekspor dan pasar domestik tentunya. Pemerintah melalui Departemen Perdagangan saat ini telah
menyusun Road Map Industri Kreatif Nasional. Salah satu contoh adalah batik. Dalam upaya
mendukung pengembangan industri kreatif batik, anak-anak muda dari Bandung (M Lukman
dkk) telah mengembangkan inovasi tentang Proses Membuat Batik Fraktal, yang mampu
menyatupadukan aspek seni tradisional dalam membuat desain/motif batik dengan sains dan
teknologi, sehingga memungkinkan untuk menciptakan motif-motif baru secara cepat dengan
beragam pilihan. Komputer merupakan alat bagi desainer batik untuk menghasilkan pola-pola
baru. Indonesia punya peluang untuk membatikkan dunia, karena dengan software bisa membuat
batik, dan membuktikan position batik yang kita punya. BPPT pun saat ini telah menghasilkan
berbagai inovasi yang layak dipasarkan ke luar negeri, salah satunya adalah Pipa Apung dari
Karet Alami. Dengan pengembangan Pipa Apung ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
industri pengerukan dan perminyakan atas pipa karet apung yang saat ini masih diimpor. Di
samping itu, beberapa produk inovasi lain yang berpotensi ekspor adalah produk obat herbal.
Banyak Hasil Inovasi di Sekitar Kita
Di samping hasil-hasil inovasi yang telah dihasilkan tersebut, saat ini telah ada ribuan, bahkan
jutaan paten yang sudah kedaluwarsa dan bisa diakses melalui internet. Tantangan kita ke depan
adalah sejauh mana kita bisa memanfaatkan paten-paten tersebut untuk memperkuat industri kita.
Memang tidaklah mudah menerjemahkan informasi yang tertuang dalam dokumen paten tersebut
untuk dikomersialisasikan. Berbagai analisis, uji dan penyesuaian perlu dilakukan agar sesuai
dengan karakteristik bahan baku dan lingkungan di Indonesia. Namun, dengan adanya informasi
paten kedaluwarsa tersebut, setidaknya membuka ruang bagi kita bahwa banyak hasil inovasi
yang ada di sekitar kita yang dapat dimanfaatkan tanpa harus melakukanpenelitian dari awal.
Dengan tersedianya berbagai informasi hasil inovasi yang memiliki potensi pasar luar negeri
tersebut, langkah ke depan yang diperlukan adalah mendorong kolaborasi antara lembaga litbang
dengan industri dalam pengembangan riset bersama. Kemitraan bisa dalam bentuk pemanfaatan
hasil-hasil inovasi oleh industri (supply push) atau dalam bentuk kontrak riset dengan judul dan
topik riset yang berasal dari industri (demand pull). Untuk merealisasikan upaya tersebut,
dukungan pemerintah masih sangat diperlukan. Pertama pemberian insentif bagi aplikasi hasil
inovasi di industri yang masih memerlukan penyesuaian-penyesuaian di lapangan; kemudahan
bagi industri untuk akses informasi kompetensi para peneliti, perekayasa dan akses peralatan
yang ada di lembaga litbang untuk kegiatan riset bersama. Tidak kalah pentingnya adalah aspek
legal berupa perlindungan kekayaan intelektual. Sejalan dengan peningkatan alokasi APBN
untuk sektor pendidikan yang mencapai 20%, tentunya diharapkan bukan hanya mendorong
peningkatan aktivitas penelitian di perguruan tinggi maupun lembaga litbang dalam kuantitas.
Lebih jauh dari itu adalah agar kegiatan penelitian tersebut lebih difokuskan untuk
mendayagunakan hasil penelitian yang telah dikembangkan sebelumnya pada kehidupan nyata,
baik di industri maupun di masyarakat

Anda mungkin juga menyukai