MODUL
PELATIHAN PRATUGAS
PENDAMPING LOKAL DESA
PLD
PENDAMPINGAN DESA
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA
PENDAMPINGAN DESA
PENDAMPINGAN DESA
Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.
3.
4.
Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5.
Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan
secara demokratis.
6.
7.
Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal
yang bersifat strategis.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa) adalah dokumen perencanaan untuk
periode 1 (satu) tahun sebagai penjabaran dari RPJM Desa yang memuat
rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka
pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana
kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah dan RPJM Desa.
15.
Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi bagian dari
RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan Pemerintah
Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui mekanisme
perencanaan pembangunan Daerah.
16.
Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
17.
Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli
atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau
perolehan hak lainnya yang syah.
18.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah
rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
19.
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran
pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaanmasyarakat Desa.
20.
Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang
diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Kata Pengantar
(Dirjen PPMD/Menteri DPDTT)
Daftar Isi
Halaman
Daftar Istilah dan Singkatan ...
Kata Pengantar Dirjen PPMD .
Daftar Isi
BAB I KURIKULUM PELATIHAN
Latar Belakang ..
Tujuan Pelatihan .
Ruang Lingkup Tugas Pendamping .
Struktur Materi Pelatihan .
Garis-Garis Besar Program Pelatihan ..
BAB II PANDUAN MEMBACA MODUL
BAB III RENCANA PEMBELAJARAN
PB 1
PB 2
Perkenalan ..
SPB 1.2
SPB 1.3
SPB 1.4
SPB 2.2
PB 3
SPB 3.2
SPB 3.3
PB 4
PB 5
Pembangunan Desa ..
SPB 4.1
SPB 4.2
SPB 4.3
Desa .
SPB 5.2
PB 6
PB 7
SPB 6.2
SPB 7.2
PB 8
PB 9
PB 10
PB 11
SPB 8.2
Pendampingan ..
SPB 9.1
SPB 9.2
Keterampilan Pendamping .
SPB 9.3
Kinerja Pendamping .
SPB 10.2
Pokok-Pokok RKTL
SPB 11.2
Menyusun RKTL ..
Daftar Pustaka
BAB
KURIKULUM PELATIHAN
|1
LATAR BELAKANG
Kehadiran Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menandai babak
baru dan perubahan dalam politik pembangunan nasional, dimana Desa menjadi titik
tumpu yang mendapatkan perhatian serius. UU Desa diyakini sebagai gerbang harapan
menuju kehidupan berdesa yang lebih maju. Sebagai dasar hukum bagi keberadaan
Desa, UU Desa mengonstruksi cara pandang baru praksis berdesa (pemerintahan,
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa). Desa diakui dan dikukuhkan
sebagai subjek yang mengatur dan mengurus dirinya sendiri.
Perubahan dan paradigma baru atas Desa itu sangat penting mengingat kondisi
objektif dan dinamika desa-desa di Indonesia yang secara umum masih
memprihatinkan. Desa identik dengan ketertinggalan dalam semua aspek kehidupan.
Kewenangan mengatur dan mengurus dirinya sendiri yang dibarengi dengan
memberikan hak-hak Desa, sehingga Desa memiliki kemampuan finansial yang
memadai guna melaksanakan kewenangannya, sebagaimana ditegaskan UU Desa,
menjadi faktor penggerak peningkatan pembangunan desa yang sekaligus menjadi
ruang krusial implementasi UU Desa.
Pembangunan desa sebagai sistem yang dikonstruksi UU Desa, menempatkan
masyarakat pada posisi strategis, sebagai sebjek pembangunan. Dengan demikian,
masyarakat memiliki ruang dan peran strategis dalam tata kelola Desa, termasuk di
dalamnya penyelenggaraan pembangunan Desa. Isu penting dalam konteks ini adalah
peningkatan keberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat memiliki daya desak yang
efektif untuk mewujudkan tata kelola Desa yang baik dan penyelenggaraan
pembangunan yang sesuai dan memenuhi aspirasi masyarakat.
Dalam kerangka itulah, Pemerintah menetapkan kebijakan pendampingan
sebagaimana tercantum pada Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi Tahun 2015, yang bertujuan:
intensif dengan pemerintah dan masyarakat Desa, menjadi aktor strategis menuju
implementasi UU Desa secara optimal.
Salah satu faktor penentu keberhasilan pendampingan adalah kapasitas pendamping,
khususnya PLD. Kapasitas dimaksud menunjuk pada kompetensi yang mencakup: (1)
pengetahuan tentang perspektif dan kebijakan UU Desa, (2) keterampilan teknis dan
fasilitasi pemerintah dan masyarakat Desa dalam mewujudkan tata kelola Desa yang
baik, dan (3) sikap kerja yang sesuai dengan tuntutan kinerja pendamping profesional.
Upaya meningkatkan kapasitas pendamping oleh Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat
Jenderal Pembangunan dan Pemberdayan Masyarakat Desa Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dilakukan melalui kebijakan
pelatihan yang mencakup serangkaian kegiatan latihan, salah satunya adalah pelatihan
pra tugas bagi pendamping, khususnya PLD, sebagai pembekalan agar dapat
melaksanakan fungsi dan tugasnya secara optimal.
TUJUAN PELATIHAN
Secara umum tujuan pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa adalah untuk
memberikan orientasi dan pembekalan agar siap secara mental, pengetahuan, dan
keterampilan sebelum diterjunkan di lokasi tugas.
Secara khusus pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa bertujuan untuk:
Tugas Pokok
Mendampingi
Desa dalam
perencanaan
pembangunan
dan keuangan
Desa
Output Kerja
Perencanaan dan
penganggaran Desa
berjalan sesuai aturan
dan ketentuan yang
berlaku
Mendampingi
Desa dalam
pelaksanaan
pembangunan
Desa
Pelaksanaan
pembangunan Desa
berjalan sesuai aturan
dan ketentuan yang
berlaku
Mendampingi
masyarakat Desa
dalam kegiatan
pemberdayaan
masyarakat dan
Desa
Mendampingi
Desa dalam
pemantauan dan
evaluasi kegiatan
pembangunan
Desa
Penyelenggaraan
pemberdayaan
masyarakat dan Desa
dengan melibatkan
kelompok perempuan,
difabel/berkebutuhan
khusus, kelompok
masyarakat miskin dan
marginal.
Proses pelaksanaan
dan evaluasi kegiatan
pembangunan Desa
berjalan sesuai
ketentuan yang
berlaku.
Indikator Output
Terlaksananya sosialisasi UU NO. 6
Tahun 2014 tentang Desa dan
peraturan turunannya;
b) Terfasilitasinya musyawarah Desa yang
partisipatif untuk menyusun RPJM Desa,
RKP Desa, dan APB Desa;
c) Tersusunnya rancangan peraturan Desa
tentang kewenangan lokal berskala
Desa dan kewenangan Desa
berdasarkan hak asal usul dan
peraturan lain yang diperlukan.
a) Adanya koordinasi dengan PD dan
pihak terkait mengenai pembangunan
Desa;
b) Terfasilitasinya kerjasama antar Desa;
c) Terfasilitasinya pelaksanaan
pembangunan Desa yang sesuai
dengan prinsip tata kelola yang baik;
d) Terfasilitasinya ketersediaan informasi
publik terkait pembangunan Desa.
Terlaksananya kegiatan peningkatan
kapasitas kader desa, masyarakat dan
kelembagaan Desa.
a)
a)
K2 (Sikap)
1. Penerimaan
K3 (Keterampilan)
1. Meniru
2. Memahami;
2. Menanggapi
2. Memanipulasi
3. Mengaplikasikan;
3. Penilaian (valuing)
3. Pengalamiahan
4. Menganalisis;
4. Mengorganisasikan
4. Artikulasi
5. Mensintesis;
5. Karakterisasi
6. Mengevaluasi.
Secara rinci setiap pokok-pokok materi ditetapkan tingkat keluasan dan kedalamnya
berupa kisi-kisi materi pelatihan yang akan memandu pelatih dalam proses
pembelajarannya. Kisi-kisi materi pelatihan diuraikan sebagai berikut:
NO
RUMPUN
Bina Suasana
dan Orientasi
Latihan
POKOK BAHASAN
KOMPETENSI
K1
K2
K3
(P)
(K) (S)
JP
Pre Test
Perspektif dan
Kebijakan
1. Dinamika
Kelompok dan
Pengorganisasia
n Peserta
1.1. Perkenalan
Desa
2.2. UU Desa sebagai Cara
Pandang dan Sarana
Menuju Keberdayaan
Desa
3.1. Kelembagaan dalam Tata
Kelola Desa
3.2. Musyawarah Desa
2
3
1,2
NO
RUMPUN
POKOK BAHASAN
KOMPETENSI
K1
K2
K3
(P)
(K) (S)
JP
Demokratisasi Desa
3.
Penyelenggaraan
Pemerintahan
danPembanguna
n Desa
4. Pembangunan
Desa
Desa
1.2. Perencanaan
1,3
Pembangunan Desa
1.3. Pengelolaan Keuangan
1,2
Desa
5. Pengembangan
Ekonomi Desa
6. Penyusunan
Peraturan di Desa
Pemberdayaan
7. Penguatan
Keberdayaan
Masyarakat
16
Pengembangan
Ekonomi Desa
5.2. BUM Desa sebagai
Penggerak
perekonomi Desa
6.1. Pokok-Pokok
Penyusunan Peraturan
di Desa
6.2. Strategi Fasilitasi
Penyusunan Peraturan
di Desa
7.1. Pemberdayaan
Masyarakat Desa
7.2. Strategi Penguatan
Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa
7.3. Strategi Penguatan
Lembaga
Kemasyarakatan
Desa
Pendampingan
8. Peningkatan
Kapasitas
Masyarakat
Melalui Pelatihan
9. Pendampingan
Masyarakat
8.2. Keterampilan Dasar
Melatih
4
2
Pendampingan
9.2. Keterampilan
Pendamping
9.3. Kinerja Pendamping
Evaluasi dan
10. Membangun
Tim Kerja di Desa
11. RKTL
NO
RUMPUN
POKOK BAHASAN
RKTL
KOMPETENSI
K1
K2
K3
(P)
(K) (S)
JP
Post Test
Evaluasi
Jumlah Jam Pelajaran
50
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
Indikator Keberhasilan
Bina Suasana
Setelah mengikuti
Peserta dapat:
dan Orientasi
Pelatihan
memberikan respon
bagi situasi yang
Metode
Media
Permainan
JP
30
mengatasi situasi
keterasingan
kondusif untuk
proses pelatihan
Sub Pokok
Bahasan
1.1. Perkenalan
mengatasi hambatan
psikologis/kecanggugan
Setelah mengikuti
Dapat mengungkapkan
mengetahui harapan
pelatihan ini
1.2. Pengungkapa
n Harapan
Peserta
Penugasan
Perorangan
Lembar Kerja
Perorangan
15
1. Presentasi
2.Tanya jawab
Slide
15
Diskusi
Lembar Diskusi
30
selama mengikuti
pelatihan
Setelah mengikuti
Dapat menjelaskan:
tujuan pelatihan
memahami tujuan
ini
pelatihan ini
Setelah mengikuti
Dapat:
memberikan respon
menggangu proses
bagi terciptanya
pelatihan
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
|9
No
.
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
Indikator Keberhasilan
selama proses
Sub Pokok
Bahasan
Metode
Media
JP
1. Penugasan
perorangan
2. Curah
pendapat
45
1.
pelatihan
proses pelatihan
merumuskan aturan
bersama untuk ditaati
2.
Setelah mengikuti
Dapat menjelaskan:
Undang-
Undang Desa
memahami kondisi
dan dinamika Desa
pada umumnya
penyebab ketertinggalan
Dinamika
Desa
Desa
aspek-aspek ketertinggalan
Desa
Setelah mengikuti
mengemukakan:
mengetahui cara
pandang UU
Desa
UU Desa
memahami
amanat UU Desa
untuk mengubah
kondisi/keterting
galan Desa
2.2. UU Desa
sebagai Cara
Pandang dan
Sarana
Menuju
Keberdayaan
Desa
Penugasa
n
peroranga
n
2.
Presentasi
3.
Tanya
jawab
4.
Penugasa
n
Kelompok
Slide
Lembar Kerja
Kelompok
UU No.6/2014
90
berpemerintahan
No
.
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
Sub Pokok
Bahasan
Indikator Keberhasilan
Metode
Media
JP
1.
Penugasa
n
peroranga
n
Lembar Kerja
Kelompok
Slide Presentasi
60
2.
Penugasa
n
Kelompok
3.
Presentasi
1.
Penugasa
n
peroranga
n
60
2.
Penugasa
n
Kelompok
sendiri
3.
Tata Kelola
Setelah mengikuti
Desa
mengemukakan:
mengetahui
kelembagaan dalam
tata kelola Desa
3.1. Kelembagaan
dalam Tata
Kelola Desa
Pemangku Kepentingan
dalam tata kelola Desa
Setelah mengikuti
Dapat menjelaskan:
Desa sebagai
memahami fungsi
penyelenggara Musyawarah
Basis Tata
Desa
Kelola dan
Penggerak
Demokratisasi
demokratisasi Desa
Desa
Desa
strategis Musyawarah
Desa sebagai basis
3.2. Musyawarah
No
.
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
Sub Pokok
Bahasan
Indikator Keberhasilan
Metode
Media
JP
1.
Penugasa
n
peroranga
n
Lembar Diskusi
Slide Presentasi
60
2.
Diskusi
3.
Presentasi
Lembar Curah
Pendapat
Lembar Kerja
Kelompok
Slide Presentasi
90
kedaulatan peserta
Musyawarah Desa
pengambilan keputusan
dalam Musyawarah Desa
Setelah mengikuti
Dapat:
menyebutkan prinsip-prinsip
mengetahui prinsip-
transparansi, dan
Desa
akuntabilitas)
3.3 Prinsip-Prinsip
Tata Kelola
Desa
mengemukakan pengertian
prinsip-prinsip diatas
menunjukkan cara
mewujudkan prinsip-prinsip
diatas
4.
Pembangunan
Desa
Setelah mengikuti
Dapat:
mengetahui sistem
pembangunan Desa
4.1. Sistem
mengemukakan tujuan
Pembangunan
pembangunan Desa
Desa
menyebutkan pemangku
kepentingan pembangunan
mengemukakan pengertian
pendekatan Desa
4. Presentasi
Membangun
2. Curah
Pendapat
3. Penugasan
Kelompok
Desa
1. Penugasan
perorangan
mengemukakan kaidah
pembangunan Desa (sesuai
prinsip tata kelola Desa,
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 12
No
.
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
Sub Pokok
Bahasan
Indikator Keberhasilan
Metode
Media
JP
1. Penugasan
perorangan
Lembar Diskusi
Lembar Penugasan
Kelompok
Slide
270
mengemukakan kaitan
pembangunan Desa dengan
keharusan mengurus dirinya
sendiri
mengemukakan
pembangunan Desa sebagai
perwujudan kewenangan
lokal berskala Desa
mengemukakan
pembangunan sebagai
proses yang sistematis
Setelah mengikuti
Dapat:
mengemukakan pengertian
Pembangunan
mengetahui
perencanaan pembangunan
Desa
pokok-pokok
Desa
2. Diskusi
pembangunan
perencanaan pembangunan
3. Penugasan
Kelompok
Desa
Desa
4. Presentasi
perencanaan
4.2. Perencanaan
memberikan
respon terhadap
perwujudan
prinsip-prinsip
No
.
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
tata kelola
menerapkan
pengetahuan
untuk
memfasilitasi
Metode
Media
JP
perbaikan
perencanaan
pembangunan
Sub Pokok
Bahasan
Indikator Keberhasilan
Desa
memfasilitasi keterwakilan
perempuan dalam Tim
Penyusun RPJM Desa
memfasilitasi penyusunan
rencana kerja Tim Penyusun
RPJM Desa
memfasilitasi pembaruan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 14
No
.
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
Sub Pokok
Bahasan
Indikator Keberhasilan
Metode
Media
JP
1. Penugasan
perorangan
Lembar Kerja
Perorangan
Lembar Curah
Pendapat
Lembar Kerja
Kelompok
Slide
360
memfasilitasi penyusunan
Rancangan RKP Desa
memfasilitasi penyusunan
belanja bidang pembinaan
kemasyarakatan
danpemberdayaan
memfasilitasi perhitungan
alokasi Siltap dan
Operasional terkait dengan
pendapatan dari swadaya
Setelah mengikuti
Dapat:
mengetahui
pokok-pokok
pengelolaan
keuangan Desa
2. Curah
Pendapat
mengemukakan ketentuan
3. Penugasan
Kelompok
respon terhadap
pokok pengelolaan
perwujudan
keuangan Desa
4. Presentasi
memberikan
prinsip-prinsip
mengemukakan pengertian
4.3. Pengelolaan
Keuangan
Desa
mengemukakan prinsip-
pengelolaan
prinsip pengelolaan
keuangan Desa
keuangan Desa
menggunakan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 15
No
.
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
Indikator Keberhasilan
pengetahuanuntu
k memfasilitasi
mewujudkan prinsip-prinsip
perbaikan
pengelolaan
keuangan Desa
Sub Pokok
Bahasan
Metode
Media
JP
1.
Lembar Curah
Pendapat
45
Dapat:
memfasilitasi penyusunan
RAB/RPD
memfasilitasi penyusunan
rencana kerja pelaksanaan
kegiatan
memfasilitasi proses
pengadaan barang dan jasa
di Desa
memfasilitasi keterwakilan
perempuan dalam
pembentukan pelaksana
kegiatan
memfasilitasi pengerjaan
buku kas umum
memfasilitasi penyusunan
laporan realisasi APB Desa
5.
Pengembanga
Setelah mengikuti
Dapat:
n Ekonomi
mengidentifikasi potensi
Orientasi
Penugasa
n
No
.
Sub Pokok
Bahasan
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
Desa
pengembangan ekonomi
Pengembanga
orientasi
desa
n Ekonomi
Desa
pengembangan
Indikator Keberhasilan
ekonomi Desa
menjelaskan kepemilikan
Metode
peroranga
n
Media
JP
Slide Presentasi
2.
Curah
Pendapa
3.
Presentasi
1.
Diskusi
Lembar Diskusi
2.
Presentasi
Slide
1.
Penugasa
n
peroranga
n
LembarDiskusi
60
2.
Diskusi
3.
Role Play
LembarDiskusi
30
mengetahui fungsi
45
perekonomi Desa
6.
Penyusunan
Setelah mengikuti
Dapat:
Peraturan di
Desa
peraturan di Desa
mengungkapkan fungsi
Penyusunan
peraturan
Peraturan di
menyebutkan jenis
Desa
peraturan di Desa
mengemukakan kaidah
penyusunan peraturan
menyusun sistematika
peraturan
Setelah mengikuti
Dapat:
mengetahui strategi
mencatat permasalahan
terkait materi peraturan
6.2. Strategi
Fasilitasi
Penyusunan
Diskusi
No
.
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
Indikator Keberhasilan
memfasilitasi
penyusunan
yang disusun
peraturan di Desa
menentukan narasumber
Sub Pokok
Bahasan
Peraturan di
Desa
Metode
Media
JP
1.
Penugasa
n
peroranga
n
Lembar Diskusi
Kelompok
SlidePresentasi
45
2.
Diskusi
3.
Presentasi
1.
2.
Diskusi
Role Play
Lembar Diskusi
90
menyampaikan
permasalahan dimaksud
kepada narasumber
menyediakan
contoh/rujukan peraturan
yang sesuai
7.
Penguatan
Setelah mengikuti
Dapatmenjelaskan:
Keberdayaan
Masyarakat
memahami konsep
pemberdayaan
masyarakat
7.1. Pemberdayaa
pemberdayaan sebagai
n Masyarakat
proses sosial-politik
Desa
tahapan pemberdayaan
masyarakat
pemberdayaan bertumpu
pada hak-hak masyarakat
pemberdayaan untuk
meningkatkan posisi dan
daya tawar masyarakat
pemberdayaan untuk
mewujudkan kemandirian
masyarakat
Setelah mengikuti
Dapat:
mengetahui strategi
7.2. Strategi
mengenali
Penguatan
kekurangan/kelemahan
Kader
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 18
No
.
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
penguatan Kader
Pemberdayaan
Sub Pokok
Bahasan
Indikator Keberhasilan
Masyarakat Desa
KPMD
Pemberdayaa
mengenali penyebab
n Masyarakat
kekurangan/kelemahan
Desa
Metode
Media
JP
1.
2.
LembarDiskusi
90
dimaksud
Dapat menggunakan
teknikkomunikasi inter personal
Setelah mengikuti
Dapat:
mengidentifikasi
mengetahui strategi
kekurangan/kelemahan
penguatan Lembaga
Lembaga Kemasyarakatan
Kemasyarakatan Desa
Desa
7.3. Strategi
Penguatan
Lembaga
Kemasyarakat
an Desa
Diskusi
Role Play
menguraikan penyebab
kekurangan/kelemahan
dimaksud
No
.
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
Indikator Keberhasilan
Sub Pokok
Bahasan
Metode
Media
JP
8.1 Konsep
1.
Penugasa
n
peroranga
n
Lembar Curah
Pendapat
Slide Presentasi
45
2.
Curah
Pendapat
3.
Presentasi
8.2. Keterampilan
Dasar Melatih
1.
Diskusi
LembarDiskusi
2.
Praktik
LembarPraktik
135
1.
Penugasa
n
peroranga
n
LembarDiskusiKelompo
k
Peningkatan
Setelah mengikuti
Dapatmengemukakan:
Kapasitas
Masyarakat
mengetahui konsep
Melalui
pelatihan masyarakat
Pelatihan
pengertian
Pelatihan
pelatihanmasyarakat
Masyarakat
pendekatan pelatihan
masyarakat
menyebutkan aspek-aspek
kompetensi
Setelah mengikuti
menerapkan
keterampilan dasar
(komunikasi, mendengar,
melatih untuk
mengapresiasi, dan
memfasilitasi
mengendalikan forum)
pelatihan
Mempraktikkan teknik:
9.
Pendampingan
bertanya
mendengar
mengapresiasi
mengendalikan forum
Setelah mengikuti
Dapat menjelaskan:
pengertian pendampingan
Kebijakan
memahami konsep
tujuan pendampingan
Pendampinga
pendampingan
misi pendampingan
45
No
.
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
Indikator Keberhasilan
masyarakat
Sub Pokok
Bahasan
Metode
2.
Media
JP
Diskusi
Kelompok
posisi PLD
Setelah mengikuti
Dapat mempraktikkan:
menerapkan
keterampilan fasilitasi
Praktik
225
Pendamping
kelompok
dalam pelaksanaan
kegiatan
9.2. Keterampilan
teknik membangun
kesadaran kritis
pendampingan
Setelah mengikuti
Dapat menjelaskan:
9.3. Kinerja
pengertian kinerja
memahami evaluasi
kinerja PLD
Pendamping
1.
Diskusi
2.
Presentasi
1.
Penugasa
n
peroranga
n
2.
Diskusi
LembarDiskusi
Slide
90
Lembar Diskusi
30
kinerja
10.
Membangun
Setelah mengikuti
Dapat menjelasan:
Tim Kerja di
Desa
memahami peta
pemangku
kepentingan di Desa
10.1. Kerjasama
Tim di Desa
pelaku
hubungan/relasi antar
pelaku
No
.
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti
Dapat menjelaskan:
memahami kerjasama
dan jejaring pelaku
Sub Pokok
Bahasan
10.2. Membangun
Jejaring
Metode
Media
JP
Diskusi
15
Simulasi
45
terjalin kerjasama
manfaat melakukan
kerjasama
Setelah mengikuti
Dapat:
menentukan
memahami strategi
masalah/kebutuhan yang
membangun jejaring
dihadapi
menentukan pihak-pihak
yang terkait secara langsung
11.
Rencana Kerja
Tindak Lanjut
(RKTL)
Setelah mengikuti
Dapat menjelaskan:
fungsi RKTL
memahami rencana
11.1. Pokok-
Diskusi
Lembar Diskusi
30
Pokok RKTL
RKTL
No
.
Pokok Bahasan
Kompetensi Dasar
Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti
Sub Pokok
Bahasan
11.2. Menyusun
RKTL
Metode
Media
JP
Penugasan
Perorangan
Lembar Kerja
Perorangan
60
Penugasan
Perorangan
Lembar Evaluasi
30
menggunakan
pengetahuan untuk
menyusun RKTL
Evaluasi
Setelah mengikuti
Dapat menilai:
1.
mengetahui
efektivitas
pelaksanaan
pelatihan
2.
efektivitas kerja
Penyelenggara
1. Evaluasi
Modul
2. Evaluasi
Pelatih
3. Evaluasi
Reaksi
EVALUASI PELATIHAN
Dalam rangka memetakan berbagai perubahan mendasar sebelum dan sesudah
pelatihan, maka dikembangkan berbagai bentuk evaluasi. Bentuk evaluasi merupakan
opsional yang dapat dikembangkan oleh penyelenggara pelatihan, tim fasilitator,
pelatihan dan pihak ketiga. Adapun bentuk yang dikembangkan adalah:
-
Refleksi harian
Evaluasi ini bertujuan untuk mendapatkan umpan balik harian baik dari sisi
metodologi maupun dukungan penyelenggaraan dalam 1 hari, sehingga dapat
dijadikan dasar dalam perbaikan hari selanjutnya. Hasil refleksi dan umpan balik
harian ini akan sangat membantu bagaimana pelatihan dari ke hari akan lebih baik,
dari sisi proses dan outputnya.
|24
BAB
II
Pokok Bahasan
1. Bina Suasana dan Orientasi
Latihan
Pokok Bahasan
Undang Desa
3. Tata Kelola Desa
4. Pembangunan Desa
5. Pengembangan Ekonomi
Desa
6. Penyusunan Peraturan di
Desa
7. Penguatan Keberdayaan
Masyarakat
8. Peningkatan Kapasitas
Masyarakat Melalui
Pelatihan
9. Pendampingan
Catatan
1. Modul Pelatihan Bukan Buku Ajar
Modul ini disusun sebagai koridor pembelajaran semata-mata, dan Modul ini
didukung oleh BahanBacaan serta Bahan Tayang juga kelengkapan lain yang bisa
digali oleh setiap pelatih sesuai dengankondisi setempat. Dan olah karenanya,
Modul ini murni sebagai pemandu.Pengalaman dan kapabilitas Pelatih (Pendamping
Desa dan juga Pendamping Teknis Kabupaten)akan sangat menentukan hasil dari
desain modul yang dikembangkan. Untuk itu, Modul ini tidakdibaca sebagai buku
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 28
III
BAB
RENCANA PEMBELAJARAN
Pokok Bahasan
Pokok Bahasan
PB
Bahan Bacaan
BB 2.2.2
kuat, juga tidak perlu didukung dengan demokrasi perwakilan melalui Badan
Perwakilan Desa (BPD). Masyarakat, termasuk individu anggota masyarakat, menjadi
titik central perhatian cara pandang ini. Artinya setiap individu harus kuat, sadar akan
hak-haknya, dan kemudian membangun modal sosial (social capital) serta melakukan
aksi kolektif dalam wadah masyarakat untuk mencapai kehendak dan tujuan kolektif itu.
Cara pandang 4: memandang desa bukan sekadar kampung halaman, perkumpulan
komunitas, pemukiman penduduk atau wilayah administratif, tetapi sebagai entitas
seperti Negara kecil. Konsep Negara Kecil sengaja kami beri tanda petik karena
kami posisikan sebagai sebuah metafora yang bisa memudahkan pemahaman.
Metafora ini tentu serupa dengan Liefrinck van der Tuuk (1886-1887) yang membuat
metafora desa sebagai republik kecil, setelah dia melakukan penelitian di Buleleng
Bali Utara. Negara kecil bukanlah negara dalam negara, melainkan sebagai organisasi
lokal yang memiliki wilayah, kekuasaan, rakyat, sumberdaya (agraria, hutan, sungai, dan
sebagainya), livelihood, maupun budaya dan institusi (identitas, norma, nilai, aturan,
lembaga, aktor, dll). Desa sebagai negara kecil memiliki pemerintahan yang kuat
sekaligus masyarakat yang kuat. Sebagai negara kecil, desa mempunyai beberapa
makna penting:
1. Sebagai negara kecil desa berfungsi sebagai basis sosial, basis politik, basis
pemerintahan, basis ekonomi, basis budaya dan basis keamanan. Basis ini
merupakan fondasi. Jika fondasi negara kecil ini kuat maka bangunan besar atau
negara besar yang bernama NKRI akan menjadi lebih kokoh. Sebagai basis sosial,
desa merupakan tempat menyemai dan merawat modal sosial (kohesi sosial,
jembatan sosial, solidaritas sosial dan jaringan sosial) sehingga desa mampu
bertenaga secara sosial. Sebagai basis politik, desa menyediakan arena kontestasi
politik bagi kepemimpinan lokal, sekaligus arena representasi dan partisipasi warga
dalam pemerintahan dan pembangunan desa. Dengan kalimat lain, desa menjadi
arena bagi demokratisasi lokal yang paling kecil dan paling dekat dengan
warga.Sebagai basis pemerintahan, desa memiliki organisasi dan tatapemerintahan
yang mengelola kebijakan, perencanaan, keuangan dan layanan dasar yang
bermanfaat untuk warga. Sebagai basis ekonomi, desa sebenarnya mempunyai
aset-aset ekonomi (hutan, kebun, sawah, tambang, sungai, pasar, lumbung,
perikanan darat, kerajinan, wisata, dan sebagainya), yang bermanfaat untuk
sumber-sumber penghidupan bagi warga. Sudah banyak contoh yang memberi
bukti-bukti tentang identitas ekonomi yang memberikan penghidupan bagi warga:
desa cengkeh, desa kopi, desa vanili, desa keramik, desa genting, desa wisata, desa
ikan, desa kakao, desa mau, desa garam, dan lain-lain.
2. Desa sebagai negara kecil bukan hanya sekadar obyek penerima bantuan
pemerintah, tetapi sebagai subyek yang mampu melakukan emansipasi lokal (atau
otonomi dari dalam dan otonomi dari bawah) untuk mengembangkan asset-aset
lokal sebagai sumber penghidupan bersama.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 39
3. Desa memiliki property right atau mempunyai aset dan akses terhadap sumberdaya
lokal yang dimanfaatkan secara kolektif untuk kemakmuran bersama.
4. Desa mempunyai pemerintah desa yang kuat dan mampu menjadi penggerak
potensi lokal dan memberikan perlindungan secara langsung terhadap warga,
termasuk kaum marginal dan perempuan yang lemah.
5. Pemerintahan desa yang kuat bukan dimengerti dalam bentuk pemerintah dan
kapala desa yang otokratis (misalnya dengan masa jabatan yang terlalu lama),
tetapi lebih dalam bentuk pemerintahan desa yang mempunyai kewenangan dan
anggaran memadai, sekaligus mempunyai tatapemerintahan demokratis yang
dikontrol (check and balances) oleh institusi lokal seperti Badan Perwakilan Desa
dan masyarakat setempat.
6. Desa tidak hanya memiliki lembaga kemasyarakatan korporatis (bentukan negara),
tetapi juga memiliki organisasi masyarakat sipil.
7. Desa bermartabat secara budaya, yang memiliki identitas atau sistem social budaya
yang kuat, atau memiliki kearifan lokal yang kuat untuk mengelola masyarakat dan
sumberdaya lokal.
Pesan pokok Desa dalam UU No. 6 Tahun 2014, diletakkan dalam perspektif paduan
antara konsep self governing community dengan Negara kecil (Local Self Government),
dengan menekankan keberadaan Desa sebagai organisasi masyarakat yang
berpemerintahan, yaitu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.
Mengatur ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa membuat produk hukum
(Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, dan Peraturan Kepala Desa).
Mengurus ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa untuk menyelenggarakan
segala urusan yang menjadi kewenangan lokal desa, yang dijabarkan pelaksanaannya
dalam empat bidang (penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan
masyarakat, dan pembinaan kemasyarakatan).
Dengan demikian, Desa menjadi paduan antara entitas masyarakat dan pemerintah. Hal
ini berbeda dengan praksis sebelumnya, baik dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan maupun pembangunan (misalnya melalui Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan) yang cenderung melihat dan memilah
masyarakat dengan pemerintah sebagai dua entitas yang berbeda.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juga merubah secara mendasar perspektif dan pola
hubungan antara Desa dengan Negara. Desa sebagai sebuah entitas diakui keberadaan
dan haknya, sebagaimana ditegaskan dalam azas Pengakuan/Rekognisi dan
Subsidiaritas, dan Desa memiliki hubungan langsung dengan Negara, sebagaimana
diwujudkan melalui Dana Desa.
Perspektif dan konstruksi yang demikian itu, diorientasikan untuk menguatkan
kapasitas Desa menuju Desa yang maju, mandiri, dan demokratis dengan bertumpu
pada nilai-nilai kegotongroyongan serta memulihkan kolektivisme/kebersamaan dan
kepemilikan kolektif atas asset strategis Desa.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 40
C.
3)
4)
5)
6)
D. Kewenangan Desa
Desa sebagai sebuah entitas pemerintahan otonom (otonomi asli) dijelaskan dalam
pasal 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mempunyai kewenangan
dibidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan Kemasyarakatan desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan adat istiadat. Selanjutnya dalam pasal 19
Kewenangan Desa meliputi: (a) kewenangan berdasarkan asal-usul; (b) kewenangan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 41
lokal berskala desa; kewenangan yang ditugaskan oeh Pemerintah Provinsi atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; (d) kewenangan lainnya yang ditugaskanoleh
pemerintah, pemerintah daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 19 dan 103 Undang-Undang Desa disebutkan, Desa dan Desa Adat
mempunyai empat kewenangan, meliputi:
1)
2)
3)
4)
Kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda dengan perundangundangan sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan yang
sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
Kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai kewenangan penuh
untuk mengatur dan mengurus desanya. Berbeda dengan perundang-undangan
sebelumnya yang menyebutkan, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau
pemerintah daerah kabupaten/kota;
Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PB
2
Bahan Bacaan
BB 2.2.3
MATRA PEMBANGUNAN DESA
Upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa hendak dikuatkan dengan
menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi halangan utama bagi kemajuan dan
kemandirian Desa. Di sisi lain, upaya tersebut juga diharapkan mampu dikembangkan
sebagai daya lenting bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan Desa. Teknokratisme
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdiri di atas tiga matra.
Pertama, Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa). Matra ini diarahkan untuk
mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan desa
sehingga mereka menjadi subyekberdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil. Kedua,
Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa). Matra ini mendorong muncul dan
berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik dan
partisipan gerakan ekonomi di desa. Ketiga, Lingkar Budaya Desa (Karya Desa).
Matra ini mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan
komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain.
1) Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa)
Matra ini bertujuan untuk memperkuat kualitas manusia dengan memperbanyak
kesempatan dan pilihan dalam upayanya menegakkan hak dan martabat. Memajukan
kesejahteraan, baik sebagai individu, keluarga maupun kolektif warga Desa. Masalah
yang dihadapi saat ini adalah perampasan daya manusia warga Desa itu yang
ternyatakan pada situasi ketidakberdayaan, kemiskinan dan bahkan marjinalisasi. Fakta
ketidakberdayaan itu kini telah berkembang menjadi sebab, aspek dan sekaligus
dampak yang menghalangi manusia warga Desa hidup bermartabat dan sejahtera.
Kemiskinan berkembang dalam sifatnya yang multidimensi dan cenderung melanggar
hak asasi. Situasi ini diperburuk dengan dengan adanya ketiadaan akses terhadap
kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, maupun informasi. Sehingga
kehidupan masyarakat miskin di perdesaan dirasa semakin marjinal. Di sini, matra
Jaring Komunitas Wiradesa menjadi dasar dilakukannya tindakan yang mampu
mendorong ekspansi kapabilitas dengan memperkuat daya pada berbagai aspek
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 44
kehidupan manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan moral, serta
pengetahuan lokal Desa. Penguatan kapabilitas dilakukan dalam rangka peningkatan
stok pengetahuan masyarakat desa, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun
pendidikan diluar sekolah (non formal). Melalui penciptaan komunitas belajar dan
balai-balai rakyat sebagai media pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan
budaya setempat. Tidak hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan,
peningkatan kapabilitas masyarakat desa merupakan modal penting dari tegaknya
harkat dan martabat masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk mengontrol
jalannya kegiatan ekonomi dan politik.
2) Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa).
Matra kedua dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini merupakan
suatu ikhtiar untuk mengoptimalisasikan sumberdaya di desa dalam rangka
mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Konsep Lumbung
Ekonomi Desa merupakan pengejawantahan amanat konstitusi sebagaimana yang
tertuang dalam pasal 33 UUD 1945. Yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian
kegiatan ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak, serta penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Lumbung Ekonomi Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan
untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi dan kemandirian ekonomi
desa. Sebagai basis kegiatan pertanian dan perikanan, desa diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa
melupakan penumbuhan aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir. Optimalisasi
sumberdaya desa juga mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi kebutuhan
energi yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat desa. Kemandirian ekonomi
desa tercermin dari berjalannya aktivitas ekonomi yang dinamis dan menghasilkan
penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan di perdesaan. Termasuk mendorong
kemampuan masyarakat desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui
sistem bagi hasil guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang
berkeadilan.
Aktor utama Lumbung Ekonomi Desa dititikberatkan pada komunitas, tanpa
mengesampingkan peran individu sebagai aktor penting kegiatan ekonomi desa. Hal
ini berarti bahwa kegiatan ekonomi di desa utamanya mesti dijalankan secara kolektif
berdasarkan prinsip gotong royong yang menjadi ciri khas sosio-kultural masyarakat
Indonesia pada umumnya, dan masyarakat desa pada khususnya. Dari aspek ini,
organisasi ekonomi di desa berperan penting dalam memikul beban untuk
menggerakkan aktivitas ekonomi di desa yang memiliki semangat kolektivitas,
pemerataan, dan solidaritas sosial. Organisasi ekonomi itu dapat berupa koperasi,
Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), lembaga keuangan mikro, usaha bersama, atau
yang lainnya. Selain itu dan tidak kalang pentingnya, lembaga-lembaga ekonomi ini
haruslah memiliki kecakapan dan keterbukaan dalam menjalankan usaha
perekonomian di desa. Dalam konteks pelaksanaan UU Desa misalnya, pembentukan
BUMDesa yang kuat mensyaratkan pengelolaan oleh orang-orang Desa yang teruji
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 45
secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, serta mampu
mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi.
Pokok soal yang utama adalah membekali masyarakat dengan aset produktif yang
memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih besar. Sumber
daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses
penciptaan nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi
teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah
dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang
menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga
kerja tidak terampil (unskill labour) telah menyebabkan terus meluasnya persoalan
bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya
pengetahuan dan kearifan lokal warga, terabaikannya peran strategis perempuan,
rendahnya daya saing, hingga meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi
sentra inovasi, baik secara sosial, ekonomi, dan teknologi. Inovasi secara sosial
dimaksudkan untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan
memegang kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara
sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga (resilience)
dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara ekonomi dimaksudkan
untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga untuk menggeser model ekonomi
eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat ukur keberhasilannya diantaranya:
terbukanya lapangan pekerjaan di desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta
berkurang tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang
inovasi secara teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi
tepat guna berbasis sumberdaya alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia
lokal.
3) Lingkar Budaya Desa (Karya Desa)
Matra ini merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari kerja
budaya (kolektivisme) yang memiliki semangat kebersamaan, persaudaraan dan
kesadaran melakukan perubahan bersama dengan pondasi nilai, norma dan spirit yang
tertanam di desa. Matra ketiga ini mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang
meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi,
budaya dan lain-lain. Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif
orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material (ekonomi), tetapi lebih
dari itu semua adalah soal panggilan kultural. Berdasar Lingkar Budaya Desa, gerakan
pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat
kebersamaan, persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan
secara bersama. Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan
pemberdayaan Desa misalnya, harus dipahami agar tidak menjadi bentuk
ketergantungan baru. Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai tidak terjadi
pembangunan. Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan, bukan
kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya dengan norma
dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of conduct, dan dengan begitu perilaku
ekonomi dalam kehidupan Desa akan mampu menegakkan martabat dan
mensejahterahkan.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 46
Pokok Bahasan
PB
Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 1
MUSYAWARAH DESA
PENGERTIAN MUSYAWARAH DESA
Istilah musyawarah berasal dari kata syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang
berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah lain
dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal
dengan sebutan syuro, rembug desa, kerapatan nagari bahkan demokrasi. Kata
Musyawarah menurut bahasa berarti "berunding" dan "berembuk". Pengertian
musyarawarah menurut istilah adalah perundingan bersama antara dua orang atau
lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik. Musyawarah adalah pengambilan
keputusan bersama yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah. Cara
pengambilan keputusan bersama dibuat apabila keputusan tersebut menyangkut
kepentingan orang banyak atau masyarakat luas.
Di bawah ini dirangkum beberapa pengertian musyawarah dari berbagai pandangan
ahli dan literatur, diantaranya:
1. Musyawarah adalah suatu upaya bersama dengansikap rendah hati untuk
memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan
bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut
urusan keduniawian.
2. Musyawarah merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang
untuk membahas suatu masalah dengan tujuan agar mendapatkan solusi.
Musyawarah merupakan sebuah sistem pengambilan keputusan yang
melibatkan dua orang atau lebih dengan menyajikan kepentingankepentingan
sehingga dapat tercipta suatu keputusan yang disepakati bersama.
3. Musyawarah merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memecahkan
suatu masalah atau persoalan atau dengan kata lain sebuah upaya untuk
mencari jalan keluar guna mengambil keputusan bersama dalam menyelesaikan
suatu masalah yang melibatkan dua orang atau lebih.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 50
b.
3.
Keputusan yang diambil dalam suatu Musyawarah Desa tidak boleh merugikan
salah satu pihak atau peserta dalam musyawarah. Agar nantinya hasil yang
diputuskan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan oleh seluruh peserta dengan
penuh keikhlasan.
5.
Dalam sebuah Musyawarah Desa tentu akan ditemui beberapa pendapat yang
berbeda dalam menyelesaikan suatu masalah yang menyangkut kepentingan
bersama. Disitulah letak keindahan dari musyawarah. Nantinya pendapat-pendapat
tersebut akan di kumpulkan dan ditelaah secara bersama-sama baik dan buruknya,
sehingga diakhir Musyawarah Desa akan terpilih satu dari sekian pendapat yang
berbeda tersebut, sebagai hasil keputusan bersama yang diambil untuk
menyelesaikan masalah yang sedang terjadi yang tentunya menyangkut
kepentingan bersama.
6.
Adanya kebersamaan
Dalam Musyawarah Desa, setiap orang bisa bertemu dengan beberapa karakter
yang berbeda dari peserta. Di dalamnya bisa bersilaturahmi dan mempererat
hubungan tali persaudaraan antar sesama peserta.
7.
Hasil keputusan akhir yang diambil dalam Musyawarah Desa merupakan keputusan
seluruh pemangku kepentingan bukan menjadi milik elit atau kelompok saja.
Keptutusan Musyawarah Desa bersifat final, benar, sah dan mengikat. Hasil
keputusan itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pesertanya.
8.
9.
Menghindari celaan
PB
3
Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 2
TATA TERTIB MUSYAWARAH DESA
Dalam melaksanakan ketentuan Pasal 80 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Desa dan DTT No 2
Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan
Keputusan Musyawarah Desa. Dalam peraturan ini diatur mekanisme Musyawarah Desa
yang akan memandu seluruh pemangku kepentingan dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi melalui musyawarah dan kesepakatan bersama. Beberapa
unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam Musyawarah Desa, yaitu peserta,
undangan dan pendamping. Digambarkan sebagai berikut:
Pimpinan Musyawarah
Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar permusyawaratan Desa berjalan sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan tentang Tata Tertib Musyawarah Desa. Berikut
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pimpinan Musayawarah:
(1) Pimpinan Musyawarah Desa hanya berbicara selaku pimpinan musyawarah
untuk menjelaskan masalah yang menjadi pembicaraan, menunjukkan duduk
persoalan yang sebenarnya, mengembalikan pembicaraan kepada pokok
persoalan, dan menyimpulkan pembicaraan peserta musyawarah;
(2) Jika Pimpinan Musyawarah Desa hendak berbicara selaku peserta musyawarah,
untuk sementara pimpinan musyawarah diserahkan kepada wakil ketua atau
anggota Badan Permusyawaratan Desa;
(3) Pimpinan yang hendak berbicara selaku peserta Musyawarah Desa disarankan
untuk berpindah dari tempat pimpinan ke tempat peserta musyawarah;
(4) Pimpinan Musyawarah Desa dapat memperpanjang dan menentukan lamanya
perpanjangan waktu peserta yang berbicara;
(5) Pimpinan Musyawarah Desa memperingatkan dan meminta peserta yang
berbicara untuk mengakhiri pembicaraan apabila melampaui batas waktu yang
telah ditentukan;
(6) Pimpinan Musyawarah Desa tidak dapat memberikan kesempatan kepada
peserta musyawarah yang melakukan interupsi untuk meminta penjelasan
tentang duduk persoalan sebenarnya mengenai hal stratgeis yang sedang
dibicarakan;
(7) Peserta musyawarah yang sependapat dan/atau berkeberatan dengan
pendapat pembicara yang sedang menyampaikan aspirasinya dapat
mengajukan setelah diberi kesempatan oleh pimpinan Musyawarah Desa.
(8) Pimpinan Musyawarah Desa harus memberikan kesempatan berbicara kepada
pihak yang sependapat maupun pihak yang berkeberatan;
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 57
tidak
boleh
diganggu
selama
berbicara
Pendamping Desa
Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta pendamping Desa yang berasal dari
satuan kerja prangkat daerah kabupaten/kota, pendamping profesional dan/atau pihak
ketiga untuk membantu memfasilitasi jalannya Musyawarah Desa.
Pendamping Desa tidak memiliki hak untuk berbicara yang bersifat memutuskan
sebuah kebijakan publik terkait hal strategis yang sedang dimusyawarahkan.
Pendamping Desa melakukan tugas sebagai berikut:
(1) Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang pokok pembicaraan;
(2) Mengklarifikasi arah pembicaraan dalam musyawarah desa yang sudah
menyimpang dari pokok pembicaraan;
(3) Membantu mencarikan jalan keluar; dan
(4) Mencegah terjadinya konflik dan pertentangan antarpeserta yang dapat
berakibat pada tindakan melawan hukum.
Undangan, Peninjau dan Wartawan
Undangan Musyawarah Desa terdiri dari:
(1) Mereka yang bukan warga Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas
undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa; dan
(2) Anggota masyarakat Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas undangan
tidak resmi tetapi tidak mendaftar diri kepada panitia.
Undangan dapat berbicara dalam Musyawarah Desa atas persetujuan pimpinan
Musyawarah Desa, tetapi tidak mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan
Musyawarah Desa. Undangan disediakan tempat tersendiri. Undangan harus menaati
tata tertib Musyawarah Desa.
Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Musyawarah Desa tanpa
undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa. Beberapa ketentuan yang perlu
diperhatikan sebagai peninjau Musyawarah Desa, diantaranya:
(1) Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara, hak bicara, dan tidak
boleh menyatakan sesuatu, baik dengan perkataan maupun perbuatan;
(2) Peninjau dan wartawan mendaftarkan kehadiran dalam Musyawarah Desa
melalui panitia Musyawarah Desa;
(3) Peninjau dan wartawan membawa bukti pendaftaran kehadiran dalam
Musyawarah Desa;
(4) Peninjau menempati tempat yang sama dengan undangan;
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 58
(5) Wartawan menempati tempat yang disediakan. Peninjau dan wartawan harus
menaati tata tertib Musyawarah Desa.
Pengaturan Pembicaraan
Pembicara dalam mengajukan aspirasinya tidak boleh menyimpang dari pokok
pembicaraan tentang hal yang bersifat strategis. Apabila peserta menurut pendapat
pimpinan Musyawarah Desa menyimpang dari pokok pembicaraan, kepada yang
bersangkutan oleh pimpinan Musyawarah Desa diberi peringatan dan diminta supaya
pembicara kembali kepada pokok pembicaraan.
(1) Pimpinan Musyawarah Desa memperingatkan pembicara yang menggunakan
kata yang tidak layak, melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban
acara musyawarah, atau menganjurkan peserta lain untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
(2) Pimpinan Musyawarah Desa meminta agar yang bersangkutan menghentikan
perbuatan dan/atau memberikan kesempatan kepadanya untuk menarik
kembali kata yang tidak layak dan menghentikan perbuatannya.
(3) Dalam hal pembicara memenuhi permintaan pimpinan Musyawarah Desa, kata
yang tidak layak dianggap tidak pernah diucapkan dan tidak dimuat dalam
risalah atau catatan Musyawarah Desa. Dalam hal pembicara tidak memenuhi,
pimpinan Musyawarah Desa melarang pembicara meneruskan pembicaraan
dan perbuatannya.
(4) Dalam hal larangan masih juga tidak diindahkan oleh pembicara, pimpinan
Musyawarah Desa meminta kepada yang bersangkutan meninggalkan
Musyawarah Desa. Bila tidak mengindahkan permintaan, pembicara tersebut
dikeluarkan dengan paksa dari ruang Musyawarah Desa atas perintah
pimpinan Musyawarah Desa.
Pelanggaran Tata Tertib Musyawarah
Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar ketentuan tata tertib musyawarah tetap
dipatuhi oleh undangan, peninjau dan wartawan. Pimpinan Musyawarah Desa dapat
meminta agar undangan, peninjau, dan/atau wartawan yang mengganggu ketertiban
Musyawarah Desa meninggalkan ruang musyawarah dan apabila permintaan itu tidak
diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang musyawarah atas
perintah pimpinan Musyawarah Desa.
Menutup dan Menunda Musyawarah
Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda acara musyawarah apabila
terjadi peristiwa yang tidak diduga dan dapat mengganggu kelancaran musyawarah.
Lamanya penundaan acara musyawarah tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh empat)
jam.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 59
(1) Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda Musyawarah Desa
apabila berpendapat bahwa acara Musyawarah Desa tidak mungkin
dilanjutkan karena terjadi peristiwa yang yang mengganggu ketertiban
Musyawarah Desa atau perbuatan yang menganjurkan peserta Musyawarah
Desa untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum
(2) Dalam hal kejadian luar biasa, Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup
atau menunda acara Musyawarah Desa yang sedang berlangsung dengan
meminta persetujuan dari peserta Musyawarah Desa;
(3) Lama penundaan Musyawarah Desa, tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh
empat) jam.
Risalah, Catatan dan Laporan Singkat
Sekretaris Musyawarah Desa bertugas untuk menyusun risalah, catatan dan laporan
singkat Musyawarah Desa. Sekretaris Musyawarah Desa menyusun risalah untuk
dibagikan kepada peserta dan pihak yang bersangkutan setelah acara Musyawarah
Desa selesai. Risalah Musyawarah Desa secara terbuka dapat dipublikasikan melalui
media komunikasi yang ada di desa agar diketahui oleh seluruh masyarakat desa.
Risalah adalah catatan Musyawarah Desa yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh
jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam pembahasan serta dilengkapi dengan
catatan tentang:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
PB
Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 3
Pemungutan Suara
Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil dalam Musyawarah
Desa dihadiri dan disetujui oleh separuh ditambah 1 (satu) orang dari jumlah peserta
yang hadir. Jika dalam keputusan tidak tercapai dengan 1 (satu) kali pemungutan suara,
diupayakan agar ditemukan jalan keluar yang disepakati atau dapat dilakukan
pemungutan suara secara berjenjang.
Pemungutan suara secara berjenjang, dilakukan untuk memperoleh 2 (dua) pilihan
berdasarkan peringkat jumlah perolehan suara terbanyak. (1) Pemberian suara secara
terbuka untuk menyatakan setuju, menolak, atau tidak menyatakan pilihan (abstain)
dilakukan oleh peserta Musyawarah Desa yang hadir dengan cara lisan, mengangkat
tangan, berdiri, tertulis, atau dengan cara lain yang disepakati oleh peserta Musyawarah
Desa; (2) Penghitungan suara dilakukan dengan menghitung secara langsung tiap-tiap
peserta Musyawarah Desa; (3) Peserta Musyawarah Desa yang meninggalkan acara
dianggap telah hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan; (4) Dalam hal hasil
pemungutan suara tidak memenuhi, dilakukan pemungutan suara ulangan yang
pelaksanaannya ditangguhkan sampai Musyawarah Desa berikutnya dengan tenggang
waktu tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam; (5) Dalam hal hasil pemungutan suara
ulangan ternyata tidak juga memenuhi ketentuan, pemungutan suara menjadi batal.
Pemberian suara secara rahasia dilakukan dengan tertulis, tanpa mencantumkan nama,
tanda tangan pemberi suara, atau tanda lain yang dapat menghilangkan sifat
kerahasiaan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemungutan suara secara rahasia, yaitu:
(1) Pemberian suara secara rahasia dapat juga dilakukan dengan cara lain yang tetap
menjamin sifat kerahasiaan. (2) Dalam hal hasil pemungutan suara tidak memenuhi
ketentuan, pemungutan suara diulang sekali lagi dalam musyawarah saat itu juga. (3)
Dalam hal hasil pemungutan suara ulang, tidak juga memenuhi ketentuan,
pemungutan suara secara rahasia.
d.
Desa, Berita Acara ditandatangani oleh yang mewakili Kepala Desa yang ditunjuk secara
tertulis oleh Kepala Desa.
e.
Penyelesaian Perselisihan
Seringkali dalam penyelesaian masalah tidak ditemukan titik temu atau kesepakatan
para pihak meskipun sudah dilakukan pertemuan atau musyawarah secara intensif.
Demikian halnya dalam Musyawarah Desa apabila terjadi perselisihan, maka perlu
ditemukan jalan keluarnya dengan mengedepankan nilai-nilai atau semangat
kebersamaan dan kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan di desa sebagai dampak
dari adanya ketidaksepakatan antarpeserta Musyawarah Desa, penyelesaiannya
difasilitasi dan diselesaikan oleh camat atau sebutan lain. Penyelesaian perselisihan
bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak
dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 64
PB
Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 4
Pokok Bahasan
PEMBANGUNAN DESA
PB
Bahan Bacaan
Pembangunan Desa
Bahan Bacaan 1
rencana alokasi dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana
perimbangan yang diterima kabupaten/kota;
rencana bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;
dan
b.
c.
d.
e.
d.
Jumlah anggota tim penyusun RPJM Des, paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling
banyak 11 (sebelas) orang.Tim penyusun RPJM Des, harus mengikutsertakan
perempuan. Tim penyusun RPJM Des ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Tim
penyusun RPJM Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut: penyelarasan arah
kebijakan pembangunan Kabupaten/ Kota; pengkajian keadaan Desa; penyusunan
rancangan RPJM Desa; danpenyempurnaan rancangan RPJM Desa.
2. Penyelarasan Arah Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Kota
Tim penyusun RPJM Desa kemudian melakukan penyelarasan arah kebijakan
pembangunan kabupaten/ kota untuk mengintegrasikan program dan kegiatan pembangunan Kabupaten/Kota dengan pembangunan Desa. Penyelarasan arah kebijakan
pembangunan kabupaten/kota dilakukan dengan mengikuti sosialisasi dan/atau
mendapatkan informasi tentang arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota.
Informasi arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota sekurang-kurangnya meliputi:
3.
Tim penyusun RPJM Desa melakukan pengkajian keadaan Desa dalam rangka
mempertimbangkan kondisi objektif Desa.Pengkajian keadaan Desa, meliputi kegiatan
sebagai berikut:
Laporan hasil pengkajian keadaan desa menjadi bahan masukan dalam musyawarah
Desa dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan Desa.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 74
rumusan arah kebijakan pembangunan Desa yang dijabarkan dari visi dan
misikepala Desa; dan
Desa tentang RPJM Desa.Kepala Desa menyusun rancangan peraturan Desa tentang
RPJM Desa.Rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa dibahas dan disepakati
bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Desa tentang RPJM Desa.
Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dalam hal:
terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
PB
Bahan Bacaan
Pembangunan Desa
Bahan Bacaan2
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
A. POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Pengertian
Keuangan Desa adalah Semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
Pengelolaan Keuangan adalah Seluruh rangkaian kegiatan yang dimulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan hingga pertanggungjawaban
yang dilaksanakan dalam satu tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari sampai
dengan 31 Desember. (Pengertian/difinisi yang dipetik dari Permendagri No. 113 Tahun
2014).
Dasar Hukum dan Ketentuan Pengelolaan Keuangan Desa
Semua uang yang dipergunakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan desa adalah uang Negara dan uang rakyat, yang harus dikelola berdasar
pada hukum atau peraturan yang berlaku, khususnya:
1. UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa;
2. PP No. 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014
tentang Desa;
3. PP No. 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN;
4. Permendagri No. 113 Tahun 2014.
Peraturan lainnya yang terkait, antara lain:
1. UU Tentang Keterbukaan Informasi Publik;
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 77
Asas
Transparan
Akuntabel
Penunjuk Perwujudannya
Memudahkan akses publik
terhadap informasi
Penyebartahuan informasi
terkait Pengelolaan Keuangan
Desa
Laporan Pertanggungjawaban
Informasi kepada publik
Partisipatif
Tertib dan
Disiplin
Anggaran
Taat hokum
Tepat waktu, tepat jumlah
Sesuai prosedur
Mengapa Penting?
Memenuhi hak masyarakat
Menghindari konflik
Mendapatkan legitimasi
masyarakat
Mendapatkan kepercayaan
public
Memenuhi hak masyarakat
Menumbuhkan rasa memiliki
Meningatkan keswadayaan
masyarakat
Menghindari penyimpangan
Meningkatkan prefesionalitas
PERENCANAAN
PERTANGGUNGJAWABAN
PELAKSANAAN
PELAPORAN
PENATAUSAHAAN
1. Perencanaan
Secara umum, perencanaan keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan
pendapatan dan belanja dalam kurun waktu tertentu di masa yang akan datang.
Perencanaan keuangan desa dilakukan setelah tersusunnya RPJM Desa dan RKP
Desa yang menjadi dasar untuk menyusun APBDesa yang merupakan hasil dari
perencanaan keuangan desa.
RPJM Desa& RKP Desa
APB Desa
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan desa merupakan implementasi atau
eksekusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Termasuk dalam pelaksanaan
diantaranya adalah proses pengadaan barang dan jasa serta proses pembayaran.
Tahap pelaksanaan adalah rangkaian kegiatan untuk melaksanakan APBDesa dalam
satu tahun anggaran yang dimulai dari 1 Januari hingga 31 Desember. Atas dasar
APBDesa dimaksud disusunlah rencana anggaran biaya (RAB) untuk setiap kegiatan
yang menjadi dasar pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).
APB Desa
RAB
SPP
Pengadaan barang dan jasa, penyusunan Buku Kas Pembantu Kegiatan, dan
Perubahan APB Desa adalah kegiatan yang berlangsung pada tahap pelaksanaan.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 80
3. Penatausahaan
Penatausahaan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis
(teratur dan masuk akal/logis) dalam bidang keuangan berdasarkan prinsip, standar,
serta prosedur tertentu sehingga informasi aktual (informasi yang sesungguhnya)
berkenaan dengan keuangan dapat segera diperoleh.Tahap ini merupakan proses
pencatatan seluruh transaksi keuangan yang terjadi dalam satu tahun anggaran.
Lebih lanjut, kegiatan penatausahaan keuangan mempunyai fungsi pengendalian
terhadap pelaksanaan APBDesa. Hasil dari penatausahaan adalah laporan yang
dapat digunakan untuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan itu sendiri.
4. Pelaporan
Pelaporan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang
berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode
tertentu sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab (pertanggungjawaban) atas
tugas dan wewenang yang diberikanLaporan merupakan suatu bentuk penyajian
data dan informasi mengenai sesuatu kegiatan ataupun keadaan yang berkenaan
dengan adanya suatu tanggung jawab yang ditugaskan. Pada tahap ini, Pemerintah
Desa menyusun laporan realisasi pelaksanaan APBDes setiap semester yang
disampaikan kepada Bupati/walikota.
5. Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa dilakukan setiap akhir tahun
anggaran yang disampaikan kepada Bupati/Walikota dan di dalam Forum
Musyawarah Desa.
Peran dan Keterlibatan Masyarakat dalam PKD
Sesuai makna yang terangkum dalam pengertian Desa sebagai kesatuan masyarakat
hukum yang berhak mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri, maka peran dan
keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
desa menjadi keharusan. Karena, pada dasarnya Desa adalah organisasi milik
masyarakat. Tata kelola Desa secara tegas juga menyaratkan hal itu, terlihat dari fungsi
pokok Musyawarah Desa sebagai forum pembahasan tertinggi di desa bagi Kepala
Desa (Pemerintah Desa), BPD, dan unsur-unsur masyarakat untuk membahas hal-hal
strategis bagi keberadaan dan kepentingan desa.
Dengan demikian, peran dan keterlibatan masyarakat juga menjadi keharusan dalam
Pengelolaan Keuangan Desa. Oleh sebab itu, setiap tahap kegiatan PKD harus
memberikan ruang bagi peran dan keterlibatan masyarakat. Masyarakat dimaksud
secara longgar dapat dipahami sebagai warga desa setempat, 2 orang atau lebih, secara
sendiri-sendiri maupun bersama, berperan dan terlibat secara positif dan memberikan
sumbangsih dalam Pengelolaan Keuangan Desa. Namun bila hal itu dilakukan secara
pribadi oleh orang seorang warga desa, tentu akan cukup merepotkan. Oleh karena itu,
peran dan keterlibatan dimaksud hendaknya dilakukan oleh para warga desa secara
terorganisasi melalui Lembaga Kemasyarakatan dan/atau Lembaga Masyarakat yang
ada di desa setempat.
Terkait dengan
Asas
Perencanaan
Partisipatif
Pelaksanaan
Partisipatif
Transparan
Transparansi
Akutabel
Tertib dan disiplin
anggaran
Pelaporan dan
Pertanggungjawaban
Partisipatif
Transparan
Akuntabel
Pelaku
Kepala Desa
Sekretaris Desa
(Koordinator PTPKD)
Kepala Seksi
Bendahara
Staff di Urusan
Keuangan
Etika Pengelola
Etika adalah rambu-rambu, patokan, norma, yang diturunkan dari nilai-nilai moral yang
menjadi acuan bertindak bagi seseorang dalam melaksankan tugas dan
tanggungjawabnya. Etika ini menjadi sangat penting bila seseorang dimaksud adalah
pejabat publik yang menentukan nasib masyarakat. Etika dimaksud bukan hukum,
tetapi setiap tindakan yang melanggar etika pasti akan melanggar hukum. Etika ini
muncul dalam semua sisi kehidupan kita. Dalam tindak laku bermasyarakat misalnya,
kita sejak dini diajari untuk menghormati kepada orang yang lebih tua, sopan santun
dalam berbicara, dan seterusnya. Kejujuran, tidak mengambil segala sesuatu yang
bukan haknya, mendahulukan kepentingan masyarakat, adalah sedikit contoh yang
menunjukkan etika dalam mengelola atau mengemban amanah masyarakat. Etika ini
menjembatani agar nilai-nilai moral bisa menjadi tindakan nyata.
Pengelola Keuangan Desa dituntut untuk menjunjung tinggi, memegang teguh etika
mengelola keuangan. Pertama, uang membawa godaan yang besar untuk melanggar
etika dan hukum. Melanggar etika akan berdampak pada sanksi sosial, yang
menyebabkan merosotnya martabat seseorang di hadapan masyarakat. Melanggar
hukum tentu akan berhadapan dengan hukum, Dewasa ini terlalu banyak aparat
penyelenggara pemerintahan/Negara yang harus pensiun dini karena masuk penjara.
Kedua, tugas dan tanggungjawab mengelola keuangan desa berhubungan erat dan
menentukan nasib rakyat desa. APBDesa untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Apakah desa-desa kita akan menjadi desa yang maju dan rakyatnya sejahtera di masa
mendatang, ditentukan sejauh mana etika pengelolaan keuangan dipegang teguh para
Pengelola Keuangan Desa.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 84
b. Belanja Desa
Belanja desa disusun secara berimbang antara penerimaan dan pengeluaran, dan
penggunaan keuangan desa harus konsisten(sesuai dengan rencana, tepat jumlah,
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 85
dan tepat peruntukan), dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
c. Pembiayaan Desa
Pembiayaan desa baik penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan
harus disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan nyata/sesungguhnya yang
dimiliki desa, serta tidak membebani keuangan desa di tahun anggaran tertentu.
d. SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggara)
Dalam menetapkan anggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran
Sebelumnya (SiLPA), agar disesuaikan dengan kapasitas potensi riil yang ada, yaitu
potensi terjadinya pelampauan realisasi penerimaan desa, terjadinya penghematan
belanja, dan adanya sisa dana yang masih mengendap dalam rekening kas desa
yang belum dapat direalisasikan hingga akhir tahun anggaran sebelumnya.
Mekanisme, Tugas, dan Tanggungjawab Pelaku dalam Penyusunan APB Desa
Pendapatan Desa, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang
merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali
oleh desa.
Kelompok
Pendapatan
Pendapatan
Asli Desa
Jenis Pendapatan
a. Hasil Usaha
b. Hasil Aset
Transfer
Rincian Pendapatan
Hasil Bumdes, Tanah Kas Desa
Tambatan perahu, pasar desa,
tempat pemandian umum,
jaringan irigasi
Membangun dengan kekuatan
sendiri yang melibatkan peran
serta masyarakat berupa tenaga,
barang yang dinilai dengan uang
Hasil pungutan desa
B. Belanja Desa
Belanja desa, meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan
kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai
penyelenggaraan kewenangan Desa.
Kelompok
Belanja
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Desa
Jenis Kegiatan
(Sesuai RKP Desa)
a. Kegiatan
Pembayaran
Penghasilan
Tetap dan
Tunjangan
b. Kegiatan
operasional
kantor
Pelaksanaan
Pembangunan
Desa
Kegiatan
Pembangunan
Jalan Lingkungan
(Rabat Beton), dll
(contoh)
Pembinaan
Kemasyarakatan
Desa
Kegiatan
Penyelenggaraan
Keamanan dan
Ketertiban
Lingkungan
(contoh)
Pemberdayaan
Masyarakat Desa
Kegiatan Pelatihan
Kelompok Tani
(contoh)
Belanja Tak
Terduga
Komposisi Belanja dalam APBDesa
Pasal 100, PP 43 2014, Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan
dengan ketentuan:
a. paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa
digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa
b. paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa
digunakan untuk:
1. penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa;
2. operasional Pemerintah Desa;
3. tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan
4. insentif rukun tetangga dan rukun warga
Perhitungan Penghasilan Tetap (Siltap) Aparat Pemerintah Desa
Pasal 81 PP 43 Tahun 2014, Penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa
dianggarkan dalam APB Desa yang bersumber dari ADD. Pengalokasian ADD untuk
penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa menggunakan penghitungan
sebagai berikut:
a. ADD yang berjumlah kurang dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
digunakan maksimal 60% (enam puluh perseratus);
b. ADD yang berjumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) digunakan maksimal 50% (lima puluh
perseratus);
c. ADD yang berjumlah lebih dari Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) sampai
dengan Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) digunakan maksimal 40%
(empat puluh perseratus);
d. ADD yang berjumlah lebih dari Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah)
digunakan maksimal 30% (tiga puluh perseratus).
C. Pembiayaan Desa
Pembiayaan Desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Penerimaan
Pembiayaan
Pelampauan penerimaan
pendapatan terhadap
belanja
Penghematan belanja
Sisa dana kegiatan lanjutan.
yang dipisahkan.
Pengeluaran
Pembiayaan
Transparansi
Akuntabel
Tertib dan
Penerjemahannya dalam
Perencanaan
Pemerintah Desa membuka
ruang/mengikutsertakan
masyarakat dalam menyusun
RKP Desa maupun Rancangan
APBDesa
BPD melakukan konsultasi
dengan masyarakat sebelum
membahas Rancangan
APBDesa bersama Pemerintah
Desa
Masyarakat memberikan
masukan kepada Pemerintah
Desa dan/atau BPD
Mengumumkan,
menginformasikan jadwal,
agenda, dan proses
perencanaan, serta hasil
perencanaan secara terbuka
kepada masyarakat
Proses (tahap kegiatan)
dilakukan sesuai ketentuan
Kegiatan dilakukan oleh pihak
yang berkompeten
Rencana disusun berdasarkan
aspirasi masyarakat dan data
Rencana disepakati oleh para
pihak terkait
Mengalokasikan anggaran
Yang dibutuhkan
Disiplin
Anggaran
Sekretaris Desa:
Kepala Desa
Bendahara
Menyetujui SPP
Melakukan pembayaran/pengeluaran uang dari kas Desa
Mencatat transaksi dan menyusun Buku Kas Umum
Mendokumentasikan bukti bukti pengeliaran
Contoh RAB
RENCANA ANGGARAN KEGIATAN
DESA: MUTIARA KEC.: BATU MULIA
TAHUN ANGGARAN 2015
1.
2.
3.
Bidang
:
Kegiatan
:
Waktu Pelaksanaan:
Rincian Pendanaan
No.
URAIAN
1
1.
1.1
1.2
1.3
1.4
2
Belanja Barang dan Jasa
Upah Pekerja
Upah Tukang
Paku 5-10 cm
Minyak Bekesting
Volum
e
Satuan
3
137
45
11
4
HOK
HOK
Kg
Ltr
Harga
Satuan
Rp.
4
40.000
50.000
16.000
2.000
Jumlah
Rp.
5
5.480.000
2.250.000
176.000
7.200
1.5
1.6
1.7
Benang
Mobil Pik Up
Ember
5
4
5
bh
hari
glg
3.000
250.000
5.000
Sub Total 1)
2.
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
Belanja Modal
Beton Readymix
Kayu Bekesting
Pasir Urug
Plastik cor
Batu Scroup
Papan Proyek
Prasasti Marmer
86
2
25
757
11
1
1
M3
M3
M3
M2
M3
bh
bh
800.000
1.100.000
110.000
2.000
130.000
150.000
350.000
Sub Total 2)
Total
15.000
1.000.000
25.000
8.953.200
68.800.000
1.760.000
2.706.000
1.514.000
1.430.000
150.000
350.000
76.710.000
85.663.200,00
Pelaksana Kegiatan
2. Pengadaan Barang/Jasa
Berdasarkan RAB yang sudah disahkan Kepala Desa dan rencana teknis pengerjaan
kegiatan di lapangan, Kepala Seksi (Pelaksana Kegiatan) memproses/memfasilitasi
Pengadaan Barang dan Jasa guna menyediakan barang/jasa sesuai kebutuhan
suatu kegiatan yang akan dikerjakan, baik yang dilakukan secara swakelola maupun
oleh pihak ketiga. Pengadaan barang dan jasa dimaksud bertujuan untuk dan
menjamin:
Prioritas bagi warga dan.atau pengusaha desa setempat, serta barang dan jasa yang
tersedia atau dapat disediakan di desa setempat, mengandung maksud untuk
mendorong peningkatan kegiatan ekonomi lolal/desa.
Dengan demikian,
memberikan dampak yang nyata bagi perkembangan eknomi masyarakat desa.
Namun, proses pengadaan itu harus tetap berdasar pada ketentuan dan
mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan.
Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa di Desa
Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa, sebagaimana diatur dalam PP No. 43
tahun 2014, diatur dengan peraturan bupati/walikota dengan berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.Dengan demikian, setiap Bupati/Wali
Kota wajib menerbitkan Peraturan Bupati/Walikota yang mengatur tatacara dan
menggariskan ketentuan pengadaan barang dan jasa di desa.
Salah satuperaturan tentang pengadaan barang dan jasa adalah Perka LKPP No. 13
Tahun 2013 tentang Pedoman Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Desa. Dalam
Perka dimaksud dinyatakan secara jelas bahwa pengadaan barang/jasa yang
bersumber dari APBDesa di luar ruang lingkup pengaturan pasal 2 Perpres 54 /2010
jo Perpres 70/2012. Menurut Perka LKPP tersebut, tata cara pengadaan barang/jasa
oleh Pemerintah Desa yang sumber pembiayaannya dari APBDesa ditetapkan oleh
kepala daerah dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan Kepala LKPP dan
kondisi masyarakat setempat.
3. Pengajuan SPP
Selanjutnya, Kepala Seksi sebagai Koordinator Pelaksana Kegiatan mengajukan
Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sesuai prosedur dan tatacara sebagai berikut:
Berdasarkan RAB tersebut, Pelaksana Kegiatan membuat Surat Permintaan
Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa dilengkapi dengan Pernyataan
Tanggung Jawab Belanja dan Bukti Transaksi. Ke
Sekretaris Desa melakukan verifikasi terhadap SPP beserta lampirannya.
Kepala Seksi mengajukan dokumen SPP yang sudah diverifikasi kepada Kepala
Desa
Kepala Desa menyetujui SPP dan untuk selanjutnya dilakukan pembayaran.
4. Pembayaran
Prosedur dan tatacara pembayaran ditetapkan sebagai berikut:
Tentang Pajak
Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib
menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening
kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pajak adalah perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara
langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak. Jadi wajib pajak terdiri
dari dua golongan besar yaitu orang pribadi atau badan dan pemotong atau
pemungut pajak.
Pemotong pajak adalah istilah yang digunakan pemungut pajak penghasilan (PPh)
atas pengeluaran yang sudah jelas /pasti sebagai penghasilan oleh penerimanya.
Misal pengeluaran untuk gaji, upah, honorarium (imbalan kerja atau jasa) sewa,
bunga, dividen, royalti (imbalan penggunaan harta atas modal). Bendahara
diwajibkan untuk memotong PPh atas pembayaran terhadap penerima. Jenis-jenis
PPh, ada PPh perorangan (PPh 21) dan PPh badan (PPh 23).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan terhadap penyerahan barang kena pajak
(BKP) dan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha. Prinsip dasar cara pemungutan PPN
adalah penjual atau pengusaha kena pajak (PKP) memungut pajak dari si pembeli.
Pembeli pada waktu menjual memungut PPN terhadap pembeli berikutnya. Penjual
atau PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak minimal dua rangkap. Lembar kedua untuk
PKP penjual namanya Pajak. Keluaran dan lembar pertama untuk PKP pembeli
namanya pajak masukan. Tarif PPN pada umumnya adalah 10% (sepuluh persen)
dari harga jual selanjutnya yang harus dibayar oleh pembeli adalah 110% (seratus
sepuluh persen).
Setiap penerimaan dan pengeluaran pajak dicatat oleh Bendahara dalam buku
pembantu kas pajak.
:
Penerimaan (Rp.)
No Tgl
Uraian
3
Pindahan
Jumlah dari
halaman
sebelumnya
Jumlah
Total
Penerimaan
Pengeluaran(Rp.)
Jumlah
Saldo
Belanja
Nomor
Dari
Swadaya
Barang Belanja Pengembalian Kas
Bukti
Bendahara Masyarakat
dan
Modal ke Bendahara (Rp.)
Jasa
4
5
6
7
8
9
10
Total Pengeluaran
Total Pengeluaran + Saldo Kas
Desa..
.,Tanggal
Pelaksana Kegiatan
Transparansi
Penerjemahannya dalam
Pelaksanaan
Masyarakat terlibat dalam:
1. Survey harga
2. Menyusun RAB
3. Memfasilitasi proses
pengadaan barang dan jasa
Barang dan jasa yang
dibutuhkan diumumkan
secara terbuka
Standar harga hasil survey
diumumkan secara terbuka
Spesifikasi barang dan jasa
yang dibutuhkan diumumkan
secara terbuka
Yang dibutuhkan
Kasi terkait membentuk tim
penyusun RAB
Ada warga yang mengerti
tentang tatacara dan terampil
menghitung RAB
Data harga dan spesifikasi
barang dan jasa yang umum
berlaku di desa setempat
Warga yang memiliki
pengetahuan tentang harga dan
spesifikasi barang dan jasa yang
dibutuhkan
Warga yang memiliki
Akuntabel
Tertib dan
Disiplin
Anggaran
Mengumumkan,
menyosialisasikan kegiatan yang
akan dilaksanakan
Menyosialisasikan ketentuan
dan tatacara pelaksanaan
kegiatan
Warga yang memiliki
keterampilan melakukan
pemantauan
Transaksi/Kegiatan
Rekening Desa
Penerimaan
Pungutan
Pengeluaran
Ketentuan Pokok
1. Rekening Desa dibuka oleh Pemerintah Desa di bank
Pemerintah atau bank Pemerintah Daerah atas nama
Pemerintah Desa.
2. Spesimen atas nama Kepala Desa dan Bendahara Desa
dengan jumlah rekening sesuai kebutuhan.
Penerimaan dapat dilakukan dengan cara:
1. Disetorkan oleh bendahara desa
2. Disetor langsung oleh Pemerintah supra desa atau Pihak III
kepada Bank yang sudah ditunjuk
3. Dipungut oleh petugas yang selanjutnya dapat diserahkan
kepada Bendahara Desa atau disetor langsung ke Bank.
Penerimaan oleh bendahara desa harus disetor ke kas desa
paling lambat tujuh hari kerja dibuktikan dengan surat tanda
setoran
Pungutan dapat dibuktikan dengan:
1. Karcis pungutan yang disahkan oleh Kepala Desa
2. Surat tanda bukti pembayaran oleh Pihak III
3. Bukti pembayaran lainnya yang sah
1. Dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan
dengan peraturan desa tentang APBDesa atau Peraturan
Desa tentang Perubahan APBDesa
2. Pengeluaran dilakukan melalui pengajuan Surat Permintaan
Pembayaran (SPP)
2) Bendahara Desa menerima uang dan mencocokan dengan STS dan tanda bukti
lainya.
3) Bendahara Desa mencatat semua penerimaan
4) Bendahara Desa menyetor penerimaan ke rekening kas desa
5) Bukti setoran dan bukti penerimaan lainnya harus diarsipkan secara tertib.
b. Prosedur Penerimaan melalui Bank
Penyetoran melalui bank oleh pihak ketiga dilakukan sesuai prosedur dan tata- cara
sebagai berikut:
1) Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Desa dlm rangka menyimpan uang dan
surat berharga lainnya yang ditetapkan sebagai rekening kas desa.
2) Pihak ketiga/penyetor mengisi STS/tanda bukti lain sesuai ketentuan yg berlaku.
3) Dokumen yg digunakan oleh bank meliputi :
STS/Slip setoran
Bukti penerimaan lain yg syah
4) Pihak ketiga/penyetor menyampaikan pemberitahuan penyetoran yg dilakukan
melalui bank kepada bendahara desa dengan dilampiri bukti penyetoran/slip
setoran bank yg syah.
5) Bendahara desa mencatat semua penerimaan yg disetor melalui bank di Buku
Kas Umum dan Buku Pembantu bank berdasarkan bukti penyetoran/slip setoran
bank
Buku Kas
Penatausahaan,
menggunakan:
baik
penerimaan
maupun
pengeluaran
dilakukan
dengan
No
.
Tgl
.
KODE
REKENING
URAIA
N
JUMLAH
PENERIMA
AN
(Rp.)
5
Rp.
PENGELUAR
AN
(Rp.)
6
NO
BUK
TI
7
JUMLAH
PENGELUAR
AN
KUMULATIF
8
SALD
O
Rp.
., tanggal
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 99
MENGETAHUI
KEPALA DESA,
BENDAHARA DESA,
No.
1
SALDO
(Rp.)
6
JUMLAH
....................tanggal...........................
Mengetahui
Kepala Desa
Bendahara Desa
..........................................
...................................
3) Buku Bank
Berfungsi untuk mencatat semua transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran
yang terkait dengan bank (penarikan, penyetoran, dll).
:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 100
BANK CABANG :
REK. NO.
N
o
TGL
TRA
N
SAK
SI
URAIAN
TRANSA
KSI
BUKTI
TRANSA
KSI
PEMASUKAN
BUN
SETOR
GA
AN
BAN
(Rp.)
K
(Rp.)
5
6
PENGELUARAN
PENARI
KAN
(Rp.)
PAJ
AK
(Rp.)
BIAYA
ADMINIST
RASI (Rp.)
SAL
DO
10
MENGETAHUI
KEPALA DESA
BENDAHARA DESA,
..
Bukti Transaksi
Selain berupa Buku Kas, Buku Bank dan Buku Kas Pembantu, bukti transaksi juga
merupakan bagian dari penatausahaan dalam pengelolaan keuangan. Tanpa bukti
transaksi, transaksi bisa dianggap tidak sah.
Bukti transaksi adalah dokumen pendukung yang berisi data transaksi yang dibuat
setelah melakukan transaksi untuk kebutuhan pencatatan keuangan. Di dalam suatu
bukti transaksi minimal memuat data: pihak yang mengeluarkan atau yang membuat.
Bukti transaksi yang baik adalah di dalamnya tertulis pihak yang membuat, yang
memverifikasi, yang menyetujui dan yang menerima.
Contoh Bukti Transaksi:
Kuitansi: Merupakan bukti transaksi yang muncul akibat terjadinya penerimaan uang
sebagai alat pembayaran suatu transaksi yang diterima oleh si penerima uang.
Nota Kontan (Nota): Merupakan bukti pembelian atau penjualan barang yang
dibayar secara tunai.
Faktur: Merupakan bukti pembelian atau penjualan barang yang dibayar secara
kredit.
Memo Internal (Memo): Merupakan bukti transaksi internal antara pihak-pihakdalam
internal lembaga. Misalnya: Pemakaian perlengkapan, penyusutan aktiva,
penghapusan piutang, dll
Nota Debit: Merupakan bukti pengembalian barang yang dibuat oleh pembeli.
Barang dikembalikan biasanya karena cacat atau tidak sesuai pesanan.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 101
Nota Kredit: Merupakan bukti pengembalian barang yang dibuat oleh penjual.
Barang dikembalikan biasanya karena cacat atau tidak sesuai pesanan
Status dan Fungsi Dokumen Penatausahaan
Buku Kas (Umum, Pajak, Pembantu Kegiatan, dan Bank), dan bukti-bukti transakasi
adalah dokumen resmi milik Pemerintah Desa. Dokumen dimaksud berfungsi untuk
sumber data untuk keperluan pemeriksaan/audit, dan juga sebagai barang bukti
apabila diperlukan dalam proses hukum, dalam hal terjadi dugaan penyelewengan
keuangan, atau tindak pidana lain terkait keuangan desa. Dengan demikian, tindakan
secara sengaja menghilangkan, merusak, mengubah, seluruh atau sebagaian dokumen
dimaksud adalah tindakan melawan hukum.
Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Penatausahaan
Bagaimana agar azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa mewujud dalam kegiataan
Penatausahaan?
Asas
Partisipasi
Transparan
Akuntabel
Tertib dan
Disiplin
Anggaran
Penerjemahannya dalam
Penatausahaan
Membuka peluang bagi kegiatan
audit partisipatif
Yang dibutuhkan
Warga yang memiliki
kemampuan (pengetahuan dan
ketermpilan) untuk meoakukan
audit keuangan dan.atau proses
Pelaporan
Pelaporan merupakan salah satu mekanisme untuk mewujudkan dan menjamin
akuntabiltas pengelolaan keuangan desa, sebagaimana ditegaskan dalam asas
Pengelolaan Keuangan Desa (Asas Akuntabel). Hakikat dari pelaporan ini adalah
Pengelolaan Keuangan Desa dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai aspek:
Hukum, administrasi, maupun moral. Dengan demikian, pelaporan pengelolaan
keuangan desa menjadi kewajiban PemerintaD desa sebagai bagian tak terpisahkan
dari penyelengaraan pemerintahan desa.
Fungsi
Pelaporan sebagai salah satu alat pengendalian untuk:
Mengetahui kemajuan pelaksanaan kegiatan, dan
Mengevaluasi berbagai aspek (hambatan, masalah, faktor-faktor berpengaruh,
keberhasilan, dan sebagainya) terkait pelaksaan kegiatan
Prinsip
Hal-hal penting atau prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pelaporan
ini, antara lain:
a)
b)
c)
d)
Dokumen
Dokumen laporan yang disampaikan adalah:
1. Form Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa Semester I, untuk Laporan Semester I
2. Form Realisasi Laporan Akhir, Untuk laporan akhir
Laporan Pertanggungjawaban
Laporan Pertanggungjawaban ini pada dasarnya adalah laporan realisasi pelaksanaan
APBDesa yang disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota setelah tahun
anggaran berakhir pada 31 Desember setiap tahun. Laporan pertanggungjawaban ini
harus dilakukan oleh Kepala Desa paling lambat pada akhir bulan Januari tahun
berikutnya.
Laporan Pertanggungjawaban ini ditetapkan dengan Peraturan Desa dengan
menyertakan lampiran:
1. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa sesuai Form yang
ditetapkan.
2. Laporan Kekayaan Milik Desa, dan
3. Laporan Program Sektoral dan Program Daerah yang masuk ke Desa
Pertanggungjawaban Kepada Masyarakat
Sejalan dengan prinsip transparansi, akuntabel, dan partisipatif yang merupakan ciri
dasar tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), maka
pertanggungjawaban tidak hanya disampaikan kepada pemerintah yang berwenang,
tetapi juga harus disampaikan kepada masyarakat baik langsung maupun tidak
langsung.
Secara langsung, pertanggungjawaban kepada masyarakat bisa disampaikan melalui
Musyawarah Desa sebagai forum untuk membahas hal-hal strategis, yang dihadiri BPD
dan unsur-unsur masyarakat lainnya. Selain itu, laporan pertanggungjawaban juga
dapat disebarluaskan melalui berbagai sarana komunikasi dan informasi: papan
Informasi Desa, web site resmi pemerintah kabupaten atau bahkan desa.
Penyampaian Informasi Laporan Kepada Masyarakat
Ditegaskan dalam asas pengelolaan keuangan adanya asas partisipatif. Hal itu berarti
dalam pengelolaan keuangan desa harus dibuka ruang yang luas bagi peran aktif
masyarakat. Sejauh yang ditetapkan dalam Permendagri, Laporan realisasi dan laporan
pertanggungjawaban realisasi/pelaksanaan APBDesa wajib diinformasikan secara
tertulis kepada masyarakat dengan menggunakan media yang mudah diakses oleh
masyarakat.
Maksud pokok dari penginformasian itu adalah agar seluas mungkin masyarakat yang
mengetahui berbagai hal terkait dengan kebijakan dan realisasi pelaksanaan APBDesa.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 104
Transparansi
Akuntabel
Tertib dan
Disiplin
Anggaran
Yang dibutuhkan
Mengagendakan
penyampaian Laporan
pertanggungjawaban
dalam Musyawarah Desa
Pengelolaan secara
efektif media/sarana
penyampaian informasi
Aspirasi masyarakat agar
LPj diagendakan dalam
Musyawarah Desa
Warga yang memiliki
pengethuan terkait
laporan
pertanggungjawaban
Pengelolaan Keuangan
Desa
Warga yang peduli dan
menaruh perhatian
terhadap laporan
pertanggungjawaban
Pengelolaan Keuangan
Desa
Pokok Bahasan
PB
5
Bahan Bacaan
Pengembangan Ekonomi
Desa
kolektif yang dilakukan oleh BUM Desa mengandung unsur bisnis sosial dan
bisnis ekonomi.
4. BUM Desa merupakan badan usaha yang dimandatkan oleh UU Desa sebagai
upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan
umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.
5. BUM Desa menjadi arena pembelajaran bagi warga Desa dalam menempa
kapasitas manajerial, kewirausahaan, tata kelola Desa yang baik, kepemimpinan,
kepercayaan dan aksi kolektif.
6. BUM Desa melakukan transformasi terhadap program yang diinisiasi oleh
pemerintah (government driven; proyek pemerintah) menjadi milik Desa.
C. PEMBENTUKAN DAN PENDIRIAN BUM DESA
Pada prinsipnya, pendirian BUM Desa merupakan salah satu pilihan Desa dalam
gerakan usaha ekonomi Desa [vide Pasal 87 ayat (1) UU Desa, Pasal 132 ayat (1) PP No.
43/2014, dan Pasal 4 Permendesa PDTT No. 4/2015]. Frasa dapat mendirikan BUM
Desa dalam peraturan perundang-undangan tentang Desa tersebut menunjukkan
pengakuan dan penghormatan terhadap prakarsa Desa dalam gerakan usaha ekonomi.
Dari ketentuan tersebut, Pendirian BUM Desa didasarkan atas prakarsa Desa yang
mempertimbangkan:
a)
b)
c)
d)
e)
Dalam aras sistem hukum, prakarsa Desa tersebut memerlukan legitimasi yuridis dalam
bentuk Perbup/walikota tentang Daftar Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan
Kewenangan Lokal Berskala Desa. Di dalam Peraturan Bupati tersebut dicantumkan
rumusan pasal (secara normatif) tentang:
a) pendirian dan pengelolaan BUM Desa ke dalam ketentuan tentang Kewenangan
Lokal Berskala Desa bidang pengembangan ekonomi lokal Desa;
b) penetapan BUM Desa ke dalam ketentuan tentang Kewenangan Lokal Berskala
Desa di bidang pemerintahan Desa.
Langkah prosedural selanjutnya adalah penerbitan Perdes tentang Kewenangan
Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang
mengembangkan isi Perbup/Walikota tersebut dengan memasukkan pendirian,
penetapan, dan pengelolaan BUM Desa.
Baik Peraturan Bupati/Walikota maupun Perdes tentang Daftar Kewenangan
Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang memuat BUM
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 109
Desa tersebut harus sinkron dengan isi RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa yang juga
mencantumkan BUM Desa dalam perencanaan bidang pelaksanaan pembangunan
Desa (item: rencana kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif).
Pokok Bahasan
PB
6
Bahan Bacaan
Penyusunan Peraturan di
Desa
Bahan Bacaan 1
PRODUK HUKUM DI DESA
1.
Kewenangan berdasarkan hak asal usul adalah hak yang merupakan warisan yang
masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan
perkembangan kehidupan masyarakat.
Sesuai pasal 2 Permendesa PDTT no 1/2015 bahwa ruang lingkup kewenangan
berdasarkan hak asal usul Desa meliputi :
a. sistem organisasi perangkat Desa;
b. sistem organisasi masyarakat adat;
c. pembinaan kelembagaan masyarakat;
d. pembinaan lembaga dan hukum adat;
e. pengelolaan tanah kas Desa;
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 115
f. pengelolaan tanah Desa atau tanah hak milik Desa yang menggunakan sebutan
setempat;
g. pengelolaan tanah bengkok;
h. pengelolaan tanah pecatu;
i. pengelolaan tanah titisara; dan
j. pengembangan peran masyarakat Desa.
Sedangkan Kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa adat (pasal 3 Permendesa
PDTT No 1/2015) meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
4.
Kewenangan lokal berskala Desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif
dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa
masyarakat Desa.
5.
Siapa yang dimaksud sebagai pihak ketiga dalam pasal 5 huruf e Permendesa
PDTT No. 1 Tahun 2015 ?
Pasal 6 Permendesa No. 1 Tahun 2015 dijelaskan Pihak ketiga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf e meliputi: a. individu; b. organisasi kemasyarakatan; c. perguruan
tinggi; d. lembaga swadaya masyarakat; e. lembaga donor; dan f. perusahaan.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 116
7.
Adalah semua Peraturan Perundang-undangan baik yang ditetapkan oleh Kepala Desa
setelah dibahas dan disepakati bersama BPD, maupun peraturan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa dan bersifat mengikat.
8.
26. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa yang pro masyarakat rakyat
desa?
Adalah peraturan Desa yang disusun melalui musyawarah Desa dan mengatur tentang
hajat hidup kepentingan rakyat untuk menuju kesejahteraan.
Contoh : Perdes tentang jalan desa, Perdes tentang pemanfaatan sumber daya air,
perdes tentang pasar desa, perdes tentang saluaran irigasi dan lain sebagainya.
27. Bagaimana caranya supaya Peraturan Desa menjamin kepentingan dan
melindungi hak masyarakat ?
Penyusunan Perdes harus disusun sebagai berikut :
Sebagaimana dalam pasal 6 Permendagri No. 111 Tahun 2014 :
(1) Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa;
(2) Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada
masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan
masukan;
(3) Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang
terkait langsung dengan substansi materi pengaturan;
(4) Masukan dari masyarakat desa dan camat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan
rancangan Peraturan Desa;
(5) Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan
disepakati bersama.
Sumber:
Tim Penulis, 2015. Buku Saku Memahami Undang-Undang Desa: Tanya-Jawab Seputar
Undang-Undang Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Bahan Bacaan
PB
Penyusunan Peraturan di
Desa
Bahan Bacaan 2
yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum
yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjangsatu
dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang
timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pengertian dan Konsep Dasar Peraturan Perundang-undangan
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka definisi peraturan perundang-undangan
adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
a. Berbentuk peraturan tertulis
Pada hakekatnya, hukum dikelompokkan ke dalam hukum tertulis berupa
peraturan perundang-undangan, dan hukum tidak tertulis berupa hukum
kebiasaan (hukum adat), norma agama, atau putusan hakim (yurisprudensi).
Oleh karenanya, peraturan perundang-undangan hanya merupakan sebagian
dari hukum yakni dalam arti hukum tertulis. Pengertian ini mengandung makna
masih diakui, perlu dihormati dan wajib ditaati ketentuan-ketentuan hukum
adat (kebiasaan) yang secara empiris berlaku dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat. Misal, masih dikenal dan diakui keberadaan Lembaga
Subak di Bali, hak ulayat, dan sebagainya.
b. Pembentukannya harus dilakukan Lembaga Negara atau pejabat yang
berwenang.
Pengertian ini mengandung makna suatu peraturan perundang-undangan
hanya sah secara hukum apabila dibuat oleh pejabat yang berwenang
membuatnya.
c. Mengikat secara umum.
Isi peraturan perundang-undangan mengikat secara umum, tidak mengikat
orang tertentu (untuk hal-hal tertentu) saja. Ciri umum ini dimaksudkan untuk
membedakan dengan keputusan tertulis dari pejabat berwenang, yang biasanya
bersifat individual, konkret, dan einmalig, yang lebih dikenal sebagai
keputusan/ penetapan (beschikking).
Pengertian mengikat umum dalam peraturan perundang-undangan tidak harus
dimaknai sebagai mengikat semua orang, tetapi hanya untuk menunjukkan
bahwa peraturan perundang-undangan tidak berlaku terhadap peristiwa
konkret atau individu tertentu. Karena itu, tidak disebut sebagai sesuatu yang
mengikat umum melainkan sesuatu yang mengikat secara umum.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 123
2. Segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturanperaturan, baik di tingkat Pusat maupun Daerah;
1)
2)
3)
4)
Peraturan Pemerintah;
Keputusan Presiden yang berisi peraturan;
Keputusan Menteri yang berisi peraturan;
Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berisi
peraturan;
4. Semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh
Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah, baik di tingkat Pusat maupun di
Daerah, serta semua Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di
tingkat Pusat maupun Daerah.
Peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat umum (algemeen verbinden
voorshrift) disebut juga dengan istilah Undang-Undang dalam arti materiil (wet in
materiele zin), yaitu semua hukum tertulis dari Pemerintah yang mengikat umum (ieder
rechtsvoorschrift van de overheid met algemeen strekking).
Sebagai sebuah bentuk peraturan hukum yang bersifat in abstracto atau general norm,
maka perundang-undangan mempunyai ciri mengikat atau berlaku secara umum dan
bertugas mengatur hal-hal yang bersifat umum (general).
Kata perundang-undangan apabila merupakan terjemahan wetgeving berarti sebagai:
1. perbuatan membentuk peraturan-peraturan negara tingkat pusat atau
tingkat daerah menurut tata cara yang ditentukan.
2. keseluruhan peraturan-peraturan negara tingkat pusat dan tingkat daerah.
3. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Secara Teoritis
Asas peraturan perundang-undangan, termasuk produk hukum desa, secara teoritis
dapat dikemukakan sebagai berikut :
perundang-undangan
isiperundang-undangan
yang
isinya
lebih
tidak
tinggi
boleh
bertentangan
tingkatan
atau
dengan
derajatnya.
b.
c.
Ketentuan-ketentuan
perundang-undangan
yang
lebih
rendah
e.
prinsipnya,
peraturan
perundang-undangan
yang
bersifat
umum
mengatur persoalan-persoalan pokok dan berlaku secara umum pula. Selain itu
ada juga peraturan perundang-undangan yang menyangkut persoalan pokok
dimaksud, tetapi pengaturannya secara khusus menyimpang dari ketentuan
peraturan perundang-undangan yang umum tersebut .
Kekhususan itu dikarenakan sifat hakikat dari masalah atau persoalan atau
karena kepentingan yang hendak diatur mempunyai nilai intrinsic yang khusus,
sehingga diperlukan pengaturan secara khusus pula. Sebagai contoh, di
Indonesia terdapat hukum pidana umum yang diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku umum (berlaku bagi setiap
penduduk). Sungguhpun demikian, bagi golongan tertentu, dalam hal ini
misalnya untuk militer, disebabkan sifat hakikat tugasnya yang khusus yaitu
bertempur dengan menggunakan kekerasan (senjata), perlu bagi militer
tersebut dalam beberapa hal mengenai hukum pidana diatur secara khusus,
menyimpang dari hukum pidana umum. Masalah yang khusus dimaksud, antara
lain misalnya apa yang dikenal dengan tindak pidana desersi, yaitu perbuatan
meninggalkan kesatuannya untuk selama-lamanya tanpa izin atau tindak pidana
melarikan diri dari pertempuran, dan lain sebagainya. Oleh karenanya untuk
kalangan militer ditetapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer
(KUHPM) yang bersifat khusus di samping KUHP yang bersifat umum.
Dalam KUHP telah diatur misalnya mengenai tindak pidana pencurian (Pasal 362
dan seterusnya), tetapi pencurian yang dilakukan oleh militer di dalam kesatuan
militer diatur pula dalam KUHPM (Pasal 140). Dengan demikian terhadap militer
yang melakukan pencurian dalam kesatuan militer berlaku 2 (dua) ketentuan
hukum, yaitu Pasal 362 KUHP dan Pasal 140 KUHPM. Dalam keadaan tersebut
yang digunakan atau berlaku adalah Pasal 140 KUHPM. Perbedaannya adalah
ancaman hukuman dalam Pasal 140 KUHPM lebih berat daripada ancaman
hukuman Pasal 362 KUHP. Jadi dalam hal ini Undang-Undang yang bersifat
khusus mengesampingkan Undang-Undang yang bersifat umum dalam
persaingannya dengan Undang-Undang yang bersifat umum tersebut.
Kekhususan dimaksud dapat dilihat dari rumusan Undang-Undang itu sendiri.
Misalnya, Pasal 1 KUHPM merumuskan tentang berlakunya KUHP (UndangUndang yang umum), kecuali jika ditetapkan secara khusus dalam KUHPM
menyimpang dari KUHP. Demikian juga mengenai hubungan hukum yang
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 127
khusus dengan hukum yang umum dalam bidang perdata yaitu, antara hukum
dagang dengan hukum
kuasa
tempat
(ruimtegebied,
territorial
sphere),
yang
kuasa
personel
(zakengebied,
material
sphere),
yaitu
kuasa
orang
(personengebied,
personal
sphere),
yaitu
menyangkut orang yang diatur, apakah berlaku untuk setiap penduduk atau
hanya untuk Pegawai Negeri atau hanya untuk kalangan anggota ABRI saja,
dan lain sebagainya;
d. Lingkungan kuasa waktu (tijdsgebied, temporal sphere), yang menunjukkan
sejak kapan dan sampai kapan berlakunya sesuatu ketentuan hukum atau
perundang-undangan.
Asas Peraturan Perundang-undangan tidak berlaku surut berkaitan dengan
lingkungan kuasa waktu atau tijdsgebied atau temporal sphere sebagaimana
tersebut di atas. Peraturan perundang-undangan dibuat dengan maksud untuk
keperluan
masa
depan
sejak
peraturan
perundang-undang
tersebut
berlaku. Dalam hal ini tentunya apabila ada perbedaan, baik mengenai maksud,
tujuan maupun maknanya.
Secara Normatif
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka dalam membentuk Peraturan
Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan.
setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai
tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat.
Setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga
negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang
berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau
batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang
tidak berwenang.
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan.
Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
Peraturan Perundang-undangan.
d. dapat dilaksanakan.
Setiap
Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan
harus
memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di
dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
f. kejelasan rumusan.
Setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. keterbukaan.
dalam
Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan
mulai
dari
Materi
Muatan
Peraturan
Perundang-undangan
senantiasa
g. Keadilan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat
hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain,
agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial
i.
Setiap
Materi
Muatan
Peraturan
Perundang-undangan
harus
dapat
UUD 1945
TAP MPR
UNDANG-UNDANG/PERPU
PERATURAN PEMERINTAH
PEMERINTAHPEMERINTAH
PERATURAN PRESIDEN
diduga
bertentangan
dengan
Undang-Undang,
pengujiannya
oleh
pimpinan
Badan
Permusyawaratan Desa;
2) musyawarah Badan Permusyawaratan Desa
dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
Badan Permusyawaratan Desa;
3) pengambilan keputusan dilakukan dengan cara
musyawarah guna mencapai mufakat;
4) apabila musyawarah mufakat tidak tercapai,
pengambilan keputusan dilakukan dengan cara
pemungutan suara;
5) pemungutan suara sebagaimana dimaksud
Peraturan
Desa
adalah
Peraturan
Perundangundangan yang ditetapkan
oleh Kepala Desa setelah
dibahas
dan
disepakati
bersama BPD.
Peraturan Bersama Kepala
Desa adalah Peraturan yang
ditetapkan oleh dua atau
lebih Kepala Desa dan
bersifat mengatur.
Peraturan Kepala Desa
adalah
Peraturan
yang
ditetapkan oleh Kepala Desa
dan bersifat mengatur.
yang
diselenggarakan
oleh
Badan
Permusyawaratan
Desa
untuk
1) penataan Desa;
2) perencanaan Desa;
3) kerja sama Desa;
4) rencana investasi yang masuk ke Desa;
5) pembentukan BUM Desa;
6) penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan
7) kejadian luar biasa.
Musyawarah Desa dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun dengan
dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
7. Kewenangan Bupati/Walikota melakukan Evaluasi dan Klarifikasi Peraturan
Desa
Berdasarkan Pasal 112 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota membina dan mengawasi
penyelenggaraan
Pemerintahan
Desa.
Adapun
Pembinaan
dan
pengawasan
kemasyarakatan,
pelayanan,
pembangunan,
dan
pemberdayaan
Selain kerjasama antar desa, Desa juga dapat mengadakan kerja sama dengan pihak
ketiga untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa. Kerja sama dengan pihak ketiga tersebut sebelumnya perlu
dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.
Pelaksanaan kerja sama antar-Desa diatur dengan peraturan bersama kepala Desa.
Sedangkan pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian
bersama.Peraturan bersama dan perjanjian bersama tersebut paling sedikit memuat:
1) ruang lingkup kerja sama;
2) bidang kerja sama;
3) tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;
4) jangka waktu;
5) hak dan kewajiban;
6) pendanaan;
7) tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan
8) penyelesaian perselisihan.
Badan kerja sama antar-Desa terdiri atas Pemerintah Desa, anggota Badan
Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga Desa lainnya,
dantokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. Adapun susunan
organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan kerja sama ditetapkan dengan peraturan
bersama kepala Desa. Secara organisasi, badan kerja sama bertanggung jawab kepada
kepala Desa.
Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa harus dimusyawarahkan dengan
menyertakan para pihak yang terikat dalam kerja sama Desa. Kerja sama Desa dapat
berakhir apabila:
1) terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam
perjanjian;
2) tujuan perjanjian telah tercapai;
3) terdapat keadaan luar biasa yang mengakibatkan perjanjian kerja sama tidak
dapat dilaksanakan;
4) salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;
5) dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
6) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
7) objek perjanjian hilang;
8) terdapat hal yang merugikan kepentingan masyarakat Desa, daerah, atau
nasional; atau
9) berakhirnya masa perjanjian.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 137
Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa diselesaikan secara musyawarah
serta dilandasi semangat kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa
dalam satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh
camat.Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam wilayah kecamatan yang
berbeda pada satu kabupaten/kota difasilitasi dan diselesaikan oleh bupati/walikota.
Penyelesaian perselisihan tersebut bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang
ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian
perselisihan.
Sementara pada perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat terselesaikan setelah
dilakukan fasilitasi sesuai peraturan perundang-undangan, dilakukan penyelesaian
melalui proses hukum.
9. Prosedur Penyusunan Peraturan Di Desa
a. Penyusunan Peraturan Desa
Tahap Perencanaan.
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa dan
BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa. Selain itu, Lembaga kemasyarakatan,
lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa juga dapat memberikan masukan
kepada Pemerintah Desa dan atau BPD untuk rencana penyusunan rancangan
Peraturan Desa.
Tahap Penyusunan oleh Kepala Desa.
Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa.Rancangan
Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa
(sesuai pasal 6 ayat 2 permendagri 111/2014) dan dapat dikonsultasikan kepada camat
untuk mendapatkan masukan. Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan
diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung
dengan substansi materi pengaturan.
Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan Pemerintah Desa untuk
tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa
yang telah dikonsultasikan disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan
disepakati bersama.
Tahap Penyusunan Peraturan Desa oleh BPD.
Selain diprakarsai oleh Pemerintah Desa,
rancangan Peraturan Desa, kecuali untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 138
Pembatalan
Perdes dengan
keputusan
Bupati/Walikota
Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata
ruang, dan organisasi Pemerintah Desa
dapat
menggunakan
berbagai sarana
yang
Pembangunan Jangka
Menengah Desa
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) adalah Rencana Kegiatan
Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.
Perencanaan pembangunan Desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam
musyawarah Desa yangwajib dilaksanakan paling lambat pada bulan Juni tahun
anggaran
berjalan.Dalam
menyusun
RPJM
Desa,
Pemerintah
Desa
wajib
kemasyarakatan,
pemberdayaan
masyarakat,
dan
arah
kebijakan
keadilan bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan marginal, pelestarian lingkungan
hidup, pendayagunaan teknologi tepat guna dan sumber daya lokal, pengarusutamaan
perdamaian, serta kearifan lokal.
Melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa, Pemerintah Desa dapat
mengusulkan
kebutuhan
pembangunan
Desa
kepada
pemerintah
daerah
memuat
rencana
penyelenggaraan
Pemerintahan
Desa,
pelaksanaan
Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan
ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan
yang menjadi dasar penetapan APB Desa.
Dalam menyusun RKP Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah
perencanaan pembangunan Desa secara partisipatif yang diikuti oleh Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat Desa.
Melalui kesepakatan dalam musyawarah pembangunan desa yang ditetapkan dengan
Peraturan Desa, RKP Desa dapat diubah dalam hal:
1) terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
2) terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
c. Rancangan Perdes tentang APB Desa
Penting untuk dipahami bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, sumber pembiayaan pemerintah desa dibagi
berdasarkan kewenangan sebagai berikut:
1) penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APB Desa. Penyelenggaraan
kewenangan lokal berskala Desa selain didanai oleh APB Desa, juga dapat
didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
2) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah
didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja Negara yang dialokasikan
pada bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan melalui satuan
kerja perangkat daerah kabupaten/kota.
3) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah
daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Gubernur menginformasikan rencana bantuan keuangan yang bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi.Bupati/walikota menginformasikan
rencana ADD, bagian bagi hasil pajak dan
retribusi
kabupaten/kota
bantuan
keuangan
anggaran
pendapatan
kabupaten/kota.
untuk
yang
dan
Desa,
serta
bersumber
dari
belanja
daerah
Penyampaian informasi tersebut kepada kepala Desa dilakukan dalam jangka waktu 10
(sepuluh) Hari setelah kebijakan umum anggaran dan prioritas serta plafon anggaran
sementara disepakati kepala daerah bersama dewan perwakilan rakyat daerah.
Selanjutnya Informasi dari gubernur dan bupati/walikota tersebut dijadikan sebagai
bahan penyusunan rancangan APB Desa.
PP No. 43 tahun 2014 juga mengatur batasan peruntukan Belanja Desa yang ditetapkan
dalam APB Desa dengan perincian:
1) paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja
Desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa; dan
2) paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja
Desa digunakan untuk:
a) penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa;
b) operasional Pemerintah Desa;
c) tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan
d) insentif rukun tetangga dan rukun warga.
Dalam proses penyusunannya, Rancangan peraturan Desa tentang APB Desa disepakati
bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa paling lambat bulan
Oktober tahun berjalan untuk kemudian disampaikan oleh kepala Desa kepada
bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) Hari sejak
disepakati untuk dievaluasi oleh Bupati/Walikota yang dalam pelaksanaannya dapat
didelegasikan kepada Camat. Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling
lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan.
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA
1. AZAS PEMBENTUKAN PERATURAN DESA
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Kejelasan tujuan
Kelembagaan atau urgan pembentuk yg tepat
Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
Dapat dilaksanakan
Kedayagunaan dan kehasilgunaan
Kejelasan rumusan
Transparan
a. Peraturan Desa
b. Peraturan Bersama Kepala Desa
c. Peraturan Kepala Desa
Peraturan di desa sebagaimana dilarang bertentangan dengan kepentingan umum,
dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih
lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan bersama Kepala Desa berisi materi kerjasama desa.
Peraturan Kepala Desa berisi materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan
bersama kepala desa dan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.
3. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
a. Landasan Filosofis.
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup,
kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Landasan Sosiologis.
Landasan
sosiologis
merupakan
pertimbangan
atau
alasan
yang
dalam
berbagai
aspek.
Landasan
sosiologis
sesungguhnya
a. Pemerintah Desa
b. Usul Inisiatif BPD
5. PEMBAHASAN
Rancangan peraturan desa dibahas secara bersama oleh
BPD. Muatan materi dilihat dari sudut pandang tujuan diterbitkannya sebuah
Peraturan Desa itu maka materi Peraturan Desa antara lain meliputi :
Contoh :
b. PEMBUKAAN
Pembukaan pada Peraturan Desa terdiri dari :
e. Memutuskan dan
f. Menetapkan
Pembukaan pada Peraturan Bersama Kepala Desa
Menimbang
d. Dasar Hukum
-
Mengingat
e. Memutuskan; dan
f. Menetapkan
Pembukaan pada Peraturan Kepala Desa
Menimbang
d. Dasar Hukum
-
Mengingat
e. Memutuskan; dan
f.
Menetapkan
Menimbang
c. Dasar Hukum
-
Mengingat
d. Memutuskan dan
e. Menetapkan
c. PENJELASAN
a. FRASA Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa ,
Kata frasa yang berbunyi Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
merupakan kata yang harus ditulis dalam Peraturan Desa, cara penulisannya
seluruhnya huruf kapital, ditulis dalam satu baris dan tidak diakhiri tanda
baca.
Contoh :
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
b. JABATAN
Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa ditulis dengan huruf
kapital, dan diakhiri dengan tanda baca koma ( , )
Contoh :
KEPALA DESA KUSUMANEGARA,
c. KONSIDERANS
Konsiderans harus diawali dengan kata Menimbang yang memuat uraian
singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang,
pertimbangan,
Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa dan
Keputusan Kepala Desa
Jika konsideran terdiri dari lebih satu pokok pikiran, maka tiap-tiap pokok
pikiran dirumuskan pengertian dan tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan
huruf a,b,c dst dan diawali dengan huruf kecil serta diakhiri dengan tanda
titik koma ( ; )
Contoh :
Menimbang: a. ................................................................................................... ;
b. .................................................................................................. ;
c. .................................................................................................. ;
d. DASAR HUKUM
Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat yang harus memuat dasar
hukum bagi pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula
jika ada peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dibentuknya
peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan
keputusan kepala desa atau yang mempunyai kaitan langsung dengan
materi yang akan diatur. Dasar hukum dapat dibagi 2 yaitu :
Edaran
jenis
perundang-undangan
Dasar hukum dirumuskan secara kronologis sesuai dengan hierarki
peraturan perundang-undangan, atau apabila peraturan perundangundangan tersebut sama tingkatannya, maka dituliskan berdasarkan urutan
tahun pembentukannya, atau apabila peraturan perundang-undangan
tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan berdasarkan
nomor urutan pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut.
Penulisan dasar hukum harus lengkap dengan lembaran negara Republik
Indonesia, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia , Lembaran
Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah ( kalau ada ). Jika dasar hukum
lebih dari satu peraturan perundang-undangan, maka tiap dasar hukum
diawali dengan angka arab 1,2,3 dst dan diakhiri dengan tanda baca titik
koma ( ; )
contoh : Penulisan Dasar Hukum
Mengingat
1.
Peraturan
tentang
perundang-undangan
3.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
43
Tahun
2014
tentang..;
4.
Peraturan
Menteri
.......
Nomor
........
tentang
................................... ;
5.
Daerah
Tahun
\tentang ......
......
Nomor
.....)........................................;
FRASA
Kepala Desa Kata frasa yang berbunyi Dengan Kesepakatan Bersama Badan
Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa, merupakan kalimat yang harus
dicantumkan dalam Peraturan Desa, dan cara penulisannya dilakukan sebagai
berikut :
1. Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN;
2. Kata Dengan Kesepakatan Bersama hanya huruf awal kata ditulis
huruf kapital.
3. Kata dan , semuanya ditulis dengan huruf kecil;
4. Kata Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa
seluruhnya ditulis huruf kapital.
Contoh :
Dengan Kesepakatan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA..................(Nama Desa)
dan
KEPALA DESA .............................(Nama Desa)
MEMUTUSKAN
Kata Memutuskan ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda
baca titik dua ( : ). Peletakan kata MEMUTUSKAN adalah di tengah margin.
MENETAPKAN
Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang
disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat . Huruf
awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf Kapital dan diakhiri dengan
tanda baca titik dua ( : )
Contoh :
Jenis Peraturan Desa :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
Contoh :
Jenis Keputusan Kepala Desa :
MEMUTUSKAN
Menetapkan
BATANG TUBUH
Batang tubuh peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan peraturan
kepala desa memuat materi yang dirumuskan dalam bab dan pasal-pasal atau
diktum-diktum yang bersifat mengatur ( Regeling ), sedangkan jenisKeputusan
Kepala Desa bersifat menetapkan ( Beschikking ), batang tubuhnya dirumuskan
dalam diktum-diktum.
1. Batang Tubuh Peraturan Desa dan Peraturan Bersama Kepala Desa dan
PeraturanKepala Desamemuat:
- Ketentuan Umum
- Materi yang diatur
- Ketentuan Peralihan ( kalau ada )
- Ketentuan Penutup
2. Pengelompokkan materi dalam bab, bagian dan paragraf tidak merupakan
keharusan.
Jika Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala
Desa mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai
banyak pasal, maka pasal - pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi bab,
bagian dan paragraf. pengelompokan dilakukan atas dasar kesamaan
kategori atau kesatuan lingkup isi materi
Contoh :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian diberi nomor urut dengan bilangan-bilangan yang ditulis dengan huruf
kapital dan diberi judul. Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan dan judul
bagian ditulis denganhuruf kapital, kecuali huruf awal dari kata partikel yang
tidak terletak pada awal frasa.
Contoh :
BAB II
( JUDUL BAB.)
Bagian Kedua
.
Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul.
Huruf awal dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragraf ditulis dengan
huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis dengan
huruf kecil
Contoh :
Bagian Kedua
(.. Judul Bagian ..)
Paragraf 1
( Judul Paragraf )
Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam
satu kalimat.
Contoh :
Pasal 5
Materi Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat
dan jelas dari pada dalam beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa
ayat, kecuali materi yg menjadi pasal itu merupakan satu rangkaian yg tidak
dapat dipisahkan.
Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberi nomor urut dengan
angka arab di antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca. Satu ayat
hanya mengatur satu hal dan dirumuskan dalam satu kalimat
Contoh :
Pasal 22
(1) .
(2) .
(3) .
dikemukakan
alasan-alasan
atau
pertimbangan-pertimbangan
a. Apabila suatu bab, bagian, pasal atau ayat akan dihapuskan, angka atau
nomor pasal itu hendaknya tetap dituliskan tetapi tanpa isi, hanya
dituliskan dihapus
Contoh :
Bab V
Pasal .. Dihapus
b. Apabila diantara pasal 14 dan 15 akan disisipkan pasal baru maka pada
pasal baru itu dituliskan dengan Pasal 14A
PENCABUTAN PERATURAN DESA, PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA,
PERATURAN KEPALA DESA DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA
PENCABUTAN DENGAN PERGANTIAN:
Ketentuan pencabutan dapat diletakkan di depan (dalam pembukaan) atau di
belakang (ketentuan Penutup)
Contoh:
Ketentuan pencabutan dapat diletakkan di belakang (ketentuan Penutup)
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 88
Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, maka Peraturan Desa Kusuma
Negara Nomor 2 tahun 2015 tentang APBDesa dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku
Dalam bentuk seperti ini berarti walaupun peraturannya dicabut tetapi tidak
sampai pada akar-akarnya ( peraturan pelaksananya masih tetap berlaku )
PENJELASAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penjelasan:
1. Pembuatan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan
kepala desa dan keputusan Kepala Desa agar tidak menyandarkan
argumentasi pada penjelasan tetapi harus berusaha membuat peraturan
desa, keputusan kepala desa yang dapat meniadakan keragu-raguan;
2. Naskah
penjelasan
disusun
bersama-sama dengan
peraturan desa,
a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. dan seterusnya ;
Mengingat:
1. ;
2. ;
3. dan seterusnya ;
Dengan Kesepakatan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (Nama Desa)
dan
KEPALA DESA (Nama Desa)
MEMUTUSKAN:
BAB II
Pasal
BAB
(dan seterusnya)
Pasal . . .
Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Desa ini dengan penempatannya dalam Lembaran Desa (Nama Desa).
Ditetapkan di
pada tanggal
KEPALA DESA(Nama Desa),
tanda tangan
NAMA
Diundangkan di
pada tanggal
SEKRETARIS DESA (Nama Desa),
tanda tangan
NAMA
LEMBARAN DESA (Nama Desa) TAHUN NOMOR
a. bahwa.................................................................;
b. bahwa.................................................................;
c. dan seterusnya....................................................;
Mengingat :
1. ...........................................................................;
2. ...........................................................................;
3. dan seterusnya...................................................;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa) DAN
KEPALA DESA... (Nama Desa) TENTANG ... (Judul PeraturanBersama).
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 162
BAB II
Bagian Pertama
............................................
Paragraf 1
Pasal ..
BAB ...
Pasal ...
BAB ...
KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan)
BAB ..
KETENTUAN PENUTUP
Pasal ...
Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Bersama ini dengan penempatannya dalam Berita Desa... (Nama Desa) dan
Berita Desa... (Nama Desa)
Ditetapkan di ...
pada tanggal
KEPALA DESA..., (Nama Desa)
Diundangkan di ...
Diundangkan di ...
pada tanggal
pada tanggal
a. bahwa................................................;
b. bahwa................................................;
c. dan seterusnya..................................;
Mengingat :
1. ..........................................................;
2............................................................;
3. dan seterusnya..................................;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA DESA TENTANG... (Judul Peraturan Kepala
Desa).
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Kepala Desa ini yang dimaksud dengan:
BAB II
Bagian Pertama
............................................
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 165
Paragraf 1
Pasal ..
BAB ...
Pasal ...
BAB ...
KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan)
BAB ..
KETENTUAN PENUTUP
Pasal ...
Peraturan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Kepala Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Desa... (Nama Desa).
Ditetapkan di ...
pada tanggal
KEPALA DESA..., (Nama Desa)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)
Diundangkan di ...
pada tanggal ...
SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa)
(Nama)
BERITA DESA... (Nama Desa) TAHUN ... NOMOR ...
a. bahwa...................................................................;
b. bahwa...................................................................;
c. dan seterusnya.....................................................;
Mengingat :
1. ............................................................................;
2. ............................................................................;
3. dan seterusnya.....................................................;
Memperhatikan :
1. .....................................................................;
2. .....................................................................;
3. dan seterusnya..............................................;
(jika diperlukan)
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
KESATU
KEDUA
KETIGA
KEEMPAT
KELIMA
:
:
:
:
: Keputusan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di ...............
pada tanggal ...................
KEPALA DESA..., (Nama Desa)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 167
DAFTAR PUSTAKA
A.Hamid S.Attamimi, Hukum tentang Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan
Kebijaksanaan, Makalah Pidato Purna Bakti, Fakultas Hukum UI, Jakarta, 20
September 1993.
A.Hamid S.Attamimi, Perbedaan antara Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan
Kebijakan, Makalah disampaikan pada Pidato Dies Natalis PTIK ke-46, Jakarta 17
Juni 1992
Jimly
Asshiddiqie,
Gagasan
Negara
Hukum
Indonesia,
hal.
1,
http://jimly.com/makalah/namafile/57/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf,
diakses 12 April 2015
Maria Farida Idrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta, 1998
NE. Algra en HCJG Jansenn, Rechtsingang, Een Orientatie in het Recht, HD Tjeenk Willink
bv., Groningen, 1974
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003.
SF. Marbun dan Moh. Mahfud, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty
Yogyakarta, 1987
Daftar Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Sebagaimana telah diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014TentangPeraturan Pelaksanaan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014Tentang Pedoman Teknis
Peraturan Di Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014TentangPengelolaan
Keuangan Desa
Peraturan
Menteri
Dalam
Negeri
Nomor
114
Tahun
2014TentangPedoman
Pembangunan Desa
Pokok Bahasan
PENGUATAN KEBERDAYAAN
MASYARAKAT
SPB
7.1
Bahan Bacaan
Pemberdayaan Masyarakat
Desa
Bahan Bacaan 1
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
Oleh Sutoro Eko
Di Indonesia, ada pegeseran menarik dalam hal wacana, paradigma dan kebijakan
pembangunan, yakni dari pembangunan ke pemberdayaan. Tepatnya pembangunan
desa terpadu pada tahun 1970-an, bergeser menjadi pembangunan masyarakat desa
pada tahun 1980-an dan awal 1990-an, kemudian bergeser lagi menjadi pemberdayaan
masyarakat (desa) mulai akhir 1990-an hingga sekarang. Kini, dalam konteks reformasi,
demokratisasi dan desentralisasi, wacana pemberdayaan mempunyai gaung luas dan
populer.
Gagasan pemberdayaan berangkat dari realitas obyektif yang merujuk pada kondisi
struktural yang timpang dari sisi alokasi kekuasaan dan pembagian akses
sumberdaya masyarakat (Margot Breton, 1994). Pemberdayaan sebenarnya merupakan
sebuah alternatif pembangunan yang sebelumnya dirumuskan menurut cara pandang
developmentalisme (modernisasi). Saya meyakini bahwa antara pembangunan (lama)
dan pemberdayaan (baru) mempunyai cara pandang dan keyakinan yang berbeda,
seperti terlihat dalam tabel 6.
Pada intinya, paradigma lama (pembangunan) lebih berorientasi pada negara dan
modal sementara paradigma baru (pemberdayaan) lebih terfokus pada masyarakat dan
institusi lokal yang dibangun secara partisipatif. Modal adalah segala-galanya yang
harus dipupuk terus meski harus ditopang dengan pengelolaan politik secara
otoritarian dan sentralistik. Sebaliknya, pemberdayaan adalah pembangunan yang
dibuat secara demokratis, desentralistik dan partisipatoris. Masyarakat menempati
posisi utama yang memulai, mengelola dan menikmati pembangunan. Negara adalah
fasilitator dan membuka ruang yang kondusif bagi tumbuhnya prakarsa, partisipasi
dan institusi lokal.
Konsep dan Arah Pemberdayaan
Tidak ada sebuah pengertian maupun model tunggal pemberdayaan. Pemberdayaan
dipahami sangat berbeda menurut cara pandang orang maupun konteks kelembagaan,
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 171
Level/Dimensi
Personal
Masyarakat
NEGARA
A
K
T
O
R
MASYARAKAT DESA
Pembangunan
Demokratisasi desa
Good governance
Otonomi desa.
Peningkatan kapasitas
perangkat desa
Reformasi birokrasi
Pengembangan
partisipasi politik
(voice, akses, kontrol
dan kemitraan).
Pemberdayaan
Masyarakat Politik
Badan Perwakilan
Desa.
Pembangunan dari
bawah.
Pengentasan
kemiskinan.
Penyediaan akses
masyarakat pada
layanan publik
(pendidikan,
kesehatan,
perumahan, dll)
Partisipasi
masyarakat
Penguatan modal
sosial dan institusi
lokal.
Pemberdayaan civil
society
Tugas-Tugas Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah, perguruan
tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor, aktor-aktor
masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri. Birokrasi pemerintah
tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak keunggulan dan kekuatan yang
luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana, aparat yang banyak,
kewenangan untuk membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian layanan
publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa berlangsung lebih kuat, komprehensif
dan berkelanjutan bila berbagai unsur tersebut membangun kemitraan dan jaringan
yang didasarkan pada prinsip saling percaya dan menghormati.
Konsep pemberdayaan berangkat dari asumsi yang berbeda dengan pembinaan.
Pemberdayaan berangkat dari asumsi hubungan yang setara antar semua elemen
masyarakat dan negara. Para ahli mengatakan bahwa pemberdayaan sangat percaya
bahwa kecil itu indah, bahwa setiap orang itu mempunyai kearifan yang perlu
dibangkitkan dan dihargai. Kalau konsep pembinaan cenderung mengabaikan prinsip
kearifan semua orang itu. Dalam konteks pemberdayaan, semua unsur (pejabat,
perangkat negara, wakil rakyat, para ahli, politisi, orpol, ormas, LSM, pengusaha, ulama,
mahasiswa, serta rakyat banyak) berada dalam posisi setara, yang tumbuh bersama
melalui proses belajar bersama-sama. Masing-masing elemen harus memahami dan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 176
SPB
7.2
Bahan Bacaan
pendampingan desa mengutamakan kesadaran politik warga desa untuk terlibat aktif
dalam urusan di desanya secara sukarela sehingga arah gerak kehidupan di desa
merupakan akualitas kepentingan bersama yang dirumuskan secara musyawarah
mufakat dalam semangat gotong royong.
PENGERTIAN KADER
Makna kata kader sebagaimana lazim dipahami dalam sebuah organisasi, adalah
orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci) dan memiliki
komitmen dan dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi mewujudkan visi misinya.
Dalam konteks desa, Kader Desa adalah orang kunci yang mengorganisir dan
memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa
terlibat aktif dalam proses belajar sosial yang dilaksanakan oleh seluruh lapiran
masyarakat desa.
Kader-kader Desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai
kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat;
tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; pengurus/anggota kelompok tani;
pengurus/anggota kelompok nelayan; pengurus/anggota kelompok perajin;
pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader Desa dapat berasal dari kaum
perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa
dengan usia tua, kaum muda maupun anak-anak.
Konsisten dengan mandat UU Desa, keberadaan kader desa yang berasal dari warga
Desa itu sendiri berkewajiban untuk melakukan upaya mengembangkan kemandirian
dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya
melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai
dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
Fokus pendamping desa adalah memperkuat proses kaderisasi bagi Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dengan tidak tertutup peluang untuk
melakukan kaderisasi terhadap komponen masyarakat lainnya. Legalitas KPMD
tertuang dalam ketentuan dalam Pasal 4 Permendesa PDTT No. 3/2015 tentang
Pendampingan Desa. Pasal tersebut menetapkan bahwa pendampingan Desa
dilaksanakan oleh pendamping yang terdiri atas: a. tenaga pendamping profesional; b.
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD); dan/atau c. pihak ketiga. Dengan
demikian, KPMD merupakan pendamping desa yang dipilih dari warga desa setempat,
untuk bekerja mendampingi beragam kegiatan di desanya secara mandiri. Bagan
hubungan kerja antara KPMD dengan pendamping profesional maupun pendampingan
pihak ketiga adalah sebagai berikut:
Selain itu dalam ketentuan PP Desa maupun Permendesa disebutkan bahwa KPMD
dipilih dari masyarakat setempat oleh pemerintah Desa melalui Musyawarah Desa
untuk ditetapkan dengan keputusan kepada Desa. Maknanya semakin terang bahwa
KPMD merupakan individu-individu yang dipersiapkan sebagai kader yang akan
melanjutkan kerja pemberdayaan di kemudian hari. Oleh karenanya, kaderisasi
masyarakat Desa menjadi sangat penting untuk keberlanjutan kerja pemberdayaan
sebagai penyiapan warga desa untuk menggerakkan seluruh kekuatan Desa.
KPMD selanjutnya masuk kedalam sistem pendampingan Desa skala lokal dan institusi
Desa. Pendampingan Desa merupakan mandat UU Desa agar terdapat system
pendampingan
internal
Desa
guna
menjadikan
Desa
yang
kuat,maju,mandiri,dandemokratis. UUDesa dan peraturan-peraturan dibawahnya
menegaskan pendampingan Desa sebagai kegiatan untuk melakukan tindakan
pemberdayaanmasyarakat. Tindakan pemberdayaan masyarakat Desa itudijalankan
secara melekat melalui strategi pendampingan pada lingkup skala lokal Desa.
Identitas KPMD semakin jelas bahwa UU Desa mengarahkan representasi dari
kelompok masyarakat Desa setempat untuk giat melakukan pendampingan sesuai
dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat skala lokal Desa. KPMD
versi UU Desa merupakan representasi dari warga desa yang selanjutnya dipilih dalam
Musyawarah Desa dan ditetapkan oleh Desa setempat untuk melakukan tindakan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 180
center) yang difungsikan sebagai pusat informasi, pusat kegiatan dan pendampingan
atau pusat advokasi masyarakat. Para pendamping desa semestinya dapat melakukan
fasilitasi pembentukan lembaga-lembaga semacam ini sebagai arena pusat
pembelajaran masyaraka dan pembelajaran bagi kader desa. Pengembangan kapasitas
Kader Desa dapat diarahkan oleh para pendamping profesional (eksternal) melalui
langkah-langkah sebagai berikut:
a. memfasilitasi pembentukan pusat kemasyarakatan (community center) dengan
melibatkan KPMD sebagai ruang publik untuk aktivitas bersama dalam rangka
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
b. memfasilitasi pendayagunaan sarana/prasarana milik desa seperti balai desa,
gedung olah raga, gedung pertemuan, lapangan olah raga, taman dll untuk
dijadikan sebagai tempat/lokasi diselenggarakannya kegiatan-kegiatan pusat
kemasyarakatan dengan melibatkan KPMD;
c. memfasilitasi unsur-unsur masyarakat seperti tokoh adat; tokoh agama; tokoh
masyarakat; tokoh pendidikan; perwakilan kelompok tani; kelompok nelayan;
kelompok perajin; kelompok perempuan; dan kelompok masyarakat miskin untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan pusat kemasyarakatan yang diorganisir
oleh KPMD;
d. memfasilitasi terbentuknya forum mitra desa dengan KPMD sebagai motor
penggerak dimana mitra desa tersebut terdiri dari para penggiat pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa untuk secara sukarela terlibat dalam kegiatankegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
e. memfaslitasi forum mitra desa bersama-sama dengan KPMD untuk membentuk
pusat kemasyarakatan (community center) di kecamatan dan kabupaten/kota;
f. memfasilitasi forum mitra desa bersama-sama dengan KPMD untuk membuat
kegiatan-kegiatan pengabdian kepada masyarakat sepeerti penerapan ilmu
keagamaan, ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni tertentu untuk menunjang
pengembangan konsep pembangunan nasional, wilayah dan/atau daerah,
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan;
g. memfasilitasi kegiatan kemitraan dan pemberdayaan UKM usaha kecil dan
menengah dengan melibatkan KPMD;dan
h. kegiatan-kegiatan lain yang strategis dalam rangka pengembangan pusat
kemasyarakatan (communitycenter) sesuai dengan kondisi lokal desa
denganmelibatkan KPMD.
Proses penjaringan kader Desa pada dasarnya dapat melalui cara apapun, baik
menggunakan mekanisme formal maupun informal. Namun sebagai bagian dari
program Pendampingan, proses rekruitmen mereka harus mengikuti mekanisme
tertentu yang berlaku di Desa. Lebih dari itu, kapasitas Kader Desa harus ditingkatkan
kompatibilitasnya dengan standar yang sesuai dengan visi UU Desa.
PENUTUP
Cara pandang pendampingan Desa harus didasari spirit rekognisi-subsidiaritas Desa.
Praksis pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat Desa juga harus mengandung
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 185
spirit baru. Spirit baru itu harus ditunjukkan dalam sikap bahwa pendampingan akan
lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam secara emansipatif oleh KPMD.
Pendampingan secara fasilitatif oleh pendamping profesional maupun pihak ketiga
dibutuhkan hanya untuk katalisasi dan akselerasi untuk menumbuhkan KPMD yang
piawai tentang ihwal desadan akan melanjutkan pendampingan secara emansipatoris.
Selanjutnya, pendampingan oleh KPMD harus didorong untuk melakukan intervensi
secara utuh untuk memperkuat village driven development dan mewujudkan desa
sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiridan demokratis. KPMD serta
isu-isu pemerintahan dan pembangunan desa harus terkonsolidasi dalam sistem desa.
Sistem desa yang dimaksud adalah kewenangan desa, tata pemerintahan desa, serta
perencanaan dan penganggaran desa yang semuanya mengarah pada pembangunan
desa untuk kesejahteraan warga. Baik kepentingan, tema pembangunan, aset lokal, dan
KPMD diarahkan dan diikat dalam sistem desa itu. Dengan kalimat lain, desa menjadi
basis bermasyarakat, berpolitik, berpemerintahan, berdemokrasi dan berpembangunan
dimana KPMD berada didalamnya sebagai Kader Desa yang inovatif-progresif.***
Sumber:Dindin Abdullah Ghozali, 2015. Kader Desa: Penggerak Prakarsa Masyarakat
Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik
Indonesia.
SPB
7.3
Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 3
LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA
Prinsip-Prinsip lembaga kemasyarakatan desa
Lembaga kemasyarakatan desa merupakan lembaga sosial kemasyarakatan. Maka
dengan sendirinya prinsip yang mendasari lembaga kemasyarakatan desa adalah
prinsip-prinsip sosial, sukarela bukan komersial. Prinsip pertama adalah prinsip
kesukarelaan, yaitu prinsip atau asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan
masyarakat dalam mengikuti dan menjalani setiap kegiatan yang diperuntukkan bagi
lembaga kemasyarakatan ini.
Juga prinsip kemandirian, dimana lembaga kemasyarakatan tidak tergantung dan
menggantungkan kepada pihak manapun. Dengan begitu, maka lembaga
kemasyaraktan akan terlepas dari campur tangan pihak manapun. Dengan prinsip
kemandirian, lembaga kemasyarakatan tidak berada di bawah naungan organisasi
manapun, berdiri sendiri dengan membentuk struktur organisasi sendiri untuk
mengelola dan menjalankan kegiatannya dengan bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Dan prinsip keragaman, yang melandasi praktik bahwa lembaga kemasyarakatan harus
siap menerima anggota secara terbuka bagi siapa saja yang berminat menjadi anggota
dengan tidak pandang status masyarakat baik dari kalangan bawah, menengah
maupun atas. Siapapun mempunyai hak yang sama untuk mendaftarkan diri dan tidak
bersifat memaksa dengan tidak mewajibkan seluruh masyarakat untuk mendaftarkan
diri sebagai anggota yang akan menjadi bagian dari lembaga kemasyarakatan desa
yang akan didirikan.
Lembaga kemasyarakatan berbeda dengan organisasi sosial desa, seperti kelompok
tani, kelompok pengerajin dll. Organisasi sosial di desa dibentuk untuk melayani
anggota-anggotanya. Sedangkan lembaga kemasyarakatan dibentuk untuk
menjalankan fungsi publik, misalnya kesehatan, pendidikan, dan pelayanan
administrasi.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 187
Sehingga Tim Penggerak PKK bisa berfungsi sebagai penyuluh, motivator dan
penggerak masyarakat agar mau dan mampu melaksanakan program PKK;
masyarakat,
melaksanakan
dan
kemasyarakatan ini bisa berfungsi:
-
mengendalikan
pembangunan.Lembaga
Penutup
Pada dasarnya pemerintah desa dan masyarakat dapat memanfaatkan lembaga
kemasyarakatan desa yang masih ada. Jika LPMD masih ada maka bisa dimanfaatkan,
baik untuk wadah perencanan dan pelaksanaan pembangunan. Perangkat desa
maupun LPMD dapat bekerjasama merancang RPJMDesa sebagai tindak lanjut atas
Musyawarah Desa dan Musrenbangdesa. Namun demikian, LPMD bukan satu-satunya
wadah untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Desa dapat juga
membentuk tim atau panitia yang menyiapkan rancangan RPJMDesa maupun
melaksanakan berbagai program pembangunan desa dan pemberdayaan desa.
Pokok Bahasan
PENGEMBANGAN KAPASITAS
MASYARAKAT MELALUI PELATIHAN
PB
8
Lembar Informasi
Konsep Pelatihan
Masyarakat
Kajian Kebutuhan
Peningkatan Kapasitas
Pendamping Lokal Desa
Pengertian
Sebelum tenaga pendampin Lapangan Desa bekerja dalam situasi tugas,
maka perlu dilakukan penyiapan kemampuan personal dan kelembagaan yang
dimulai dengan penilaian atau analisis kebutuhan pendamping (AKP). Analisis
kebutuhan pendamping salah satunya terkait dengan kebutuhan pelatihan yang
dikenal dengan istilah Traianing Need Assessment (TNA). Menzel dan Messina
(2011:22) mengatakan, A TNA is only the first critical stage in any training
cycle. Thus, a TNA is quite simply a way of identifying the existing gaps in the
knowledge and the strengths and weaknesses in the processes that enable or
hinder effective training programs being delivered. Artinya, TNA merupakan
tahap kritis pertama dalam siklus pelatihan. Dengan TNA, manajemen
mengidentifikasi kesenjangan yang ada dalam pengetahuan dan kekuatan dan
kelemahan dalam proses yang memungkinkan atau menghambat program
pelatihan. Analisis kebutuhan pendamping memiliki kaitan yang erat dengan
perencanaan peningkatan kapasitas pendamping, di mana perencanaan yang
paling baik didahului dengan mengidentifikasikan masalah atau kebutuhan.
pembinaan,
pengembangan
dan
pengendalian
mengizinkan
penggunaan
penilaian
kebutuhan
yang
selanjutnya
adalah
memfokuskan
permasalahan
yang
4:
Merencanakan
untuk
pelaksanaan
pelatihan.
Setelah
Sumber: Diagram of the Training needs Assessment Process, Tees, You, dan Fisher (1987:10).
kemampuan
menyerap
pengatahuan,
mengembangkan
Indikator
pengamatan
yang
baik
dapat
menunjukkan
kecenderungan
kemampuan
seorang
pendamping
terutama
cara
yang
menonjol.
Pengamatan
dan
penilaian
terhadap
pretest-posttest
atau
tindakan
dalam
setiap
kegiatan
lainnya
di
tingkat
Kecamatan
dan
desa.
Apakah
dapat
dilakukan
melalui
diskusi
dengan
Jika
pendamping
akan
melatih
penerapan rencana
(2007)
membagi
pendekatan
dalam
analisis
terus-menerus
untuk
mengidentifikasi,
mengukur
dan
Jika
masalah
kesenjangan
tersebut
disebabkan
oleh
kurangnya
pengembangan
kapasitas
yang
dibutuhkan
organisasi
2. Analisis Tugas
Analisis tugas dilakukan untuk menemukan metode terbaik dalam
menyelesaikan tugas dengan konsistensi urutan berupa langkah-langkah
bagaimana tugas tersebut diselesaikan, seperti yang dikemukakan
Barbazette (2006:87), The purpose of task analysis is to find the best
method to perform a task and the best sequence of steps to complete a
specific
task.
Analisis
tugas
merupakan
serangkaian
kegiatan
yang
membutuhkan
pelatihan.
Analisis
tugas
seharusnya
mendeskripsikan
dengan
jelas
mengenai:
- Tugas-tugas utama dalam pekerjaan.
- Bagaimana tugas itu harus dilakukan.
- Bagaimana tugas itu dilakukan sehari-hari.
c.
pekerjaan.
d. Menentukan tugas, dan kapabilitas mana yang membutuhkan
pengembangan berupa pendidikan dan pelatihan.
Informasi atau instrumen yang dibutuhkan melakukan task
analysis menurut Barbazette (2006) diantaranya: observasi, wawancara
informan utama, wawancara pimpinan organisasi, Identifikasi dan analisis
tugas berdasar tugas sebenarnya, diskusi kelompok, validasi dengan
observasi akhir.
3.Studi Kompetensi
Spencer dan spencer dalam Wibowo (2010:325) menyatakan bahwa
kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan
cara berperilaku atau berpikir, menyamakan situasi, dan mendukung untuk
periode waktu cukup lama. Kompetensi pada hakikatnya memiliki komponen
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 204
kinerja
baik.
Kompetensi
yang
berkaitan
dengan
Task
merupakan
kompetensi
yang
berhubungan
dengan
(SKKNI)
rumusan
kemampuan
kerja
yang
mencakup
aspek
dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Standar kompetensi kerja dikembangkan mengacu pada Permenakertrans No.
21/MEN/2007 tentang Tata Cara Penetapan SKKNI. Atas dasar penetapan
tersebut maka standar kompetensi yang dikembangkan harus mengacu kepada
Regional Model of Competency Standard (RMCS). Prinsip yang harus dipenuhi
dalam
penyusunan
standar
dengan
model
RMCS
yang
merefleksikan
kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan industri, maka
harus memenuhi beberapa hal sebagai berikut:
a. Fokus kepada kebutuhan dunia usaha/dunia industri. Dimana kompetensi
kerja yang berlaku dan diibutuhkan oleh dunia usaha/dunia industri,
dalam upaya melaksanakan proses bisnis sesuai dengan tuntutan
oprasional perusahaan yang dipengaruhi oleh dampak era globalisasi;
b. Kompatibilitas. Memiliki kompatibilitas dengan standar yang berlaku di
dunia usaha/dunia industri untuk bidang pekerjaan yang sejenis dan
kompatibel dengan standar sejenis yang berlaku dinegara lain ataupun
secara internasional.
c. Fleksibilitas. Memiliki sifat generik yang mampu mengakomodasi
perubahan dan penerapan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
yang diaplikasikan dalam bidang pekerjaan terkait;
d. Keterukuran. Meskipun bersifat generik standar kompetensi harus
memiliki kemampuan ukur yang akurat, untuk itu standar harus terfokus
pada apa yang diharapkan dapat dilakukan pekerja di tempat kerja,
memberikan pengarahan yang cukup untuk pelatihan dan penilaian,
diperlihatkan dalam bentuk hasil akhir yang diharapkan, selaras dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, standar produk dan jasa
yang terkait serta kode etik profesi.
tersebut.
menurut
Sedarmayanti
(2006:175-176)
metode
ini
b. Memiliki sampel yang telah ditentukan jumlah dan jenis orang untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dipilih terlebih dahulu.
c. Wawancara dilakukan secara pribadi, telepon, atau dengan tanggapan
tertulis (misalnya, mail-in survei).
d. Hasil survei ditabulasi, diringkas, didistribusikan, dibahas, dan digunakan.
Daftar Pustaka
Idris (tt). Analisis Kebutuhan Diklat (training Needs) dalam Berbagai
Pendekatan.
Jerold E. Kemp, Gary R. Morrison, Steven M. Ross (1994) Designing
Effective Instruction.
New York: Macmillan College Publishing Company
Arief S. Sadiman (1992/1993) Perencanaan Sistem Pembelajaran, Prototipa
Bahan
Perkuliahan. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta
Allison Rosset and Joseph W. Arwady (1987) Training Needs Assesment.
New Jersey:
Education Techology Publications, Inc
http://jadhie.blogspot.co.id/2011/12/standar-kompetensi-kerjanasional.html
https://edutrial.wordpress.com/2012/05/05/analisis-kebutuhan-diklattraining-needsassessment/
http://bkd.jogjaprov.go.id/detail/konsepsi-analisis-kebutuhan-diklatakd/358
Strategi Pengembangan
Kapasitas Pendamping Lokal Desa
A.Latar Belakang
Pengembangan kapasitas tentu tidak hanya berorientasi pada kemampuan
pendamping
saja,
namun
mencakup
keseluruhan
lingkup
sistem
dan
kelembagan yang
terdiri dari struktur penataan organisasi atau sering dikenal dengan sistem
manajemen,
kebijakan, target capaian, strategi pencapaian, dan peraturan operasional. Hal
demikian
mengisyaratkan
adanya
tingkat
pengembangan
kapasitas
(capacity
development) yang
berarti mengembangkan kemampuan yang sudah ada (existing capacity), dan
pengembangan
kapasitas
yang
mengedepankan
proses
kreatif
untuk
membangun
kapasitas yang belum terlihat atau constructing capacity.
Pengembangan kapasitas merupakan suatu proses untuk melakukan
sesuatu, atau serangkaian kegiatan untuk melakukan perubahan multilevel pada
diri individu, kelompok, organisasi, dan sistem guna memperkuat kemampuan
penyesuaian individu
dan organisasi dalam menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Oleh
karena itu peningkatan kapasitas pendamping dapat dilakukan melalui proses
menganalisis lingkungan, mengidentifikasi masalah, menemukenali kebutuhan
pengembangan diri, isu-isu strategis dalam masyarakat dan peluang yang dapat
diperankan pendamping,
membuat formulasi strategi dalam proses mengatasi masalah, serta merancang
sebuah
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 209
rencana aksi agar dapat dilaksanakan guna pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
Dalam The Capacity Building For Local Government Toward Good
Governance
bahwa peningkatan kapasitas perlu memperhatikan tiga aspek yaitu. Pertama,
pengembangan SDM melalui pelatihan, sistem rekruitmen yang transparan,
pemutusan
pegawai secara profesional, dan updating pola manajerial dan teknis. Kedua,
pengembangan kelembagaan yang mencakup pada aspek menganalisis postur
struktur organisasi berdasarkan peran dan fungsi, proses pengembangan SDM,
dan gaya manajemen organisasi. Ketiga, pengembangan jejaring kerja
(networking) yang dilakukan melalui penguatan koordinasi, memperjelas fungsi
jejaring, serta interaksi formal dan informal antar kelembagaan.
dengan
pengaturan,
kebijakan
dan
kondisi
dasar
yang
Penerapan
manajemen
pendampingmerupakan
kualitas
langkah
untuk
pelayanan
yang
terwujudnya
diberikan
pelayanan
oleh
yang
tingkat
pengembangan
kelembagaan
pendamping.
Pada
Dalam proses pengembangan kapasitas, salah satu cara yang cukup efektif
untuk
meningkatkan kemampuan membangun jejaring kerja adalah dengan meniru
bagaimana orang-orang sukses berinteraksi dengan orang lain. Namun perlu
diketahui
bahwa proses meniru bukan merupakan perkerjaan yang mudah asal mengikuti,
tetapi butuh adanya kecerdasan dalam mengidentifikasi berbagai aspek terkait
dengan proses interaksi, misalnya bagaimana cara mengendalikan emosi, cara
menghargai orang lain, cara berbicara, cara merespon dan sebagainya.
Setidaknya membangun jejaring kerja merupakan suatu seni sehingga tidak
mudah dibuat suatu pola hubungan yang baku.
Ketiga,
tingkat
pengembangan
individu.
Pada
tingkatan
ini,
bahwa
kompetensi
merupakan
satu
kesatuan
utuh
yang
demikian,
pola
kerja
pengembangan
kapasitas
sangat
individu
dan
organisasi
secara
keseluruhan.
Pada
hakekatnya,
Umum
(General
Competency),
artinya,
meskipun
Misalnya,
Tenaga
Ahli
Pemberdayaan
Masyarakat,
terkoordinasi,
artinya
seluruh
elemen
yang
terlibat
dalam
dan
status
dari
Pendamping
Lokal
Desa
beserta
programmnya
4. Sarana dan dana yang tersedia bagi program pemberdayaan
masyarakat. Mengupayakan penggunaan Dana Desa atau Dana Alokasi
Desa dibangun dalam kerangka perubahan dan keberlanjutan bukan
proyek. Termasuk dana pendampingan yang bersumber dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK);
5. Keberadaan dukungan dan kebijakan dari Pemerintah Daerah,
khususnya terkait dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota
bersangkutan.
Pada tahap selanjutnya disusun perencanaan umum untuk melakukan
kegiatan pembinaan dan pembimbingan bagi semua pendamping di
tingkat Kabupaten/Kota. Di sini keterlibatan unit teknis/SKPD terkait,
lembaga penelitian, dan perguruan tinggi mutlak diperlukan, khususnya
untuk mengukur kesenjangan kompetensi pendamping, antara yang
dimiliki sekarang dengan apa yang menjadi harapan masyarakat, serta
merancang materi pembelajaran (subject matters) untuk peningkatan
kompetensi Pendamping Lokal Desa. Dari proses ini dihasilkan rumusan
tentang kompetensi baru yang perlu internalisasikan kepada Pendamping
Lokal Desa. Pada tahap ini diidentifikasi dan dipilah-pilah materimateri
TIU (Tujuan
Instruksional Umum
dan
TIK (Tujuan
Semua
kegiatan
ini
dilandaskan
kepada
materi
pendamping
sebagai
bagian
dari
investasi
SDM
strategis,
karena
pendamping
diharapkan
dapat
menjadi
1. Memberi Peran
Setiap unit lembaga pasti ada yang ditunjuk untuk sebagai peran dalam
melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan tingkat yang ada dalam
lembaga tersebut. Seseorang yang diberi peran dalam pekerjaan akan
merasa ada perhatian khusus dari lembaga yang dapat mempengaruhi
psikologi pelakunya dan secara langsung dia mempunyai tuntutan agar
orang lain berperilaku kepadanya yang sesuai dengan kondidi perannya.
Misal seorang guru akan bererilaku sebagai guru yang baik dalam setiap
waktu. Kondisi yang seperti itu dapat mempengaruhi dari dorongan
pemberian peran. Dan jangan sampai peran yang diberikan bertentangan
dengan kompetensi yang dimiliki dan kemauan jiwa yang dimiliki. Begitu
pula peran yang diberikan tidak over load . Agar semua bisa teratasi
dengan baik diperlukan :
sifatnya
program
sangat
pelatihan
situasional.
dan
pengembangan
Artinya
dirumuskan
bagi
sesuai
meningkatkan
kemampuan
peserta
latihan
mengerjakan
tanggung
kesemuanya
jawabnya
dikaitkan
dengan
dan
hasil
relevansi
yang
diharapkan,
pelatihan
dengan
b.
Vestibule
merupakan
metode
pelatihan
untuk
meningkatkan
seorang
pegawai
belajar
dari
pegawai
lain
yang
lebih
berpengalaman.
coaching dalam hal mana seorang pemimpin mengajarkan caracara kerja yang benar kepada bawahannya di tempat pekerjaan dan
cara-cara yang diajarkan atasan tersebut ditini oleh pegawai yang
sedang mengikuti latihan.
dengan
menggunakan
metode
ceramah
diskusi.
Aktivitas
Daftar Pustaka
D. Susanto. Strategi Peningkatan Kapasitas Modal Sosial dan Kualitas
Sumberdaya
Manusia Pendamping Pengembangan Masyarakat. Jurnal Komunikasi
Pembangunan ISSN 1693-3699 Februari 2010, Vol. 08, No. 1.
http://bpsdm.kemenkumham.go.id/artikel-bpsdm/35-capacity-buildingdan-strategipeningkatan-kualitas-sdm-organisasi
http://drpriyono.blogspot.co.id/2012/03/bab-iii-pengembanganpemberdayaansdm.html
Pokok Bahasan
PENDAMPINGAN
PB
Bahan Bacaan
Pendampingan
Bahan Bacaan1
PENDAMPINGAN DESA
Oleh: Sutoro Eko
Pemerintah akan segera memobilisasi fasilitator atau pendamping untuk menjalankan
pendampingan desa, sebagai bentuk pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam diskusi para pihak di berbagai ruang dan tempat, pendampingan desa berpijak
kepada dua argumen dan tujuan. Pertama, pendampingan desa merupakan tindakan
meningkatkan kemampuan desa dalam mengelola pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan, dan kemasyarakatan. Kedua, banyak pihak khawatir dana desa yang
diamanatkan UU desa tak efektif dan berpotensi menimbulkan korupsi besar-besaran
oleh kepala desa. Karena itu, pendampingan desa merupakan tindakan untuk
mengawal efektivitas dan akuntabilitas dana desa.
Kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas harus menjadi perhatian serius dalam
pendampingan desa. Tetapi, pengutamaan ketiga aspek itu bisa membuat
pendampingan, seperti halnya pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan,
terjebak pada apa yang disebut James Ferguson (1990) sebagai "mesin anti politik".
Dalam The Anti-Politics Machine: Development, Depoliticization, and Bureaucratic
Power in Lesotho, Ferguson menunjukkan pembangunan sebagai nilai utama telah
gagal membawa kesejahteraan rakyat. Mengapa?
Pembangunan adalah instrumen teknis, proyek dan industri yang anti politik. Di satu
sisi, pembangunan adalah instrumen representasi ekonomi dan rekayasa sosial yang
mengabaikan representasi politik. Depolitisasi dilakukan dengan mengabaikan realitas
dan aspirasi politik, menyingkirkan rakyat dari politik, sekaligus menggiring mereka
sibuk dalam dunia sosial dan ekonomi. Di sisi lain pembangunan dirancang canggih
oleh teknokrat dan dijalankan oleh birokrat untuk ekspansi kekuasaan birokrasi negara.
Dengan demikian, mesin anti politik mengandung depolitisasi (kebijakan,
pembangunan dan rakyat) dan ekspansi kontrol birokrasi negara.
Anti Politik
Karya Ferguson itu tentu sudah kedaluwarsa, tetapi penting saya angkat sebagai
perspektif kritis atas jebakan teknokratis-birokratis dalam pemerintahan,
pembangunan, pemberdayaan, dan juga pendampingan desa. Belajar dari pengalaman
pendampingan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) dan proyekproyek sejenis selama ini, ada sejumlah gejala operasi mesin anti politik.
Pertama, pendampingan merupakan perangkat teknokratik untuk mengamankan uang
dalam bentuk bantuan langsung masyarakat (BLM) dan menyukseskan target artifisial
yang telah digariskan proyek. Para pendamping mengajarkan hal-hal teknisadministratif proyek kepada orang desa mulai dari perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan sampai pelaporan proyek. Lalu masyarakat desa tampil sebagai operator
mesin pengelolaan uang dan proyek.
Kedua, pendampingan mengedepankan partisipasi, tetapi mengandung depolitisasi
rakyat. Baik pengelolaan proyek maupun pendampingan mengabaikan edukasi politik
dan penguatan representasi politik rakyat. Pendamping tak mendidik dan
mengorganisasikan rakyat agar berdaya dalam memperjuangkan hak dan kepentingan
mereka. Sekalipun ada partisipasi, yang terjadi adalah mobilisasi partisipasi dalam
pengelolaan proyek.
Ketiga, pendampingan digerakkan dan dikendalikan oleh mesin birokrasi dengan
petunjuk teknis operasional (PTO). Para pendamping tak hadir sebagai katalisator
perubahan, tetapi hanya menjadi mandor proyek yang harus patuh pada PTO sehingga
tak tumbuh menjadi wirausaha sosial yang kreatif dan mandiri. Pendampingan tentu
telah memberikan kontribusi besar terhadap cerita sukses proyek PNPM, seperti
infrastruktur fasilitas publik, pembesaran dana bergulir, pelembagaan instrumen good
governance dalam pengelolaan proyek, peningkatan kemampuan masyarakat dalam
pengelolaan proyek, serta kebocoran dana proyek yang mendekati titik nol. Tetapi,
kesuksesan itu hanya terbatas pada proyek, tak berdampak besar secara organik dalam
tatanan kehidupan desa.
Instrumen good governance hanya dipakai dalam proyek, tetapi tak berdampak dalam
pemerintahan desa. Tingkat kebocoran sangat rendah bukan berarti tumbuh kultur anti
korupsi, tetapi hanya pertanda keberhasilan mengamankan dana proyek. Terbukti
masyarakat sangat gemar politik uang dalam setiap proses elektoral. Peningkatan
kemampuan hanya terjadi dalam pengelolaan proyek, tetapi kemampuan desa secara
organik dalam mengelola pembangunan tak tumbuh baik. Wirausaha lokal tak tumbuh
signifikan. PNPM hanya mampu membangun istana pasir, sekaligus sebagai proyek
yang menyenangkan, tetapi tak menolong/berdayakan rakyat.
Propolitik
Saya berulang kali berdiskusi tentang pendampingan desa dengan Menteri Marwan
Jafar maupun tim teknokrat-birokrat di Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Kami
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 227
PB
Bahan Bacaan
Pendampingan
Bahan Bacaan 2
PENDAMPINGAN
A. Pengertian Pendampingan
Menurut Edi Suharto pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan
sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat
perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi
kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya. Dalam
kenyataannya, seringkali proses ini tidak muncul secara otomatis, melainkan tumbuh
dan berkembang berdasarkan interaksi masyarakat setempat dengan pihak luar atau
para pekerja sosial baik yang bekerja berdasarkan dorongan karitatif maupun
perspektif profesional. Para pekerja sosial ini berperan sebagai pendamping sosial.
Masyarakat pedesaan seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena
hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya.
Pendamping desa kemudian hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu
memecahkan persoalan yang dihadapi mereka. Pendampingan desa dengan demikian
dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara masyarakat pedesaan kelompok miskin
dan pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan
seperti; (a) merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi pedesaan, (b)
memobilisasi sumber daya pedesaan (c) memecahkan masalah sosial pedesaan, (d)
menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat desa (e)
menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks
pemberdayaan desa.
Pendamping desa sangat menentukan kerberhasilan program pemberdayaan desa. Edi
Suharto juga membagi peran pendamping menjadi tiga peran utama, yaitu: fasilitator,
pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat desa yang
didampinginya.
Edi Suharto, PhD Dosen STKS, UNPAS dan UNLA Bandung. International Policy Analyst, Centre for
Policy Studies (CPS), Central European University, Hungary Makalah Pemberdayaan Masyarakat.
B. Tujuan Pendampingan
Bila kembali pada inti pengertian pendampingan yaitu terjadinya proses perubahan
kreatif yang diprakarsai oleh masyarakat desa sendiri, jelas menunjukan adanya proses
inisiatif dan bentuk tindakan yang dilakukan oleh masyarakat desa sendiri, tanpa
adanya intervensi dari luar.
Dengan demikian tujuan utama dari pendampingan adalah adanya kemandirian
kelompok masyarakat desa. Kemandirian disini menyiratkan suatu kemampuan otonom
warga desa untuk mengambil keputusan bertindak berdasarkan keputusannya itu dan
memilih arah tindaknnya sendiri tanpa terhalang oleh pengaruh dari luar atau yang
diinginkan oleh pihak lain. Untuk mencapai kemandirian yang demikian dibutuhkan
suatu kombinasi dari kemampuan materi, intelektual, organisasi dan manajemen.
Dengan demikian sebenarnya 3 elemen pokok dalam kemandirian desa, yaitu
kemandirian material,kemandirian intelektual, dan kemandirian pendampingan.
Kemandirian material yaitu kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan dasar
desa dan mekanisme untuk tetap dapat tetap bertahan pada waktu krisis. Hal ini bisa
diperoleh melalui pertama proses mobilisasi sumberdaya desa dan atau keluarga
dengan mekanisme menabung dan penghapusan sumberdaya non produktif.
Penegasan tuntutan atas hak-hak ekonomi desa,seperti: surplus yang hilang karena
pertukaran yang tidak seimbang.
Kemandirian intelektual yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh
masyarakat desa yang memungkinkan mereka menanggulangi bentukbentuk dominasi yang muncul. Dengan dasar tersebut masyarakat desa akan dapat
menganalisis hubungan sebab-akibat dari suatu masalah yang muncul.
Kemandirian pendampingan yaitu kemampuan otonom masyarakat desa untuk
mengembangkan diri mereka sendiri dalam bentuk pengelolaan tindakan kolektif yang
membawa pada perubahan kehidupan mereka.
C. Fokus Pendampingan
Bila tujuan pendampingan kelompok masyarakat adalah tewujudnya kemandirian
dibidang material, intelektual, organisasi dan manajemen, oleh karena itu fokus
pendampingan desa harus mengarah pada pencapaian tujuan tersebut, yakni melalui:
Penyadaran berfikir kritis dan analitis. Yaitu mengajak anggota kelompok di desa
terbiasa untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat di desa
dengan meneliti hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan dari masalah tersebut.
Penggunaan atas hak dan kewajiban individu dan kolektif. Yaitu mengajak anggota
masyarakat desa dan kelompok terbiasa bertindak atas dasar hak dan
kewajiban yang dimiliki (tidak mengatas namakan secara tidak tepat).2
D. Misi Pendampingan
Paska pengesahan tahun 2014 desa akan menjadi titik sentral pembangunan di
Indonesia. UU No 6 tahun 2014 atau yang lebih dikenal dengan undang-undang desa
maka kewenangan dan anggaran desa akan ditambah.Penambahan kewenangan dan
anggaran desa tersebut harus diikuti dengan peningkatan kapasitas pengelolaan
program dan anggaran. Tanpa hal tersebut maka inisiatif pemberian kewenangan
tersebut tidak akan memberi hasil yang baik.
Pada sisi lain saat ini tengah berkembang paradigma baru pemberdayaan masyarakat,
yaitu lewat program peningkatan financial literacy. Financial literacy adalah upaya
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat yang akan diberi bantuan tentang
pengetahuan keuangan. Orang-orang yang tidak paham mengenai keuangan (financial
illiterate) maka ketika diberi bantuan maka akan jadi dana yang cepat habis. Setelah
mengetahui financial liter.
Peranpendamping desa bisa mendorong perkembangan perekonomian desa lewat
wirausaha, sesuai dengan penjelasan pasa 15 dalam UU 20/2008 tentang UMKM adalah
melakukan konsultasi dan pendampingan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
agar mampu mengakses kredit perbankan dan/atau pembiayaan dari lembaga
keuangan selain bank. Meskipun demikian, peran pendamping tidak hanya berhenti
sebatas membantu kelompok usaha di desa dalam mendapatkan pendanaan dari bank,
tetapi lebih dari pada itu, pendamping juga berperan dalam membantu kelompok
usaha membenahi aspek pemasaran, manajemen dan keuangan. Sehingga tujuan satu
desa satu kelompok usaha, satu kelompok usaha satu badan usaha desa bisa terwujud.
Badan Usaha Milik Desa (BumDes) sebaiknya dikelola dengan prinsip social
enterprises dan berbentuk koperasi.
Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa menjadi maju, kuat,
mandiri, dan demokratis. Kegiatan pendampingan menurut Heri Susanto membentang
dari pengembangan kapasitas pemerintahan, mengorganisasi dan membangun
kesadaran kritis warga masyarakat, serta memperkuat organisasi-organisasi
warga.Selain itu juga memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan
memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal,
merajut jaringan dan kerja sama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara
pemerintah dan masyarakat.Intinya pendampingan desa adalah menciptakan suatu
frekuensi dan kimiawi yang sama antara pendamping dengan yang didampingi. UU No.
M. RHIDOPERDESAANSEHAT.COM, http://www.bintan-s.web.id/2010/12/tujuanpendampingan.html
6/2014 tentang Desa mengembangkan paradigma dan konsep baru kebijakan tata
kelola desa secara nasional.
UU Desa tidak lagi menempatkan desa sebagai latar belakang Indonesia, tapi halaman
depan Indonesia. UU Desa juga mengembangkan prinsip keberagaman,
mengedepankan asas rekognisi dan subsidiaritas desa. UU Desa ini mengangkat hak
dan kedaualatan desa yang selama ini terpinggirkan karena didudukkan pada posisi
subnasional. Desa pada hakikatnya adalah entitas bangsa yang membentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara empiris, desa-desa di Indonesia memiliki
modal sosial yang tinggi. Masyarakat desa sudah lama mempunyai ikatan sosial dan
solidaritas sosial yang kuat sebagai penyangga penting kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan.
Swadaya dan gotong royong adalah sebagai penyangga utama otonomi asli desa.
Ketika kapasitas negara tidak sanggup menjangkau sampai level desa, swadaya dan
gotong royong merupakan alternatif permanen yang memungkinkan berbagai proyek
pembangunan prasarana desa tercukupi. Berdaulat secara politik mengandung
pengertian desa memiliki prakarsa dan emansipasi lokal untuk mengatur dan mengurus
dirinya meski pada saat yang sama negara tidak hadir. Kehadiran negara kadang
berlebihan sehingga berpotensi memaksakan kehendak prakarsa kebijakan pusat yang
justru melumpuhkan prakarsa lokal.
Kemandirian politik dapat dimaknai dalam pengertian emansipasi lokal. Emansipasi
lokal dalam pembangunan dan pencapaian kesejehateraan membutuhkan pengakuan
(rekognisi) negara dan negara perlu memfasilitasi berbagai institusi lokal dan organisasi
warga untuk menggantikan imposisi sekaligus untuk menumbuhkan emansipasi yang
lebih meluas. Misi besar pendamping desa dan dana desa menurut UU desa adalah
memperkuat keutuhan NKRI. Karena itu keberadaan pendampingan dan dana desa ini
dapat menjadi inti sekaligus menjadi pondasi kemajuan dan pemerataan
pembangunan saat ini maupun di masa yang akan datang.
E. Tanggungjawab dan Tugas Pendamping
Tugas pokok Pendamping Desa yang utama adalah mengawal implementasi UU Desa
dengan memperkuat proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa. Fungsi
Pendamping Desa yaitu:
ini menjadi tanda mereka siap berhadapan dengan situasi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA).
Badan usaha milik desa (BUM desa) menjadi salah satu wadah untuk menyalurkan
inisiatif masyarakat desa, mengembangkan potensi desa, mengelola dan
memanfaatkan potensi sumber daya alam desa, mengoptimalkan sumber daya manusia
(warga desa) dalam pengelolaannya, dan penyertaan modal dari pemerintah desa
dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai
bagian dari BUM desa.
Menurut Heri salah satu solusi penting yang mampu mendorong gerak ekonomi desa
adalah mengembangkan desapreneur atau kewirausahaan bagi masyarakat desa.
Pengembangan desa wirausaha menawarkan solusi untuk mengurangi kemiskinan,
migrasi penduduk, dan pengembangan lapangan kerja di desa. Kewirausahan menjadi
strategi dalam pengembangan dan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. Sumber
daya dan fasilitas disediakan secara spontan oleh masyarakat desa menuju perubahan
kondisi sosial ekonomi perdesaan. Apabila desa wirausaha menjadi suatu gerakan masif
akan menjadi hal yang sangat mungkin untuk mendorong perkembangan ekonomi
perdesaan menjadi desa yang mandiri, menjadi desapreneur.( Heri Susanto, Solo Post).3
F. Klasifikasi dan Jenis Pendamping
Secara umum tugas pendamping desa yaitu mendampingi desa dalam
penyelenggaraan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
Pendamping desa dibagi dalam tiga kategori yang terdiri atas tenaga pendamping
profesional, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan atau pihak ketiga.Tenaga
pendamping profesional terdiri atas pendamping desa (berkedudukan di kecamatan),
pendamping teknis (berkedudukan di kabupaten), dan tenaga ahli pemberdayaan
masyarakat (berkedudukan di pusat dan provinsi) dengan tugas masing-masing
sebagai berikut:
1. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa
Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait sosialisasi UU Desa
Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menetapkan Peraturan
Bupati/Walikota tentang daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
Fasilitasi penegakan kewenangan desa kewenangan berdasarkan hak asal usul
dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan perundangundangan;
Pengembangan kapasitas masyarakat desa;
Kaderisasi masyarakat desa dalam rangka pelaksanaan UU Desa;
Fasilitasi musyawarah desa;
3
Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam
mendayagunakan teknologi tepat guna.
https://pendaftaran-cpns.blogspot.co.id/2015/08/tugas-pokok-pendamping-desa.html
Seorang PLD mendampingi 4 desa didukung oleh dua orang tenaga Pendamping Desa
(PD) di Kecamatan. PLD bertugas untuk memfasilitasi regulasi UU Desa ke dalam
implementasi atau praktik berdesa. PLD diharapakn dapat mengembangkan skema
pendampingan yang memberdayakan masyarakat desa hingga dapat menumbuhkan
partisipasi masyarakat desa, sebagai roh gerakan pembangunan desa yang
berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita kemandirian Negara kita.
Sejatinya kemandirian negara terletak pada kemandirian desa-desa sebagai entitas
penyusun dan penyangga nama besar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tahun
2015 adalah tahun pertama pelaksanaan UU No. 6/2014. Desa diberlakukan berbeda
dengan sebelumnya. Kedudukan desa tidak lagi subnasional, melainkan berkedudukan
di wilayah kabupaten/kota. Desa tidak lagi berada di bawah struktur administratif
terbawah, apalagi perpanjangan tangan pemerintah daerah.
Desa mendapat rekognisi dan subsidiaritas kewenangan, yaitu kewenangan
berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Desa menerima transfer
keuangan dari APBN dan APBD yang disebut dana desa (DD) dan alokasi dana desa
(ADD) untuk memenuhi kebutuhan belanja dalam konteks dua kewenangan tadi.
Keberadaan UU No. 6/2014 tujuan pertamanya adalah bagian dari ikhtiar mencapai
keberdayaan negara dari kemandirian desa-desanya. Proses pembentukan bangunan
warga dan organisasi masyarakat sipil biasanya dipengaruhi faktor eksternal yang
mengancam hak publik. Keduanya adalah modal penting bagi desa untuk membangun
kedaulatan dan titik awal terciptanya komunitas warga desa yang nantinya akan
menjadi kekuatan penyeimbang atas munculnya kebijakan publik yang tidak responsif
terhadap masyarakat.
Efektivitas pembangunan pada hakikatnya merupakan tindakan membandingkan
antara perencanaan dengan hasil. Antara kedua hal tersebut sering terjadi
penyimpangan. Tugas PLD adalah mengoreksi penyimpangan tersebut.Pembangunan
desa adalah strategi pembangunan bagi peningkatan kehidupan ekonomi dan sosial
dari kelompok khusus masyarakat, dalam hal ini masyarakat kurang mampu di
pedesaan. Pembangunan desa bertujuan mengurangi kemiskinan serta tersedianya
sarana dan prasarana umum untuk menunjang segala kebutuhan masyarakat yang
ternyata masih kurang untuk membantu masyarakat desa dalam beraktivitas seharihari.
ADD adalah dana yang dialokasikan pemerintah kabupaten/kota untuk desa yang
bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
kabupaten/kota. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditetapkan dengan
peraturan desa. ADD merupakan dukungan dana dari pemerintah pusat dan daerah
kepada pemerintah desa dalam meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat dan
pemberdayaan masyarakat desa.
Pengalokasian dana desa butuh fungsi PLD sebagai pengawas agar dana tersebut
benar-benar tersalurkan untuk kepentingan pembangunan desa. Pengawasan oleh PLD
terhadap anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dan
realisasinya. Kesesuaian antara rencana program, realisasi program, pelaksanaan, serta
nilai dana yang digunakan dalam pembiayaan adalah ukuran yang dijadikan patokan
PLD dalam pengawasan.[]
Pokok Bahasan
10
PB
10
Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 1
MEMBANGUN KERJASAMA TIM
Pembelajaran Membangun Kerjasama Tim dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi
pendamping dalam hal penerapan konsepsi Membangun kerjasama Tim secara efektif dan
efisien dalam melakukan pendampingan masyarakat di Desa. Hal-hal yang dibahas
meliputi:
1. Konsepsi Dasar Membangun Tim yang Efektif dengan subbahasan Pengertian Tim;
Perbedaan Kelompok dan Tim; Hakikat dan Ciri Organisasi sebagai Tim Efektif; Kriteria
Tim yang efektif; dan Manfaat Membangun Tim yang Efektif.
2. Kerjasama Dalam Membangun Tim Dinamis dengan subbahasan meliputi: Pengertian
Tim yang Dinamis; Unsur-Unsur Tim yang Dinamis; Tahapan Perkembangan Tim;
Membangun Rasa Kebersamaan Tim; Peran Individu dalam Tim; dan Membangun
Kebanggaan Tim.
3. Pemecahan Masalah Secara Win-win Solution dengan subbahasan meliputi: Pengertian
Konflik; Mengenali Konflik, Respon terhadap Konflik, Sumber-sumber Konflik, LangkahLangkah Penyelesaian Konflik, dan Gaya Tanggapan Konflik.
A. Pengertian Tim yang Dinamis
Mengapa ada tim yang mampu bertahan lama dan ada yang tidak dapat bertahan lama?
Apabila berbicara tentang tim, maka ada tim yang dapat mencapai suatu prestasi yang
tinggi, namun juga ada yang hanya bertahan beberapa waktu saja. Untuk itu maka
diperlukan suatu usaha maksimal agar mampu berperan sebagai tim yang dinamis. Tim
dinamis adalah tim yang memiliki kinerja yang sangat tinggi. Tim seperti ini dapat
memanfaatkan segala energi yang ada di dalam tim tersebut untuk menghasilkan sesuatu.
Tim dinamis merupakan tim yang penuh dengan rasa percaya diri, tim yang para
anggotanya menyadari kekuatan dan kelemahannya untuk mencapai suatu tujuan yang
telah ditetapkan bersama.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
diantara mereka. Pemimpin yang dinamis harus mampu memastikan bahwa semua
anggota kelompok terlibat dalam perumusan tujuan tim.
Beroperasi secara kreatif. Dalam pelaksanaan, kerja tim sangat kreatif dan dinamis
dengan memperhitungkan resiko yang ada dan selalu mencoba cara berbeda dalam
melakukan sesuatu. Mereka tidak takut menghadapi kegagalan-kegagalan dan selalu
mencari peluang untuk mengimplementasikan teknik yang baru. Mereka bersikap luwes
dan kreatif dalam memecahkan masalah.
Memfokuskan pada hasil.Tim yang dinamis mampu menghasilkan melampaui
kemampuan jumlah individu yang menjadi anggotanya. Para anggota tim secara terusmenerus memenuhi komitmen waktu, anggaran, produktivitas, dan mutu produktivitas
optimum merupakan tujuan bersama.
Memperjelas peran dan tanggung jawab. Peran dan tanggung jawab anggota tim jelas.
Setiap anggota tim mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan dari dirinya, dan
mengetahui dengan jelas peran temannya dalam tim. Tim yang dinamis selalu
memperbaharui peran dan tanggung jawab anggotanya sesuai dengan perubahan
tuntutan, sasaran dan teknologi.
Diorganisasikan dengan baik. Tim dinamis menjalankan fungsi-fungsi manajemen
dengan baik, menetapkan prosedur secara jelas serta kebijakan dengan jelas. Tim juga
menginventarisir jenis keterampilan yang dimiliki oleh para anggota timnya.
Dibangun diatas kekuatan individu. Kompetensi individu sangat diperhatikan, sehingga
pimpinan tim memahami betul kekuatan dan kelemahan anggota timnya. Oleh karena
itu program Pembinaan sangat diharapkan. Pimpinan tim sangat memperhatikan
pemberdayaan timnya sehingga dalam pemberdayaan disesuaikan dengan kompetensi
anggota tim.
Saling mendukung kepemimpinan anggota yang lain. Dalam tim yang dinamis,
kepemimpinan dibagi diantara para anggotanya. Dalam hal ini tidak ada pimpinan yang
mutlak. Setiap anggota tim memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin
tim. Meskipun demikian peran supervisor masih dianggap perlu ada. Dalam Tim
dinamis menghargai keunikan setiap individu.
Mengembangkan iklim tim. Tim yang berkinerja tinggi memiliki anggota yang secara
antusias bekerja bersama dengan tingkat keterlibatan dan energi kelompok yang tinggi
(bersinergi).
Menyelesaikan ketidaksepakatan. Perbedaan persepsi dan ketidaksepakatan akan
terjadi dalam setiap tim. Tim dinamis menganggap bahwa konflik merupakan suatu
wahana untuk menumbuhkan hal-hal yang lebih positif. Segala konflik akan
diselesaikan dengan pendekatan secara terbuka dengan teknik kolaborasi.
Berkomunikasi secara terbuka. Pembicaraannya secara asersi, yakni bicara yang lugas,
jujur tetapi tidak melukai pihak lain. Masing-masing anggota kelompok saling memberi
dan menerima saran dari anggota kelompok yang lain, komunikasi dilakukan secara
timbal balik dan untuk kepentingan bersama.
Membuat keputusan secara obyektif. Dalam pemecahan masalah menggunakan
pendekatan yang mantap dan proaktif. Keputusan dicapai melalui konsensus. Setiap
anggota kelompok bersedia dan mendukung keputusan tersebut. Anggota kelompok
bebas mengutarakan pendapat dan idenya dan mendukung rencana yang telah
ditetapkan.
Mengevaluasi efektivitasnya sendiri.Evaluasi dilaksanakan secara terus menerus dengan
tujuan untuk melihat bagaimanakah pelaksanaan rencana selama ini. Penyempurnaan
dilaksanakan secara berkelanjutan dan manajemen proaktif. Apabila muncul masalah
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 246
Mewujudkan tim yang dinamis tidak mudah, tetapi merupakan rangkaian perkembangan
setahap demi setahap. Tahapan tersebut dalam bahan ajar ini akan dijabarkan mengacu
pada pendapat Richard Y. Chang yang dimuat dalam bukunya Membangun Tim yang
Dinamis. Adapun tahapan perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan arah (Drive)
Dalam tahap ini Tim harus memfokuskan pada misinya dan membuat garis besar
strategi yang akan ditempuh serta menetapkan tujuan, prioritas dan prosedur kerja
serta peraturan bagi Tim anda.
2. Bergerak (Strive)
Dalam tahap ini peran dan tanggung jawab anggota tim ditetapkan dengan jelas.
Dalam tahap ini beberapa kendala akan dihadapi dengan penuh bijaksana bersama
dengan seluruh anggota Tim, sehingga seluruh permasalahan dapat dihadapi dengan
arif dan bijaksana.
3. Mempercepat gerak (Thrive)
Fase ini dimungkinkan untuk meningkatkan produktivitas secara maksimal. Dalam
memecahkan masalah menggunakan umpan balik dari sesama anggota, manajemen
konflik, kerjasama dan pembuatan keputusan yang efektif. Penguasaan terhadap
wilayah secara cepat dan efektif dengan daya tahan yang tangguh.
4. Sampai (Arrive)
Dengan kerja sama tim yang kompak,tim akan mencapai puncak dengan mengatasi
semua kendala-kendala yang ada, yang pada akhirnya mencapai prestasi yang luar
biasa. Namun apabila dalam fase ini belum mencapai puncak idealnya,dilakukan
peninjauan kembali tim dengan melaksanakan konsolidasi upaya, misalnya
berkoordinasi secara maksimal. Disamping itu perlu meninjau kembali sasaran-sasaran
yang telah ada, masih relevan atau tidak.
D. Membangun Rasa Kebersamaan Tim
Adakah manfaat membangun rasa kebersamaan dalam sebuah tim? Tahapan-tahapan
dalam membangun tim yang dinamis tersebut akan berjalan dengan seksama, apabila
anggota-anggota tim mampu membangun rasa kebersamaan secara efektif. Untuk
membangun rasa kebersamaan di dalam suatu tim, maka setiap anggota kelompok harus
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 247
mampu untuk menerima keragaman anggota tim. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan
setiap tim terdiri dari berbagai individu yang memiliki latar belakang, perilaku, pengalaman
yang berbeda-beda. Tidak ada seorang manusiapun yang diciptakan sama termasuk orang
yang kembar sekalipun. Tim akan efektif apabila dibangun berdasarkan kebersamaan, tidak
memandang pangkat, suku dan golongan, menunjukkan rasa saling percaya, saling
menghargai dan dilandasi oleh keterbukaan. Oleh karena itu, anggota suatu tim hendaknya
memiliki karakteristik yang berorientasi pada opini, persamaan, serta tujuan.
Adapun penjabaran karakteristik anggota tim yang berorientasi pada opini, persamaan, dan
tujuan, masing-masing adalah sebagai berikut:
Berlawanan dengan orang yang bersifat dogmatis, akan mengarahkan pada tindakan tidak
mengutuk orang lain;
Memperkenalkan gagasannya tanpa mengusulkan atau bahkan mengisyaratkan agar orang
lain memberi posisi istimewa pada gagasannya;
Saling meminta ide dari anggota kelompok yang lain, bukan berorientasi pada gagasan
perorangan;
Tidak hanya memfokuskan pada idenya sendiri, tetapi menginvestigasi pendapat orang lain.
2.
3.
Anggota tim yang berorientasi pada persamaan melihat keragaman sebagai suatu
keunggulan. Perbedaan yang dimiliki dapat dipakai untuk mengecek setiap sisi, sudut,
puncak dan dasar suatu masalah;
Mengandalkan semua anggota;
Kepercayaan kepada anggota tim meningkatkan produktivitas.
Tim yang terdiri dari anggota yang berorientasi pada tujuan, kecil kemungkinan akan timbul
konflik di dalamnya yang disebabkan oleh keunikan masing-masing kelompok;
Keseluruhan anggota tim berorientasi pada tujuan yang sama;
Anggota tim mengakui bahwa masing-masing anggota memiliki tujuan, dan kemungkinan
tujuan tersebut bertentangan dengan tujuan tim;
Keunikan anggota tim yang muncul segera dapat diatasi, tidak dibiarkan melahirkan masalah
baru.
(Sukses Melalui Kerjasama Tim, Richard Chang, PT Pustaka Binaman Pressindo)
Hal apakah yang akan kita perhatikan? Dalam rangka membangun kerjasama tim, perlu
juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut: meningkatkan umpan balik sesama anggota
tim, memiliki komitmen untuk menyelesaikan konflik, bekerja sama untuk meningkatkan
kreativitas dan menangani dalam pembuatan keputusan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membangun kerjasama tim adalah perlunya
meningkatkan kerja sama tim yang efektif. Kunci utamanya adalah adanya komunikasi yang
efektif (dibahas dalam mata sajian komunikasi yang efektif), mendengarkan secara aktif,
mampu memotivasi anggota tim serta menyelesaikan konflik secara efektif. Teknik
penanganan konflik akan dibahas dalam pokok bahasan berikutnya.
Dilihat dari tahapannya (baik menurut Peter Senge maupun Ricard Y.Chang), apabila suatu
tim telah mencapai tahap ketiga (performing maupun thrive) sampai dengan tahap keempat
(transforming maupun arrive), maka akan timbul suatu kebanggaan tim.[]
PB
10
Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 2
MEMBANGUN JEJARING
Pendahuluan
Jaringan sosial (social network) adalah kumpulan individu atau kelompok yang terikat
oleh kepentingan dan/atau tujuan yang sama. Membangun jaringan sosial dan
mengembangkan kerjasama merupakan agenda penting dan strategis yang harus
dipahami dengan baik oleh para pendamping desa. Pemahaman yang baik terhadap
jaringan sosial yang terbangun di pedesaan selama ini, akan sangat membantu prosesproses pendampingan yang dilakukan di tingkat masyarakat desa. Mulai dari proses
perencanaan pembangunan sampai pada kegiatan pemberdayaan masyarakat desa.
Hal mendasar yang harus dipahami dari hubungan sosial yang melahirkan jaringan
sosial adalah setiap orang mempunyai akses yang berbeda terhadap sumber daya yang
bernilai, seperti akses terhadap sumber daya alam, informasi atau kekuasaan. Artinya
bahwa dengan memahami jaringan sosial di Desa akan memudahkan bagi pendamping
desa dalam membangun jaringan sosial baru untuk kepentingan implementasi UU
Desa, serta memudahkan untuk mengembangkan kerjasama.
Salah satu tugas dan peran penting dari pendamping desa adalah membantu desa
membentuk dan memanfaatkan jaringan sosial serta mengembangkan kerjasama, baik
kerjasama antar desa maupun dengan pihak ketiga guna mewujudkan tujuan dari
pembangunan desa, sebagaimana dinyatakan dalam UU Desa, khususnya tujuan yang
berkaitan dengan: a) Mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat desa
untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama; b)
Meningkatkan ketahanan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; c) memajukan
perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional;
dan d) Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.
Selama ini, proses dan pola pemberdayaan desa umumnya cenderung menciptakan
ketergantungan. Akibatnya, desa tidak tumbuh menjadi desa yang mandiri dalam
mengurus dan mengelola sumber daya dan potensi yang dimilikinya, termasuk jaringan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 250
sosial yang telah tumbuh dan berkembang di Desa. Kekuatan dari potensi jaringan
sosial, seperti semangat kegotong-royongan dan kepercayaan (trust) belum dapat
dioptimalkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi Desa.
Tujuan yang hendak dicapai dengan membentuk dan memanfaatkan jaringan sosial di
pedesaan adalah untuk mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat desa, seperti:
terbatasnya peluang kerja, struktur sumber daya ekonomi yang kurang beragam,
keterbatasan pendidikan, keterampilan, peralatan dan modal.
Secara normatif, kerjasama antar desa maupun kerjasama dengan pihak ketiga telah
diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa dapat mengembangkan
kerjasama meliputi: pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk
mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing, kegiatan kemasyarakatan, pelayanan,
pembangunan dan pemberdayaan Desa, dan kerjasama juga dapat dilakukan di bidang
keamanan dan ketertiban di Desa. Prinsipnya, kerjasama dikembangkan untuk
memanfaatkan potensi Desa dan mengatasi kekurangan dari sumber daya alama dan
sumber daya manusia di Desa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.
Kerjasama ini harus dilakukan dalam prinsip saling menguntungkan dan memandirikan
masing-masing Desa.
Mengidentifikasi Pihak-Pihak yang Potensial
Kerja jejaring merupakan kegiatan untuk kepentingan banyak pihak yang bersifat
memberi dan berbagi. Sedangkan definisi kerja jaringan adalah:
1.
2.
3.
4.
Untuk membangung jejaring sosial di pedesaan terlebih dahulu kita harus memetakan
dan mengenali siapa saja tokoh atau pihak kunci yang dapat kita ajak bersama untuk
membangun dan memajukan desa. Untuk membantu memetakan tokoh atau para
pihak tersebut, pertanyaan-pertanyaan dibawah ini diharapakan dapat membantu:
1. Siapa atau kelompok mana yang selalu terlibat membantu kegiatan di pedesaan?
Mengapa mereka selalu terlibat? Apa manfaat langsung/tidak langsung kegiatan
tersebut bagi kelompok?
2. Apakah ada kesamaan yang mengikat para anggota jaringan itu, misalnya satu
keluarga atau kerabat, tetangga, atau mata pencaharian atau lainnya?
3. Apakah orang-orang itu membentuk jaringan untuk menanggulangi hal-hal yang
lainnya juga, atau hanya untuk peristiwa yang diuraikan itu?
4. Jika untuk hal-hal lain juga, hal-hal apakah itu? Mengapa bisa menjalar ke hal-hal
lain, atau sebaliknya?
5. Apa hubungan kelompok atau jaringan ini dengan jaringan atau kelompok lain
(bersaing, saling mendukung, tidak ada kaitan sama sekali)? Apa alasan atau latar
belakang hubungan yang demikian?
6. Apa pula hubungan jaringan atau kelompok ini dengan pemerintah desa? Apakah
pemerintah memberikan dukungan nyata, pasif atau malah menghambat?
Mengapa?
7. Sejak kapan jaringan ini muncul? Bagaimana riwayat kemunculannya, atau
perubahannya dari jaringan sebelumnya? Apakah lingkup kegiatan atau
keanggotaannya saat ini mengalami perubahan dari sebelumnya? Sejak kapan
perubahan berlangsung? Mengapa?
No.
Kelompok Sosial
Potensi/Peran
2 Kelompok Nelayan
3 Organisasi
Masyarakat Adat
masyarakat adat
4 Organisasi
Keagamaan
masyarakat adat
5 Organisasi
Perempuan
6 Organisasi
Kepemudaan
7 NGO
Mengembangkan Kerjasama
Pijakan berpikir yang mendasari perlunya membangun relasi jaringan sosial dan
kerjasama dalam melakukan pembangunan desa dan pemberdayaan desa, antara lain:
Pertama, pengembangan jaringan sosial dan kerjasama di pedesaan diformulasikan
untuk mewujudkan desa yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti:
pangan, energi, pendidikan dan kesehatan. Kemandirian desa tidak berarti Desa
terlepas dari kesaling-tergantungan dengan desa yang lain, melainkan terjadi netbenefit yang dihasilkan dari pertukaran antara desa.
Kedua, pengembangan potensi jaringan sosial di wilayah pedesaan ditekankan pada
aspek keberlanjutan, yakni:
1. Keberlanjutan ekologi, dimana pemanfaatan sumber daya alam dilakukan dengan
tidak merusak lingkungan dan senantiasa memperhatikan daya dukung ekologinya.
2. Keberlanjutan sosial ekonomi yang mengacu pada kesejahteraan masyarakat
pedesaan.
3. Keberlanjutan komunitas masyarakat pedesaan yang mengacu pada terjaminnya
peran masyarakat dalam pembangunan dan jaminan akses komunitas pada sumber
daya alam.
4. Keberlanjutan institusi yakni mencakup institusi politik, institusi sosial-ekonomi dan
institusi pengelola sumber daya (Arif Satria: 2011).
Ketiga, pengembangan kerjasama dengan pihak ketiga hendaknya tidak membuat desa
mengalami ketergantungan baru. Dalam hal ini, tiga aktor yang bisa terlibat dalam
proses kerjasama, yakni:
a. Masyarakat desa dengan kekuatan kelembagaan sosial dan ekonomi yang
dimilikinya serta kemampuan mengelola sumberdaya yang berkelanjutan.
b. Pengusaha atau swasta yang mengembangkan usaha berbasis pedesaan serta
untuk mengatasi keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh desa.
Daftar Pustaka