BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Modul Penyajian Laporan Keuangan ini disusun untuk memudahkan
pemahaman terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 01
tentang Penyajian Laporan Keuangan. Modul ini disusun sebagai bahan
pelatihan untuk pelatih Standar Akuntansi Pemerintahan, sehingga dengan
mempelajari modul ini peserta diharapkan dapat belajar mandiri (self study)
atas materi Penyajian Laporan Keuangan pada pemerintah pusat. Modul ini
menguraikan kembali paragraf-paragraf SAP maupun penjelasan disertai
dengan contoh-contoh yang aplikatif sehingga diharapkan dapat dijadikan
rujukan dalam implementasi SAP yang berkaitan dengan penyajian laporan
keuangan.
Tujuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 01
adalah mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general
purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan
laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar
entitas. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna
laporan. Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh
pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur
laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. PSAP
Nomor 01 ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam menyusun laporan
keuangan suatu entitas pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan
keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
B. Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:
1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
2. Mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:
1. Peserta memahami tujuan penyajian laporan keuangan;
2. Peserta memahami pengertian dan unsur-unsur laporan keuangan;
3. Peserta memahami pengertian dan pos-pos dalam neraca;
4. Peserta memahami pengakuan aset dan kewajiban;
5. Peserta memahami pengukuran aset dan kewajiban;
6. Peserta memahami penyajian dan pengungkapan aset dan kewajiban
dalam laporan keuangan;
7. Setelah memahami sebagaimana dimaksud pada angka 1 s.d 6 di
atas, peserta diharapkan mampu menerapkannya dalam penyusunan
dan penyajian laporan keuangan pemerintah.
C. Deskripsi Ringkas
Materi Modul Penyajian Laporan Keuangan disusun sesuai dengan PSAP
01 dengan susunan tujuan laporan keuangan, basis akuntansi, jenis laporan
keuangan, periode pelaporan, hubungan antar komponen laporan keuangan,
unsur-unsur neraca, yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas dana, serta soal
latihan.
D. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara
pemaparan teori oleh fasilitator yang diikuti dengan tanya jawab serta diskusi
soal-soal latihan dan contoh kasus yang berkaitan dengan Penyajian Laporan
Keuangan. Keberhasilan pembelajaran ini juga sangat tergantung pada
partisipasi aktif dari para peserta pelatihan dalam aktivitas diskusi, latihan,
dan tanya jawab.
BAB II
TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN DAN BASIS AKUNTANSI
BAB III
STRUKTUR DAN ISI LAPORAN KEUANGAN
A. Jenis Laporan Keuangan
Dalam rangka pelaksanaan APBN setiap entitas baik pemerintah pusat,
kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, dan satuan kerja di tingkat
pemerintah pusat/daerah wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
berupa laporan keuangan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, laporan keuangan pemerintah pokok setidaktidaknya terdiri atas:
a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
b) Neraca,
c) Laporan Arus Kas (LAK),
d) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan
atas Laporan Keuangan disajikan oleh setiap entitas pelaporan. Hal ini berarti
setiap Menteri/pimpinan lembaga wajib menyusun dan menyajikan laporan
keuangan di atas. Namun demikian, Laporan Arus Kas hanya disajikan oleh
unit
yang
mempunyai
fungsi
perbendaharaan
(Bendahara
Umum
Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara). Oleh karena itu kepala satuan kerja
sebagai entitas akuntansi dan menteri/pimpinan lembaga tidak menyusun dan
menyajikan Laporan Arus Kas.
Di samping menyajikan laporan keuangan pokok, suatu entitas
pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan berbasis
akrual dan Laporan Perubahan Ekuitas. Laporan Kinerja Keuangan adalah
laporan yang menyajikan pendapatan dan beban serta surplus/defisit selama
suatu periode yang disusun berdasarkan basis akrual. Laporan Perubahan
Ekuitas adalah laporan yang menyajikan mutasi atau perubahan saldo ekuitas
dana pemerintah selama suatu periode.
1. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan realisasi pendapatan,
belanja, dan pembiayaan selama suatu periode.
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) mengungkapkan kegiatan
keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap
APBN dengan menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber
daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah dalam satu
periode pelaporan. LRA menggambarkan perbandingan antara anggaran
dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan.
LRA menyajikan sekurang-kurangnya unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pendapatan
Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara
yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu
dibayar kembali oleh pemerintah.
b. Belanja
Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara
yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah.
c. Transfer
Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas
pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana
perimbangan dan dana bagi hasil.
d. Surplus/defisit
Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan
belanja selama satu periode pelaporan.
e. Pembiayaan
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya,
yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk
menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
f. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran
Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih
lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN selama
satu periode pelaporan.
Unsur-unsur dari LRA dapat digambar dalam tabel di bawah ini:
a. Pendapatan
b. Belanja
c. Transfer
d. Surpus (Defisit) = (a (b+c))
e. Pembiayaan (Neto)
f. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran = (d f)
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Akuntansi LRA ini lebih detail diatur dalam PSAP Nomor 02 tentang
Laporan Realisasi Anggaran.
2. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas
dana pada tanggal tertentu.
Mengenai neraca lebih detail dibahas dalam Bab III modul ini.
3. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas (LAK) adalah laporan yang menyajikan informasi
mengenai sumber, penggunaaan, perubahan kas dan setara kas selama
satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada tanggal
pelaporan. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan
aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan
Laporan
Realisasi
BAB IV
NERACA
Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan
suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada
tanggal pelaporan. Neraca disusun dengan sistem sentralisasi dan
desentralisasi. Dengan Sistem sentralisasi, neraca disusun secara terpusat
oleh bagian akuntansi suatu entitas pelaporan. Sedangkan dengan
desentralisasi neraca disusun oleh entitas-entitas akuntansi yang kemudian
digabung oleh entitas pelaporan. Pada pemerintah pusat, satuan kerja
merupakan entitas akuntansi yang berkewajiban menyusun laporan keuangan
yang akan digabungkan oleh menteri/pimpinan lembaga menjadi neraca K/L.
Neraca K/L selanjutnya akan dikonsolidasikan menjadi laporan
keuangan pemerintah pusat (LKPP). Konsolidasi tersebut dilakukan dengan
menjumlahkan akun-akun neraca K/L dan bendahara umum negara (pos
khusus) serta mengeliminasi akun-akun timbal balik.
Neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas dana (net asset).
Ekuitas dana merupakan selisih dari aset setelah dikurangi kewajiban, atau
dalam persamaan akuntansi dapat dirumuskan:
Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana
Hubungan aset, kewajiban, dan ekuitas dana dapat digambarkan sebagai
berikut:
Neraca
Aset
Total
Rp XXX
Rp XXX
Kewajiban
Rp XXX
Ekuitas Dana
Rp XXX
Total
Rp XXX
A. Aset
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa
bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
alasan sejarah dan budaya.
Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh
oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan
andal. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau
kepenguasaannya berpindah. Jika suatu entitas memiliki aset moneter dalam
mata uang asing maka harus dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang
rupiah. Penjabaran mata uang asing tersebut menggunakan kurs tengah bank
sentral pada tanggal neraca. Aset diklasifikasikan menjadi aset lancar dan aset
nonlancar.
10
1. Aset Lancar
Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:
1.diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk
dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan,
atau
2.berupa kas dan setara kas.
Aset lancar disajikan dalam neraca meliputi kas dan setara kas, investasi
jangka pendek, piutang, dan persediaan.
a). Kas dan Setara Kas
Kas diakui pada saat diterima atau pada saat kepemilikannya
dan/atau kepenguasaannya berpindah. Kas dicatat sebesar nilai nominal
artinya disajikan sebesar nilai rupiah tersebut. Apabila terdapat kas
dalam valuta asing, maka kas tersebut dikonversi menjadi rupiah
dengan menggunakan kurs tengah BI pada tanggal laporan. Termasuk
dalam klasifikasi kas adalah kas di bank, kas yang dipegang bendahara,
dan deposito berjangka kurang dari 3 (tiga) bulan. Dalam neraca
pemerintah pusat (LKPP), kas biasanya disajikan meliputi kas di BI, Kas
di KPPN, kas di bendahara penerimaan, dan kas di bendahara
pengeluaran. Pada K/L dan satuan kerja kas meliputi Kas di Bendahara
Penerimaan dan Kas di Bendahara Pengeluaran.
Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di dalam neraca
LKPP adalah Hutang PFK dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA),
yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Debet
Aset Lancar
Kas Umum Negara
Rp XXX
Kredit
Kewajiban Jangka Pendek
Utang PFK
Ekuitas Dana Lancar
SILPA
Rp XXX
Rp XXX
Kredit
Kewajiban
Rp XXX
Rp XXX
11
Kredit
Ekuitas Dana Lancar
Rp XXX
SILPA
Rp XXX
Perkiraan pasangan
(balancing account) Kas di Bendahara
Penerimaan dalam neraca K/L dan satuan kerja adalah Pendapatan
yang Ditangguhkan, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Debet
Aset Lancar
Kas di Bendahara
Penerimaan
Kredit
Kewajiban
Pendapatan yang
Ditangguhkan
Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX
Kredit
Ekuitas Dana Lancar
Pendapatan yang
Ditangguhkan
Rp XXX
Pada neraca K/L dan satuan kerja, kas disajikan sebagai berikut:
Aset
Aset Lancar
Kas dan Setara Kas
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Total Kas dan setara kas
Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX
12
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
*)
**)
Rp XXX
Kredit
Ekuitas Dana Lancar
SILPA
Rp XXX
c). Piutang
Pos-pos piutang antara lain terdiri dari piutang pajak, piutang
retribusi, bagian lancar tagihan penjualan angsuran, bagian lancar
tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan diterima
dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Piutang
dicatat sebesar nilai nominalnya.
Penjualan aset, seperti rumah dinas kepada pegawai negeri sipil
biasanya diangsur lebih dari 12 bulan. Penjualan tersebut oleh
13
Rp
Rp
Rp
Rp
XXX
XXX
XXX
XXX
Kredit
Ekuitas Dana Lancar
Cadangan Piutang*
Rp XXX
Rincian jenis piutang pajak, retribusi, bagian lancar TPA dan TP/TGR
dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
d). Persediaan
Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan
disimpan untuk digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat
tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan
pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas. Jenis-jenis
persediaan beserta nilainya perlu diungkap dalam catatan atas laporan
keuangan.
14
Rp XXX
Kredit
Ekuitas Dana Lancar
Cadangan Persediaan*
Rp XXX
Cadangan
Persediaan
yang
disajikan di Neraca sebagai
Ekuitas Dana Lancar.
Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX
15
Piutang Retribusi
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
Bagian Lancar Tagihan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti
Rugi
Persediaan
Total Aset Lancar
Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX
2. Aset Nonlancar
Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang dan aset
tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk
kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Yang termasuk
dalam aset nonlancar adalah aset yang tidak memenuhi kriteria sebagai aset
lancar sebagaimana diuraikan terdahulu.
Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset
tetap, dana cadangan, dan aset lainnya.
a). Investasi Jangka Panjang
Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan
untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka
panjang dicatat sebesar biaya perolehan termasuk biaya tambahan
lainnya yang terjadi untuk memperoleh kepemilikan yang sah atas
investasi tersebut. Investasi jangka panjang terdiri dari investasi
nonpermanen dan investasi permanen. Investasi nonpermanen adalah
investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak
berkelanjutan. Investasi nonpermanen terdiri dari:
1. Pinjaman kepada perusahaan negara;
2. Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat
dialihkan kepada pihak ketiga; dan
3. Investasi nonpermanen lainnya.
Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang
dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. Investasi permanen
terdiri dari:
1. Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara,
lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan
internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara.
2. Investasi permanen lainnya.
Perkiraan pasangan (balancing account) Investasi Jangka
Panjang dalam neraca LKPP adalah Diinvestasikan dalam Investasi
Jangka Panjang, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Debet
Investasi Jangka Panjang
Pinjaman kepada Perusahaan Negara
Investasi Obligasi
Investasi Nonpermanen Lainnya
Penanaman Modal Pemerintah
Investasi Permanen Lainnya
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
Kredit
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam
Investasi Jangka Panjang*
Rp XXX
16
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
17
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
Kredit
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam
Aset tetap*
Rp XXX
Diinvestasikan
dalam
Aset
Tetap disajikan di Neraca
sebagai
Ekuitas
Dana
Investasi.
Penyajian aset tetap dalam neraca LKPP, K/L dan satuan kerja adalah:
Aset Tetap
Tanah
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Aset Tetap Lainnya
Konstruksi dalam Pengerjaan
Total
Dikurangi:
Akumulasi Penyusutan
Total Aset Tetap
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
(Rp XXX)
Rp XXX
18
Software komputer
Lisensi dan franchise
Hak cipta (copyright), paten, goodwill dan hak lainnya
Hak jasa dan operasi
Aset tak berwujud dalam pengembangan.
Rp
Rp
Rp
Rp
XXX
XXX
XXX
XXX
Kredit
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam
Aset Lainnya*
Rp XXX
* Diinvestasikan
dalam
Aset
Lainnya disajikan di Neraca
sebagai Ekuitas Dana Investasi.
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
19
B. Kewajiban
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
pemerintah. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk
menyelesaikan kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas kewajiban
tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban
timbul.
Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang
asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata
uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral (Bank Indonesia) pada
tanggal neraca.
Kewajiban diklasifikasikan menjadi kewajiban jangka pendek dan
kewajiban jangka panjang.
1.
20
Kredit
Kewajiban Jangka Pendek
Bagian Lancar Utang Jangka Pendek
Utang Bunga
Utang Jangka Pendek Lainnya
Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX
(Rp XXX)
Apabila terdapat pungutan PFK yang belum disetor artinya saldo uang
tersebut masih berada di Kas Negara-KPPN. Oleh karena itu, perkiraan
pasangan (balancing account) Utang PFK dalam neraca LKPP adalah Kas di
KPPN, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Debet
Aset Lancar
Kas di KPPN
Rp XXX
Kredit
Kewajiban Jangka Pendek
Utang PFK
Rp XXX
Khusus pada K/L atau satuan kerja terdapat akun Uang Muka dari KUN
sebagai akun lawan dari Kas Di bendahara Pengeluaran, dan Akun Pendapatan
yang ditangguhkan sebagai akun lawan dari Kas Di Bendahara penerimaan.
Penyajian Kewajiban Jangka Pendek dalam neraca K/L dan satuan kerja
adalah:
Kewajiban Jangka Pendek
Utang Belanja
Utang kepada KUN
Rp XXX
Rp XXX
21
Pendapatan Ditangguhkan
Utang Jangka Pendek Lainnya
Total Kewajiban Jangka Pendek
Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
Informasi lebih rinci mengenai jenis dari kewajiban jangka pendek dapat
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
2.
22
Kredit
Kewajiban Jangka Panjang
Utang Dalam Negeri-Perbankan
Utang Dalam Negeri-Obligasi
Utang Luar Negeri
Utang Jangka Panjang Lainnya
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
Rp XXX
Rp XXX
23
Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
Rp XXX
24
Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX
25
26
27
DAFTAR BACAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
PP No. 2/2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah
serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
12.
13.
14.
15.
28
29
30