Anda di halaman 1dari 42

Sasaran pembelajaran:

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Menjelaskan struktur anatomi dan histologi otak serta sel sarafnya


Fisiologi sistem motorik serta loncatan listrik di otak
Menjelaskan mekanisme demam
Menjelaskan patogenesis kejang demam
Menjelaskan faktor-faktor predisposisis kejang demam
Menjelaskan prosedur diagnosis kejang demam sederhana dan kompleks
Menjelaskan tatalaksana obat anti kejang
Epidemiologi kejang demam terutama berdasarkan usia

Skenario A Blok 9 Angkatan 2015


Tolong Anakku!!!
Boby, anak laki-laki 4 tahun , di bawa ibunya ke IGD RSUD BARI dengan
keluhan kejang yang terjadi 30 menit yang lalu, lama kejang 20 menit, bentuk
kejang klojotan, tangan tangan dan kaki, mata mendelik ke atas, saat kejang
berlangsung Boby tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah kejang Boby sadar. Saat
sedang dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter IGD, Boby kejang kembali, lama
kejang 5 menit, bentuk kejang sama seperti kejang sebelumnya. Sejak 1 hari
yang sebelum masuk RS, Boby panas tinggi disertai batuk pilek dan nyeri saat
menelan. Tiga jam dari mulai timbul panas, Boby mengalami kejang. Boby belum
pernah kejang sebelumnya. Ayah Boby pernah kejang demam saat bayi. Boby
lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung menangis.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Kesadaran kompos mentis
Tanda vital: nadi 124x/menit (isi dan tegangan cukup), frekuensi napas 30x/menit,
suhu 40oC
Keadaan Spesifik:
Kepala: mata

: pupil isokor, refleks cahaya (+)

hidung

: rinorea (+/+)

faring

: hiperemis

tonsil

: T1/T1, detritus (+)

Leher: tidak ada kaku kuduk

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Thorak: simetris, retraksi tidak ada, jantung: BJ I dan II normal, bising jantung (-),
paru: vesikuler normal, ronki tidak ada.
Abdomen: bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Extremitas: akral hangat, kaku sendi tidak ada
Status neurologikus:
Nn. Craniales: tidak ada kelainan
Fungsi motorik:
Ekstremitas Superior
Kanan
Kiri
Gerakan
Luas
Luas
Kekuatan
5
5
Tonus
Eutoni
Eutoni
Klonus
Refleks Fisiologis
Normal
Normal
Refleks Patologi
Fungsi sensorik: tidak ada kelainan

Ekstremitas Inferior
Kanan
Kiri
Luas
Luas
5
5
Eutoni
Eutoni
Normal
Normal
-

Gejala rangsang meningeal: tidak ada


I.

Identifikasi Masalah
1. Boby, anak laki-laki, 4 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSUD BARI
dengan keluhan kejang yang terjadi 30 menit yang lalu, lama kejang 20
menit, bentuk kejang klojotan, tangan dan kaki, mata mendelik ke atas,
saat kejang berlangsung Boby tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah
kejang Boby sadar. Saat sedang dilakukan pemeriksaan fisik oleh
dokter IGD, Boby kejang kembali, lama kejang

menit,

bentuk

kejang sama seperti kejang sebelumnya.


2. Sejak 1 hari sebelum masuk RS, Boby panas tinggi disertai batuk pilek
dan nyeri menelan. Tiga jam dari mulai timbul panas, Boby mengalami
kejang.
3. Boby belum pernah kejang sebelumnya. Ayah Boby pernah kejang
demam saat bayi.
4. Boby lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung
menangis.
5. Pemeriksaan fisik.
Keadaan Umum: Kesadaran kompos mentis

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Tanda Vital: nadi 124x/menit (isi dan tegangan cukup), frek napas
30x/menit, suhu 40C
6. Keadaan spesifik.
Kepala: mata: pupil isokor, reflek cahaya (+), hidung: rinorea (+/+),
faring: hiperemis, tonsil: T1/T1, detritus (+)
Leher: tidak ada kaku kuduk
Thorak: simetris, retraksi tidak ada, jantung: BJ I dan II normal, bising
jantung (-), paru: vesikuler normal, ronki tidak ada
Abdomen: bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Extremitas: akral hangat, kaku sendi tidak ada
Status neurologikus:
Nn. Craniales: tidak ada kelainan
Fungsi motorik:
Ekstremitas Superior

Ekstremitas Inferior

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Gerakan

Luas

Luas

Luas

Luas

Kekuatan

Tonus

Eutoni

Eutoni

Eutoni

Eutoni

Klonus

Refleks

Normal

Normal

Normal

Normal

Fisiologis
Refleks Patologi

II.
III.

Fungsi sensorik: tidak ada kelainan


Gejala rangsang meningeal: tidak ada
Prioritas Masalah
Analisis Masalah
1. Boby, anak laki-laki, 4 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSUD BARI
dengan keluhan kejang yang terjadi 30 menit yang lalu, lama kejang 20
menit, bentuk kejang klojotan, tangan dan kaki, mata mendelik ke atas,
saat kejang berlangsung Boby tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah
kejang Boby sadar. Saat sedang dilakukan pemeriksaan fisik oleh

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

dokter IGD, Boby kejang kembali, lama kejang

menit,

bentuk

kejang sama seperti kejang sebelumnya.


a. Bagaimana anatomi & histologi otak serta sel sarafnya?
Anatomi otak
Otak (ensephalon ) bagian susunan saraf pusat, lapisan paling
luar dikenal dengan dengan SCALP ( Skin, Connective Tissue,
Aponeurotica, Loose connective tissue, periosteum), terletak pada
cavum cranii dilanjutkan menjadi medulla spinalis setelah memalui
foramen magnum. (Snell, 2012)
Otak terbagi :
1. Cerebrum : terdiri dari 2 hemisperium cerebri ada rongga di setiap
disebut ventriculus lateralis, penghubung corpus callosum, celah
dalam pemisah fissa longitudinalis cerebri. Lapisan hemisperium
cerebri disebut korteks. Terbagi lobus : frontalis, temporalis,
parietalis, occipital. (Snell, 2012)
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir,
analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan
kemampuan visual dan kecerdasan intelektual atau IQ.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut
Lobus, yaitu :

Lobus Frontal, berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,


kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah,
memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku
seksual dan kemampuan bahasa secara umum.

Lobus Parietal, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti


tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

Lobus Temporal, berhubungan dengan kemampuan pendengaran,


pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Lobus Occipital, berhubungan dengan rangsangan visual yang

memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap


objek yang ditangkap oleh retina mata.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan
ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi
otomatis otak, diantaranya : mengatur sikap atau posisi tubuh,
mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh.
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau
rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang
punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung,
mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan
sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari)
saat datangnya bahaya. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu :

Mid Brain : Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid


Brain) berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan,
gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh
dan pendengaran.

Medulla oblongata mengontrol fungsi otomatis otak, seperti


detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.

Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke


pusat otak bersama dengan formasi reticular

4. Limbic System (Sistem Limbik)

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang


otak. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,
hipocampus

dan

korteks

limbik.

Sistem

limbik

berfungsi

menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara


homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,
metabolisme dan juga memori jangka panjang. Sistem limbik
menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Sistem
limbic disebut sebagai otak emosi atau tempat terjadinya perasaan
dan kejujuran.
Area Fungsional Korteks Serebri

a) Area motorik primer pada korteks


Area primer terdapat dalam girus presentral. Disini neuron
mengendalikan kontraksi volunteer otot rangka. Area pramotorik
korteks terletak tepat di sisi anterior girus presentral. Neuron
mengendalikan aktivitas motorik.
yang terlatih dan berulang seperti mengetik. Area broca terletak di
sisi anterior area premotorik pada tepi bawahnya.
b) Area sensorik korteks
Terdiri dari area sensorik primer, area visual primer, area
auditori primer. Area olfaktori primer dan area pengecap primer
(gustatory)
SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

c. Area asosiasitraktus serebral


Terdiri area asosiasi frontal, area asosiasi somatic, area
asosiasi visual, area wicara Wernicke.
d) Ganglia basal
Adalah kepulauan substansi abu-abu yang terletak jauh di
dalam substansi putih serebrum.
Sistem Saraf
Sistem saraf Ilmu neuroanatomi menjelaskan secara garis besar
susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer. Susunan saraf pusat
terdiri dari otak (ensephalon) dan medula spinalis. Ensephalon itu
sendiri

terdiri

dari

proensephalon,

mesensephalon

dan

rhombensepalon. Lokasi otak mengisi cavitas cranii sedangkan


medula spinalis mengisi cavitas vertebralis.

Susunan saraf terdapat proses hantaran listrik untuk


penghantaran impuls-impuls atau rangsangan. Neuron adalah sel
saraf termasuk tubuh sel (soma dan perikarion) dengan strukturSKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

struktur di dalamnya dan tonjolan-tonjolan protoplasmanya, yaitu


dendrit-dendrit dan axon serta percabangan-percabangan akhir
tonjolan-tonjolan

protoplasma

tersebut.

Satu

sel

neuron

mempunyai satu axon bahkan lebih dan bahkan sering banyak


dendrit.
Dendrit adalah tonjolan-tonjolan protoplasma neuron yang
menghantarkan impuls-impuls saraf ke tubuh sel saraf (perikarion),
sedangkan axon adalah tonjolan protoplasma sel saraf yang
menghantarkan impuls-impuls saraf menjauhi tubuh sel saraf.
Semua axon baik di susunan saraf pusat maupun susunan
saraf perifer, kecuali yang paling halus (diameter kurang dari 1
mikron) dibungkus oleh selubung yang terdiri dari lipoida dan
selubung mielin. Secara kimiawi selubung mielin terdiri dari
protein, lesitin, serebrosida dan lipida seperti kolesterol.Axon yang
tebal terselubungi oleh selubung mielin yang tebal juga, hal ini
juga berbanding lurus dengan kecepatan hantaran impuls-impuls.
Semakin tebal selubung mielin maka akan semakin tinggi
kecepatan hantaran listrik. Selubung mielin akan mengalami
interupsi pada bagian-bagian tertentu pada axon yang disebut
nodus Ranvieri.
Peranan selubung mielin adalah berhubungan dengan
penghantaran

impuls-impuls

penghantaran

ini

adalah

saraf

sepanjang

kecepatan

axon.

Sifat

penghantaran

yang

berhubungan langsung dengan jarak antara dua nodus Ranvier,


sedangkan jarak antar nodus ini tergantung pada tebal tipisnya
selubung mielin. Pada axon yang memiliki selubung mielin tipis,
maka penghantaran impuls-impuls akan mengalami percepatan
pada segmen-segmen antar nodus, ini disebut dengan konduksi
meloncat (saltatory conduction). Selubung mielin dapat dianggap
sebagai

suatu

spesialisasi

fungsional

penghantaran impuls-impuls saraf.

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

untuk

mempercepat

(Untuk lebih lengkap bisa dibaca di sherwood, untuk potensial


aksi beserta sistem saraf bisa dibaca dari halaman 101-111.
Untuk otak dan pembagian sistem saraf di halaman 145-181)
b. Bagaimana fisiologi dari bagian- bagian otak serta loncatan
listrik di otak?
Fungsi komponen utama otak:
1) Korteks cerebrum
- Persepsi sensorik
- Kontrol gerakan sadar
- Bahasa
- Sifat kepribadian
- Proses mental cangih, misalnya berfikir, mengingat,
mengambil keputusan, kreativitas, dan kesadaran diri.
2) Nukleus basal
- Inhibisi tonus otot
- Koordinasi gerakan lambat menetap
- Menekan pola gerakan yang tidak bermanfaat
3) Talamus
- Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps
- Kesadaran kasar terhadap sensasi
- Berperan dalam kesadaran
- Berperan dalam kontrol motorik
4) Hipotalamus
- Regulasi banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol
suhu, haus, pengeluaran urine, dan asupan makanan
- Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin
- Banyak terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar
- Berperan dalam siklus tidur-bangun
5) Cerebelum
- Mempertahankan keseimbangan
- Meningkatkan tonus otot
- Mengordinasikan dan merencanakan aktivitas otot sadar
terampil
6) Batang otak
- Asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer
- Pusat kontrol kardiovaskular, respirasi, dan pencernaan
- Regulasi refleks otot yang berperan dalam keseimbangan
-

dan postur
Penerimaan dan integrasi semua masukan sinaps dari korda

spinalis, pengaktifan korteks serebrum dan keadaan terjaga.


Berperan dalam siklus tidur bangun

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

(Untuk lebih jelas bisa dibaca di sherwood halaman 145-181)


Loncatan Listrik:
Pada sebuah sel yang dalam keadaan istirahat terdapat beda
potensial di antara kedua sisi membrannya. Keadaan sel yang
seperti ini disebut keadaan polarisasi. Bila sel yang dalam keadaan
istirahat/polarisasi ini diberi rangsangan yang sesuai dan dengan
level yang cukup maka sel tersebut akan berubah dari keadaan
istirahat menuju ke keadaan aktif. Dalam keadaan aktif, potensial
membran sel mengalami perubahan dari negatif di sisi dalam
berubah menjadi positif di sisi dalam. Keadaan sel seperti ini
disebut dalam keadaan depolarisasi. Depolarisasi ini dimulai dari
suatu titik di permukaan membran sel dan merambat ke seluruh
permukaan membran. Bila seluruh permukaan membran sudah
bermuatan positif di sisi dalam, maka sel disebut dalam keadaan
depolarisasi sempurna.
Setelah mengalami depolarisasi sempurna, sel selanjutnya
melakukan repolarisasi. Dalam keadaan repolarisasi, potensial
membran berubah dari positif di sisi dalam menuju kembali ke
negatif di sisi dalam. Repolarisasi dimulai dari suatu titik dan
merambat ke seluruh permukaan membran sel. Bila seluruh
membran sel sudah bermuatan negatif di sisi dalam, maka
dikatakan sel dalam keadaan istirahat atau keadaan polarisai
kembali dan siap untuk menerima rangsangan berikutnya.
Aktivitas sel dari keadaan polarisasi menjadi depolarisasi
dan kemudian kembali ke polarisasi lagi disertai dengan terjadinya
perubahan-perubahan pada potensial membran sel. Perubahan
tersebut adalah dari negatif di sisi dalam berubah menjadi positif
dan kemudian kembali lagi menjadi negatif. Perubahan ini
menghasilkan suatu impuls tegangan yang disebut potensial
aksi (action potential). Potensial aksi dari suatu sel akan dapat
memicu aktivitas sel-sel lain yang ada di sekitarnya. Berikut ini

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

akan diuraikan bagaimana proses terjadinya potensial aksi dari


suatu sel yang semula dalam keadaan istirahat.
Kanal Sodium dan Potasium yang Terpicu-Tegangan (VoltageGated)
Yang

berperan

dalam

proses

depolarisasi

maupun

repolarisasi selama berlangsungnya potensial aksi adalah kanalkanal sodium dan potasium yang terpicu-tegangan. Gambar 4
mengilustrasikan kanal terpicu tegangan tersebut.

Sebuah

kanal

(misalnya

sodium)

terpicu-tegangan

mempunyai beberapa bagian fungsional. Salah satunya yaitu untuk


menentukan selektivitas terhadap ion. Untuk kanal sodium, hanya
dapat melewatkan ion sodium saja tidak untuk ion yang lain
misalnya potasium. Bagian lainnya yaitu berfungsi sebagai gerbang
(gate) yang dapat membuka atau menutup. Gerbang tersebut
dikendalikan oleh sebuah sensor tegangan, yang menanggapi level
potensial membran. Ada dua macam gerbang yaitu gerbang aktivasi
dan gerbang inaktivasi. Ketika potensial membran normal yaitu -90
mV, gerbang inaktivasi terbuka tetapi gerbang aktivasi tertutup
sehingga menghalangi masuknya ion sodium ke sisi dalam
membran melalui kanal tersebut.
Bila karena sesuatu sebab potensial membran di sisi dalam
berubah menjadi kurang negatif, yaitu manjadi sekitar antara -70
dan -50 mV, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan
konformasi dalam gerbang aktivasi, sehingga gerbang tersebut
menjadi terbuka. Keadaan ini disebut keadaan teraktivasi, yang

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

menaikkan permeabilitas membran terhadap ion sodium manjadi


500 sampai 5000 kali lipat, sehingga ion-ion sodium dapat dengan
cepat masuk ke dalam sel melalui kanal ini. Masuknya ion sodium
ke dalam sel melalui kanal sodium terpicu-tegangan ini
menyebabkan kenaikan potensial membran dengan cepat dari -90
mV menjadi +35 mV.
Kenaikan potensial membran sel tersebut menyebabkan
gerbang inaktivasi yang semula terbuka menjadi tertutup.
Penutupan ini terjadi sekitar 0,1 ms setelah terbukanya gerbang
aktivasi. Berbeda dengan gerbang aktivasi yang membuka dengan
cepat, gerbang inaktivasi ini menutup secara lambat. Tertutupnya
gerbang inaktivasi mengakibatkan ion sodium tidak lagi dapat
mengalir ke dalam sel melalui kanal ini, sehingga potensial
membran berubah menuju ke keadaan istirahat. Proses ini disebut
repolarisasi.
Gerbang inaktivasi yang tertutup tersebut akan tetap
tertutup sampai potensial membran kembali ke atau mendekati
level potensial istirahat. Oleh karena itu, biasanya kanal sodium
terpicu-tegangan tidak dapat terbuka kembali sebelum sel kembali
ke keadaan repolarisasi terlebih dahulu.
Dalam otot jantung, disamping kanal sodium terpicutegangan terdapat juga kanal kalsium-sodium terpicu-tegangan
yang juga ikut berperan dalam proses depolarisasi. Kanal ini
permeabel terhadap ion kalsium maupun sodium. Jika kanal ini
terbuka maka ion-ion kalsium dan sodium dapat mengalir ke dalam
sel. Kanal ini teraktivasi dengan lambat, yaitu memerlukan waktu
10 sampai 20 kali lebih lama dibanding kanal sodium terpicutegangan. Oleh karena itu kanal ini disebut sebagai kanal lambat,
sedang kanal sodium disebut kanal cepat. Terbukanya kanal
kalsium-sodium memungkinkan ion kalsium masuk ke dalam sel.
Karena ion kalsium bermuatan positif, maka masuknya ion ini ke

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

dalam sel mengakibatkan perpanjangan proses depolarisasi, atau


dengan kata lain terjadi penundaan proses repolarisasi.
Dalam proses repolarisasi, yang juga ikut berperan adalah
kanal potasium terpicu-tegangan. Dalam keadaan istirahat, gerbang
kanal ini tertutup sehingga ion potasium tidak dapat mengalir
melalui kanal ini. Pada saat potensial membran naik dari -90 mV
menuju nol, pada kanal ini terjadi pembukaan konformasi gerbang
sehingga ion potasium dapat mengalir keluar sel melalui kanal ini.
Akan tetapi, karena adanya sedikit penundaan (delay), kanal
potasium ini terbuka pada saat yang bersamaan dengan mulai
tertutupnya kanal sodium. Kombinasi antara berkurangnya ion
sodium yang masuk ke dalam sel dan bertambahnya ion potasium
yang keluar sel mengakibatkan peningkatan kecepatan proses
repolarisasi menuju potensial membran istirahat.
Perubahan-perubahan potensial membran mulai keadaan
istirahat,

depolarisasi,

repolarisasi,

dan

kembali

istrahat

diperlihatkan dalam Gambar 5. Perubahan potensial tersebut berupa


impuls yang disebut potensial aksi sel. Ada lima fase dalam
potensial aksi tersebut yaitu fase 4, 0, 1, 2, dan 3. Fase 4 adalah
fase istirahat sel.

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Fase 0 adalah fase pada saat kanal sodium terpicu-tegangan


(kanal cepat) terbuka sehingga ion-ion sodium dengan cepat masuk
ke dalam sel. Fase 1 adalah fase pada saat kanal potasium mulai
membuka (dengan lambat). Fase 2 adalah kombinasi fase
menutupnya kanal sodium terpicu-tegangan, membukanya kanal
kalsium-sodium terpicu-tegangan (kanal lambat), dan membukanya
kanal potasium terpicu-tegangan. Fase ini disebut plateau. Fase 3
adalah fase kombinasi menutupnya kanal-kanal sodium dan
kalsium-sodium

terpicu-tegangan

serta

membukanya

kanal

potasium terpicu-tegangan. Selanjutnya sel kembali ke fase 4, yaitu


fase Pompa Na+-K+.
Untuk penjelasan singkatnya:
Potensial aksi
Pada saat membrane istirahat, permeabilitasnya terhadap Na+
begitu rendah, sehingga Na+ memiliki pengaruh yang sangat kecil
terhadap pembentukan potensial istirahat membran. Dengan
konsentrasi Na+ tinggi di luar sel, maka ada dua kekuatan
cenderung mendorong Na+ berdifusi ke dalam sel, yaitu potensial
negative di dalam sel dan konsentrasi Na+ tinggio di luar sel.
SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Suatu

rangsangan

akan

menyebabkan

membrane

menjadi

permeable terhadap Na+. Peningkatan permeabilitas Na+ ini dapat


mencapai 600 kali dari keadaan istirahat. Karena gradient
konsentrasi maupun potensial negatifnya, Na+ akan berdifusi ke
dalam sel dengan cepat. Masuknya Na+ ke dalam sel menyebabkan
penurunan gradient konsentrasi Na+ di luar dan di dalm sel.
Akibatnya potensial membrane menjadi turun di banding dari
keadaan istirahat, di katakana membrane mengalami depolarisasi
dan

potensial

membrannya

di

sebut

potensial

natrium.

Apabila rangsangan yang di berikan cukup kuat maka potensial


membrane akan turun sampai menjadi positif dan menghentikan
masuknya Na+ ke dalam sel lebih lanjut. Pada saat ini potensial
membrane mencapai +40mV (sebelah dalam positif). Setelah
potensial membrane mencapai +40mV, maka membrane menjadi
impermeable terhadap Na+ sedangkan perneabilitasnya terhadap
K+ meningkat sampai 300 kali dari keadaan istirahat. Akibatnya
K+ berdifiusi ke luar sel (karena gradient konsentrasinya), dan
aktifitas ini akan mengembalikan potensial membrane ke potensial
istirahat (repolarisasi). Aktifitas inilah yang menjadi sebab utama
potensialaksi.
Pemompaan

Natrium-Kalium

(The

Sodium-Potasium

Pump) Selama terjadi potensial aksi sejumlah Na+ telah masuk ke


dalam sel dan K+ ke luar sel. Keadaan tersebut tidak boleh di
biarkan karena akan mengganggu fungsi saraf. Oleh karena itu ionion yang bermigrasi selama potensial aksi harus di kembalikan ke
posisi semula, Na+ harus di keluarkan dan K+ harus di masukkan
kembali ke dalam sel. Proses yang bertanggung jawab dalam
mengembalikan Na+ dan K+ ke posisis semula ini adalah
pemompaan Natrium-Kalium dengan melibatkan Na, K-ATPase.
(bisadilihat di youtube https://www.youtube.com/watch?v=nrTDYSzQ7E dan bisa dilihat di sherwood halaman 101)

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

c. Bagaimana histologi dari organ yang terlibat pada kasus?


HISTOLOGI
Lapis-lapis korteks serebrum

Lapis-lapis korteks serebelum


Otak besar tersusun atas dua belahan (cerebral hemisphere)
kiri dan kanan. Di bagian tepi luar (korteks) terdapat substansia
grisea, lalu semakin ke dalam dibatasi dengan substansia alba, dan di
bagian paling dalam terdapat nukelus yang merupakan substansia
grisea. Lapisan yang menyusun otak besar berlekuk-lekuk,
membentuk struktur sulkus dan girus. Lapisan ini jika ditinjau secara
mikroskopik akan terlihat bahwa tersusun atas enam lapisan, yakni:
1. Lapisan molekular, merupakan lapisan terluar dan terletak tepat di
bawah lapisan pia. Terdapat sel horizontal (cajal) yang pipih dengan
denrit dan akson yang berkontak dengan sel-sel di lapisan bawahnya
(sel piramid, sel stelatte).
2. Lapisan granular luar, sebagian besar terdiri atas sel saraf kecil
segitiga(piramid) yang dendritnya mengarah ke lapisan molekular
dan aksonnya ke lapisan di bawahnya; sel granula (stelatte) dan selsel neuroglia.
3. Lapisan piramid luar, terdapat sel piramid yang berukuran besar
(semakin besar dari luar ke dalam). Dendrit mengarah ke lapisan
molekular; akson mengarah ke substansia alba.
4. Lapisan granular dalam, merupakan lapisan tipis yang banyak
mengandung sel-sel granul (stellate), piramidal, dan neuroglia.
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling padat.
SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

5. Lapisan piramidal dalam, suatu lapisan yang paling jarang, banyak


mengandung sel-sel piramid besar dan sedang, selain sel stelatte dan
Martinotti. Sel Martinotti adalah sel saraf multipolar yang kecil,
dendritnya mengarah ke lapisan atas dan aksonnya ke lateral.
6. Lapisan sel multiform, adalah lapis terdalam dan berbatasan dengan
substansia alba, dengan varian sel yang banyak (termasuk terdapat
sel Martinotti) dan sel fusiform.
Otak besar merupakan pusat belajar, ingatan, analissi informasi,
inisiasi gerakan motorik, dan merupakan pusat integrasi informasi
yang diterima.

1. Lapisan molekular, lapisan terluar dan langsung terletak di bawah


lapisan pia dan sedikit mengandung sel saraf kecil, serat saraf tak
bermielin, sel stelata, dan dendrit sel Purkinje dari lapisan di
bawahnya.
2. Lapisan Purkinje, disebut lapisan ganglioner, banyak sel-sel Purkinje
yang besar dan berbentuk seperti botol dan khas untuk serebelum.
Dendritnya bercabang dan memasuki lapisan molekular, sementara
akson termielinasi menembus substansia alba.
3. Lapisan granular, lapisan terdalam dan tersusun atas sel-sel kecil
dengan 3-6 dendrit naik ke lapisan molekular dan terbagi atas 2
cabang lateral.
Meninges

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Duramater, lapisan terluar meninges, merupakan lapisan yang tebal


dengan kolagen yang tinggi. Tersusun lagi atas dua lapis, yakni
periosteal duramater, lapisan lebih luar, terususun atas sel-sel
progenitor, fibroblas. Lapisan ini menempel dengan permukaan
dalam tengkorak. Pembuluh darah ditemui dengan mudah di lapisan
ini. Meningeal duramater, sedikit mengandung pembuluh darah kecil
dan dilapisi epitel selapis gepeng yang berasal dari mesoderm pada
permukaan dalamnya. Kedua lapis duramater otak menyatu, namun
memisah pada bagian-bagian tertentu, membentuk sinus venosus.
Arachnoid adalah suatu lapisan tanpa pembuluh darah, tipis, serta
halus. Lapis ini mengandung fibroblas, kolagen, dan serat elastis.
d. Apa yang dimaksud dengan kejang?
Kejang adalah bangkitan motorik yang yang terjadi
akibatgangguan

fungsi

otak.Sedangkan

demam

peningkatan

suhu tubuh diatas

normal

bervariasi sesuai irama suhu Ada

pengertian kejang

menurut

merupakan

normal (98,6 F). Suhu tubuh


para

ahli,

banyak

pengertian

kejang

menurut Buku Nelson Ilmu

Kesehatan Anak adalah lepasnya

aktivitas listrik abnormal

dan

berlebihan

neuroglia. Menurut Price dan Wilson

dari

adalah

jaringan
masalah

neurologik yang terjadi akibat lepas muatan paroksismal

yang

berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu


(fokus kejang) sehingga menganggu fungsi normal otak. Kondisi
normal potensial aksi pada banyak neuron

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

sistem

saraf

pusat

adalah -90 milivolt pada saat terpolarisasi dan

meningkat

mendekati angka nol dan tidak melampaui sampai keadaan


positif pada tahap depolarisasi. Sumber: (Richard Berhman dkk,
2014: 737); (Price dan Wilson,

2009: 1157) dan (Guyton dan

Hall, 2011: 63). Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00
06.00

dan tertinggi pada awal malam hari pukul 16.00

18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti pola diurnal ini.


Suhu tubuh juga

dipengaruhi

lingkungan, meliputi usia,

oleh

faktor

individu

dan

jenis kelamin, aktivitas fisik dan

suhu udara ambien. Oleh karena

itu jelas bahwa tidak ada nilai

tunggal untuk suhu tubuh normal.

Hasil pengukuran suhu tubuh

bervariasi tergantung pada tempat pengukuran.


Tabel Suhu Normal Pada Tempat Yang Berbeda
Tempat
pengukuran

Jenis termometer

Rentang; rerata
Demam
o
suhu normal (oC) C)

Aksila

Air raksa, elektronik

34,7 37,3; 36,437,4

Sublingual

Air raksa, elektronik

35,5 37,5; 36,637,6

Rektal

Air raksa, elektronik

36,6 37,9; 37 38

Telinga

Emisi infra merah

35,7 37,5; 36,637,6

Suhu rektal normal 0,27o 0,38oC (0,5o 0,7oF) lebih tinggi dari
suhu oral. Suhu aksila kurang lebih 0,55oC (1oF) lebih rendah dari
suhu oral.5 Untuk kepentingan klinis praktis, pasien dianggap
demam bila suhu rektal mencapai 38oC, suhu oral 37,6oC, suhu
aksila 37,4oC, atau suhu membran tympani mencapai 37,6oC.
Hiperpireksia merupakan istilah pada demam yang digunakan bila
suhu tubuh melampaui 41,1oC (106oF).
Sumber: (El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A., 2009) dan
(Fisher RG, Boyce TG., 2005).

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Jadi, kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada


kenaikan suhu tubuh(suhu rektal lebih dari 38oC) akibat
suatuproses ekstra kranial.
(Melda Deliana, 2002: 59).
e. Apa etiologi dari kejang?
Etiologi kejang adalah sebagai berikut :
1 Gangguan vaskuler
a Perdarahan akibat ptechie akibat dari anoreksia dan asfiksia
b

5
6

yang dapat terjadi di intra cerebral atau intra ventrikuler.


Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan

di sub kranial atau subdural.


c Trombosis
d Penyakit perdarahan seperti defiasiensi vitamin K
e Sindroma hiperviskositas
Gangguan metabolisme
a Hipokalsemia
b Hipomagnesemia
c Hipoglkemia
d Amino Asiduria
e Hipo dan hipernatremia
f Hiperbilirubinemia
g Difisiensi dan ketergantungan akan piridoksin.
Infeksi
a Meningitis
b Enchepalitis
c Toksoplasma congenital
d Penyakit cytomegali inclusion
Toksik
a Obat convulsion
b Tetanus
c Echepalopati timbale
d Sigelosis Salmenalis
Kelainan kongenital
a Paransefali
b Hidrasefali
Lain- lain
a Narcotik withdraw
b Neoplasma

(Mary Rudolf, Malcolm Levene.2006) (Ling SG. 2001)


f. Apa saja bentuk-bentuk kejang?

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Bentuk kejang menurut Price dan Wilson (2006) adalah sebagai


berikut :
Absens
Kejang ini ditandai dengan hilangnya kesadaran yang
berlangsung sangat singkat sekitar 3-30 detik. Jenis yang jarang
dijumpai dan umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau
awal remaja. Sekitar 15-20% anak-anak menderita kejang tipe ini.
Penderita tiba-tiba melotot atau matanya berkedip-kedip dengan
kepala terkulai. Kejang ini kemungkinan tidak disadari oleh orang
di sekitarnya. Petit mal terkadang sulit dibedakan dengan kejang
parsial sederhana atau kompleks, atau bahkan dengan gangguan
attention deficit.
Selain itu terdapat jenis kejang atypical absence seizure,
yang mempunyai perbedaan dengan tipe absence. Sebagai contoh
atipikal mempunyai jangka waktu gangguan kesadaran yang lebih
panjang, serangan terjadi tidak dengan tiba-tiba, dan serangan
kejang terjadi diikuti dengan tanda gejala motorik yang jelas.
Kejang ini diperantarai oleh ketidaknormalan yang menyebar dan
multifokal pada struktur otak. Kadangkala diikuti dengan gejala
keterlambatan mental.

Tonik-klonik
Tipe ini merupakan bentuk kejang yang paling banyak
terjadi. Fase awal dari terjadinya kejang biasanya berupa
kehilangan kesadaran disusul dengan gejala motorik secara
bilateral, dapat berupa ekstensi tonik beberapa menit disusul
gerakan klonik yang sinkron dari otototot yang berkontraksi,
menyebabkan pasien tiba-tiba terjatuh dan terbaring kaku sekitar
10-30 detik. Beberapa pasien mengalami pertanda atau aura
sebelum kejang. Kebanyakan mengalami kehilangan kesadaran
tanpa tanda apapun. Dapat juga terjadi sianosis, keluar air liur,
inkontinensi urin dan atau menggigit lidah. Segera sesudah kejang

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

berhenti pasien tertidur. Kejang ini biasanya terjadi sekitar 2-3


menit.

Tonik
Peningkatan mendadak tonus otot(menjadi kaku, kontraksi)
wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi tungkai
Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi dapat

menyebabkan henti nafas


Klonik
Gerakan menyentak, repetitive, tajam, lambat, dan tunggal
atau multiple di lengan, tungkai atau torso
Mioklonik
Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa
otot atau tungkai; cenderung singkat

Atonik
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya
postur tubuh (drop attacks)

Klasifikasi
PARSIAL
Parsial Sederhana

Karakteristik
Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah; fokus di
satu bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain.
Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal,
unilateral),

sensorik

(merasakan,

membaui,

mendengar sesuatu yang abnormal), autonomik


(takikardia, brakikardia, takipnu, kemerahan, rasa
tidak enak di epigastrium), psikik (disfagia,

Parsial Kompleks

gangguan daya ingat)


Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit
Dimulai sebagai kejang parsial sederhana;
berkembang menjadi perubahan kesadaran yang
disertai oleh gejala motorik, gejala sensorik,
otomatisme

(mengecap-ngecapkan

bibir,

mengunyah, menarik-narik baju)


Beberapa kejang parsial kompleks

mungkin

berkembang menjadi kejang generalisata

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

b GENERALISATA

Biasanya berlangsung 1-3 menit


Hilangnya kesadaran; tidak ada awitan fokal;

Tonik-Klonik

bilateral dan simetrik; tidak ada aura


Spasme tonik-klonik otot; inkontinensia urin dan

Absence

alvi; menggigit lidah; fase pascaiktus


Sering salah didiagnosis sebagai melamun
Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak
mata bergetar, atau berkedip secara cepat; tonus

Mioklonik

postural tidak hilang


Berlangsung selama beberapa detik
Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatas di

Atonik

beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat


Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai

Klonik

lenyapnya postur tubuh (drop attacks)


Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan

Tonik

tunggal atau multipel di lengan, tungkai, atau torso


Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,
kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi
lengan dan ekstensi tungkai
Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi
Dapat menyebabkan henti napas

g. Bentuk kejang apa yang terjadi pada Boby?


Bentuk kejang tonik-klonik
h. Bagaimana pembagian kejang pada proses kejadiannya?
Kejang demam diawali oleh infeksi virus atau bakteri. Paling
sering dijumpai adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran
kemih.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prof.Dr.dr.Lumantobing
pada 297 anak penderita kejang demam yang paling banyak
menyebabkan demam yang memicu serangan kejang demam
adalah tonsilitis/faringitis (34%) , otitis media akut (31%)
gastroenteritis (27%).
1) Intrakranial

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

dan

Asfiksia : Ensefolopati hipoksik iskemik


Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural,
atau intra ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan
2) Ekstra kranial
Gangguan metabolik: Hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam
amino, ketergantungan dan kekurangan produksi
kernikterus.
3) Idiopatik : Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari
ke-5 (the fifth day fits)
i. Apa makna karakteristik, bentuk kejang pada kasus ini?
Maknanya pada kasus ini kejang terjadi pada ekstrakranial
j. Apa makna lama kejang dan frekuensi kejang pada kasus?
Jika di lihat dari durasi kejang yang di alami Boby yaitu kurang
lebih 20 menit, maka dapat dikelompokkan dalam jenis kejang
generalisata.
k. Bagaimana patofisiologi dari kejang?
Kejang terjadi akibat lepas muatan pasoksismal yan
berlebihan dari sebuah focus kejang atau dari jaringan normal yang
terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang
sebagian bergantng pada lokasi lepas muatan yang berlebihan
tersebut. Lesi di otak tengah,thalamus, dan korteks serebrum
kemungkinan

besar

bersifat

epileptogenik,

sedangkan

lesi

diserebelum dan batang otak umunya tidak emicu kejang.


Di tingkat membrane sel, focus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk berikut:
Instabilitas membaran sel saraf, sehingga sel lebih mudah

mengalami pengaktfan
Neuron-neuron hipersensitif

dengan

ambang

untuk

melepaskan muatan menurun dan apabilah terpicu akan


melepaskan muatan secara berlebihan

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi,


atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh
kelebihan

asetilkolin

atau

defisiensi

asam

gama-

aminobutirat (GABA)
Ketidakseimbangan ion ang mengubah keseimbangan
asam-basa atau elektrolit, yang menganggu homeostasis
kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi
neuron.

Gangguan

keseimbanga

ini

menyebabkan

peningkatan berlebihan neurontransmitter eksitatorik atau


deplesi neurotransmitter inhibitorik.
perubahan perubahan metabolic yang terjadi selama dan
segera

setelah

kejang

sebagian

disebabkan

oleh

meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas


neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolic secara dratis
meningkat; lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat
meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran dara otak
meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan.
Asetilkolinmuncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama
dan setelah kejang. Asam glutamine mungkin mengalami
deplesi selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata
pada autopsy. Bukti histopatologik menunjang hipotesis
bahwah lesi lebih bersifat nuerokimiawi bukan strukural.
Belum ada factor patologikyng secarakonsisten ditemukan.
Kelainan fokal pada metabolisme kejang kalium atau
asitolkolin

dijumpai

diantara

kejang.

Focus

kejang

tmpaknya sangat peka terhadap asetilkolin, suar=tu


neurotransmitter fasilitatorik; focus-fokus tersebut lambat
mengikat

dan

menyingkirkan

asetilkolin

(buku

patofisiologi)
l. Apa makna sebelum dan sesudah kejang Boby tetap sadar?

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Tidak sadar diri : Manifestasi dari kejang generalisata. Gangguan


terjadi pada seluruh bagian otak (mencakup 2 hemispher)
Setelah demam, kesadaran pulih : tidak terjadinya infeksi pada
system saraf pusat (virus atau bakteri meningitis)
(Kliegman, 2007 : Chapter 593.1)
m. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang
dialami boby?
Menurut UKK Neurologi IDAI 2005, kejang demam terjadi pada
usia antara 6 bulan- 5 tahun, umumnya terjadi pada usia 18 bulan.
Selain itu, kejang berulang

umumnya terjadi pada balita usia

dibawah 12 bulan. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5


tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih
sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut
disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang
lebih cepat dibandingkan laki-laki.
2. Sejak 1 hari sebelum masuk RS, Boby panas tinggi disertai batuk pilek
dan nyeri menelan. Tiga jam dari mulai timbul panas, Boby mengalami
kejang.
a. Apa hubungan Boby panas tinggi disertai batuk pilek dan
nyeri saat menelan?
Batuk dan pilek yang dialami Boby menandakan adanya infeksi
pada

saluran

pernafasan

atas.Infeksi

yang

terjadi

dapat

menimbulkan demam yang kemudian memicu timbulnya kejang.


b. Bagaimana patofisiologi terjadinya demam?
Mekanisme Demam :
Infeksi atau peradangan makrofag pirogen endogen IL-1
prostaglandin E2 meningkatkan titik patokan suhu di hipotalamus
inisiasi respon dingin meningkatnya produksi panas dan
pengeluaran panas menurun karena vasokontriksi di perifer suhu
tubuh meningkat di patokan baru = demam
c. Bagaimana patofisiologi batuk pilek ?

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Infeksi virus pernapasan menular yang penyebarannya melalui


percikan yang ditimbulkan sewaktu batuk atau bersin dan kontak
langsung atau terpapar droplet yang mengandung virus.setelah
masuk virus kedalam tubuh virus bertemu dengan perlindungan
termasuk fisikal, mekanikal, humoral, dan perlindungan seluler
imun. Fisikal dalam perlindungan mekanikal sebagai berikut :
Rambut-rambut halus pada hidung menyaring dan menangkap

patogen.
Kebanyakan lapisan mukus di saluran pernapasan atas,

menangkap penyerbu yang potensial.


Sudut dari persinggungan posterior

menyebabkan partikel besar mengenai belakang tenggorokan.


Silia dibagian bawah respirasi menangkap dan mentransfer

hidung

ke

faring

patogen naik kefaring batuk dan pilek.


d. Bagaimana patofisiologi nyeri saat menelan ?
Mekanisme Nyeri Menelan :
Alergen invasi kuman peradangan pada saluran napas (faring
dan tonsil) inflamasi pengeluaran mediator histamin bradikinin
serotonin dan prostaglandin nocireseptor spina cord
thalamus corteks cerebri persepsi nyeri saat menelan
e. Apa makna jarak waktu 3 jam dari mulai timbul panas, Boby
mengalami kejang?
Karena pada saat demam metabolisme basal akan meningkat
sekitar 10-20% dan juga kebutuhan oksigen akan meningkat
menyebabkan perubahan neurologis pada membran sel saraf yang
menyebabkan difusi membran sel yaitu k dan na, dimana akan
mengeluarkan neurotrasmitter yang berfungsi untuk kontraksi,
apabila neurotransmiter tidak terkendali akan menyebabkan
kontraksi trus menerus (kejang).
f. Apa saja klasifikasi kejang demam? Dan termasuk jenis
kejang demam apa pada kasus ini?

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

klasifikasi kejang demam pada anak menjadi 2 yaitu: kejang


demam sederhana (simple febrile seizure) dan kejang demam
kompleks (complex febrile seizure).
a

Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure) merupakan


80% di antara seluruh kejang demam.

Kejang demam berlangsung singkat

Durasi kurang dari 15 menit

Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik

Umumnya akan berhenti sendiri

Tanpa gerakan fokal

Tidak berulang dalam 24 jam

Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure), 20% di


antara seluruh kejang demam.

Kejang lama dengan durasi lebih dari 15 menit.

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum


didahului kejang parsial.

Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Pada kasus termasuk ke kejang demam kompleks.


g. Bagaimana patofisiologi terjadinya kejang demam?
Patofisilogi kejang demam:
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu
membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keaadan normal membran
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk


menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi
dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan
sel.
Masuknya mikroorganisme ke saluran napas menyebabkan
invasi bakteri pada mucosa faring. Sehingga terjadi infeksi pada
faring.Mikroorganisme tersebut merupakan pirogen eksogen.tubuh
berusaha melawan zat toksin dengan menggunakan pirogen
endogen yaitu sitokin berupa (IL1, IL2, TNF, interferon),,
keluarnya

pirogen

endogen

merangsang

sel-sel

endothel

hipotalamus mengeluarkan asam arakhidonat yang dapat memacu


keluarnya prostaglandin E2 untuk mempengaruhi kerja thermostat
di hipotalamus, akibatnya set point meningkat sehingga terjadi
demam dengan mencapai suhu yaitu 39,50c. Kenaikan suhu ini
diikuti dengan kenaikan metabolism basal dan meningkatnya
kebutuhan oksigen. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kenaikan
kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada seorang anak berumur
kurang dari 5 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh dibandingkan pada orang dewasa yang hanya 15%. Keadaan
ini

mengakibatkan

gangguan

perubahan

keseimbangan

di

membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
ion K+ dan Na+ sehingga menimbulkan lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel atau membrane sel lainnya dengan

bantuan

neurotransmitter dan terjadilah kejang (Price dan Wilson, 2005).

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

3. Boby belum pernah kejang sebelumnya. Ayah Boby pernah kejang


demam saat bayi.
a. Apa makna Boby belum pernah kejang sebelumnya?
Kejang demam yang dialami oleh Boby merupakan kejang demam
yang pertama kali dialaminya dimana usia Boby yaitu 4 tahun
yang merupakan usia rentan terjadinya kejang demam karena jaras
motorik belum matur dan adanya faktor predisposisi.
b. Apa makna riwayat kejang demam pada keluarga Boby?
Hubungannya adalah adanya faktor predisposisi yaitu apabila ada
keluarga dekat (orangtua atau saudara) yang ketika kecil
mengalami kejang demam maka kemungkinan untuk mengalami
kejang demam meningkat.
Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya
untuk mendapat kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari
orang-tuanya dan satu saudara pernah pula mengalami kejang
demam, kemungkinan ini meningkat menjadi 50%.
Kepekaan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan
dengan penetrasi yang tidak sempurna, ini berhubungan dengan
mutasi reseptor GABA.

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Riwayat keluarga pernah kejang demam sebagai faktor


risiko kejang demam berulang. Pasien yang mempunyai ibu
dengan riwayat kejang demam mempunyai risiko tiga kali untuk
terjadi serangan kejang demam berulang (RR 3.374, KI 95%
1.3628.358, p<0,05). Sedangkan pasien yang mempunyai
keluarga (first degree relative) dengan riwayat kejang demam
mempunyai risiko 2-3 kali terjadi bangkitan kejang demam
berulang (RR 2.903, KI 95%1,4095.984, p<0,05). Ayah dan
saudara kandung dengan riwayat kejang demam tidak bermakna
sebagai faktor risiko untuk timbul bangkitan kejang berulang
(p>0,05).
4. Boby lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung
menangis.
a. Bagaimana hub. Riwayat kelahiran dengan kejang demam?
Kelahiran post mature (lebih bulan) atau lebih dari 42 minggu
dimana keadaan bayi dilahirkan lewat lebih 42 minggu. Pada
keadaan ini terjadi proses penuaan plasenta sehingga pemasukkan
oksigen dan nutrisi kepada janin akan mengalami penurunan, hal
ini dapat menyebabkan terjadinya komplikasi suhu yang tidak
stabil, hipoglikemia dan kelainan neurologis. Karena itulah post
nature berpengaruh signifikan terhadap kejadian kejang demam.
Tidak langsung menangis :ketika bayi lahir dalam keadaan
langsung menangis bisa membantu bayi menyalurkan oksigen dan
nutrisi ke otak. Jadi jika bayi lahir tidak langsung menangis bisa
memicu terjadinya kejang demam karena oksigen dan nutrisi ke
otak tidak terpenuhi ketika bayi lahir.

5. Pemeriksaan fisik.
Keadaan Umum: Kesadaran kompos mentis
Tanda Vital: nadi 124x/menit (isi dan tegangan cukup), frek napas
30x/menit, suhu 40C
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Kesadaran Kompos mentis : Sadar sepenuhnya


Denyut nadi
: 124x/menit Dalam batas normal
Tabel Laju Nadi Normal pada Bayi dan Anak

UMUR

Laju (denyut/ menit)


Istirahat (bangun)

Istirahat (tidur)

Aktif/ demam

Baru lahir

100 180

80 60

Sampai 220

1 minggu 3

100 220

80 200

Sampai 220

bulan
3 bulan 2

80 150

70 120

Sampai 200

tahun
2 tahun 10

70 140

60 90

Sampai 200

tahun
>10 tahun

70 110

50 90

Sampai 200

Respiration rate :30x per menit Dalam batas normal

2
UMUR

RENTANG

RATA-RATA WAKTU

Neonatus

30-60

TIDUR
35

1 bulan 1 tahun

30-60

30

1 tahun 2 tahun

25-50

25

3 tahun 4 tahun

20-30

22

5 tahun 9 tahun

15-30

18

10 tahun atau lebih

15-30

15

SUHU
Suhu:39,50c
Normal

: febris
: 360 C - 37,50 C

hypopirexia/hypopermia

: < 360 C

Demam

: 37,50 C 380 C

Febris

: 380 C 400 C

Hypertermia

: > 400 C

(Price dan Wilson 2005).

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?


Suhu tubuh meningkat:
Mekanisme abnormal :Infeksi Pirogen eksogen difagosit oleh
leukosit,makrofag,limfosit pengeluaran pirogen endogen
merangsang hipotalamus pengeluaran as. Arachidonat (bantuan
enzim fosfolipase) merangsang pengeluaran prostaglandin
( bantuan enzim siklooksigenase) perubahan set point
hipotalamus demam
Sintesis:
Masuknya mikroorganisme ke saluran napas menyebabkan
invasi bakteri pada mucosa faring. Sehingga terjadi infeksi pada
faring.Mikroorganisme tersebut merupakan pirogen eksogen.tubuh
berusaha melawan zat toksin dengan menggunakan pirogen
endogen yaitu sitokin berupa (IL1, IL2, TNF, interferon),,
keluarnya

pirogen

endogen

merangsang

sel-sel

endothel

hipotalamus mengeluarkan asam arakhidonat yang dapat memacu


keluarnya prostaglandin E2 untuk mempengaruhi kerja thermostat
di hipotalamus, akibatnya set point meningkat sehingga terjadi
demam dengan mencapai suhu yaitu 400c (Price dan Wilson 2005).
6. Keadaan spesifik.
Kepala: mata: pupil isokor, reflek cahaya (+), hidung: rinorea (+/+),
faring: hiperemis, tonsil: T1/T1, detritus (+)
Leher: tidak ada kaku kuduk
Thorak: simetris, retraksi tidak ada, jantung: BJ I dan II normal, bising
jantung (-), paru: vesikuler normal, ronki tidak ada
Abdomen: bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Extremitas: akral hangat, kaku sendi tidak ada
Status neurologikus:
Nn. Craniales: tidak ada kelainan
Fungsi motorik:
Ekstremitas Superior

Gerakan

Ekstremitas Inferior

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Luas

Luas

Luas

Luas

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Kekuatan

Tonus

Eutoni

Eutoni

Eutoni

Eutoni

Klonus

Refleks

Normal

Normal

Normal

Normal

Fisiologis
Refleks Patologi

Fungsi sensorik: tidak ada kelainan


Gejala rangsang meningeal: tidak ada
a. Bagaimana interpretasi dari status neurologikus?
Kepala

Leher

Interpretasi
Normal
Normal
Abnormal
Terjadinya infeksi pada saluran nafas
atas
Faring: hiperemis
Abnormal
Terjadinya infeksi mikroorganisme
Tonsil: T1/T1, detritus Abnormal
Infeksi mikroorganisme pada epitel
(+)
tonsil => detritus
Tidak ada kaku kuduk
Normal
Mata : pupil isokor
Refleks cahaya (+)
Hidung: rinorea (+/+)

Thorax

Simetris, retraksi tidak Normal


ada
Jantung: BJ I dan II Normal
normal
Bising jantung (-)
Normal

Paru

Vesikuler normal
Ronki tidak ada

Normal
Normal

Abdomen

Bising usus normal


Hepar dan lien tidak
teraba
Akral hangat
Kaku sendi tidak ada

Normal
Normal

Extremitas

Nn. Craniales : tidak ada kelainan


Fungsi motorik:
SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Normal
Normal

Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Refleks

Ekstremitas Superior
Kanan
Kiri
Luas
Luas
5
5
Eutoni
Eutoni
normal
Normal

Ekstremitas Inferior
Kanan
Kiri
Luas
Luas
5
5
Eutoni
Eutoni
Normal
Normal

Fisiologis
Refleks

Patologis
Fungsi Sensori : tidak ada kelainan
(Price dan Wilson, 2005)
b. Bagaimna mekanisme abnormalnya?
Faring Hiperemis : Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran
nafas atas invasi mukosa faring Faring Hiperemis
Akral Hangat : Agen infeksi masuk monosit / makrofag sel-sel
endotel dan sel-sel lain sebagai pertahanan utama sitokin
piogenik (IL1, TNF, IL6, IFN) hipotalamus anterior
peningkatan prostaglandin 2 titik thermoregulasi kacau
peningkatan produksi panas
Dendritus : Invasi mikroorganisme pada epitel jaringan tonsil
menimulkan radang berupa keluarnya leukopolymorfonuklear.
Kumpulan sel-sel leukosit, mikroorganisme yang mati, dan epitel
jaringan yang membentuk dendritus pada tonsil (Price dan Wilson,
2005)
7. Bagaimana cara mendiagnosis?
a. Anamnesis
Keluhan utama
: Kejang 30 menit yang lalu
Lama Kejang
: 20 menit
Frekuensi
: 3 kali mengalami kejang (Tiga jam
setelah demam yaitu satu hari sebelum di bawa ke Rumah
Sakit, 30 menit sebelum di rumah sakit, dan saat dilakukan
pemeriksaan fisik 40 menit setelah kejang kedua).
Sifat Kejang
: Umum
Bentuk Kejang
: Tonik-Klonik

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Interval antar kejang

: Demam-Kejang = 3 jam. Kejang

pertama-kejang kedua = <24 jam. Kejang kedua-kejang ketiga=


35 menit.
Keadaan Interiktal dan Postiktal : Sadar, Gangguan neurologis
(-)
Riwayat trauma
: (-)
Riwayat kejang Sebelumnya : (-)
Riwayat kejang dalam keluarga : Ayah Boby pernah mengalami
kejang demam saat bayi.
b. Pemeriksaan Fisik
i. Demam (Suhu = 40C)
ii. Bukti infeksi ekstrakranial (infeksi saluran pernapasan
atas ) Rinorea (+/+), Faring hiperemis, tonsil t1-t1,
detritus (+)
iii. Defisit Neurologis (-)
Status Neurologikus normal.
8. Bagaimana Differential Diagnosis pada Kasus?
Kejang Demam
KDS
KDK
Kejang
Frekuensi

Mening

Ensefali

Epilepsi

itis
+
Berulan

tis
+
berulang

+
Tidak

+
Berulang

dalam 24 jam
Durasi kejang

berulang
<
15

(> 2x)
>
15

Demam
Kesadaran

menit
+
Kompos

menit
+
Kompos

Riwayat Keluarga
Kaku kuduk

mentis
+
-

mentis
+
-

+
-

kejang

g
> 1 jam

9. Bagaimana pemeriksaan penunjang ?


a Laboratorium
Pada kejang demam beberapa peneliti mendapatkan kadar yang
normal pada pemeriksaan laboratorium tersebut, oleh karenanya tidak
diindikasikan pada kejang demam, kecuali bila didapatkan kelainan
pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila dicurigai adanya

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

meningitis baktrialis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan kultur


cairan serebrospinal. Bila dicurigai adanya ensefalitis, lakukan
pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) terhadap virus herpes
simpleks.
Beberapa

peneliti

lain

menganjurkan

standar

pemeriksaan

laboratorium : darah tepi lengkap, elektrolit serum, glukosa, ureum,


kreatinin, kalsium dan magnesium.
b

Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kejang

disertai penurunan status kesadaran/mental, perdarahan kulit, kaku


kuduk, kejang lama, gejala infeksi paresis, peningkatan sel darah putih,
atau tidak adanya faktor pencetus yang jelas. Pungsi lumbal ulang
dapat dilakukan dalam 48 atau 72 jam untuk memastikan adanya
infeksi SSP. Bila didapatkan kelainan neuroligis fokal dan adanya
peningkatan tekanan intracranial, dianjurkan pemeriksaan CT Scan
kepala terlebih dahulu, untuk mencegah terjadinya resiko herniasi.
The

American

Academy

of

Pediatric

merekomendasikan

pemeriksaan pungsi lumbal pada serangan pertama kejang disertai


demam pada anak usia di bawah 12 bulan sangat dianjurkan, karena
gejala klinis yang berhubungan dengan meningitis sangat minimal
bahkan tidak ada. Pada anak usia 12 18 bulan lumbal pungsi
dianjurkan, sedangankan pada usia lebih dari 18 bulan lumbal pungsi
dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi intracranial (meningitis).
c

Neuroimaging
Foto

X-ray

kepala

dan

pencitraan

seperti

computed

tomographyscan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI)


jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1
2
3

kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)


paresis nervus VI
papiledema.

Neuroimaging tidak berguna pada anak anak dengan kejang


demam, berdasarkan kasus pada 71 anak dengan kejang demam tidak
SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

ditemukan adanya suatu kondisi kelainan intrakranial seperti adanya


lesi, perdarahan, hidrochephalus, abses atau edema serebri.
d

Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian


epilepsi

pada

pasien

kejang

demam.

Oleh

karenanya

tidak

direkomendasikan.Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada


keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal
10. Bagaimana Working Diagnosis pada Kasus ?
Boby mengalami Kejang demam kompleks et causa rinofaringitis
11. Bagaimana tatalaksana pada Kasus?
PADA SAAT KEJANG :
Diazepam rektal

: 5 mg untuk BB < 10 kg
10 mg untuk BB > 10 kg
atau 0,5 0,75 mg/kgBB/kali

Diazepam intravena

:0,2 0,5 mg/kgBB

MASIH KEJANG :
Fenitoin intravena: 20 mg/kgBB perlahan-lahan
SETELAH KEJANG BERHENTI :
PENGOBATAN RUMAT (pada kasus)
PENGOBATAN INTERMITEN
PENGOBATAN RUMAT
Diberikan secara terus menerus dalam waktu tertentu (1 tahun)
Asam valproate

:0-40 mg/ kgBB dibagi 2-3 dosis

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Fenobarbital

:3-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis

Dilakukan pemantauan efek samping obat


PENGOBATAN INTERMITEN
Pengobatan yang berikan pada saat anak mengalami demam, untuk
mencegah terjadinya kejang demam
Antipiretik:
- Paracetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali
- Ibuprofen 10 mg/kgBB /kali diberikan 3 kali
Antikonvulsan:
- Diazepam oral 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam dosis yang
dianjurkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis
- Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


1. Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam
dan prognosisnya.
2. Farmakoterapi ditujukan untuk tatalaksana kejang akut dan tatalaksana
profilaksis untuk mencegah kejang berulang.
3. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejang akut adalah dengan:
a. Diazepam per rektal (0,5mg/kgBB) atau BB < 10 kg diazepam rektal 5
mg , BB > 10 kg diazepam rektal 10 mg, atau lorazepam (0,1 mg/kg)
harus segera diberikan jika akses intravena tidak dapat diperoleh dengan
mudah.

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

b. Jika akses intravena telah diperoleh diazepam lebih baik diberikan


intravena dibandingkan rektal. Dosis pemberian IV 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
dengan maksimum pemberian 20 mg.
c. Jika kejang belum berhenti diazepam rektal/IV dapat diberikan 2 kali
dengan interval 5 menit. Lorazepam intravena, setara efektivitasnya
dengan diazepam intravena dengan efek samping yang lebih minimal
(termasuk depresi pernapasan) dalam pengobatan kejang akut.
d. Jika dengan 2 kali pemberian diazepam rektal/intravena masih terdapat
kejang dapat diberikan fenitoin IV dengan dosis inisial 20 mg/kgBB,
diencerkan dalam NaCl 0,9% dengan pengenceran 10 mg fenitoin dalam
1 ml NaCl 0,9%, dengan kecepatan pemberian 1mg/kgBB/menit,
maksimum 50 mg/menit, dosis inisial maksimum adalah 1000 mg.
e. Jika dengan fenitoin masih terdapat kejang, dapat diberikan fenobarbital
IV dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, tanpa pengenceran dengan
kecepatan pemberian 20 mg/menit.
f. Jika kejang berhenti dengan fenitoin maka lanjutkan dengan pemberian
rumatan 12 jam kemudian dengan dosis 5-7 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.
Jika kejang berhenti dengan fenobarbital, maka lanjutkan dengan
pemberian rumatan 12 jam kemudian denagn dosis 4-6 mg/kgBB/hari
dalam 2 dosis.
4. Pemberian farmakoterapi untuk profilaksis untuk mencegah berulangnya
kejang di kemudian hari.
a. Profilaksis intermiten

dengan

diazepam

oral/rektal,

dosis

0,3

mg/kgBB/kali tiap 8 jam, hanya diberikan selama episode demam,


terutama dalam waktu 24 jam setelah timbulnya demam.
b. Profilaksis kontinyu dengan fenobarbital dosis 4-6 mg/kgBB/hari dibagi
2 dosis atau asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3
dosis. Profilaksis hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti
kejang demam dengan status epileptikus, terdapat defisit neurologis yang
nyata seperti cerebral palsy. Profilaksis diberikan selama 1 tahun.
c. Pemberian Antipiretik juga sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya
kejang saat terjadi demam. Pemberian Paracetamol 10-15mg/kgBB/kali
diberikan 3-4 kali atau Ibuprofen 10mg/kgBB/kali.
5. Tatalaksana etiologi dari demam yaitu dengan cara :

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

a. Istirahat yang cukup.


b. Kontrol asupan makanan dan cairan.
c. Berkumur-kumur dengan air hangat atau obat antiseptik untuk mencegah
hygine mulut.
d. Mengurangi untuk melakukan aktivitas yang berlebihan.
e. Antipiretik ataupun analgetik.
12. Bagaimana komplikasi pada Kasus?
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama
biasanya terjadi hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan
kejang fokal yang terjadi. Mula mula kelumpuhan bersifat flasid,
tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.Kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsy.
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada
kejang demam :
-

Pneumonia aspirasi
Asfiksia
Retardasi mental
Dan juga dapat terjadi Terjadi kejang yang berulang,
tetapi jarang ditemukan kecacatan, kelainan neurologis, dan
kematian).

13. Bagaimana Prognosis pada Kasus?


Dubia at bonam, penanggulangan yang tepat dan cepat prognosa baik
dan tidak menyebabkan kematian. Untuk kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan serta kematian
karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Dua penyelidikan masin-masing mendapat angka kematian 0,46Z%
dan 0,74% ( Ilmu Kesehatan Anak, 2005)
14. Bagaimana KDU ?
Tingkat kemampuan 4 A:
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri


hingga tuntas. (Konsil Kedokteran Indonesia,2006)
15. Apa pandangan Islam pada kasus?
HR. Bukhari : Janganlah engkau mencelah demam karena ia
menghapus dosa-dosa anak adam sebagaimana panas yang merontokan
karat besi.

IV.

Kesimpulan
Boby anak laki-laki 4 tahun mengalami kejang demam kompleks yang
disebabkan oleh rinofaringitis.

V.

Kerangka Konsep

SKENARIO A BLOK IX (APALA APALA 2015)

Anda mungkin juga menyukai