GANGGUAN PENYESUAIAN
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn.J
Umur
: 59 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Warga Negara
: Indonesia
Alamat
Pekerjaan
: Pengusha
Masuk RS
: 23 Juli 2016
No. RM
: 153105
ALLOANAMNESA
Diperoleh dari
: Nn. S
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Pendidikan
: S1
Alamat
: Anak
LAPORAN PSIKIATRI
I.
RIWAYAT PENYAKIT :
A. Keluhan utama:
Susah tidur,lemah, tidak bergirah, putus asa, pesimis.
B. Riwayat gangguan sekarang :
Keluhan dan gejala
Seorang pasien masuk ke poli jiwa RSKD dengan keluhan susah tidur
yang dialami kurang lebih 1 bulan terakhir dan memberat 2 minggu
terakhir. Pasien biasanya kalau lagi tidur tetap masih dengar suara di
sekitar. Ketika bangun dipagi hari pasien selalu merasa lemah, putus
1
asa, tidak semangat beraktivitas dan sudah tidak bergairah lagi bekerja.
Nafsu makan pasien juga berkurang. Sebelumnya pasien adalah sosok
pekerja keras dan ulet bekerja. Pasien memiliki banyak usaha dalam
bidang pertanian dan merupakan orang yang berada di kampungnya.
Sejak 2 tahun yang lalu pasien meminjamkan kepada sudarasaudaranya sebagai modal usaha dan biaya membangun rumah, akan
tetapi 2 bulan yang lalu saat pasien menagih uang tersebut, pihak
saudaranya tidak mau mengembalikan uang yang mereka pinjam
sampai saat ini. Alasannya mereka belum memiliki uang dan
kebutuhannya juga masih banyak. Sejak saat itu, hubungan pasien
dengan saudara-saudaranya menjadi tidak baik. Pasien dan saudaranya
tidak saling bicara dan tidak saling mengunjungi.
Akibat uang pinjaman yang belum dikembalikan kepada pasien,
akhirnya pasien merasa pesimis dengan usahanya dan merasa bersalah
karena takut tidak bisa menafkahi keluarnya seperti dahulu.
Pasien tinggal bersam istri dan 7 orang anaknya. Hubungan pasien
dengan istri dan anak-anaknya baik. Pasien termasuk orang yang
tertutup, jika pasien memiliki masalah, ia cenderung menutup diri dan
tidak suka menceritakan masalah yang dihadapinya kepada istri
pasien. Jika ada masalah, pasien cenderung diam dan menyelesaikan
maslahnya sendri.
Pasien datang berobat atas kemauanya sendiri karena merasa sadar
ia tidak boleh berlarut-larut dalam keadaannya yang sekarang.
Hendaya / disfungsi
o
Hendaya dalam bidang sosial (+)
o
Hendaya dalam bidang pekerjaan (+)
o
Hendaya dalam penggunaan waktu senggang (+)
Faktor stressor psikososial :
Masalah keuangan (utang saudara-saudaranya yang belum dibayar)
dan masalah keluarga (hubungan pasien dengan saudara-saudaranya
menjadi renggang)
Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan
psikis sebelumnya :
o Riwayat infeksi tidak ada
o Riwayat trauma tidak ada
2
STATUS MENTAL :
A. Deskripsi Umum :
Penampilan
3
Penampilan umum:
Seorang laki-laki memakai baju kaos abu-abu, celana pendek putih
dan sarung kotak-koak, sogkok haji kuning, perawakan kurus, dan
F. Pengendalian impuls
G. Daya nilai :
Norma sosial
Uji daya nilai
Penilaian realitas
H. Tilikan (insight)
: Baik
: Baik
: Baik
: Baik
: Derajat 6 (Pasien menyadari dirinya
Nadi
:82 x/menit
Suhu
:36,4oC
- Pernapasan
:20 x/menit
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, jantung, paru dan
abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak
IV.
ditemukan kelainan.
2. Status Neurologi
a. GCS
: E4M6V5
b. Rangsang meningeal
: tidak dilakukan
c. Tanda ekstrapiramidal
- Tremor tangan
: tidak ada
- Cara berjalan
: baik
- Keseimbangan
: baik
d. Sistem saraf motorik dan sensorik tidak terganggu
e. Pupil bulat isokor diameter ODS 2,5mm / 2,5 mm
f. Refleks cahaya +/+
g. Kesan
: normal
IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA :
Seorang pasien masuk ke poli jiwa RSKD dengan keluhan susah tidur
yang dialami kurang lebih 1 bulan terakhir dan memberat 2 minggu terakhir.
Pasien biasanya kalau lagi tidur tetap masih dengar suara di sekitar. Ketika
bangun dipagi hari pasien selalu merasa lemah, putus asa, tidak semangat
beraktivitas dan sudah tidak bergarah lagi bekerja. Nafsu makan pasien juga
berkurang. Pasien merasa pesimis dengan usahanya dan merasa bersalah
5
karena takut tidak bisa menafkahi keluarnya seperti dahulu. Pasien datang
berobat atas kemauanya sendiri karena merasa sadar ia tidak boleh berlarutlarut dalam keadaannya yang sekarang
Pada pemeriksaan status mental tampak seorang laki-laki memakai baju
kaos abu-abu, celana pendek putih
kuning. Wajah pasien tampak sesuai dengan umurnya, perawakan kurus, dan
perawatan diri baik, wajah tampak lebih tua dari usianya. Mood pasien
depresif dan Afek depresi, serta empati dapat dirabarasakan.
Tilikan pada pasien ini adalah 6 yakni pasien menyadari bahwa dirinya
sakit dan butuh bantuan.
V.
EVALUASI MULTIAKSIAL :
Aksis I :
Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan adanya gejala
klinis yang bermakna yaitu pasien sulit sejak 1 bulan terakir, pasien susah
memulai tidur dimalam hari. Ketika bangun dipagi hari pasien selalu
merasa lemah, putus asa, tidak semangat beraktivitas dan sudah tidak
bergarah lagi bekerja. Nafsu makan pasien juga berkurang. Pasien merasa
pesimis dengan usahanya dan merasa bersalah karena takut tidak bisa
menafkahi keluarnya seperti dahulu. Keadaan ini mengakibatkan rasa
terganggu dan tidak nyaman (distress), sulit melakukan pekerjaan dengan
benar, dan sulit mengisi waktu luang serta bersosialisasi (disability). Oleh
karena itu digolongkan sebagai gangguan jiwa. Dari pemeriksaan fisik
tidak ditemukan tanda disfungsi otak sehingga dapat digolongkan
gangguan mental non organik.
Pada pemeriksaan status mental didaptakan mood dan afek depresif yang
muncul setelah pasien menghadapi situasi yang stressfull (utang yang
belum dibayar dan hubungan dengan saudaranya yang renggng), stressor
psikososial yang msih berlanjut dan disertai dengan adanya diasbilitas
dalam kegiatan rutin sehari-hari, sehingga dapat digolongkan sebagai
ganggaun penyesuaian. Berdasarkan PPDGJ III pasien didiagnosis
6
DAFTAR PROBLEM :
Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, namun diduga terdapat
ketidak seimbangan neurotransmitter, maka dari itu pasien memerlukan
farmakoterapi
Psikologik
Ditemukan adanya beban hidup yang berat sehingga membutukan
psikoterapi dari keluarga dan saudaranya agar permasalhan keuangan dan
VII.
RENCANA TERAPI :
Farmakoterapi :
- Flouxetin 20 mg 1-0-0
- Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Psikoterapi :
- Supportif : memberikan dukungan kepada pasien untuk membantu
VIII.
PROGNOSIS :
Dari Alloanamnesi dan autoanamnesis, didapatkan keadaan berikut ini :
- Faktor pendukung : 1. Adanya dukungan dari keluarga (istri dan anakanakya)
-
Dari factor tersebut dapat disimpulkan bahwa prognosis pasien adalah dubia
et bonam
IX.
FOLLOW UP :
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya, efektifitas
terapi serta kemungkinan terjadinya efek samping dari obat yang diberikan.
X.
PEMBAHASAN
Gangguan penyesuaian (adjustment disorder) merupakan reaksi maladaptif
jangka pendek terhadap stressor yang dapat diidentifikasi, yang muncul
selama tiga bulan dari munculnya stressor tersebut. Gangguan ini merupakan
respon patologis terhadap apa yang oleh orang awam disebut sebagai
kekurang beruntungan, atau yang menurut para psikiater disebut sebagai
stressor psikososial. Gangguan ini bukan merupakan kondisi lebih buruk dari
gangguan psikiatrik yang sudah ada.
8
b. Adanya ketiga faktor di atas harus jelas dan mempunyai bukti yang kuat
bahwa gangguan tersebut tidak akan terjadi bila tidak mengalami hal
tersebut.
c. Manifestasi gangguan bervariasi dan mencakup afek depresi, anxietas,
campuran depresi dan anxietas, gangguan tingkah laku disertai adanya
disabilitas dalam kegiatan rutin sehari-hari.
d. Biasanya mulai terjadi dalam satu bulan setelah terjadinya kejadian yang
penuh stres, dan gejala-gejala biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan
kecuali dalam hal reaksi depresi berkepanjangan.
e. Karakter kelima :
F43.20 = reaksi depresi singkat
F43.21 = reaksi depresi berkepanjangan
F43.22 = reaksi campuran anxietas dan depresi
F43.23= dengan predominan gangguan emosi lain
F43.24= dengan predominan gangguan perilaku
F43.25= dengan gangguan campuran emosi dan perilaku
F43.28= dengan gejala predominan lainnya YDT.
Terapi
a. Psikoterapi
Intervensi psikoterapi pada gangguan penyesuaian bertujuan untuk
mengurangi efek dari stressor, meningkatkan kemampuan mengatasi
(coping) stressor yang tidak bisa dikurangi, dan menstabilkan status mental
dan system dukungan untuk memaksimalkan adaptasi. Psikoterapi dapat
berupa: terapi perilaku-kognitif, terapi interpersonal, upaya psikodinamik
atau konseling.4
Beberapa stressor dapat menyebabkan reaksi yang berlebihan
(misalnya, pasien memutuskan untuk bunuh diri atau melakukan
pembunuhan setelah ditinggalkan oleh kekasihnya). Pada kasus seperti
10
individu
untuk
mengekspresikan
pengaruh,
ketakutan,
kecemasan, kemarahan, rasa tidak berdaya, dan putus asa terhadap stressor.
Mereka juga membantu individu untuk menilai kembali realitas dalam
beradaptasi. Sebagai contoh, hilangnya kaki bukan berarti kehilangan
nyawa. Tetapi itu adalah kerugian besar. Psikoterapi singkat berusaha untuk
membingkai
makna
stressor
tersebut,
cara
meminimalkannya
dan
11
LAMPIRAN
(DM : dr muda, P : Pasien)
DM
: J dok.
DM
DM
DM
: Iya dok
DM
DM
: Saya pengusaha dok, jual beli hasil pertanian warga di kampug dok.
DM
: apa yang bisa saya bantu pak, kenapa bapak datang ke sini?
DM
: Sejak 1bulan terakhir ini dok tapi saya rasa makin berat selama 2 minggu
ini dok.
DM
: susah tidur dok, biasanya kalau lagi tidur tetap masih dengar suara di
sekitar,
DM
: iye dok
DM
: saya juga selalu merasa lemah badan ku dok, saya juga rasa tidak
bergairah, putus asa dan pesimis jg dok
DM
: Bisa ibu ceritakan, apa sebenarnya yang telah terjadi sebelum keluhan ini
muncul?
: saya pikir usaha ku dok. Saya takut usaha ku tidak lacar lagi.
DM
: masalah keuangan dok. Saya takut modal usaha ku habis tidak bisa
diputar lagi
DM
: sebenarnya 2 tahun yang lalu, saya kasi pinjam uang lumayan banyak ke
saudara-saudara ku, buat modal usaha dan bangun rumahnya dok.
DM
: terus sekarang,saya merasa butuh mi itu uang buat putar modal ku dok.
Tapi saudaraku belum bayar utangya dok.
DM
13
: sudah dok, itu mi pas saya tagih katanya mereka belum punya uang.
Banyak juga kebutuhnnya sekarang katanya dok. Sejak saat itu, nda baku
bicara mka lagi sama mereka dok. Nda ada mi juga mereka datangi ka,
saya juga nda ke rumahnya mi sejak itu. Nda baik mi hubungan ku dengan
mereka dok
DM
: itu mi dok, saya rasa bersalah mi sama keluargaku, takut ka nda bisa lagi
nafkahi keluarga seperti dahulu dok.
.
DM
:tidak ada dok, tidak ada semangat ku beraktivitas, saya jarang mi pergi
keja, di rumah saja tinggal di kamar.
DM
: tidak ada semangat ku kurasa dok, nda suka kumpul sama keluargauntuk
cerita-cerita lagi.
DM
DM
DM
: tidak ji dok
DM
14
DM
DM
DM
: tidak ji dok
DM
DM
: SMP dok
DM
DM
: di rumah sakit dok, tanggal 23 juli 2016. Sama ka anak pertama ku dok
DM
DM
: 5,9,2
DM
: pak kalau ada dompet yang ditemukan di pingggir jalan, dan ada ktp
pemiliknya di dalamnya, apa yang bapak harus lakukan ?
15
DM
DM
: iya pak, nanti di kasi obat, disamping itu bapak perlu dukungan dari
keluarga juga.
DM
16
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Gangguan ansietas fobik atau yang biasa juga disebut fobia merupakan
kecemasan disertai perilaku menghindar yang timbul akibat adanya ketakutan
yang tidak logis dan bersifat menetap terhadap suatu objek, kondisi, ataupun
situasi yang sebenarnya tidak berbahaya.1
Fobia berasal dari bahasa yunani yaitu fobos yang berarti ketakutan. Fobia
merupakan salah satu gangguan ansietas dan dibedakan kedalam tiga jenis
berdasarkan jenis objek atau situasi ketakutan yaitu agoraphobia, fobia spesifik
dan fobia sosial.6
Fobia sosial, juga disebut sebagai gangguan cemas sosial, adalah gangguan
cemas yang termasuk didalamnya distress yang hebat atau ketakutan terhadap
situasi umum. Individu dengan fobia sosial secara khas mengalami panik selama
berhubungan sosial serta adanya rasa takut akan memalukan atau merendahkan
dirinya dihadapan umum. Situasi ini meliputi berkumpul dengan masyarakat
umum, bertemu dengan orang-orang yang baru, berbicara didepan publik,
menggunakan kamar kecil/wc umum, makan dengan orang lain atau kontak sosial
secara umum.2,9
Walaupun fobia sering dijumpai namun sebagian besar pasien tidak
mencari bantuan untuk mengatasinya atau tidak terdiagnosis secara medis.6
17
Bab II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Fobia sosial, juga disebut sebagai gangguan cemas sosial, adalah gangguan
cemas yang termasuk didalamnya distress yang hebat atau ketakutan terhadap
situasi umum. Individu dengan fobia sosial secara khas mengalami panik selama
berhubungan sosial serta adanya rasa takut akan memalukan atau merendahkan
dirinya dihadapan umum. Situasi ini meliputi berkumpul dengan masyarakat
umum, bertemu dengan orang-orang yang baru, berbicara didepan publik,
menggunakan kamar kecil/wc umum, makan dengan orang lain atau kontak sosial
secara umum.2,6,9
Ketakutan irasional yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi
sosial atau tampil di depan orang-orang yang belum dikenal atau dengan
kemungkinan dinilai oleh orang lain yang tak dikenal.6
2.2 EPIDEMIOLOGI
Fobia sosial terdapat pada 3 sampai 13 persen populasi. Pria dan wanita
memiliki angka kejadian yang seimbang. Onset penyakit biasanya dimulai awal
umur belasan tahun, walaupun tidak menutup kemungkinan terjasi pada tiap tahap
kehidupan dengan onset termuda pada usia 5 tahun dan onset paling tua pada usia
35 tahun. Menurut survey yang dilakukan di Amerika, fobia sosial pada pria
sebanyak 11,1% pada wanita 15,5 %. Belanda sebesar 5,9 % didapatkan pada pria
dan 9,7 % didapatkan pada wanita. Sedangkan di Korea didapatkan sebanyak 0,1
% pada pria dan 1,0 % pada wanita.2,7
2.3 ETIOLOGI
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa anak-anak dengan orang tua
yang memiliki gangguan cemas akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang
18
sangat pemalu ketika dewasa. Orang tua yang memiliki gangguan cemas akan
cenderung kurang peduli, lebih menolak, dan lebih overprotective terhadap
anaknya dibandingkan dengan orang tua yang lain2,5
Sampai sekarang belum ditemukan penyebab yang pasti. Walaupun
demikian, penelitian mengenai etiologi banyak dilakukan saat ini. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi antara lain:
Faktor Neurokima
Pasien dengan fobia kemungkinan mengeluarkan lebih banyak noepinefrin atau
epinefrin, baik di sentral maupun di perifer dibandingkan dengan orang yang tidak
fobia. Dari penelitian didapatkan bahwa fobia sosial berhubungan dengan
gangguan pada system dopaminergik. Kadar homovanilic acid (HVA) pada
penderita fobia sosial lebih rendah blia dibandingkan dangan penderita panik atau
kontrol. Adanya perbaikan gejala fobia sosial dengan pemberian monoamine
oxidase inhibitor (MAOI) menunjukkan bahwa kinerja dopamine terganggu pada
fobia sosial. 2,
Faktor Genetik
Faktor genetik dapat berperanan dalam fobia sosial. Analisa pedigree/silsilah
memperlihatkan silsilah pertama dari keluarga dengan fobia sosial tiga kali
beresiko mendapat sosial fobia dibanding silsilah pertama dari keluarga tanpa
gangguan mental.2
Faktor Psikososial
Fobia menggambarkan interaksi antara diathesis genetika konstitusional
dan stressor lingkngan.
Penelitian menyimpulkan bahwa anak-anak tertentu yang ada predisposisi
konstitusional terhadap fobia, memiliki temperamen inhibisi perilaku terhadap
yang tidak dikenal (behavioral inhibition to the unfamiliar) dengan stress
19
Ketakutan bahwa orang lain akan melihat bahwa kita terlihat cemas
Kesulitan berbicara
20
Berkeringat
Gangguan perut
Mual
Suara gemetar
Ketegangan otot
Kebingungan
Diare
Memulai percakapan
Kriteria A
Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial dimana
seseorang terekspos. Contonya meliputi interaksi sosial (misalnya bercakap-cakap,
bertemu dengan orang yang belum dikenal) atau situasi yang memungkinkan ia
dinilai oleh orang lain atau menjadi pusat perhatian (misalnya makan, minum) dan
tampil di depan umum (misalnya menyampaikan pidato)
Kriteria B
Pasien merasa takut bahwa dirinya akan menunjukkan gejala cemas yang akan
dinilai buruk oleh orang lain (misalnya dirinya memalukan dan menimbukan
reaksi penolakan atau menyinggung orang lain)
Kriteria C
Situasi sosial hampir selalu memprovokasi timbulnya ketakutan atau kecemasan.
Kriteria D
Pasien menghindari situasi sosial atau atau pasien tetap bertahan pada situasi
sosial tersebut tetapi dengan perassan sangat cemas atau sangat ketakutan.
Kriteria E
Ketakutan dan kecemasan yang timbul tidak sesuai dengan ancaman yang
ditimbulkan oleh situasi sosial tersebut serta konteks kultursosial
Kriteria F
Ketakutan, kecemasan maupun penghindaran persisten dengan durasi paling
sedikit 6 bulan.
Kriteria G
22
Kriteria H
Ketakutan, kecemasan atau sikap menghindar tersebut tidak disebabkan oleh efek
fisiologik zat (penggunaan obat terlaran, pengobatan) atau kondisi medik umum
atau gangguan mental lain
Kriteria I
Ketakutan, kecemasan atau sikap menghindar tersebut bukan merupakan gejala
dari gangguan mental yang lain, atau gangguan autisme
Kriteria J
Jika terdapat kondisi medis yang lain ( misalnya parkinson disease, obesitas,
kerusakan akibat luka bakar atau cedera) Ketakutan, kecemasan atau sikap
menghindar yang timbul secara jelas tidak berhubungan dengan kondisi tersebut
2,3,5
23
24
Fobia sosial biasanya mulai pada usia dini sehingga dapat menyebabkan
gangguan disemua bidang akademik seperti rendahnya kemampuan sekolah,
menghindar dari sekolah, dan sering putus sekolah. Pemilihan karirya sangat
terbatea dan ia sering berhenti dari pekerjaan. Fobia sosial cenderung menjadi
kronik. Bila tidak diobati depat menjadi komorbiditas dengan gangguan lain
seperti depresi, penyalahgunaan alkohol atau obat. Pada penderita agorafobia dan
fobia sosial, pemakaian alkohol sering merupakan ussha untuk mengobati diri
sendiri. 1,2
Belum banyak diketahui tentang prognosis fobia, namun kecenderungannya
adalah menjadi kronik dan dapat terjadi komorbiditas dengan gangguan lain
seperti depresi, penyalahgunaan alcohol dan obat bila tidak mendapat terapi.
Menurut national institute of mental health sekitar 80% dengan fobia sosial
membaik dengan farmakoterapi, terapi konitif perilaku atau kombinasi. Gangguan
fobia mungkin disertai dengan lebih banyak morbiditas dan tergantung pada
perilaku fobik apakah dapat mengganggu kemampuan seseorang berfungsi,
menyebabkan ketergantungan financial pada orang lain dan timbulnya berbagai
gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan dan akademik.6,8
2.8 Penatalaksanaan
Suatu kombinasi farmakoterapi dan psikoterapi pada umumnya diberikan
untuk para orang dengan fobia sosial.2,5,8
Farmakoterapi
25
SSRI.
Propranolol: Beta-Blockers telah digunakan untuk blok autonomic
terhadap tanggapan dengan fobi sosial. Pencegahan gejala seperti
gemetaran peningkatan detak jantung mendorong kearah sukses
MAOIS):
Phenelzine
telah
Psikoterapi
Tingkah laku
Psikoterapi tingkah laku, seperti desensitisasi berangsur-angsur, mungkin
bermanfaat terhadap fobi sosial. Teknik ini melibatkan secara berangsur-angsur
pasien untuk berada situasi pada situasi yang secara normal menyebabkan
kecemasan. Dengan penguasaan situasi tanpa kecemasan , pasien secepatnya
mampu mentolelir situasi yang yang sebelumnya membuat cemas.
Kognitif
26
27
Bab III
KESIMPULAN
1. Fobia sosial merupakan ketakutan irasional yang jelas dan menetap terhadap
satu atau lebih situasi sosial atau tampil di depan orang-orang yang belum
dikenal atau dengan kemungkinan dinilai oleh orang lain yang tak dikenal.
2. Fobia sosial terdapat pada 3 sampai 13 % populasi. Pria dan wanita memiliki
angka kejadian yang seimbang. Onset penyakit biasanya dimulai awal umur
belasan tahun.
3. Sampai sekarang belum ditemukan penyebab yang pasti. Walaupun demikian,
penelitian mengenai etiologi banyak dilakukan saat ini. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi antara lain: faktor neurokimia, genetik dan psikososial.
4. Gambaran klinik fobia sosial meliputi : blushing (muka merah), berkeringat,
gemetar atau bergetar, detak jantung cepat, gangguan perut, mual, diare suara
gemetar, ketegangan otot, kebingungan, tangan dingin, basah pada saat pasien dalam
situasi meliputi berkumpul dengan masyarakat umum, bertemu dengan orangorang yang baru, berbicara didepan publik, menggunakan kamar kecil/wc
umum, makan dengan orang lain atau kontak sosial secara umum.
5. Kriteria diagnosis fobia sosial dapat menggunakan DSM V ataupun PPDGJ
III.
6. Terapi fobia sosial terdiri atas farmakoterapi (SSRI, Benzodiazepine,
Buspirone,Propanolol,MOAIS) dan psikoterpi (Terapi perilaku dan kognitif).
28
DAFTAR PUSTAKA
30
LEMBAR PENGESAHAN
Nama/NIM
Judul Refarat
: FOBIA SOSIAL
Pembimbing,
Supervisor
31
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PEGESAHAN
DAFTAR ISI
I.
Riwayat
penyakit
II.
1
Status mental..
III.
4
Pemeriksaan dignostik lebih lanjut
IV.
... 6
Ikhtisar penemuan
V.
bermakna.6
Evaluasi
multiaksial...
7
32
VI.
Daftar problem
8
VII.
..
Rencana terapi
...
Prognosis
VIII.
9
IX.
Follow
up
9
X.
LAMPIRAN
14
33
Definisi 19
Epidemiologi . 19
Etiologi... 19
Gejala klinik 21
Kriteria diagnostik . 22
diagnosis banding .. 25
prognosis 25
Penatalaksanaan 26
BAB III KESIMPULAN ..
28
Daftar Pustaka ..
29
34