Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

GANGGUAN PENYESUAIAN
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn.J

Umur

: 59 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status Perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Warga Negara

: Indonesia

Alamat

: Jl. A.Pakanna Pangkajene Sidrap

Pekerjaan

: Pengusha

Masuk RS

: 23 Juli 2016

No. RM

: 153105

ALLOANAMNESA
Diperoleh dari

: Nn. S

Pekerjaan

: Pegawai Swasta

Pendidikan

: S1

Alamat

: Jl. A.Pakanna Pangkajene Sidrap

Hubungan dengan Pasien

: Anak

LAPORAN PSIKIATRI
I.

RIWAYAT PENYAKIT :
A. Keluhan utama:
Susah tidur,lemah, tidak bergirah, putus asa, pesimis.
B. Riwayat gangguan sekarang :
Keluhan dan gejala
Seorang pasien masuk ke poli jiwa RSKD dengan keluhan susah tidur
yang dialami kurang lebih 1 bulan terakhir dan memberat 2 minggu
terakhir. Pasien biasanya kalau lagi tidur tetap masih dengar suara di
sekitar. Ketika bangun dipagi hari pasien selalu merasa lemah, putus
1

asa, tidak semangat beraktivitas dan sudah tidak bergairah lagi bekerja.
Nafsu makan pasien juga berkurang. Sebelumnya pasien adalah sosok
pekerja keras dan ulet bekerja. Pasien memiliki banyak usaha dalam
bidang pertanian dan merupakan orang yang berada di kampungnya.
Sejak 2 tahun yang lalu pasien meminjamkan kepada sudarasaudaranya sebagai modal usaha dan biaya membangun rumah, akan
tetapi 2 bulan yang lalu saat pasien menagih uang tersebut, pihak
saudaranya tidak mau mengembalikan uang yang mereka pinjam
sampai saat ini. Alasannya mereka belum memiliki uang dan
kebutuhannya juga masih banyak. Sejak saat itu, hubungan pasien
dengan saudara-saudaranya menjadi tidak baik. Pasien dan saudaranya
tidak saling bicara dan tidak saling mengunjungi.
Akibat uang pinjaman yang belum dikembalikan kepada pasien,
akhirnya pasien merasa pesimis dengan usahanya dan merasa bersalah
karena takut tidak bisa menafkahi keluarnya seperti dahulu.
Pasien tinggal bersam istri dan 7 orang anaknya. Hubungan pasien
dengan istri dan anak-anaknya baik. Pasien termasuk orang yang
tertutup, jika pasien memiliki masalah, ia cenderung menutup diri dan
tidak suka menceritakan masalah yang dihadapinya kepada istri
pasien. Jika ada masalah, pasien cenderung diam dan menyelesaikan
maslahnya sendri.
Pasien datang berobat atas kemauanya sendiri karena merasa sadar
ia tidak boleh berlarut-larut dalam keadaannya yang sekarang.
Hendaya / disfungsi
o
Hendaya dalam bidang sosial (+)
o
Hendaya dalam bidang pekerjaan (+)
o
Hendaya dalam penggunaan waktu senggang (+)
Faktor stressor psikososial :
Masalah keuangan (utang saudara-saudaranya yang belum dibayar)
dan masalah keluarga (hubungan pasien dengan saudara-saudaranya

menjadi renggang)
Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan
psikis sebelumnya :
o Riwayat infeksi tidak ada
o Riwayat trauma tidak ada
2

o Riwayat kejang tidak ada


o Riwayat penggunaan narkoba tidak ada
o Riwayat alkohol tidak ada
C. Riwayat gangguan sebelumnya :
Tidak ada
D. Riwayat kehidupan pribadi :
1. Riwayat prenatal dan perinatal (0-1 tahun)
Lahir pada tahun 1957, cukup bulan, lahir normal, dibantu oleh bidan.
Pasien meminum ASI. pertumbuhan dan perkembangan baik.
2. Riwayat Kanak Awal (1-3 tahun)
Perkembangan masa kanak-kanak awal pasien seperti berjalan,
berbicara baik, perkembangan motorik berlangsung baik. Pasien
bermain dengan teman seusiannya.
3. Riwayat Kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Pada usia 6 tahun pasien masuk SD. Perkembangan di sekolah baik.
Pasien merupakan orang yang biasa-biasa disekolahnya.
4. Riwayat Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)
Pasien melanjutkan sekolah di SMP. Perkembangan di sekolah baik.
Pasien merupakan orang yang biasa-biasa disekolahnya. Pasien tidak
melanjutkan pendidikan SMA sebab memilih melanjutkan usaha
orang tuanya.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan: Saat ini pasien bekerja sebagai pengusaha
dibidang pertanian (jual-beli hasil pertanian warga)
b. Riwayat Pernikahan : Pasien sudah menikah, dan k9ehidupan
keluarganya baik.
c. Riwayat Agama : Pasien memeluk agama Islam dan menjalankan
kewajiban agama dengan cukup baik.
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
- Pasien anak pertama dari 9 bersaudara (,,,,,)
- Hubungan dengan saudara tidak baik.
- Pasien tinggal dengan istri dan anak-anaknya.
- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama: tidak ada.
F. Situasi Sekarang
- Pasien sekarang tinggal bersama istri dan anak-anaknya.
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien merasa dirinya sakit.
II.

STATUS MENTAL :
A. Deskripsi Umum :
Penampilan
3

Penampilan umum:
Seorang laki-laki memakai baju kaos abu-abu, celana pendek putih
dan sarung kotak-koak, sogkok haji kuning, perawakan kurus, dan

perawatan diri baik, wajah tampak lebih tua dari uasianya.


Kesadaran
: baik
Aktivitas psikomotor
: Tenang
Pembicaraan
: Spontan, lancar, intonasi pelan
Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif
B. Keadaan Afektif (mood), perasaan, dan empati, perhatian :
Mood
: Depresif
Afek
: Depresi
Empati
: Dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (kognitif) :
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan : Sesuai tingkat
pendidikan
2. Daya konsentrasi
: Baik
3. Orientasi
:
Orientasi waktu
: Baik
Orang
: Baik
Tempat
: Baik
4. Daya ingat
:
Jangka panjang
: Baik
Jangka pendek
: Baik
Jangka segera
: Baik
5. Pikiran abstrak
: Baik
6. Bakat kreatif
: Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
D. Gangguan Persepsi :
1. Halusinasi
: Tidak ada
2. Ilusi
: Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi
: Tidak ada
E. Proses Berpikir :
1. Arus pikiran :
Produktivitas
: Cukup
Kontinuitas
: Relevant, Koheren
Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran :
Preokupasi

: utang saudra-saudara pasien yang belum

dibayar, hubugan pasien dengan saudaranya tidak baik


Gangguan isi pikiran : Tidak ada
4

F. Pengendalian impuls
G. Daya nilai :
Norma sosial
Uji daya nilai
Penilaian realitas
H. Tilikan (insight)

: Baik
: Baik
: Baik
: Baik
: Derajat 6 (Pasien menyadari dirinya

sakit dan butuh pengobatan)


I. Taraf dipercaya
: Dapat dipercaya
III.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT:


1. Status Internus
a. Keadaan umum : sakit ringan
b. Kesadaran
: composmentis
c. Tanda vital
-

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi

:82 x/menit

Suhu

:36,4oC

- Pernapasan
:20 x/menit
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, jantung, paru dan
abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak

IV.

ditemukan kelainan.
2. Status Neurologi
a. GCS
: E4M6V5
b. Rangsang meningeal
: tidak dilakukan
c. Tanda ekstrapiramidal
- Tremor tangan
: tidak ada
- Cara berjalan
: baik
- Keseimbangan
: baik
d. Sistem saraf motorik dan sensorik tidak terganggu
e. Pupil bulat isokor diameter ODS 2,5mm / 2,5 mm
f. Refleks cahaya +/+
g. Kesan
: normal
IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA :
Seorang pasien masuk ke poli jiwa RSKD dengan keluhan susah tidur
yang dialami kurang lebih 1 bulan terakhir dan memberat 2 minggu terakhir.
Pasien biasanya kalau lagi tidur tetap masih dengar suara di sekitar. Ketika
bangun dipagi hari pasien selalu merasa lemah, putus asa, tidak semangat
beraktivitas dan sudah tidak bergarah lagi bekerja. Nafsu makan pasien juga
berkurang. Pasien merasa pesimis dengan usahanya dan merasa bersalah
5

karena takut tidak bisa menafkahi keluarnya seperti dahulu. Pasien datang
berobat atas kemauanya sendiri karena merasa sadar ia tidak boleh berlarutlarut dalam keadaannya yang sekarang
Pada pemeriksaan status mental tampak seorang laki-laki memakai baju
kaos abu-abu, celana pendek putih

dan sarung kotak-koak, sogkok haji

kuning. Wajah pasien tampak sesuai dengan umurnya, perawakan kurus, dan
perawatan diri baik, wajah tampak lebih tua dari usianya. Mood pasien
depresif dan Afek depresi, serta empati dapat dirabarasakan.
Tilikan pada pasien ini adalah 6 yakni pasien menyadari bahwa dirinya
sakit dan butuh bantuan.

V.

EVALUASI MULTIAKSIAL :
Aksis I :
Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan adanya gejala
klinis yang bermakna yaitu pasien sulit sejak 1 bulan terakir, pasien susah
memulai tidur dimalam hari. Ketika bangun dipagi hari pasien selalu
merasa lemah, putus asa, tidak semangat beraktivitas dan sudah tidak
bergarah lagi bekerja. Nafsu makan pasien juga berkurang. Pasien merasa
pesimis dengan usahanya dan merasa bersalah karena takut tidak bisa
menafkahi keluarnya seperti dahulu. Keadaan ini mengakibatkan rasa
terganggu dan tidak nyaman (distress), sulit melakukan pekerjaan dengan
benar, dan sulit mengisi waktu luang serta bersosialisasi (disability). Oleh
karena itu digolongkan sebagai gangguan jiwa. Dari pemeriksaan fisik
tidak ditemukan tanda disfungsi otak sehingga dapat digolongkan
gangguan mental non organik.
Pada pemeriksaan status mental didaptakan mood dan afek depresif yang
muncul setelah pasien menghadapi situasi yang stressfull (utang yang
belum dibayar dan hubungan dengan saudaranya yang renggng), stressor
psikososial yang msih berlanjut dan disertai dengan adanya diasbilitas
dalam kegiatan rutin sehari-hari, sehingga dapat digolongkan sebagai
ganggaun penyesuaian. Berdasarkan PPDGJ III pasien didiagnosis
6

gangguan penyesuaian reaksi depresi singkat karena adanya gangguan


yang bermanifestasi berupa afek depresif disertai dengan adanya
diasbilitas dalam kegiatan rutin sehari-hari yang terjadi sejak pasien
mengalami situasi stressful tersebut. Onsetnya terjadi dalam waktu 1
bulan setelah terjadinya kejadian stressfull dan gejalanya tidak bertahan
melebihi 6 bulan. Maka, pasien digolongkan Gangguan Penyesuaian
Reaksi Depresi Singkat
Aksis II :
Dari data yang didapatkan pasien termasuk orang yang tertutup, pendiam
dan tidak

suka menceritakan masalah yang ia hadapi kepada istrinya.

Dari data tersebut belum cukup informasi untuk mengarahkan ke ciri


kepribadian yang khas
Aksis III :
Tidak ada diagnosis
Aksis IV :
Faktor stressor psikososial : Masalah keuangan (utang saudarasaudaranya yang belum dibayar) dan masalah keluarga (hubungan
pasien dengan saudara-saudaranya menjadi renggang)
Aksis V :
GAF scale saat ini : 80-71 gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas
ringan dalam sosial, dan pekerjaan.
VI.

DAFTAR PROBLEM :
Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, namun diduga terdapat
ketidak seimbangan neurotransmitter, maka dari itu pasien memerlukan

farmakoterapi
Psikologik
Ditemukan adanya beban hidup yang berat sehingga membutukan
psikoterapi dari keluarga dan saudaranya agar permasalhan keuangan dan

keluarnga dapat diselesaikan.


Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya sosial, hendaya pekerjaan dan hendaya waktu
senggang sehingga perlu dilakukan sosioterapi

VII.

RENCANA TERAPI :
Farmakoterapi :
- Flouxetin 20 mg 1-0-0
- Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Psikoterapi :
- Supportif : memberikan dukungan kepada pasien untuk membantu

pasien kembali semnagat dan tidak terlalu memikirkan masalahnya.


Sosioterapi : Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan
orang disekitarnya tentang gangguan yang dialami pasien sehingga mereka
dapat menerima dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
membantu proses pemulihan pasien.

VIII.

PROGNOSIS :
Dari Alloanamnesi dan autoanamnesis, didapatkan keadaan berikut ini :
- Faktor pendukung : 1. Adanya dukungan dari keluarga (istri dan anakanakya)
-

2. Tidak terdapat kelainan organik


Faktor penghambat : 1. Stressor yang masih berlanjut
2. tingkat pendidikan pasien rendah

Dari factor tersebut dapat disimpulkan bahwa prognosis pasien adalah dubia
et bonam
IX.

FOLLOW UP :
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya, efektifitas
terapi serta kemungkinan terjadinya efek samping dari obat yang diberikan.

X.

PEMBAHASAN
Gangguan penyesuaian (adjustment disorder) merupakan reaksi maladaptif
jangka pendek terhadap stressor yang dapat diidentifikasi, yang muncul
selama tiga bulan dari munculnya stressor tersebut. Gangguan ini merupakan
respon patologis terhadap apa yang oleh orang awam disebut sebagai
kekurang beruntungan, atau yang menurut para psikiater disebut sebagai
stressor psikososial. Gangguan ini bukan merupakan kondisi lebih buruk dari
gangguan psikiatrik yang sudah ada.
8

Reaksi maladaptif terlihat dari adanya hendaya yang bermakna (signifikan)


dalam fungsi sosial, pekerjaan, akademis, atau adanya kondisi distress
emosional yang melebihi batas normal. Hendaya tersebut muncul dalam 1
bulan setelah adanya stressor. Reaksi maladaptif dalam bentuk gangguan
penyesuaian ini, mungkin teratasi bila stressor dipindahkan atau individu
belajar mengatasi stressor. Bila reaksi maladaptif ini berlangsung lebih dari
enam bulan setelah stressor (konsekuensinya) dialihkan, diagnosis gangguan
Manifestasi Klinis
Gangguan penyesuaian didiagnosis saat seseorang memiliki gejala
kejiwaan saat menyesuaikan diri terhadap keadaan baru.
Gejala-gejala yang muncul bervariasi, misalnya depresi, kecemasan, atau
campuran di antara keduanya. Gejala campuran ini yang paling sering
ditemukan pada orang dewasa.
Gejala-gejala tersebut muncul bertahap setelah adanya kejadian yang
penuh tekanan, dan biasanya berlangsung dalam waktu sebulan (ICD-10) atau
3 bulan (DSM IV). Gangguan ini jarang terjadi lebih dari 6 bulan. Contoh
kejadian yang penuh tekanan antara lain putusnya hubungan, pemutusan
hubungan kerja, perselisihan dalam pekerjaan, kehilangan, sakit dan perubahan
besar.
Seseorang yang menderita gangguan penyesuaian akan memiliki kesulitan
dalam fungsi sosial dan pekerjaan; kerja dan hubungan antara sesama akan
terganggu akibat stress yang berlangsung atau kurangnya konsentrasi.
Bagaimanapun juga kesulitan yang terjadi tidak akan mengganggu kehidupan
sehari-hari seseorang sampai level yang signifikan. Gejala tidak selalu
menghilang segera setelah stressor menghilang dan jika stressor berlanjut,
gangguan mungkin akan menjadi kronik
Kriteria Diagnosis
PPDGJ-III:
9

a. Diagnosis tergantung pada evaluasi terhadap hubungan antara:

bentuk, isi, dan beratnya gejala

riwayat sebelumnya atau corak kepribadian

kejadian, situasi yang penuh stres, atau krisis kehidupan

b. Adanya ketiga faktor di atas harus jelas dan mempunyai bukti yang kuat
bahwa gangguan tersebut tidak akan terjadi bila tidak mengalami hal
tersebut.
c. Manifestasi gangguan bervariasi dan mencakup afek depresi, anxietas,
campuran depresi dan anxietas, gangguan tingkah laku disertai adanya
disabilitas dalam kegiatan rutin sehari-hari.
d. Biasanya mulai terjadi dalam satu bulan setelah terjadinya kejadian yang
penuh stres, dan gejala-gejala biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan
kecuali dalam hal reaksi depresi berkepanjangan.
e. Karakter kelima :
F43.20 = reaksi depresi singkat
F43.21 = reaksi depresi berkepanjangan
F43.22 = reaksi campuran anxietas dan depresi
F43.23= dengan predominan gangguan emosi lain
F43.24= dengan predominan gangguan perilaku
F43.25= dengan gangguan campuran emosi dan perilaku
F43.28= dengan gejala predominan lainnya YDT.
Terapi
a. Psikoterapi
Intervensi psikoterapi pada gangguan penyesuaian bertujuan untuk
mengurangi efek dari stressor, meningkatkan kemampuan mengatasi
(coping) stressor yang tidak bisa dikurangi, dan menstabilkan status mental
dan system dukungan untuk memaksimalkan adaptasi. Psikoterapi dapat
berupa: terapi perilaku-kognitif, terapi interpersonal, upaya psikodinamik
atau konseling.4
Beberapa stressor dapat menyebabkan reaksi yang berlebihan
(misalnya, pasien memutuskan untuk bunuh diri atau melakukan
pembunuhan setelah ditinggalkan oleh kekasihnya). Pada kasus seperti
10

reaksi berlebihan dengan perasaan, emosi atau perilaku, terapis akan


membantu individu menempatkan perasaan dan kemarahannya melalui katakata daripada melakukan tindakan destruktif dan memberikan perspektif.
Peran verbalisasi dan gabungan afek dan konflik yang tidak berlebihan
dalam upaya mengurangi stressor dan meningkatkan coping. Obat-obatan
dan alkohol tidak dianjurkan.4
Psikoterapi, konseling krisis medis, intervensi krisis, terapi keluarga,
terapi kelompok, terapi perilaku-kognitif, dan terapi interpersonal semua
mendorong

individu

untuk

mengekspresikan

pengaruh,

ketakutan,

kecemasan, kemarahan, rasa tidak berdaya, dan putus asa terhadap stressor.
Mereka juga membantu individu untuk menilai kembali realitas dalam
beradaptasi. Sebagai contoh, hilangnya kaki bukan berarti kehilangan
nyawa. Tetapi itu adalah kerugian besar. Psikoterapi singkat berusaha untuk
membingkai

makna

stressor

tersebut,

cara

meminimalkannya

dan

mengurangi defisit psikologis terhadap kejadian tersebut. 4,7


b. Farmakoterapi
Biasanya, penggunaan terapi farmakologi oleh individu dengan
gangguan penyesuaian adalah untuk mengurangi gejala seperti insomnia,
kecemasan dan serangan panik. Yang paling umum diresepkan untuk agen
individu dengan gangguan penyesuaian adalah benzodiazepine dan antidepresan. Stewart et al merekomendasikan percobaan antidepresan pada
pasien dengan depresi ringan atau berat yang belum memberi respon atau
intervensi psikoterapi suportif lainnya selama 3 bulan. 3
Dalam sebuah penelitian yang ditujukan untuk membedakan respon
terapi antidepresi pada Depresi Major dengan gangguan penyesuaian
dengan mood depresi, ditemukan hasil bahwa tidak ada perbedaan respon
klinis antara keduanya terhadap antidepresi. Namun kecepatan respon
terapinya lebih cepat 2 kali pada gangguan penyesuaian dibandingkan
pasien depresi biasa.

11

LAMPIRAN
(DM : dr muda, P : Pasien)
DM

: Assalamu alaykum. Perkenalkan nama saya Reski Mulia, saya dokter


muda yang bertugas di sini. Kalau boleh tahu nama bapak siapa?

: J dok.

DM

: Datang ke sini sendirian ?

: Saya kesini dengan anak pertama saya dok.

DM

: Tanggal berapa lahir?

: Tanggal 31-12-1957 dok.

DM

: Oh jadi umur bapak sekarang 51 tahun yah?

: Iya dok

DM

: bapak tinggal dimana dan bersama siapa?

: Di Jl. A.Pakanna Pangkajene Sidrap, tinggal bersama istri dan anak-anak


dok

DM

: Apa aktivitas bapak sekarang?

: Saya pengusaha dok, jual beli hasil pertanian warga di kampug dok.

DM

: apa yang bisa saya bantu pak, kenapa bapak datang ke sini?

: Belakangan ini susah ka tidur dok.

DM

: Sejak kapan mulai merasa susah tidur?


12

: Sejak 1bulan terakhir ini dok tapi saya rasa makin berat selama 2 minggu
ini dok.

DM

: Itu susah tidurnya seperti apa?

: susah tidur dok, biasanya kalau lagi tidur tetap masih dengar suara di
sekitar,

DM

: seperti tidak tidur nyenyak?

: iye dok

DM

: Keluhan apa lagi yang dirasakan?

: saya juga selalu merasa lemah badan ku dok, saya juga rasa tidak
bergairah, putus asa dan pesimis jg dok

DM

: Bisa ibu ceritakan, apa sebenarnya yang telah terjadi sebelum keluhan ini
muncul?

: saya pikir usaha ku dok. Saya takut usaha ku tidak lacar lagi.

DM

: ada apa dengan usaha bapak ?

: masalah keuangan dok. Saya takut modal usaha ku habis tidak bisa
diputar lagi

DM

: kenapa dengan modal usahanya pak?

: sebenarnya 2 tahun yang lalu, saya kasi pinjam uang lumayan banyak ke
saudara-saudara ku, buat modal usaha dan bangun rumahnya dok.

DM

: iya lalu pak ?

: terus sekarang,saya merasa butuh mi itu uang buat putar modal ku dok.
Tapi saudaraku belum bayar utangya dok.

DM

: bapak sudah coba menagih ke saudara bapak?

13

: sudah dok, itu mi pas saya tagih katanya mereka belum punya uang.
Banyak juga kebutuhnnya sekarang katanya dok. Sejak saat itu, nda baku
bicara mka lagi sama mereka dok. Nda ada mi juga mereka datangi ka,
saya juga nda ke rumahnya mi sejak itu. Nda baik mi hubungan ku dengan
mereka dok

DM

: lantas sekarang bgimana pak?

: itu mi dok, saya rasa bersalah mi sama keluargaku, takut ka nda bisa lagi
nafkahi keluarga seperti dahulu dok.

.
DM

: sekarang bapak kerja apa kalau lagi di rumah ?

:tidak ada dok, tidak ada semangat ku beraktivitas, saya jarang mi pergi
keja, di rumah saja tinggal di kamar.

DM

: bapak tidak bercengkrama dengan istri dan anak-anak di rumah?

: tidak ada semangat ku kurasa dok, nda suka kumpul sama keluargauntuk
cerita-cerita lagi.

DM

: bagaimana dengan nafsu makan bapak?

: aih, tidak banyak makan ku dok. Nda nafsu makan ma ku rasa

DM

: bapak pernah mengalmi keluhan yang sama sebelumnya?

: belum ernah dok, baru pi ini

DM

: Berat badan ada penurunan?

: tidak ji dok

DM

: Apakah sebelumnya pernah mengalami keluhan seperti ini?

: Baru kali ini dok.

14

DM

: Apakah di keluarganya yang pernah mengalami keluhan seperti ini juga?

: Tidak ada dok.

DM

: pernah ada riwayat penyakit sebelumnya ?

: tidak ada dok

DM

: pernah jatuh dan terbentur kepala ?

: tidak ji dok

DM

: apakah pernah konsusmsi minuman keras, rokok atau napza?

: tidak pernah dok

DM

: pendidikan terakhir dimana?

: SMP dok

DM

: besar pasak dari pada tiang maksudnya apa pak ?

: lebih banyak pengeluarannya banding pemasukannya dok

DM

: bapak sekarang berada dimana ? tanggal berapa ? sama siapa kesini ?

: di rumah sakit dok, tanggal 23 juli 2016. Sama ka anak pertama ku dok

DM

: bapak menikah tahun berapa?

: lama mi dok, tahun 1992

DM

: bisa ulangi angka ini pak, 5,9,2

: 5,9,2

DM

: pak kalau ada dompet yang ditemukan di pingggir jalan, dan ada ktp
pemiliknya di dalamnya, apa yang bapak harus lakukan ?

: kembalikan ke alamat yang ada di ktp nya dok

15

DM

: baik pak, ada yang mau bapak tanyakan lagi?

: tidak ada ji dok. Mauka sembuh dari keadaan ku ini dok.

DM

: iya pak, nanti di kasi obat, disamping itu bapak perlu dukungan dari
keluarga juga.

: iya dok. Trimakasih

DM

: iya pak, semoga kedaannya lekas membaik.

16

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG

Gangguan ansietas fobik atau yang biasa juga disebut fobia merupakan
kecemasan disertai perilaku menghindar yang timbul akibat adanya ketakutan
yang tidak logis dan bersifat menetap terhadap suatu objek, kondisi, ataupun
situasi yang sebenarnya tidak berbahaya.1
Fobia berasal dari bahasa yunani yaitu fobos yang berarti ketakutan. Fobia
merupakan salah satu gangguan ansietas dan dibedakan kedalam tiga jenis
berdasarkan jenis objek atau situasi ketakutan yaitu agoraphobia, fobia spesifik
dan fobia sosial.6
Fobia sosial, juga disebut sebagai gangguan cemas sosial, adalah gangguan
cemas yang termasuk didalamnya distress yang hebat atau ketakutan terhadap
situasi umum. Individu dengan fobia sosial secara khas mengalami panik selama
berhubungan sosial serta adanya rasa takut akan memalukan atau merendahkan
dirinya dihadapan umum. Situasi ini meliputi berkumpul dengan masyarakat
umum, bertemu dengan orang-orang yang baru, berbicara didepan publik,
menggunakan kamar kecil/wc umum, makan dengan orang lain atau kontak sosial
secara umum.2,9
Walaupun fobia sering dijumpai namun sebagian besar pasien tidak
mencari bantuan untuk mengatasinya atau tidak terdiagnosis secara medis.6

17

Bab II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Fobia sosial, juga disebut sebagai gangguan cemas sosial, adalah gangguan
cemas yang termasuk didalamnya distress yang hebat atau ketakutan terhadap
situasi umum. Individu dengan fobia sosial secara khas mengalami panik selama
berhubungan sosial serta adanya rasa takut akan memalukan atau merendahkan
dirinya dihadapan umum. Situasi ini meliputi berkumpul dengan masyarakat
umum, bertemu dengan orang-orang yang baru, berbicara didepan publik,
menggunakan kamar kecil/wc umum, makan dengan orang lain atau kontak sosial
secara umum.2,6,9
Ketakutan irasional yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi
sosial atau tampil di depan orang-orang yang belum dikenal atau dengan
kemungkinan dinilai oleh orang lain yang tak dikenal.6

2.2 EPIDEMIOLOGI
Fobia sosial terdapat pada 3 sampai 13 persen populasi. Pria dan wanita
memiliki angka kejadian yang seimbang. Onset penyakit biasanya dimulai awal
umur belasan tahun, walaupun tidak menutup kemungkinan terjasi pada tiap tahap
kehidupan dengan onset termuda pada usia 5 tahun dan onset paling tua pada usia
35 tahun. Menurut survey yang dilakukan di Amerika, fobia sosial pada pria
sebanyak 11,1% pada wanita 15,5 %. Belanda sebesar 5,9 % didapatkan pada pria
dan 9,7 % didapatkan pada wanita. Sedangkan di Korea didapatkan sebanyak 0,1
% pada pria dan 1,0 % pada wanita.2,7
2.3 ETIOLOGI
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa anak-anak dengan orang tua
yang memiliki gangguan cemas akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang
18

sangat pemalu ketika dewasa. Orang tua yang memiliki gangguan cemas akan
cenderung kurang peduli, lebih menolak, dan lebih overprotective terhadap
anaknya dibandingkan dengan orang tua yang lain2,5
Sampai sekarang belum ditemukan penyebab yang pasti. Walaupun
demikian, penelitian mengenai etiologi banyak dilakukan saat ini. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi antara lain:
Faktor Neurokima
Pasien dengan fobia kemungkinan mengeluarkan lebih banyak noepinefrin atau
epinefrin, baik di sentral maupun di perifer dibandingkan dengan orang yang tidak
fobia. Dari penelitian didapatkan bahwa fobia sosial berhubungan dengan
gangguan pada system dopaminergik. Kadar homovanilic acid (HVA) pada
penderita fobia sosial lebih rendah blia dibandingkan dangan penderita panik atau
kontrol. Adanya perbaikan gejala fobia sosial dengan pemberian monoamine
oxidase inhibitor (MAOI) menunjukkan bahwa kinerja dopamine terganggu pada
fobia sosial. 2,
Faktor Genetik
Faktor genetik dapat berperanan dalam fobia sosial. Analisa pedigree/silsilah
memperlihatkan silsilah pertama dari keluarga dengan fobia sosial tiga kali
beresiko mendapat sosial fobia dibanding silsilah pertama dari keluarga tanpa
gangguan mental.2
Faktor Psikososial
Fobia menggambarkan interaksi antara diathesis genetika konstitusional
dan stressor lingkngan.
Penelitian menyimpulkan bahwa anak-anak tertentu yang ada predisposisi
konstitusional terhadap fobia, memiliki temperamen inhibisi perilaku terhadap
yang tidak dikenal (behavioral inhibition to the unfamiliar) dengan stress
19

lingkngan yang kronik akan mencetuskan timbulnya fobia; misalnya perpisahan


dengan orang tua, kekerasan dalam rumah tangga dapat mengaktivasi diathesis
laten pada anak-anak yang kemudian menjadi gejala yang nyata.6
Menurut Freud, fobia yang disebut sebagai hysteria cemas (anxiety
hysteria) disebabkan tidak terslesaikannya konflik oedipal masa anak-anak. Objek
fobik merupakan simbolisasi dari sesuatu yang berhubungan dengan konflik.6

2.4 GAMBARAN KLINIK


Fobia ditandai dengan timbulnya ansietas berat jika pasien terpapar dengan
situasi atau objek spesifik atau jika mengantisipasi akan terpapar situasi atau
objek. Pemaparan atau mengantisipasi dengan stimulus fobik sering menimbulkan
serangan panik pada orang yang rentan terhadap serangan panik. Orang dengan
fobia berusaha untuk menghindari stimulus fobik.6
1. Tanda tanda dan gejala emosi dan perilaku kecemasan sosial, termasuk:2,5,6,7,8,10

Takut secara berlebihan ketika berinteraksi dengan orang asing

Takut situasi di mana seseorang itu dapat dinilai

Khawatirkan memalukan atau memalukan diri sendiri

Ketakutan bahwa orang lain akan melihat bahwa kita terlihat cemas

Kecemasan yang mengganggu rutinitas harian, pekerjaan, sekolah atau


kegiatan lain

Menghindari melakukan sesuatu atau berbicara dengan orang karena takut


malu

Menghindari situasi di mana mungkin menjadi pusat perhatian

Kesulitan membuat kontak mata

Kesulitan berbicara

20

2. Tanda tanda fisik dan gejala gangguan kecemasan sosial:5,6,7,8,10

Blushing (muka merah)

Berkeringat

Gemetar atau bergetar

Detak jantung cepat

Gangguan perut

Mual

Suara gemetar

Ketegangan otot

Kebingungan

Diare

Tangan dingin, basah

Secara umum, pengalaman sehari-hari yang mungkin dapat memicu timbulnya


gangguan kecemasan sosial meliputi2,5,6,8,10

Menggunakan WC atau telepon umum

Berinteraksi dengan orang asing

Membuat kontak mata

Memesan makanan di restoran

Diperkenalkan kepada orang asing

Memulai percakapan

2.5 KRITERIA DIAGNOSIS


Menurut DSM-V
21

Kriteria A
Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial dimana
seseorang terekspos. Contonya meliputi interaksi sosial (misalnya bercakap-cakap,
bertemu dengan orang yang belum dikenal) atau situasi yang memungkinkan ia
dinilai oleh orang lain atau menjadi pusat perhatian (misalnya makan, minum) dan
tampil di depan umum (misalnya menyampaikan pidato)
Kriteria B
Pasien merasa takut bahwa dirinya akan menunjukkan gejala cemas yang akan
dinilai buruk oleh orang lain (misalnya dirinya memalukan dan menimbukan
reaksi penolakan atau menyinggung orang lain)
Kriteria C
Situasi sosial hampir selalu memprovokasi timbulnya ketakutan atau kecemasan.
Kriteria D
Pasien menghindari situasi sosial atau atau pasien tetap bertahan pada situasi
sosial tersebut tetapi dengan perassan sangat cemas atau sangat ketakutan.
Kriteria E
Ketakutan dan kecemasan yang timbul tidak sesuai dengan ancaman yang
ditimbulkan oleh situasi sosial tersebut serta konteks kultursosial
Kriteria F
Ketakutan, kecemasan maupun penghindaran persisten dengan durasi paling
sedikit 6 bulan.
Kriteria G

22

Ketakutan, kecemasan maupun penghindaran

terhadap situasi sosial tersebut

mempengaruhi kehidupan pasien secara bermakna atau mempengaruhi fungsi


pekerjaan, aktivitas dan hubungan sosial.

Kriteria H
Ketakutan, kecemasan atau sikap menghindar tersebut tidak disebabkan oleh efek
fisiologik zat (penggunaan obat terlaran, pengobatan) atau kondisi medik umum
atau gangguan mental lain
Kriteria I
Ketakutan, kecemasan atau sikap menghindar tersebut bukan merupakan gejala
dari gangguan mental yang lain, atau gangguan autisme
Kriteria J
Jika terdapat kondisi medis yang lain ( misalnya parkinson disease, obesitas,
kerusakan akibat luka bakar atau cedera) Ketakutan, kecemasan atau sikap
menghindar yang timbul secara jelas tidak berhubungan dengan kondisi tersebut
2,3,5

Menurut PPDGJ - III


Sedangkan berdasarkan PPDGJ - III diagnosis fobia sosial ditegakkan bardasarkan
yaitu4
Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:
a. gejala psikologis, perilaku atau otonomilk yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala
lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;

23

b. anxietasnya harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu


(outside the family circle); dan
c. menghindari situasi fobik harus atau sudah merupaken gejala yang
menonjol
Bile terlalu sulit untuk membedakan antara fobia sosial dengan agorafobaa,
hendaknya diutamakan diagnosa agorafobia.1,4

2.6 DIAGNOSIS BANDING


Fobia sosial harus dibedakan dengan rasa takut yang wajar ataupun rasa
malu yang normal. Diagnosis banding dari fobia sosial meliputi agorafobia,
gangguan panik, gangguan kepribadian cemas (menghindar), gangguan depresi
berat, dan gangguan kepribadian skizoid. Pasien dengan agorafobia biasanya
merasa nyaman dengan kehadiran orang lain di situasi yang dapat memprovokasi
timbulnya kecemasan tapi pasien dengan fobia sosial akan menjadi lebih cemas
dengan kehadiran orang lain. Sesak napas, pusing, rasa lemah dan rasa takut akan
kematian merupakan gejala-gejala pada gangguan panik dan agorafobia, gejala
yang berhubungan dengan fobia sosial biasanya meliputi wajah memerah karena
rasa malu, otot berkedut, rasa cemas akan diawasi. Perbedaan antara fobia sosial
dengan kepribadian cemas susah dibedakan sehingga diperlukan anamnesis yang
lengkap dan rwayat psikiatri pasien. 2,5
Menghindari situasi sosial biasanya dapat menjadi gejala dari depresi.
Tetapi, anamnesis dari pasien didapatkan gejala depresi yang lainnya. Pada pasien
dengan gangguan kepribadian skizoid merasa kurang tertarik dengan bersosialisasi
bukannya takut bersosialisasi, perilaku yang menghindari sosial. 2,5
2.7 Prognosis

24

Fobia sosial biasanya mulai pada usia dini sehingga dapat menyebabkan
gangguan disemua bidang akademik seperti rendahnya kemampuan sekolah,
menghindar dari sekolah, dan sering putus sekolah. Pemilihan karirya sangat
terbatea dan ia sering berhenti dari pekerjaan. Fobia sosial cenderung menjadi
kronik. Bila tidak diobati depat menjadi komorbiditas dengan gangguan lain
seperti depresi, penyalahgunaan alkohol atau obat. Pada penderita agorafobia dan
fobia sosial, pemakaian alkohol sering merupakan ussha untuk mengobati diri
sendiri. 1,2
Belum banyak diketahui tentang prognosis fobia, namun kecenderungannya
adalah menjadi kronik dan dapat terjadi komorbiditas dengan gangguan lain
seperti depresi, penyalahgunaan alcohol dan obat bila tidak mendapat terapi.
Menurut national institute of mental health sekitar 80% dengan fobia sosial
membaik dengan farmakoterapi, terapi konitif perilaku atau kombinasi. Gangguan
fobia mungkin disertai dengan lebih banyak morbiditas dan tergantung pada
perilaku fobik apakah dapat mengganggu kemampuan seseorang berfungsi,
menyebabkan ketergantungan financial pada orang lain dan timbulnya berbagai
gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan dan akademik.6,8
2.8 Penatalaksanaan
Suatu kombinasi farmakoterapi dan psikoterapi pada umumnya diberikan
untuk para orang dengan fobia sosial.2,5,8
Farmakoterapi

Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIS): SSRIS dengan cepat


menjadi first-line pengobatan yang baku untuk fobia sosial. Paroxetine
menerima pengakuan badan Makanan Dan Administrasi Obat/Racun
(FDA) untuk indikasi ini pada tahun 1999 dan SSRI yang pertama
memperolehnya. Penelitian menyatakan bahwa SSRIS juga mungkin
efektif.

25

Benzodiazepines: Benzodiazepines mungkin efektif untuk fobia sosial.

Alprazolam Dan Clonazepam telah digunakan dengan sukses.


Buspirone: buspirone efeknya akan bertambah bila digunakan dengan

SSRI.
Propranolol: Beta-Blockers telah digunakan untuk blok autonomic
terhadap tanggapan dengan fobi sosial. Pencegahan gejala seperti
gemetaran peningkatan detak jantung mendorong kearah sukses

didalam menghadapi situasi sosial.


Monoamine oxidase inhibitors(

MAOIS):

Phenelzine

telah

dipertunjukkan untuk bisa efektif didalam studi. Pembatasan yang


berkenaan diet makan mengurangi ketenaran mereka. Moclobemide,
suatu MAOI lebih baru, pasti mempunyai kemanjuran dengan fobia
sosial.

Psikoterapi
Tingkah laku
Psikoterapi tingkah laku, seperti desensitisasi berangsur-angsur, mungkin
bermanfaat terhadap fobi sosial. Teknik ini melibatkan secara berangsur-angsur
pasien untuk berada situasi pada situasi yang secara normal menyebabkan
kecemasan. Dengan penguasaan situasi tanpa kecemasan , pasien secepatnya
mampu mentolelir situasi yang yang sebelumnya membuat cemas.
Kognitif

26

Terapi berorientasi pada pengertian yang mendalam sudah membuktikan


bermanfaat fobia sosial. Individu dengan fobi sosial sering mempunyai
penyimpangan kognitif penting berhubungan dengan orang lain.1,2,5,8

27

Bab III
KESIMPULAN

1. Fobia sosial merupakan ketakutan irasional yang jelas dan menetap terhadap
satu atau lebih situasi sosial atau tampil di depan orang-orang yang belum
dikenal atau dengan kemungkinan dinilai oleh orang lain yang tak dikenal.
2. Fobia sosial terdapat pada 3 sampai 13 % populasi. Pria dan wanita memiliki
angka kejadian yang seimbang. Onset penyakit biasanya dimulai awal umur
belasan tahun.
3. Sampai sekarang belum ditemukan penyebab yang pasti. Walaupun demikian,
penelitian mengenai etiologi banyak dilakukan saat ini. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi antara lain: faktor neurokimia, genetik dan psikososial.
4. Gambaran klinik fobia sosial meliputi : blushing (muka merah), berkeringat,
gemetar atau bergetar, detak jantung cepat, gangguan perut, mual, diare suara
gemetar, ketegangan otot, kebingungan, tangan dingin, basah pada saat pasien dalam

situasi meliputi berkumpul dengan masyarakat umum, bertemu dengan orangorang yang baru, berbicara didepan publik, menggunakan kamar kecil/wc
umum, makan dengan orang lain atau kontak sosial secara umum.
5. Kriteria diagnosis fobia sosial dapat menggunakan DSM V ataupun PPDGJ
III.
6. Terapi fobia sosial terdiri atas farmakoterapi (SSRI, Benzodiazepine,
Buspirone,Propanolol,MOAIS) dan psikoterpi (Terapi perilaku dan kognitif).

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Tanto, Chris. et al. Kapita Selekta Kedokteran Essential of Medicine Edisi


IV Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2014. Pp. 915-917
2. Sadock, Benjamin James,et al. Kaplan &Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 11th Edition. Lippincott Williams
& Wilkins. 2015. Pp. 872-877
3. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistic Manual of
Mental Disorders 5th ed. washington, DC: American Psychiatric P. 2013
4. Maslim, Rusdi. Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan
Gangguan Terkait Stress dalam Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa
Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta : PT Nuh Jaya. 2013. Pp 72-73
5. Kai, Jerald, Allan Tasman. Essentials of Psychiatry. Inggris : John wiley &
sons : Pp 588-606.
6. Kandou, J. Elizabeth. Fobia. Dalam: Buku ajar psikiatri. Edisi 2. Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia
7. Anxiety and Disorders Association of America. Sosial Anxiety Disorder.
available at : www.adaa.org
8. Anxiety and Depression Association of America. Sosial Anxiety Disorder.
Available at : www.adaa.org
9. Maramis, WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press. 2009.
10. www.emedicine.medscape.com/article/290854-overview#a3
29

30

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama/NIM

: RESKI MULIA /C11112016

Judul Refarat

: FOBIA SOSIAL

Judul Laporan Kasus : Gangguan Penyesuaian Reaksi Depresi Singkat

Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada


bagian Ilmu Kesehatan Jiwa dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Makassar, Agustus 2016

Pembimbing,

dr. Anisa Ramli

Supervisor

dr. Andi Suheyra Syauki, Sp.KJ. Ph.D

31

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PEGESAHAN
DAFTAR ISI

LAPORAN KASUS GANGGUAN PENYESUAIAN REAKSI DEPRESI


SINGKAT
IDENTITAS
PASIEN 1
LAPORAN PSIKIATRI

I.

Riwayat
penyakit

II.

1
Status mental..

III.

4
Pemeriksaan dignostik lebih lanjut

IV.

... 6
Ikhtisar penemuan

V.

bermakna.6
Evaluasi
multiaksial...
7
32

VI.

Daftar problem
8

VII.

..
Rencana terapi
...
Prognosis

VIII.

9
IX.

Follow
up
9

X.

Pembahasan dan diskusi

LAMPIRAN

14

33

REFARAT FOBIA SOSIAL


BAB I PENDAHULUAN
1.Latar Belakag
18
Bab II PEMBAHASAN
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8

Definisi 19
Epidemiologi . 19
Etiologi... 19
Gejala klinik 21
Kriteria diagnostik . 22
diagnosis banding .. 25
prognosis 25
Penatalaksanaan 26
BAB III KESIMPULAN ..
28
Daftar Pustaka ..
29

34

Anda mungkin juga menyukai