Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan paling penting yang harus dipenuhi setiap makhluk
hidup. 80 % dari tubuh manusia terdiri dari air, jadi tidak heran jika manusia tidak
mampu hidup tanpa menggunakan air, tetapi permasalahan utama yang ada
sekarang adalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang lebih banyak
memiliki lautan daripada air, pada kenyataannya masyarakat masih banyak yang
mengeluh tentang tidak adanya air bersih.
Kalimantan Barat merupakan provinsi yang memiliki banyak sungai sebagai
sumber air baku, salah satunya adalah sungai Kapuas yang melewati Kabupaten
Sanggau. Penduduk yang tinggal disekitar sempadan sungai menggunakan air
langsung dari air baku sungai Kapuas tersebut tanpa diolah terlebih dahulu. Oleh
karena itu, perlu adanya perancangan untuk Sistem Penyediaan Air Minum agar
masyarakat yang tinggal disekitar sempadan sungai maupun yang tinggal jauh dari
sumber air baku dapat merasakan air bersih yang telah diolah dan dapat digunakan
untuk kebutuhan sehari hari seperti mandi,cuci,kakus (MCK).
Kenyataannya sampai saat ini penyediaan air bersih untuk masyarakat di
kabupaten Sanggau masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang cukup
kompleks. Salah satu masalah yang masih dihadapi sampai saat ini yakni masih
rendahnya tingkat pelayanan air bersih untuk masyarakat serta sulitnya
pendistribusian air bagi masyarakat yang tinggal jauh dari sempadan sungai.
Perencanaan sistem pendistribusian air ini juga harus mendapatkan
dukungan dari Pemerintah daerah dan Pemerintah pusat. Sistem Penyediaan Air
Minum yang akan dibuat di pusatkan untuk masyarakat yang tinggal di Kabupaten
Sanggau baik yang berada di kota Sanggau maupun yang berada di desanya.
Sumber air baku terdekat yang dapat dimanfaatkan adalah air sungai kapuas.
Pemanfaatan ini meninjau dari letaknya yang tidak jauh dari Kabupaten sanggau
serta sungai Kapuas merupakan satu-satunya sungai terbesar yang ada di
Kabupaten sanggau.

1.2 Lokasi Kegiatan


Kabupaten Sanggau merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan
Barat. Kabupaten Sanggau terletak ditengah-tengah dan berada pada bagian utara
Provinsi Kalimantan Barat. Dilihat dari letak geografisnya, Kabupaten Sanggau
terletak diantara 1LU 0,6LS & 109,8 - 111,3 BT dengan luas wilayah
12.857,70 Km2 (12,47%) dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat.
1.3 Kondisi Umum Lokasi Perencanaan
Perancangan penyediaan air bersih ini dilaksanakan untuk wilayah kabupaten
Sanggau Provinsi Kalimantan Barat. Luas wilayah Kabupaten Sanggau adalah
12.857,70 Km2 (12,47%) dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat, dengan
kepadatan penduduk rata-rata 32 jiwa perKm2.
Kabupaten Sanggau secara umum beriklim tropis dengan rata-rata hari hujan
sebulan tertinggi selama 12 (dua belas) hari yang terjadi pada bulan Januari dan
Desember. Sedangkan hari hujan terendah terjadi pada bulan Juli dan Agustus
yaitu selama 5 (lima) hari. Rata-rata tinggi curah hujan terbesar 196 mm yang
terjadi pada bulan Januari sedangkan terendah sebesar 54 mm yang terjadi pada
bulan Juli.

Berikut merupakan tabel sarana dan fasilitas di Kabupaten Sanggau :


Tabel 1.1 Sarana dan Fasilitas di Kabupaten Sanggau

fasilitas umum
TK
SD
SMP
SMA
pendidikan
SMK
Rumah
Sakit
Puskesmas
Kesehatan
Poliklinik
Mesjid
Surau
Gereja
Pekong
Tempat
Ibadah
Pura
Sumber :Data Primer, 2015

2014
57
474
113
25
10

2019
57
474
113
25
10

Tahun
2024
57
474
113
25
10

3
18
22
253
188
512
3
6

3
18
22
253
188
512
3
6

3
18
22
253
188
512
3
6

2029
58
475
114
26
11

2034
58
475
114
26
11

4
19
23
254
189
513
4
7

4
19
23
254
189
513
4
7

1.4 Maksud dan Tujuan


Maksud: Merencanakan distribusi air bersihdi wilayah Sanggau dengan
menggunakan sumber air dari sungai Kapuas yang terdapat di
wilayah Sanggau.
Tujuan : 1. Memenuhi kekurangan pasokan air bersih bagi masyarakat Kabupaten
Sanggau.
2. Meningkatkan kapasitas pelayanan penyediaan air baku bagi
masyarakat Sanggau.
1.5 Ruang Lingkup Perencanaan
Perencanaan sistem penyediaan air minum ini hanya dilakukan pada wilayah
daerah Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat. Perencaan ini terbatas kepada
sistem pendistribusiannya. Pendistribusian dilakukan dengan perhitungan
proyeksi penduduk dan ketersediaan sumber air. Perencanaan dilakukan dengan
menggunakan data selama 5 tahun yaitu dari tahun 2010 sampai tahun 2014.
3

Analisis jumlah penduduk dan pertumbuhannya serta kebutuhan air baku di


Kabupaten Sanggau yang diproyeksikan selama 20 tahun mendatang dimulai dari
tahun 2014 sampai 2034.
Perencanaan sistem transmisi, jenis intake, sumber air baku yang digunakan,
proyeksi penduduk dan teknis dalam pendistribusian air minum kepada
masyarakat Kabupaten Sanggau.
1.6 Cakupan Pekerjaan
Adapun sistematika susunan perancangan bangunan pendistribusian air
bersih di Kabupaten Sanggau ini akan dibuat dengan urutan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
BAB II Gambaran Umum Daerah Perencanaan
BAB III Kriteria Perencanaan
BAB IV Analisa Kebutuhan Air
BAB V Perencanaan Jaringan Perpipaan
BAB VI Kesimpulan dan Saran
Perancangan ini dilakukan agar sistem penyediaan air bersih sesuai dan
efisien sehingga dapat melayani seluruh masyarakat di Kabupaten Sanggau.
Rincian mengenai perancangan akan dibahas di bab-bab berikutnya.

BAB II

GAMBARAN UMUM
Gambar 2.1 Peta Topografi Kabupaten Sanggau

Sumber : Sanggau dalam angka


2.1 Batas Administratif Kabupaten Sanggau
Kabupaten Sanggau merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan
Barat. Kabupaten Sanggau terletak ditengah-tengah dan berada pada bagian utara
Provinsi Kalimantan Barat. Dilihat dari letak geographisnya, Kabupaten Sanggau
terletak diantara 1LU 0,6LS & 109,8 - 111,3 BT, dengan batas batas wilayah
Kabupaten Sanggau sebagai berikut:
Sebelah Utara

: Sarawak (Malaysia Timur) dan Kabupaten Bengakayang

Sebelah Selatan

: Kabupaten Ketapang

Sebelah Timur

: Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Sintang

Sebelah Barat

: Kabupaten Landak

Kabupaten Sanggau memiliki 7 (tujuh) posisi strategis, yaitu:


1. Secara geografis terletak di tengah-tengah Propinsi Kalimantan Barat.
2. Terletak pada jalur lalu lintas sektor timur menuju Kabupaten Sekadau,
Melawi, Sintang dan Kapuas Hulu.
3. Terletak pada jalur Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia.
4. Terletak pada jalur Trans Kalimantan (Kalteng, Kalsel, Kaltim).
5. Terletak pada jalur Trans Borneo (Sarawak dan Brunei Darussalam).
6. Berbatasan langsung dengan negara bagian Sarawak (Malaysia Timur).
7. Memiliki PPLB Entikong yang direncanakan sebagai pelabuhan darat resmi.
2.2 Luas Wilayah
Luas wilayah Kabupaten Sanggau adalah 12.857,70 Km2 (12,47%) dari luas
wilayah Provinsi Kalimantan Barat, dengan kepadatan penduduk rata-rata 32 jiwa
per tahun.
Tabel 2.1 Kepadatan Penduduk Tahun 2010

Ibukota
No.

Kecamatan
Kecamatan

Luas Daerah
(Km2)

(1)

(2)

(3)

(4)

Toba

Teraju

1.127,20

Meliau

Meliau

1.495,70

Kapuas

Sanggau

1.382,00

Mukok

Kedukul

501,00

Jangkang

Balai Sebut

1.589,20

Bonti

Bonti

1.121,80

Parindu

Pusat Damai

593,90

Tayan Hilir

Tayan

1.050,50

Balai

Batang Tarang

395,60

10

Tayan Hulu

Sosok

719,20

11

Kembayan

Kembayan

610,80

12

Beduwai

Beduwai

435,00

13

Noyan

Noyan

487,90

14

Sekayam

Balai Karangan

841,01

15

Entikong

Entikong

506,89

Jumlah

12.857,70

Sumber : Kabupaten Sanggau Dalam Angka, BPS Kab. Sanggau, 2010


Tabel 2.2 Banyaknya Desa/Kelurahan/Dusun dan Lingkungan Kabupaten
Sanggau Tahun 2012

Desa /
No.

Kecamatan

Dusun

Lingkungan

Kelurahan

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Toba

26

Meliau

19

81

Kapuas

20

63

15

Mukok

44

Jangkang

11

60

Bonti

47

Parindu

14

59

Tayan Hilir

15

84

Balai

12

64

10

Tayan Hulu

11

44

11

Kembayan

11

58

12

Beduwai

21

13

Noyan

29

14

Sekayam

10

52

15

Entikong

28

163

760

15

Jumlah

Sumber : BPM-PEMDES, Kab. Sanggau, 2012


2.3 Iklim
Kabupaten Sanggau secara umum beriklim tropis dengan rata-rata hari hujan
sebulan tertinggi selama 12 (dua belas) hari yang terjadi pada bulan Januari dan
Desember. Sedangkan hari hujan terendah terjadi pada bulan Juli dan Agustus
yaitu selama 5 (lima) hari. Rata-rata tinggi curah hujan terbesar 196 mm yang
terjadi pada bulan Januari sedangkan terendah sebesar 54 mm yang terjadi pada
bulan Juli.
2.4 Topografi
Pada umumnya Kabupaten Sanggau merupakan daerah dataran tinggi yang
berbukit dan berawa-rawa yang dialiri oleh beberapa sungai diantaranya: Sungai
Kapuas, Sungai Sekayam, Sungai Mengkiang, Sungai Kambing dan Sungai
Tayan.Sungai Kapuas merupakan sungai terpanjang di Indonesia yang mengalir
dari Kabupaten Kapuas Hulu, melalui Kabupaten Sintang, Kabupaten Sanggau
dan bermuara di Kabupaten Pontianak. Sedangkan sungai-sungai kecil lainnya
merupakan cabang dari Sungai Kapuas yang berhubungan satu dengan yang
lainnya.
2.5 Jenis Tanah dan Keadaan Lapisan Tanah
Menurut jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Sanggau, sebagian besar
adalah jenis tanah podsolik merah kuning batuan dan padat yang hampir merata di
seluruh kecamatan, dengan luas mencapai sekitar 576.910 hektar (44,80%).
Sedangkan latosol merupakan jenis tanah terkecil yang terdapat di Kabupaten
Sanggau dengan luas hanya 19.375 hektar (1,06%) yang hanya terdapat pada
Kecamatan Toba dan Meliau.
2.6 Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Sanggau pada tahun 2010 tercatat
sebanyak 407.989 jiwa terdiri atas 211.304 Laki-laki dan 196.685 Perempuan

10

(BPS 2010) dengan laju Pertumbuhan sebesar 1,63 Persen per tahun.Jumlah
penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Kapuas dengan jumlah penduduk
sebanyak 78.702 jiwa sedangkan jumlah penduduk yang terkecil terdapat di
Kecamatan Noyan dengan jumlah penduduk sebanyak 9.872 jiwa.
2.7 Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk Kabupaten Sanggau rata-rata 32 jiwa per km2,
denganjumlah kepadatan penduduk terbesar adalah Kecamatan Kapuas yakni 57
jiwa per kilometer persegi dan paling jarang penduduknya adalah kecamatan Toba
sebesar 11 jiwa per kilometer persegi.
Masalah pokok dalam bidang kependudukan antara lain adalah jumlah
penduduk yang besar, tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, penyebaran
penduduk yang belum merata, komposisi penduduk yang tidak seimbang serta
arus urbanisasi dari desa ke kota.

BAB III
KRITERIA PERENCANAAN

11

3.1 Peraturan Pemerintah untuk Perencanaan Penyediaan Air Minum


Perencanaan Sistem Penyediaan Air Minum harus sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan sesuai dengan undang-undang yang
berlaku. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 Undang-undang Nomor 7 Tahun
2004 tentang sumber Daya Air maka ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Pengaturan pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum ( selanjutnya SPAM) diselenggarakan secara terpadu
dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi yang berkaitan dengan air
minum. Dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM dan/atau prasarana dan
sarana sanitasi. Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama antar daerah.
Menurut Permen PU No. 18/PRT/M/2007, Sistem Penyediaan Air Minum
(SPAM) merupakan sarana dan prasarana air minum yang meliputi kesatuan fisik
(teknis) dan non fisik (Non Teknis).
a. Aspek Teknis, terdiri dari :
1.

Unit air baku, merupakan sumber air untuk penyediaan air minum.
Contohnya yaitu air tanah, air permukaan, dan air hujan.

2.

Unit produksi, dapat berupa sumur bor, mata air, dan instalasi pengolahan.

3.

Unit distribusi, merupakan unit yang mendistribusikan air dari unit produksi
ke unit pelayanan di pelanggan. Unit ini terdiri dari tangki penyimpanan,
pompa, jaringan pipa, dan perlengkapannya.

4. Unit pelayanan, merupakan ujung terakhir dari sistem yang langsung


bersentuhan dengan pelanggan. Unit pelayanan dapat berupa sambungan
rumah dan hidran umum.
Aspek Non Teknis, mencangkup keuangan, sosial, dan institusi. Menurut
Petunjuk Teknis Tata Cara Pengkajian Kelayakan Teknis Sistem Penyediaan Air
Minum, Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum (1998),
didalam sistem penyediaan air minum terdapat beberapa istilah yaitu:
a. Air Baku adalah air yang dari sumber air yang perlu atau tidak perlu diolah
menjadi air minum untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
b. Air Minum adalah air yang dipergunakan oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dengan kualitas yang memenuhi standar air minum yang
ditetapkan sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan.

12

c. Kebutuhan Air Minum adalah jumlah air bersih atau air minum yang diperlukan
sebagai prasyarat bagi individu atau masyarakat untuk hidup secara layak.
d. Air Tanah Dangkal adalah air tanah bebas yang terdapat di dalam tanah dengan
kedalaman mata air kurang atau sama dengan 20 meter.
e. Air Tanah Dalam adalah air tanah yang terdapat di dalam tanah dengan
kedalaman mata air lebih besar dari 20 meter atau air tanah yang tedapat di
dalam akifer tertekan dimana akifer ini dalam kedalaman lebih dari 20 m.
f. Air Permukaan adalah air bakuyang berasal dari sungai, saluran irigasi, waduk,
kolam atau danau.
g. Mata Air adalah air tanah yang muncul di permukaan tanah secara alami.
3.2 Sumber Air Baku dan Karakteristiknya
Perencanaan sistem penyediaan air bersih di suatu daerah diperlukan adanya
perencaanaan bangunan penagkap air atau intake dan reservoir yang dihubungkan
dengan pipa transmisi. Sumber air baku yang dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan penyediaan air bersih di Kabupaten Sanggau yaitu berasal dari Sungai
Kapuas. Sungai Kapuas mempunyai lebar 250 m dengan kedalaman rata-rata 20
m. Pemilihan Sungai Kapuas menjadi sumber air baku untuk Kabupaten Sanggau
dikarenakan Sungai Kapuas merupakan satu-satunya sumber air baku yang dapat
dimanfaatkan serta dari segi kontinuitas, air Sungai Kapuas ini bersifat kontinu
atau terus menerus karena Sungai Kapuas merupakan air permukaan.
Berdasarkan hasil pemantauan air Sungai Kapuas, diperoleh bahwa air Sungai
Kapuas telah mengalami pencemaran ringan.

Tabel 3.1 Kriteria Perencanaan Air Bersih

13

Sumber : Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas PU, 1996.

3.3 Proyeksi

14

3.3.1 Proyeksi Jumlah Penduduk


Jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap distribusi Sistem Penyediaan
Air Minum. Oleh sebab itu, perlu adanya proyeksi penduduk agar mempermudah
dalam melalukan suatu perencanaan penyediaan air bersih. Penduduk yang selalu
berubah-ubah jumlahnya harus diproyeksikan untuk mengetahui jumlah penduduk
dimasa yang akan datang berdasarkan berbagai faktor, pada perencanaan ini faktor
yang digunakan sebagai acuan memproyeksi jumlah penduduk adalah kelahiran,
kematian dan migrasi.
Selain digunakan dalam perencanaan proyeksi penduduk juga digunakan
dalam beberapa kepentingan, seperti kepentingan dalam pembangunan jangka
pendek, pembangunan jangka panjang, dan pembangunan jangka menengah.
Pengertian dari proyeksi penduduk adalah asumsi yang digunakan dengan cara
menjumlahkan jumlah penduduk dari angka kelahiran, kematian, dan migrasi.
Manfaat proyeksi penduduk, yaitu:
1. Mengetahui keadaan penduduk pada masa kini, yaitu berkaitan dengan
penentuan kebijakan kependudukan serta perbandingan tingkat pelayanan yang
diterima penduduk saat ini dengan tingkat pelayanan yang ideal
2. Mengetahui dinamika dan karakteristik kependudukan di masa mendatang,
yaitu berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana
3. Mengetahui pengaruh berbagai kejadian tehadap keadaan penduduk di masa
lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Terdapat

bermacam-macam

metode

yang

dapat

digunakan

untuk

memproyeksikan penduduk, dimana metode-metode tersebut memiliki asumsi


serta kelebihan dan kelemahan masing-masing. Akan tetapi, dalam memilih
metode yang akan digunakan untuk proyeksi penduduk perlu mempertimbangkan
beberapa hal, antara lain cakupan wilayah studi dan wilayah perencanaan, jangka
waktu proyeksi, dinamika perkembangan wilayah studi, presisi dan tujuan
penggunaan, ketersediaan data.
Berikut ini metode-metode yang dapat digunakan untuk memproyeksikan
penduduk :

15

1. Model Aritmatik
Model linear Aritmatik menurut Klosterman (1990) adalah teknik proyeksi
yang paling sederhana dari seluruh model trend. Model ini menggunakan
persamaan derajat pertama (first degree equation). Berdasarkan hal tersebut,
penduduk diproyeksikan sebagai fungsi dari waktu, dengan persamaan:

Keterangan :
Pt : Jumlah penduduk tahun ke t (jiwa)
P0: Jumlah penduduk tahun ke 0 (jiwa)
r : Laju pertumbuhan penduduk (% pertahun)
t : Rentang waktu antara P0 dan Pt (tahun)
Hasil proyeksi akan berbentuk suatu garis lurus. Model ini berasumsi bahwa
penduduk akan bertambah/berkurang sebesar jumlah absolute yang sama/tetap ()
pada masa yang akan datang sesuai dengan kecenderungan yang terjadi pada masa
lalu. Ini berarti bahwa, jika Pt+1 dan Pt adalah jumlah populasi dalam tahun yang
berurutan, Pt+1 Pt yang adalah perbedaan pertama yang selalu tetap (konstan).
Klosterman (1990), mengacu pada Pittengar (1976), mengemukakan bahwa model
ini hanya digunakan jika data yang tersedia relatif terbatas, sehingga tidak
memungkinkan untuk menggunakan model lain. Selanjutnya, Isserman (1977)
mengemukakan bahwa model ini hanya dapat diaplikasikan untuk wilayah kecil
dengan pertumbuhan yang lambat, dan tidak tepat untuk proyeksi pada wilayahwilayah yang lebih luas dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi.
2. Model Geometrik
Asumsi dalam model ini adalah penduduk akan bertambah/berkurang pada
suatu tingkat pertumbuhan (persentase) yang tetap. Misalnya, jika Pt+1 dan Pt
adalah jumlah penduduk dalam tahun yang berurutan, maka penduduk akan
bertambah atau berkurang pada tingkat pertumbuhan yang tetap (yaitu sebesar
Pt+1/Pt ) dari waktu ke waktu. Menurut Klosterman (1990), proyeksi dengan
tingkat pertumbuhan yang tetap ini umumnya dapat diterapkan pada wilayah,

16

dimana pada tahun-tahun awal observasi pertambahan absolut penduduknya


sedikit dan menjadi semakin banyak pada tahun-tahun akhir.
Metode geometrik dalam proyeksi penduduk dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:

Keterangan :
Pt : Jumlah penduduk tahun ke t (jiwa)
P0: Jumlah penduduk tahun ke 0 (jiwa)
r : Laju pertumbuhan penduduk (% pertahun)
t : Rentang waktu antara P0 dan Pt (tahun)
3. Model Eksponensial
Metode eksponensial memiliki asumsi bahwa persentase pertumbuhan
penduduk sama setiap hari. Hasil proyeksi penduduk dengan menggunakan
metode eksponensial akan berbentuk garis lengkung yang lebih terjal daripada
garis lengkung pada metode geometrik.
Metode eksponensial dalam proyeksi penduduk dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:

Keterangan :
Pt : Jumlah penduduk tahun ke t (jiwa)
P0: Jumlah penduduk tahun ke 0 (jiwa)
r : Laju pertumbuhan penduduk (% pertahun)
t : Rentang waktu antara P0 dan Pt (tahun)
Kelebihan dari metode eksponensial, antara lain rumus yang digunakan
sederhana, data yang diperlukan mudah dipenuhi, mudah dilakukan, dan model
yang digunakan sudah mendekati dinamika yang tidak linear. Sedangkan

17

kelemahan dari metode ini, yaitu mengabaikan rincian komponen dinamika


kependudukan.
3.3.2 Proyeksi Fasilitas
Proyeksi fasilitas umum dan fasilitas sosial digunakan untuk menentukan
kebutuhan air non domestik. Proyeksi dilakukan dengan mengacu kepada
karakteristik wilayah perencanaan, RUTR yang telah ditetapkan dan standar
penduduk pendukung untuk setiap fasilitas umum dan fasilitas sosial yang telah
ditetapkan oleh Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. Fasilitas
umum dan sosial terdiri atas fasilitas pendidikan, peribadatan, kesehatan,
perdagangan dan jasa, rekreasi, olahraga dan industri.
Proyeksi fasilitas dapat dilakukan dengan pendekatan perbandingan
jumlah penduduk:
Penduduk ta h un ken Fasilitas tah un ken
=
Penduduk ta hun awal Fasilitas ta hun awal

3.4 Kebutuhan Air dan Fluktualisasinya


Fluktuasi harian maksimum adalah besarnya faktor hasil perbandingan
antara pemakaian terbesar dalam rentang waktu dengan pemakaian rata-rata nya.
Fluktuasi jam puncak adalah besarnya Faktor hasil perbandingan antara
pemakaian puncak harian dengan pemakaian rata-rata air jam puncak.
Rumus:
Fp =

pemakaian terbesar dalam 1 minggu


pemakaian ratarata dalam 1minggu

3.4.1 Kebutuhan Air Domestik


Standar kebutuhan air domestik adalah dari Departemen Pemukiman dan
Prasarana Wilayah tahun 2003 dan SNI tahun 2002 merupakan kebutuhan yang
sangat diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari, salah satu contohnya
adalah kebutuhan air yang digunakan dalam rumah tangga.

18

3.4.2 Kebutuhan Air Non Domestik


Standar kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air bersih diluar
keperluan rumah tangga, seperti kebutuhan penggunaan air oleh badan-badan
komersil dan industri dan kebutuhan air untuk penggunaan umum seperti sekolah,
pemerintah, rumah sakit, dan tempat-tempat ibadah.
Kebutuhan air non domestik untuk kota dapat dibagi dalam beberapa
kategori antara lain :
a) Kota kategori I (Metro)
b) Kota kategori II (Kota besar)
c) Kota kategori III (Kota sedang)
d) Kota kategori IV (Kota kecil)
e) Kota kategori V (Desa)
Kebutuhan air non domestik menurut kriteria perencanaan pada Dinas PU
dapat dilihat dalam tabel 3.2 berikut ini :
Tabel 3.2 Kebutuhan Air Non Domestik Untuk Kota Kategori I, II, III, IV

Sumber: Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas PU, 1996

3.4.3 Kebutuhan Fluktuasi Air


Data tentang fluktuasi pemakaian air bersih ini merupakan data yang sangat
penting. Hal ini dikarenakan kapasitas sistem harus mencukupi untuk mengatasi
kebutuhan air saat hari maksimum maupun pada jam puncak. Data fluktuasi
pemakaian air bersih juga dapat digunakan untuk menghitung kapasitas dari bak
penampung atau reservoir.
19

Fluktuasi pemakaian ini dapat dibedakan menjadi dua (2) jenis yaitu
fluktuasi pemakaian pada waktu hari maksimum dan pada saat jam puncak.
Fluktuasi pemakaian air bersih di tiap daerah dapat berbeda-beda dipengaruhi oleh
beberapa hal diantaranya adalah:
- Kebiasaan konsumen dalam penggunaan air.
- Tingkat sosial ekonomi di daerah pelayanan.
Untuk menghitung kebutuhan air bersih, diperlukan pula angka faktor
pengali tertentu yaitu faktor maksimum harian (fm) dan faktor jam puncak (fp)
sehingga akan diperoleh kebutuhan air maksimum dan kebutuhan air puncak.
3.4.5 Faktor Hari Maksimum (Fm)
Kebutuhan air maksimum harian dihitung dari kebutuhan rata-rata dikalikan
dengan faktor maksimum harian. Faktor ini merupakan perbandingan antara
pemakaian pada hari terbesar dengan pemakaian air rata-rata selama satu tahun.
Besarnya kebutuhan air pada hari maksimum dapat dipengaruhi oleh:
1. Tingkat ekonomi dan kondisi sosial budaya.
2. Iklim.
3.4.6 Faktor Jam Puncak (fp)
Jam puncak merupakan jam dimana terjadi pemakaian air terbanyak dalam
24 jam. Faktor jam puncak (fp) mempunyai nilai yang berbanding terbalik dengan
jumlah penduduk. Semakin tinggi jumlah penduduk maka besarnya faktor jam
puncak akan semakin kecil.

Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kebutuhan jam puncak adalah
perkembangan dari kota yang bersangkutan. Perkembangan yang terjadi dapat
menentukan karakteristik kota. Namun secara garis besar, untuk kota besar nilai fp
akan sebesar 1,3, kota sedang sekitar 1,5, dan untuk kota kecil adalah 2.
20

3.5Sistem Hidrolika Dalam Distribusi


Beberapa sistem yang digunakan dalam distribusi adalah sebagai berikut :
1. Sistem pengaliran gravitasi
Sistem ini digunakan bila elevasi sumber air baku atau pengolahan jauh berada
diatas elevasi daerahpelayanan dan sistem ini dapat memberikan energi
potensial yang cukup tinggi hingga pada daerahpelayanan terjauh. Sistem ini
merupakan

yang

paling

menguntungkan

karena

pengoperasian

danpemeliharaannya mudah dilakukan.


2. Sistem pemompaan
Sistem ini digunakan bila beda elevasi antara sumber air atau instalasi dengan
daerah pelayanan tidakdapat memberikan tekanan air yang cukup, sehingga air
yang akan didistribusikan dipompa langsung kejaringan distribusi. Kelemahan
sistem ini yaitu dalam hal biaya yang besar karena dibutuhkan pompauntuk
pengalirannya.
3. Sistem kombinasi
Sistem ini merupakan sistem pengaliran dimana air baku dari sumber air atau
instalasi pengolahandialirkan ke jaringan pipa distribusi dengan menggunakan
pompa atau reservoir distribusi, baikdioperasikan secara bergantian ataupun
bersama-sama dan disesuaikan dengan keadaan topografidaerah pelayanan.
3.6 Sistem Distribusi Air
Air yang disuplai melalui pipa induk akan didistribusikan melalui dua
alternatif sistem yakni :
a. Continuous System (Sistem Berkelanjutan)
Air minum yang ada akan disuplai dan didistribusikan kepada konsumen
secara terusmenerus selama 24 jam. Sistem ini biasanya diterapkan bila pada
setiap waktu kuantitas air baku dapatmensuplay seluruh kebutuhan konsumen di
daerah tersebut.

21

Keuntungan :

Konsumen akan mendapatkan air setiap saat


Air minum yang diambil dari titik pengambilan di dalam jaringan pipa
distribusi selalu di dapat dalam keadaan segar

Kerugian :

Pemakaian air cenderung lebih boros


Jika ada sedikit kebocoran maka jumlah air yang terbuang besar

b. Intermitten System
Dalam sistem ini, air minum yang ada akan disuplai dan didistribusikan
kepada konsumen hanya selamabeberapa jam dalam satu hari. Biasanya berkisar
antara 2 hingga 4 jam untuk sore hari. Sistem ini biasanyaditerapkan bila kuantitas
dan tekanan air yang cukup tidak tersedia.
Keuntungan :

Pemakaian air cenderung lebih hemat


Jika ada kebocoran maka jumlah air yang terbuang relatif kecil

Kerugian :

Bila terjadi kebakaran pada saat tidak beroperasi maka air untuk pemadam

kebakaran tidak dapat disediakan.


Setiap rumah perlu menyediakan tempat penyimpanan air yang cukup agar

kebutuhan air sehari-hari dapat terpenuhi.


Dimensi pipa yang digunakan akan lebih besar karena kebutuhan air yang
disuplay dan didistribusikan dalam sehari hanya ditempuh dalam jangka waktu
yang pendek.
Dari kedua sistem hidrolika distribusi diatas dapat diketahui bahwa sistem

berkelanjutan (Continous System) merupakan sistem distribusi air yang baik dan
ideal.

3.7Sistem Jaringan Induk Distribusi

22

Sistem jaringan induk distribusi yang digunakan dalam pendistribusian ada


2 macam, yaitu :
a. Sistem Cabang atau Branch
Pada sistem ini, air hanya mengalir dari satu arah dan pada setiap ujung pipa
akhir daerah pelayananterdapat titik akhir (dead end). Sistem ini biasanya
digunakan pada daerah dengan sifat-sifat sebagaiberikut:

Perkembangan kota ke arah memanjang


Sarana jaringan jalan tidak saling berhubungan
Keadaan topografi dengan kemiringan medan yang menuju satu arah

Keuntungan :
1. Jaringan distribusi relatif lebih searah
2. Pemasangan pipa lebih mudah
3. Penggunaan pipa lebih sedikit karena pipa distribusi hanya dipasang pada
daerah yangpaling padat penduduknya
Kerugian :
1. Kemungkinan terjadinya penimbunan kotoran dan pengendapan di ujung pipa
tidak dapat dihindari sehingga setidaknya perlu dilakukan pembersihan
2. Bila terjadi kerusakan dan kebakaran pada salah satu bagian sistem maka
suplay air akan terganggu
3. Kemungkinan tekanan air yang diperlukan tidak cukup jika ada sambungan
baru
4. Keseimbangan sistem pengaliran kurang terjamin, terutama jika terjadi tekanan
kritis pada bagian pipa yang terjauh
b.Sistem Melingkar atau Loop
Pada sistem ini, jaringan pipa induk distribusi saling berhubungan satu
dengan yang lain membentuklingkaran-lingkaran, sehingga pada pipa induk tidak
ada titik mati (dead end) dan air akan mengalir ke suatutitik yang dapat melalui
beberapa arah. Sistem ini biasa diterapkan pada :
Daerah dengan jaringan jalan yang saling berhubungan
Daerah yang perkembangan kotanya cenderung ke segala arah
Keadaan topografi yang relatif datar
23

Keuntungan :

Kemungkinan terjadinya penimbunan kotoran dan pengendapan lumpur dapat

dihindari (air dapat disirkulasi dengan bebas)


Bila terjadi kerusakan, perbaikan, atau pengambilan untuk pemadam kebakaran
pada bagian sistem tertentu, maka suplay air pada bagian lain tidak terganggu

Kerugian :

Sistem perpipaan yang rumit


Perlengkapan pipa yang digunakan sangat banyak

3.8Sistem Perpipaan Distribusi


Pada umumnya, macam-macam pipa yang ada dan digunakan dalam
perencanaan sistem distribusiair minum adalah sebagai berikut :
1. Pipa Primer atau Pipa Induk (Supply Main Pipe)
Pipa primer ini memiliki diameter yang relatif besar. Berfungsi di dalam
pendistribusian air.
2. Pipa Sekunder (Arterial Main Pipe)
Pipa sekunder merupakan pipa yang disambungkan langsung pada pipa primer
dan mempunyai diameteryang sama atau lebih kecil dari pipa primer.
3. Pipa Tersier
Pipa ini berfungsi untuk melayani pipa service karena pemasangan langsung
pipa servis pada pipa primersangat tidak menguntungkan, mengingat dapat
terganggunya pengaliran air dalam pipa dan lalu lintas didaerah pemasangan. Pipa
tersier dapat disambungkan langsung pada pipa sekunder atau primer.
4. Pipa Service
Pipa servis merupakan pipa yang dihubungkan langsung pada pipa sekunder atau
tersier, yang kemudiandihubungkan pada sambungan rumah (konsumen). Pipa ini
memiliki diameter yang relatif kecil.
3.9 Jenis Pipa

24

Beberapa jenis pipa yang umum digunakan dalam perencanaan sistem


distribusi air minum antara lain, Cost Iron (CI), Ductile Iron (DI), Asbestos
Cement (AC) dan Polyvinil Chlorida (PVC). Hal-hal yang perlu diperhatikan
sehubungan dengan adanya masalah perpipaan adalah :
1. Pemilihan Bahan Pipa
Bahan pipa yang akan dipakai dan dipasang harus memperhatikan faktorfaktor seperti harga pipa,tekanan air maksimum, korosifitas terhadap ait dan tanah
serta kondisi lapangan (beban lalu lintas,letak saluran air buangan dan kepadatan
penduduk).
2. Kedalaman dan peletakan pipa disesuaikan dengan brosur pipa.

3.9.1 Pemilihan Pipa


Beberapa dari faktor-faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan pipa adalah :
1.
2.
3.
4.

Kekuatan pipa terhadap cairan yang akan ditransportasikan


Daya tahan terhadap korosi dan erosi
Pengeluaran yang diperlukan untuk pipa dan penanganannya
Kondisi pipa, ketersediaan, bahan baku dan biaya pemeliharaan

BAB IV
ANALISA KEBUTUHAN AIR
4.1 Proyeksi Penduduk
Jumlah penduduk merupakan faktor terpenting dalam menentukan
lingkup dari suatu perkembangan pembangunan yang salah satunya adalah
pengelolaan penyediaan kebutuhan air bersih. Kebutuhan air yang

25

diperkirakan, bertujuan memberikan gambaran pada perencanaan dan


pembiayaan pembangunan. Perencanaan penyediaan air bersih yang baik
harus bisa melayani konsumen secara berkelanjutan. Oleh karena itu,
perkiraan penduduk tidak hanya diambil untuk beberapa tahun sesudahnya
akan tetapi sampai berpuluh tahun setelah pelaksanaan sensus.
Perkiraan jumlah penduduk pada tahun perencanaan dapat dilakukan
dengan beberapa metode yang paling sesuai dengan kondisi daerah
perencanaan. Dalam perencanaan ini waktu dibatasi selama 20 tahun
mendatang yaitu pada tahun 2014-2034.
Terdapat beberapa metode yang bisa digunakan dalam melakukan
proyeksi penduduk, diantaranya :
1. Metode Aritmatika
2. Metode Geometri
3. Metode Least Square
Berikut data jumlah penduduk 5 tahun terakhir di Kabupaten Sanggau.

Tabel 4.1. Data Jumlah Penduduk 5 Tahun Terakhir di Kabupaten Sanggau


Tahun

Jumlah Penduduk

2010

395172

2011

407468

2012

415955

2013

422658

26

2014
431175
Sumber : Data BPS
Berdasarkan

data

jumlah

penduduk

diatas

kemudian

dilakukan

perhitungan rata-rata pertumbuhan penduduk dan presentase pertumbuhan serta


jumlah penduduk Kabupaten Sanggau. Berikut ini adalah hasil perhitungan
presentase pertumbuhan penduduk Kabupaten Sanggau:
Tabel 4.2. Perhitungan Persentase Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Sanggau
Tahun

Jumlah Penduduk

2010
2011
2012
2013
2014

Pertumbuhan Penduduk
Jiwa

12296
8487
6703
8517
29615,25

3,11%
2,08%
1,61%
2,02%
7,31%

395172
407468
415955
422658
431175

Sumber: Hasil Analisa,2016


Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan hasil presentase pertumbuhan
jumlah penduduk yaitu sebesar 7,31%.
Rata-rata pertumbuhan penduduk adalah:
Ka

P 2014P 2010
20142010

Ka =9000 Jiwa/tahun.

Presentase pertumbuhan penduduk rata-rata Kabupaten Sanggau pertahun yaitu:


r=

7,31
5

r = 1,462%
1. Metode Aritmatika

27

Perhitungan proyeksi metode aritmatika dapat dilakukan dengan menggunakan


rumus:
Pn = (Po + n.r)( 4.1.)
Dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po = Jumlah penduduk tahun awal
r

= Angka pertumbuhan penduduk (%)

n = Jumlah tahun rencana dari n tahun


Berdasarkan perhitungan rata-rata pertumbuhan penduduk diatas, didapat
nilai Ka adalah sebesar 9000 jiwa/tahun. Selanjutnya dilakukan perhitungan
mundur terhadap jumlah penduduk. Sebagai contoh yaitu tahun 2010 didapat
perkiraan jumlah penduduk seperti berikut:
Pn = Po Ka (Tn-To)
Po= Pn Ka (Tn-To)
P2010 = P2014 - (Ka x (2014 - 2010))
= 431175 (9000 x (2014-2010)) = 427575 jiwa
Dengan cara diatas, dilakukan juga perhitungan untuk tahun-tahun selanjutnya.

2. Metode Geometri
Perhitungan proyeksi metode geometri dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus :
(4.2.)

28

Dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po = Jumlah penduduk tahun pertama
r

= Angka pertumbuhan penduduk (%)

= Jumlah tahun rencana dari n tahun


Pada perhitungan menggunakan metode Geometrik , perkiraan jumlah

penduduk menggunakan nilai presentase pertumbuhan penduduk rata-rata (r).


Nilai r pada perhitungan diatas adalah sebesar 1,462%. Untuk menghitung
proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Sanggau harus diketahui berapa laju
pertumbuhan penduduk setiap tahun. Dengan menggunakan rumus berikut ini,
didapatkan laju pertumbuhan penduduk sebagai berikut:
Pn = Po (1+r)n
Pn = 431175 x (1 + 0,01462)1
Pn = 437478 jiwa
Dengan cara diatas, dilakukan juga perhitungan untuk tahun-tahun
selanjutnya. Pada perencanaan ini, diambil proyeksi selama 20 tahun. Hal ini
dikarenakan adanya pertimbangan dari segi ekonomis suatu rancangan instalasi
pengolahan air bersih. Namun penambahan investasi untuk instalasi dilakukan
setiap per 5 tahun sekali.
3. Metode Least Square
Perhitungan proyeksi metode Least Square dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus:
Pn = Y = a+b.x.............................................................................(4.3)

Dimana :
Y = Nilai perkiraan jumlah penduduk (jiwa)
a.b = Konstanta
x

= Selisih tahun perkiraan dengan tahun dasar perhitungan

untuk mencari nilai a dan b dapat digunakan rumus berikut ini:

29

a = - b . (4.4)
b=

n xy x . y
n x 2( x ) 2 .... (4.5)

Pada perhitungan menggunakan metode Least Square terlebih dahulu


tentukan nilai koefisien a dan b berdasarkan data jumlah penduduk.
Tabel 4.3 Kompilasi Data Untuk Perhitungan Koefisien a dan b.
Tahun

Tahun ke( x)

2010

Jumlah Penduduk
(y)
395172

2011

407468

2012

415955

2013

422658

2014

431175

Jumlah

15

2072428

X.Y

3951
72
8149
36
1247
865
1690
632
2155
875
6304
480

1
4
9
16
25
55

Sumber: Hasil Analisis, 2016


Dari data diatas didapat nilai koefisien a dan b sebagai berikut:
a=

y . x2 x. x y
n x 2( x ) 2

b=

n xy x . y
n x 2( x ) 2 = 8720

= 388327

Y = a + bX
P 2010 = 388327 + (8720(2011-2010)) = 388328 jiwa

Dengan cara diatas, dilakukan juga perhitungan untuk tahun-tahun


selanjutnya. Untuk menentukan pilihan metode proyeksi jumlah penduduk yang
akan digunakan dengan hasil perhitungan yang paling mendekati kebenaran harus
dilakukan analisa dengan menghitung standar deviasi dan koefisien korelasi.
1. Standar Deviasi

30

Standar deviasi adalah ukuran dari seberapa luas simpangan nilai dari nilai
rata-rata (mean). Untuk menentukan metode proyeksi yang paling mendekati
kebenaran terlebih dahulu perlu dihitung standar deviasi dari hasil perhitungan
ketiga metode diatas.

( yi y mean ) 2

S=

n1

( yi y mean ) 2

S=

untuk n > 2... (4.6)

untuk n = 2 (4.7)

Dimana :
S

= standar deviasi

Yi

= variable independen Y (jumlah penduduk)

Ymean

= rata-rata Y

= jumlah data
Metode perhitungan proyeksi yang paling tepat adalah metode yang

memberikan harga standar deviasi terkecil.


2. Koefisien Korelasi
Untuk menentukan metode proyeksi penduduk yang paling mendekati
kenyataan dari ketiga macam metode matematis tersebut di atas, setelah
dilakukan perhitungan dengan ketiga metode di atas, maka perlu dihitung
koefisien korelasinya (r) yang paling tepat yaitu nilai yang mendekati satu.

n ( x 2 ) ( x 2 ] 0,5
[ n ( y 2 )y 2 ] 0,5
=
(4.8.)
n . ( xy )( x ) (y)

Dimana:
K = koefisien korelasi
X = nomor data
Y = data penduduk per tahun
n = jumlah data
31

Metode yang mempunyai harga koefisien korelasi paling mendekati 1 (satu)


adalah yang paling tepat.
Tabel 4.4 Proyeksi Penduduk dengan metode aritmatika, geometri dan least
square

Jika dilihat dari standar deviasi dan korelasi maka metode proyeksi yang
dipilih yaitu metode aritmatika. Hal ini dikarenakan pada metode aritmatika harga
standar deviasi adalah yang paling kecil dan nilai dari korelasi mendekati 1.
Berikut ini adalah data hasil proyeksi penduduk menggunakan metode aritmatika
dalam waktu 20 tahun kedepan :
Tabel 4.5 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk
32

Tahun
jumlah
ke
penduduk
2014
431175
2015
440172
2016
449172
2017
458172
2018
467172
2019
476172
2020
485172
2021
494172
2022
593172
2023
602172
2024
611172
2025
620172
2026
629172
2027
638172
2028
647172
2029
656172
2030
665172
2031
674172
2032
683172
2033
692172
2034
701172
Sumber : Hasil Analisis, 2016
4.2 Proyeksi Jumlah Fasilitas
Proyeksi jumlah fasilitas merupakan perkiraan jumlah fasilitas dimasa
yang akan datang. Perhitungan proyeksi jumlah fasilitas dilakukan untuk
memprediksikan kebutuhan air bersih yang akan digunakan oleh fasilitas di suatu
wilayah dalam kurun waktu perencanaan. Sehingga dalam melakukan perhitungan
harus memperhatikan perkembangan jumlah fasilitas dimasa yang akan datang
dan kecendrungannya.

Tabel 4.6. Proyeksi Jumlah Fasilitas di Kabupaten Sanggau

33

Tahun
2024
57
474
113
25
10

fasilitas umum
2014
2019
TK
57
57
SD
474
474
SMP
113
113
SMA
25
25
Pendidikan
SMK
10
10
Rumah
Sakit
3
3
3
Puskesmas
18
18
18
Kesehatan
Poliklinik
22
22
22
Mesjid
253
253
253
Surau
188
188
188
Gereja
512
512
512
Pekong
3
3
3
Tempat
Ibadah
Pura
6
6
6
Sumber : Hasil Analisis, 2016

2029
57
474
113
25
10

2034
57
474
113
25
10

4
19
23
254
189
513
4
7

4
19
23
254
189
513
4
7

4.3 Proyeksi Kebutuhan Air


Kebutuhan air adalah banyaknya jumlah air yang dibutuhkan untuk
keperluan rumah tangga, industri, penggelontoran kota dan lain-lain. Prioritas
kebutuhan air meliputi kebutuhan air domestik, industri, pelayanan umum dan
kebutuhan air untuk mengganti kebocoran, (Moegijantoro, 1995).
Kebutuhan air di suatu tempat akan tergantung pada jumlah penduduk
yang mendiami tempat tersebutdan beberapa faktor lain yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor tersebut antara lain iklim, kepadatan penduduk, ekonomi, biaya
hidup, kualitas sumber air baku, dan perawatan sistem penyediaan air bersih. Pada
dasarnya, kebutuhan air bersih meliputi kebutuhan air domestik dan non domestik.
Kebutuhan air domestik di Kabupaten Sanggau dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7Kebutuhan Air Domestik Setiap Tahun Selama 20 Tahun


Tahun

Jumlah
Penduduk

Tingkat
Pelayanan

Jumlah
Terlayani

Konsumsi
Air Rata-

Jumlah
Pemakaian

Jumlah
Kebutuhan

34

(Jiwa)
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021

431175
440172
449172
458172
467172
476172
485172
494172

(%)
80
80
80
80
80
80
80
80

(Jiwa)
344940
352137,6
359337,6
366537,6
373737,6
380937,6
388137,6
395337,6

rata
130
130
130
130
130
130
130
130

44842200
45777888
46713888
47649888
48585888
49521888
50457888
51393888

Air(L/detik)
519,01
529,84
540,67
551,5
562,34
573,17
584
594,84

2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033

593172
602172
611172
620172
629172
638172
647172
656172
665172
674172
683172
692172

80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80

474537,6
481737,6
488937,6
496137,6
503337,6
510537,6
517737,6
524937,6
532137,6
539337,6
546537,6
553737,6

130
130
130
130
130
130
130
130
130
130
130
130

61689888
62625888
63561888
64497888
65433888
66369888
67305888
68241888
69177888
70113888
71049888
71985888

714
724,84
735,67
746,5
757,34
768,17
779
789,84
800,67
811,5
822,34
833,17

2034

701172

80
560937,6
130
Sumber : Hasil Analisis, 2016

72921888

844

4.4 Kebutuhan Air Non Domestik


Kebutuhan air non domestik dapat di proyeksikan berdasarkan unit-unit
atau jenis fasilitas dengan standar pemakaian air yang dapat dilihat pada
4.4.1 Fasilitas Pendidikan
Diasumsikan

jumlah

siswa

disetiap

sekolah

itu

sama

dengan

membandingak jumlah siswa dan guru dengan jumlah sekolah yang ada dan
kebutuhan air tetap per orangnya tidak mengalami kenaikan, maka kebutuhan air
untuk fasilitas pendidikan sebagai berikut:
1.TK

35

Diasumsikan jumlah siswa bertambah 25 orang setiap 1 tahun, kebutuhan


air tetap per orangnya tidak mengalami kenaikan (10 L/o/h), maka kebutuhan air
untuk TK dapat di lihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9 Kebutuhan Air TK Setiap 5 tahun Selama 20 tahun
Tahun
2014
2019
2024
2029
2034

Jumlah Siswa Standar Kebutuhan Kebutuhan Air


(orang)
(L/org/hr)
(L/hr)
2855
10
28550
2980
10
29800
3105
10
31050
3230
10
32300
3355
10
33550
Sumber: Hasil Analisis, 2016

Kebutuhan Air
(L/dt)
0,33044
0,34491
0,35938
0,37384
0,38831

2. SD
Diasumsikan jumlah siswa bertambah 30 orang setiap 1 tahun, kebutuhan
air tetap per orangnya tidak mengalami kenaikan (40 L/o/h), maka kebutuhan air
untuk SD dapat di lihat pada Tabel 4.10
Tabel 4.10 Kebutuhan Air SD Setiap 5 tahun Selama 20 tahun
Tahun
2014
2019
2024
2029
2034

Jumlah Siswa Standar Kebutuhan Kebutuhan Air


(orang)
(L/org/hr)
(L/hr)
61185
20
1223700
61335
20
1226700
61485
20
1229700
61635
20
1232700
61785
20
1235700
Sumber: Hasil Analisis, 2016

Kebutuhan Air
(L/dt)
14,16319
14,19792
14,23264
14,26736
14,30208

3. SMP
Diasumsikan jumlah siswa bertambah 30 orang setiap 1 tahun, kebutuhan
air tetap per orangnya tidak mengalami kenaikan (40 L/o/h), maka kebutuhan air
untuk SMP dapat di lihat pada Tabel 4.11

Tabel 4.11. Kebutuhan Air SMP Setiap 5 tahun Selama 20 tahun

36

Tahun
2014
2019
2024
2029
2034

Jumlah
standar
Siswa
kebutuhan
Kebutuhan Air
(orang)
(L/org/hr)
(L/hr)
19245
40
769800
19395
40
775800
19545
40
781800
19695
40
787800
19845
40
793800
Sumber: Hasil Analisis, 2016

Kebutuhan
Air (L/dt)
8,90972
8,97917
9,04861
9,11806
9,18750

4. SMA
Diasumsikan jumlah siswa bertambah 30 orang setiap 1 tahun, kebutuhan
air tetap per orangnya tidak mengalami kenaikan (80 L/o/h), maka kebutuhan air
untuk SMA dapat di lihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Kebutuhan Air SMA Setiap 5 tahun Selama 20 tahun

Tahun
2014
2019
2024
2029
2034

Jumlah
standar
Siswa
kebutuhan
Kebutuhan
(orang) (L/org/hr)
Air (L/hr)
7296
80
583680
7446
80
595680
7596
80
607680
7746
80
619680
7896
80
631680
Sumber: Hasil Analisis, 2016

Kebutuhan Air
(L/dt)
6,7555556
6,8944444
7,0333333
7,1722222
7,3111111

5. SMK
Diasumsikan jumlah siswa bertambah 30 orang setiap 1 tahun, kebutuhan
air tetap per orangnya tidak mengalami kenaikan (80 L/o/h), maka kebutuhan air
untuk Perguruan Tinggi dapat di lihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Kebutuhan Air Perguruan Tinggi Setiap 5 tahun Selama 20 tahun

37

Tahun
2014
2019
2024
2029
2034

Jumlah
Siswa
(orang)
4292
4442
4592
4742
4892

standar
kebutuhan Kebutuhan Kebutuhan
(L/org/hr) Air (L/hr)
Air (L/dt)
80
343360
3,97407
80
355360
4,11296
80
367360
4,25185
80
379360
4,39074
80
391360
4,52963
Sumber: Hasil Analisis, 2016

4.4.2 Fasilitas Kesehatan


1. Rumah Sakit
Diasumsikan jumlah unit rumah sakit bertambah 1 unit selama 15 tahun sekali,
kebutuhan air tetap per orangnya tidak mengalami kenaikan (8000 L/unit/h), maka
kebutuhan air untuk Rumah Sakit dapat di lihat pada Tabel 2.14.
Tabel 4.14 Kebutuhan Air Rumah Sakit Setiap 5 Tahun Selama 20 Tahun

Tahun
2014
2019
2024
2029
2034

standar
kebutuhan
Kebutuhan Kebutuhan
Jumlah (unit) (L/unit/hr)
Air (L/hr) Air (L/dt)
3
8000
24000
0,27778
3
8000
24000
0,27778
3
8000
24000
0,27778
4
8000
32000
0,37037
4
8000
32000
0,37037
Sumber: Hasil Analisis, 2016

2. Puskesmas
Diasumsikan jumlah unit Puskesmas bertambah 1 unit setiap 15 tahun,
kebutuhan air tetap per orangnya tidak mengalami kenaikan (2000 L/unit/h), maka
kebutuhan air untuk Puskesmas dapat di lihat pada Tabel 2.15.

Tabel 4.15 Kebutuhan Air Puskesmas Setiap 5 Tahun Selama 20 Tahun

38

Tahun
2014
2019
2024
2029
2034

standar
kebutuhan
Kebutuhan Kebutuhan
Jumlah (unit)
(L/unit/hr)
Air (L/hr) Air (L/dt)
18
2000
36000
0,41667
18
2000
36000
0,41667
18
2000
36000
0,41667
19
2000
38000
0,43981
19
2000
38000
0,43981
Sumber: Hasil Analisis, 2016

3. Poliklinik
Diasumsikan jumlah unit Poliklinik bertambah 1 unit setiap 15 tahun,
kebutuhan air tetap per orangnya tidak mengalami kenaikan (800 L/unit/h), maka
kebutuhan air untuk Poliklinik dapat di lihat pada Tabel 2.16.
Tabel 4.16 Kebutuhan Air Poliklinik Setiap 5 Tahun Selama 20 Tahun

Tahun
2014
2019
2024
2029
2034

standar
kebutuhan
Kebutuhan Kebutuhan
Jumlah (unit)
(L/unit/hr)
Air (L/hr) Air (L/dt)
22
800
17600
0,2037
22
800
17600
0,2037
22
800
17600
0,2037
23
800
18400
0,21296
23
800
18400
0,21296
Sumber: Hasil Analisis, 2016

4.4.3 Fasilitas Peribadatan


1. Masjid
Diasumsikan gedung bertambah 1 unit setiap 15 tahun untuk Masjid dan
bertambah 1 unit setiap 15 tahun untuk Surau , kebutuhan air tetap per unit
gedung tidak mengalami kenaikan (3000 L/unit/h) untuk masjid dan kenaikan
(1000 L/unit/h) untuk surau, maka kebutuhan air untuk masjid dan surau dapat di
lihat pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18 Kebutuhan Air Masjid Setiap 5 Tahun Selama 20 Tahun

39

Tahun
2014
2019
2024
2029
2034

standar
Jumlah kebutuhan Kebutuhan Kebutuhan
(unit)
(L/unit/hr) Air (L/hr) Air (L/dt)
253
3000
759000
8,784722
253
3000
759000
8,784722
253
3000
759000
8,784722
254
3000
762000
8,819444
254
3000
762000
8,819444
Sumber: Hasil Analisis, 2016

2. Surau
Tabel 4.19 Kebutuhan Air Surau Setiap 5 Tahun Selama 20 Tahun

Tahun
2014
2019
2024
2029
2034

standar
Jumlah
kebutuhan
Kebutuhan
(unit)
(L/unit/hr)
Air (L/hr)
188
1000
188000
188
1000
188000
188
1000
188000
189
1000
189000
189
1000
189000
Sumber: Hasil Analisis, 2016

Kebutuhan
Air (L/dt)
2,175926
2,175926
2,175926
2,1875
2,1875

3. Gereja
Diasumsikan gedung bertambah 1 unit setiap 15 tahun, kebutuhan air tetap
per gedung tidak mengalami kenaikan (500 L/h), maka kebutuhan air untuk
Gereja dapat di lihat pada Tabel 4.20.
Tabel 4.20 Kebutuhan Air Gereja Setiap 5 Tahun Selama 20 Tahun

Tahun
2014
2019
2024
2029
2034

standar
Jumlah kebutuhan Kebutuhan Kebutuhan
(unit)
(L/unit/hr) Air (L/hr) Air (L/dt)
512
500
256000
2,962963
512
500
256000
2,962963
512
500
256000
2,962963
513
500
256500
2,96875
513
500
256500
2,96875
Sumber: Hasil Analisis, 2016

4. Pekong
Diasumsikan gedung bertambah 1 unit setiap 15 tahun, kebutuhan air tetap
per gedung tidak mengalami kenaikan (500 L/unit /h), maka kebutuhan air untuk
pekong dapat di lihat pada Tabel 4.21.
Tabel 4.21 Kebutuhan Air Pekong Setiap 5 Tahun Selama 20 Tahun

40

Tahun
2014
2019
2024
2029
2034

standar
Jumlah kebutuhan Kebutuhan Kebutuhan
(unit)
(L/unit/hr) Air (L/hr) Air (L/dt)
3
500
1500
0,017361
3
500
1500
0,017361
3
500
1500
0,017361
4
500
2000
0,023148
4
500
2000
0,023148
Sumber: Hasil Analisis, 2016

4. Pura
Diasumsikan gedung bertambah 1 unit setiap 15 tahun, kebutuhan air tetap
per gedung tidak mengalami kenaikan (200 L/unit /h), maka kebutuhan air untuk
Pura dapat di lihat pada Tabel 4.21.
Tabel 4.21 Kebutuhan Air Pura Setiap 5 Tahun Selama 20 Tahun

Tahun
2014
2019
2024
2029
2034

standar
Jumlah
kebutuhan Kebutuhan
(unit)
(L/unit/hr)
Air (L/hr)
6
200
1200
6
200
1200
6
200
1200
7
200
1400
7
200
1400
Sumber: Hasil Analisis, 2016

Kebutuhan Air
(L/dt)
0,013888889
0,013888889
0,013888889
0,016203704
0,016203704

4.5 Kebutuhan Air Total


Berikut merupakan total kebutuhan air yang merupakan gabungan dari
kebutuhan air domestik dan domestik di Kabupaten Sanggau.

Tabel 2.25. Total Kebutuhan Air di Kabupaten Sanggau

41

KEBUTUHAN AIR TOTAL


(DOMESTIK DAN NON DOMESTIK)
Tahun
Kebutuhan Air
2014
567,9929398
2019
618,4394444
2024
785,4488194
2029
833,0248611
2034
890,2305324
Sumber: Hasil Analisis, 2016
Tabel 2.26. Total Keseluruhan Kebutuhan Air di Kabupaten Sanggau
Tahu
n

FHM

Kehilanga
n Air 20%

kebutuha
n air l/dt

Total
kehilanga
n air l/dt

2014

1,15

20%

653,1919

130,6384

30%

2019

1,15

20%

711,2054

142,2411

30%

2024

1,15

20%

903,2661

180,6532

30%

2029

1,15

20%

2034

1,15

hydran
t

957,9786 191,5957
30%
1023,765
20%
1
204,7530
30%
Sumber: Hasil Analisis, 2016

kebutuhan
hydrant
170,397881
9
185,531833
3
235,634645
8
249,907458
3
267,069159
7

total
kebutuha
n air l/dt
954,23
1039
1319,6
1399,5
1495,6

42

43

Anda mungkin juga menyukai