Nama Anggota:
1. Chandra
2. Friska Silviantri
3. Riyan Wirawan
4. Sundari
5. Atika
6. Desra Aufar Alwali
7. Andi Wijaya
8. Siti Aulia Rahmah
9. Dendy Franuzul Ramadhan
10.Sari Irmayanti S.
11.Yohanes Satrio
12.Maylisa Santauli Manurung
I11112028
I11112045
I11112052
I1011131012
I1011131018
I1011131026
I1011131053
I1011131063
I1011131068
I1011131073
I1011131078
I1011131087
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Obat Kanker Herbal Sulit Diandalkan
Rabu, 24 Februari 2016
ANTARA/Asep Fathutahman
MASYARAKAT diminta untuk waspada dan kritis terhadap berbagai promosi
dan penawaran dari pihak obat-obatan yang mengklaim bisa menyembuhkan
dengan cepat penyakit kanker. Kurangnya sikap kritis dalam memilih obat
dan jenis pengobatan membuka peluang kematian akibat kanker semakin
besar.
Kanker ini penyakit yang semakin cepat ditangani akan semakin besar pula
peluang kesembuhannya. Sebaliknya, semakin tertunda akibat mencoba
berbagai obat yang belum terbukti secara ilmiah, semakin kecil peluang untuk
sembuh, ujar Soeharati, Ketua Komite Penanggulangan Kanker Nasional
(KPNK), di Jakarta, Selasa (23/2).
Pilihan penggunaan obat tradisional yang belum teruji klinis dan mendapat
izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) masih terus terjadi di
kalangan pasien dengan tingkat pengetahuan dan kondisi ekonomi yang
terbatas.
Soehartati menjelaskan pengobatan dengan menggunakan ramuan herbal
untuk penanganan kanker masih belum dapat diandalkan. Hal tersebut juga
terbukti dengan belum adanya suatu bentuk penelitian yang menyatakan
tingkat kesembuhan dan keberhasilan pengobatan tradisional pada kanker
secara efektif dan menyeluruh. Hanya pengakuan-pengakuan dan kampanye
obat tradisional. Padahal, secara medis belum ada obat tradisional yang
terbukti berhasil menyembuhkan kenker. Ungkapnya, dalam acara seminar
bertema Cara cerdas memilih pengobatan kanker yang tepat.
Pedoman uji
klinis obat
herbal
Uji preklinik:
1. farmakologi
2. toksikologi
Uji klinis
1.6 Hipotesis
Obat kanker herbal belum teruji klinis dan belum mendapat izin edar BPOM.
1.7 Pertanyaan Diskusi
1. Bagaimana sejarah perkembangan pengobatan herbal?
2. Apa perbedaan obat tradisional dan jamu?
3. Jelaskan mengenai obat herbal secara umum!
4. Apa saja jenis-jenis obat herbal?
5. Apa bahaya obat herbal?
6. Jelaskan tahapan uji preklinik dan uji klinik!
7. Bagaimana pedoman uji klinik obat herbal?
8. Jelaskan mengenai kanker secara umum!
9. Bagaimana mekanisme kerja obat kanker?
10. Jelaskan mengenai BPOM!
11. Bagaimana kriteria dan tatalaksana izin pedaftaran obat tradisional?
12. Bagaimana BPOM mengatasi obat herbal yang belum memiliki izin edar?
13. Evidance based medicine dan bagaimana penerapannya?
14. Bagaimana mengedukasi masyarakat mengenai penggunaan obat herbal?
15. Apa program pemerintah untuk pengembangan fitofarmaka?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah perkembangan pengobatan herbal
Jawab:
Pada jaman mesir kuno, dimana para budak diberi ransum bawang setiap
hari untuk membantu menghilangkan banyak penyakit demam dan infeksi
yang umum terjadi pada masa itu. Sejak itu Catatan pertama tentang
penulisan tanaman obat dan berbagai khasiatnya telah dikumpulkan oleh
orang-orang mesir kuni. Dimana saat itu para pendeta Mesir kuno telah
melakukan dan mempraktekkan pengobatan herbal. Dari abad 1500 SM telah
dicatat membuat berbagai tanaman obat, termasuk jintan dan kayu manis.1
Orang-orang Yunani dan Romawi kuno juga telah melakukan pengobatan
herbal. Disaat mereka mengadakan perjaalanan ke berbagai daratan yang baru
para dokter mereka menemukan berbagai tanaman obat baru seperti rosemary
dan lavender. Hal itupun langsung diperkenalkan pada berbagai daerah baru.
Berbagai kebudayaan yang lain yang memiliki sejarah penggunaan
pengobatan dengan menggunakan tanaman obat atau herbal adalah orang
Cina dan India.1
Di Inggris, penggunaan tanaman obat di kembangkan bersamaan dengan
didirikannya biara-biara di seluruh negeri, dan memiliki tamanan obat
masing-masing yang digunakan untuk merawat para pendeta maupun para
penduduk setempat. Pada beberapa daerah, khususnya Wales dan Skotlandia,
orang-orang Druid dan para penyembuh Celtik memiliki tradisi lain tentang
herbalisme, dimana obat-obat dicampur adukkan dengan agama dan ritual.
Semakin berkembangnya pengetahuan herbal dan seiring dengan terciptanya
mesin cetak pada abad ke 15 telah ada pendistribusian yang pertama tentang
penulisan tanaman-tanaman Obat.1
Sekitar tahun 1630, John Parkinson dari London menulis tanaman obat
dari berbagai tanaman yang sangat berguna. Nicholas Culpepper ( 16161654 ) dengan karyanya yang paling terkenal yaitu The Complete Herbal
and English Physician, Enlarged, diterbitkan pada tahun 1649. pada tahun
pelatihan
para
praktisi
pengobatan
herbal
serta
2. Reaksi alergi
Reaksi alergi adalah kemungkinan, seperti dengan banyak makanan dan
obat-obatan. Mereka yang memiliki alergi, harus mencari kontraindikasi
dalam penelitian dan berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan
mereka. penggunaan sayuran sehari-hari seperti mentimun, kacang dll
juga bisa memicu alergi terhadap beberapa orang.6
3. Dosis atau penggunaan yang tidak tepat
reaksi merugikan juga dapat terjadi akibat penggunaan yang tidak pantas
atau tidak layak, seperti kelebihan dosis. Masalahnya dalam kasus ini,
terletak bukan pada suplemen herbal, tapi dengan kegagalan komunikasi.
Kesalahan serupa juga terjadi dengan obat-obatan farmasi, solusi dalam
kedua kasus termasuk edukasi yang benar dan komunikasi yang efektif.6
4. Interaksi obat dan makanan
Dalam prakteknya, reaksi samping yang paling sering untuk obat herbal
biasanya berasal dari interaksi dengan obat dari dokter, suplemen diet
lainnya, atau dalam beberapa kasus, dengan makanan. Jenetzky dan
Morreale (1997). Brinker (1998) telah mengidentifikasi interaksi herbal
farmasi paling berpotensi serius atau mengancam jiwa, dimana herbal:6
a. Mempengaruhi penyerapan obat
b. Meningkatkan kehilangan kalium jika diberikan dengan diuretik
c. Berinteraksi dengan inhibitor monoamine oxidase
d. Berinteraksi dengan glikosida jantung
e. Meningkatkan efek barbiturat
f. mengubah efek obat gula darah
g. Berinteraksi dengan obat antikoagulan (pengencer darah).
5. Kontaminasi dan pemalsuan
Kadang-kadang, suplemen terkontaminasi dengan konstituen yang tidak
diinginkan, seperti logam berat, atau bahkan sengaja dicampur dengan
bahan-bahan farmasi. kegagalan dalam pengendalian kualitas tersebut
sangat
langka,
tetapi
ketika
terjadi
bisa
berakibat
serius.6
secara
sistemik,
terencana
dan
terarah
untuk
2.Uji Klinik
Uji Klinik Yaitu suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia, dimana
sebelumnya diawali oleh pengujian pada binatang atau pra klinik (Katzung,
1989).
UJI KLINIK
Pada dasarnya uji klinik memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran
efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat. Uji
klinik ini terdiri dari uji fase I sampai fase IV7:
a)
Pada fase II awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan secara terbuka
karena masih merupakan penelitian eksploratif. Pada tahap biasanya belum
dapat diambil kesimpulan yang mantap mengenai efek obat yang
bersangkutan karena terdapat berbagai factor yang mempengaruhi hasil
pengobatan, misalnya perjalanan klinik penyakit, keparahannya, efek
placebo.7
Untuk membuktikan bahwa suatu obat berkhasiat, perlu dilakukan uji
klinik komparatif yang membandingkannya dengan placebo; atau bila
penggunaan placebo tidak memenuhi syarat etik, obat dibandingkan dengan
obat standard yang telah dikenal. Ini dilakukan pada akhir fase II atau awal
fase III, tergantung dari siapa yang melakukan, seleksi penderita, dan
monitoring penderitanya. Untuk menjamin validitas uji klinik komparatif ini,
alokasi penderita harus acak dan pemberian obat dilakukan secara tersamar
ganda. Ini dsebut uji klinik acak tersamar ganda berpembanding.
Pada fase II ini tercakup juga penelitian dosis-efek untuk menentukan
dosis optimal yang akan digunakan selanjutnya, serta penelitian lebih lanjut
mengenai eliminasi obat, terutama metabolismenya. Jumlah subjek yang
mendapat obat baru pada fase ini antara 100-200 penderita.7
b ) Uji Klinik Fase II
Pada fase ini dicobakan pada pasien sakit. Tujuannya adalah melihat
apakah obat ini memiliki efek terapi. Pada fase II awal, pengujian efek terapi
obat dikerjakan secara terbuka karena masih merupakan penelitian
eksploratif, karena itu belum dapat diambil kesimpulan yang mantap
mengenai efikasi obat yang bersangkutan. Untuk menunjukkan bahwa suatu
obat memiliki efek terapi, perlu dilakukan uji klinik komparatif (dengan
pembading) yang membandingkannya dengan plasebo; atau jika penggunaan
plasebo tidak memenuhi persyaratan etik, obat dibandingkan dengan obat
standar (pengobatan terbaik yang ada). Ini dilakukan pada fase II akhir atau
awal, tergantung dari siapa yang melakukan, seleksi pasien, dan monitoring
pasiennya. Untuk menjamin validasi uji klinik komparatif ini , alokasi pasien
harus acak dan pemberian obat dilakukan secara tersamar ganda. Ini disebut
uji klinik berpembanding, acak, tersamar ganda. Fase ini terjakup juga studi
kisaran dosis untuk menetapkan dosis optimal yang akan digunakan
selanjutnya.7
c ) Uji Klinik Fase III
1. Pada manusia sakit, ada kelompok kontrol dan kelompok pembanding
2. Cakupan lebih luas baik dari segi jumlah pasien maupun keragaman (misal:
intra ras)
3. Setelah terbukti efektif dan aman obat siap untuk dipasarkan
Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obatbaru benar-benar berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhit fase II)
dan untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan obat standard.
Penelitian ini sekaligus akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang (1)
efeknya bila digunakan secara luas dan diberikan oleh para dokter yang
kurang ahli; (2) efek samping lain yang belum terlihat pada fase II; (3)
dan dampak penggunaannya pada penderita yang tidak diseleksi secara
ketat.7
Uji klinik fase III dilakukan pada sejumlah besar penderita yang
tidak terseleksi ketat dan dikerjakan oleh orang-orang yang tidak terlalu
ahli, sehingga menyerupai keadaan sebenarnya dalam penggunaan seharihari dimasyarakat. Pada uji klinik fase III ini biasanya pembandingan
dilakukan dengan placebo, obat yang sama tapi dosis berbeda, obat
standard dengan dosis ekuiefektif, atau obat lain yang indikasinya sama
dengan dosis yang ekuiefektif. Pengujian dilakukan secara acak dan
tersamar ganda.
Bila hasil uji klinik fase III menunjukan bahwa obat baru ini cukup
aman dan efektif, maka obat dapat diizinkan untuk dipasarkan. Jumlah
penderita yang diikut sertakan pada fase III ini paling sedikit 500 orang.7
d) Uji Klinik Fase IV
1.
2.
3.
4.
adalah tumor ganas dan neoplasma. Salah satu fitur mendefinisikan kanker
adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh melampaui
batas normal, dan yang kemudian dapat menyerang bagian sebelah tubuh dan
menyebar ke organ lain. Proses ini disebut dengan metastasis. Metastasis
merupakan penyebab utama kematian akibat kanker.
kanker adalah suatu istilah untuk penyakit di mana sel-sel membelah
secara abnormal tanpa kontrol dan dapat menyerang jaringan disekitarnya.
Sifat-sifat neoplasma yang dapat menunjukkan karakteristik tumor jinak
dan tumor ganas antara lain:10
1. Karakteristik
a. Tumor jinak: berdiferensiasi baik, struktur mungkin khas jaringan
asal
b. Tumor ganas: sebagian tidak memperlihatkan diferensiasi disertai
anaplasia, struktur sering tidak khas
2. Laju pertumbuhan
a. Tumor jinak: baisanya progresif dan lambat, mungkin berhenti
tumbuh atau menciut, gambaran mitotik jarang dan normal
b. Tumor ganas: tidak terduga dan meungkin cepat atau lambat,
gambaran mitotik mungkin banyak dan abnormal
3. Invasi lokal
a. Tumor jinak: biasanya kohesif dan ekspansil, massa berbatas tegas
yang tidak mengincasi atau menginfiltrasin jaringan normal
disekitarnya
b. Tumor ganas: invasif lokal, menginfiltrasi jaringan normal di
sekitarnya, kadang-kadang mungkin tampak kohesif dan ekspansil
tetapi dengan invasi mikroskopik
4. Metastasis
a. Tumor jinak: tidak ada
b. Tumor ganas: sering ditemukan, semakin besar dan semakin
kurang berdifferensiasi tumor primer, semakin besar kemungkinan
metastasis.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya karsinoma antara lain:
1. Faktor geografik dan lingkungan
2. Usia
3. Hereditas
mitosis pada fase M siklus sel, tetapi dapat merusak sel-sel dalam
semua tahap dengan mecegah enzim dari membuat protein yang
dibutuhkan untuk reproduksi sel.
7. Kortikosteroid
Kortikosteroid, sering hanya disebut steroid, hormon alami dan obat
seperti hormon yang berguna dalam pengobatan berbagai jenis kanker,
serta penyakit lainnya. Ketika obat ini digunakan sebagai bagian dari
pengobatan kanker, mereka dianggap obat kemoterapi.
8. Obat kemoterapi lainnya
Beberapa obat kemoterapi bertindak dengan cara yang sedikit berbeda
dan tidak cocok dengan baik ke kategori mana pun lainnya. Contohnya
termasuk obat-obatan seperti L-asparaginase, yang merupakan enzim,
dan bortezomib yang berupa proteasome inhibitor (Velcade).
9. Terapi target
obat baru yang menyerang sel-sel kanker lebih khusus dibandingkan
obat kemoterapi tradisional. Kebanyakan sel penyerang berupa versi
mutan gen tertentu, atau sel yang mengekspresikan terlalu banyak
salinan gen tertentu.
10. Agen diferensiasi
Obat ini bekerja pada sel-sel kanker untuk membuat mereka tumbuh
menjadi sel-sel normal.
11. Terapi hormon
Obat dalam kategori ini adalah hormon seks, atau obat seperti hormon,
yang mengubah tindakan atau produksi hormon wanita atau laki-laki.
Mereka
digunakan
untuk
memperlambat
pertumbuhan
kanker
sel kanker. Obat ini menawarkan metode unik pengobatan, dan sering
dianggap terpisah dari kemoterapi.
8. BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan)
Jawab:
BPOM adalah sebuah lembaga pemerintahan non kementrian yang
bertugas mengawasi peredaran obat, obat tradisional, suplemen kesehatan,
kosmetik dan makanan di wilayah Indonesia. Tugas, fungsi dan kewenagan
BPOM diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenagan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan
peraturan Perpres No 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001.
Dilihat dari fungsi BPOM secara garis besar, terdapat 3 inti kegiatan atau
pilar lembaga BPOM, yakni:12
1. Penapisan produk dalam rangka pengawasan obat dan sebelum beredar
melalui:
a. Perkuatan regulasi, standar dan pengawasan obat, obat dan makanan
serta dukungan regulatori kepada pelaku usaha untuk pemenuhan
standar dan kententuan yang berlaku
b. Peningkatan registrasi/penilaian obat dan makanan obat dan makanan
yang diselesaikan tepat waktu
c. Peningkatan inspeksi sarana produksi dan distribusi obat dan makanan
dalam rangka pemenuhan standar Good Manufacturing Practices
(GMP) dan Good Distribution Practices (GDP) terkini
d. Penguatan kapasitas laboratorium BPOM
2. Pengawasan obat dan makanan pasca beredar di masyarakat melalui:
a. Pengambilan sampel dan pengujian
b. Peningkatan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi obat
dan makanan di seluruh Indonesia oleh 33 Balah Besar (BB)/ Balai
POM, termasuk pasar aman dari bahan berbahaya
c. Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang obat dan
makanan di pusat dan balai
3. Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi
serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan
10. Langkah BPOM mengatasi obat herbal yang belum memiliki izin edar
Jawab:
BAB X
SANKSI14
Pasal 35
1. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenai sanksi
administratif berupa :
a) peringatan tertulis;
b) penarikan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
dari peredaran termasuk penarikan iklan;
c) penghentian
sementara
kegiatan
pembuatan,
distribusi,
dan
institusi
lain
yang
berminat
untuk
obat
berdasarkan
bahan
aktif,
bukan
berdasarkan indikasi.
Mendiskusikan hasil pengamatan di atas.
2. Kegiatan II (Kelompok)
Tahap kegiatan ini bertujuan agar peserta berlatih mencari
informasi dari kemasan, dengan cara meneliti setiap tulisan yang tersedia
pada produk. Beberapa sediaan obat dalam bentuk cairan seperti sirup,
eliksir, obat tetes atau obat luar berupa krim dan salep, disertakan brosur
dari pabrik sebagai informasi produk. Sedangkan sediaan tablet dalam
kemasan obat bebas (over the counter, OTC) seringkali hanya
menyediakan informasi produk pada kemasan terluar.
Tahap ini merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi
yang diperlukan sebagai dasar melakukan self-medication, yaitu nama
bahan aktif, indikasi, aturan penggunaan, efek samping dan kontraindikasi.
Peran Tutor dalam tahap ini cukup besar, untuk mendorong semua
kebutuhan informasi, yakni 5 (lima) komponen utama informasi
ditemukan secara lengkap.
Dalam kegiatan ini digunakan lembar kerja yang telah disediakan
dengan jumlah lembar kerja yang tidak perlu dibatasi. Kelengkapan
pengisian lembar kerja diharapkan dapat memacu aktifitas peserta pada
tahap selanjutnya. Dengan dipimpin ketua kelompok, pencarian informasi
dilakukan secara bersama sama, sambil membandingkan kelengkapan
informasi dari satu nama dagang dengan nama dagang yang lain.
Walaupun kegiatan ini dilakukan dalam kelompok, namun tiap
peserta harus mencatat untuk keperluan sendiri. Sambil mencatat
informasi, peserta sekaligus dapat menelaah secara sederhana kelengkapan
dan kejelasan informasi yang disajikan pada tiap kemasan.
3. Kegiatan 3 (individual)
Kegiatan ini bertujuan untuk memupuk keberanian peserta mencari
informasi sendiri. Perlu dipastikan dahulu bahwa lembar kerja pada
kegiatan 2 telah terisi dengan baik. Dalam tahap ini, peserta diminta untuk
mengerjakan pencatatan informasi seperti kegiatan 2, terhadap obat yang
ada di rumah masing masing. Setelah menjelaskan kegiatan 3, diskusi
ditutup dengan rangkuman oleh salah satu Tutor atau Narasumber,
mengidentifikasi kembali temuan temuan penting yang diperoleh di
masing masing kelompok, dan memberikan pesan-pesan untuk
memperkuat dampak intervensi.
13. Program pemerintah untuk pengembangan fitofarmaka.
Jawab:
Pemerintah telah menetapkan Kebijakan Obat Tradisional Nasional
(KOTRANAS), yang menjabarkan prioritas, strategi dan peran berbagai
pihak dalam menyusun program/kegiatan untuk mendukung pengembangan
Dengan
demikian
Rencana
Induk
ini
disusun
dengan
ini
di
Indonesia
baru
terdapat
5 fitofarmaka,
contoh
2. Rheumaneer (pengurang nyeri) PT. Nyonya Meneer (POM FF 032 300 351)
Komposisi:
Curcumae domesticae Rhizoma 95 mg
Zingiberis Rhizoma ekstrak 85 mg
Curcumae Rhizoma ekstrak 120 mg
Panduratae Rhizoma ekstrak 75 mg
Retrofracti Fructus ekstrak 125 mg
3. Stimuno (peningkat sistem imun) PT Dexa Medica (POM FF 041 300 411,
POM FF 041 600 421)
Komposisi:
Phyllanthi Herba ekstrak 50 mg
5. X-Gra PT Phapros (aphrodisiac) (POM FF 031 300 011, POM FF 031 300
021)
Komposisi:
Ganoderma lucidum 150 mg
Eurycomae Radix 50 mg
Panacis ginseng Radix 30 mg
Retrofracti Fructus 2,5 mg
Royal jelly 5 mg.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Obat kanker herbal belum teruji klinis dan belum mendapat izin edar BPOM.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hariana,
H. Arief.
(2006).
Tumbuhan
Obat
&
Khasiatnya
3.
Jakarta:Swadaya.
2. Badan Pengawan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan:
Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal dan
Fitofarmaka. 2005.
3. Badan Pengawan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan:
Pedoman Uji Klinik Obat Herbal. 2014
4. WHO. Legal Status of Traditional Medicine and Complementary/
Alternative Medicine : A Worldwide Review, Geneva. 2001.
5. WHO. National Policy on Traditional Medicine and Regulation of Herbal
Medicines, Report of a WHO global survey, Geneva.
6. George P. Concerns Regarding the Safety and Toxicity of Medicinal
Plants. Journal of Applied Pharmaceutical Science 01 (06); 2011: 40-44.
7. Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi
(Editor).1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK
UI: Jakarta.
8. Hoan Tan Tjay,drs & Kirana Rahardja. 2003. Obat-obat penting,
Khas penggunaan dan efek sampingnya : Elexmedia Computindo
9. Katzung.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3.EGC: Jakarta
10. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: EGC. 2012
11. American Cancer Society. (2015). Chemotherapy Drugs: How They Work.
Diakses
dari:
http://www.cancer.org/treatment/treatmentsandsideeffects/treatmenttypes/c
hemotherapy/how-chemotherapy-drugs-work
diakses pada tanggal 6 November 2016 pada pukul: 15:11
12. http://www. Jdih.pom.go.id.
Diakses pada tanggal 7 November 2016
13. Badan Pengawan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan:
Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal dan
Fitofarmaka. 2005.
14. PERATURAN
KEPALA
BADAN
PENGAWAS
OBAT
DAN