Anda di halaman 1dari 16

BAB III

PEMBAHASAN
Seorang anak laki laki usia 7 bulan, oleh petugas kesehatan setempat di ketahui
mengalami demam 1 minggu terakhir disertai batuk dan beringus. Sebelumnya pasien
mengalami masalah kulit berupa bercak berair. Pasien oleh orang tuanya tidak dibawah ke
puskesmas melainkan dibawah ke dukun untuk berobat secara tradisional. Selain itu, dari
hasil pengukuran status gizi pasien masuk pada kategori gizi kurang dengan nilai dengan skor
Z indeks dari -3 SD sampai dengan di bawah -2 SD.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan status generalis pasien sadar, kesan sakit
sedang, lemas. Pada tanda vital didapatkan frekuensi nadi 122 kali per menit, frekuensi napas
56 kali per menit dan suhu febris (37,7 0 C ). Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan mata
anemis +/+ , thoraks didapatkan adanya bunyi napas tambahan ronki (Crackles) .
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan pasien didiagnosis
sebagai uspek pnemonia + gizi kurang.
Diketahui adanya gejala demam disertai napas cepat dan batuk yang terjadi beberapa
hari yang semakin memberat disertai adanya bunyi napas tambahan ronki merupakan indikasi
dari penyakit pnemonia. Namun pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa foto thoraks yang dapat menunjang diagnosis. Hal ini dikarenakan pasien dirawat
dirumah secara tradisional oleh orang tua, dan menolak untuk dibawah ke fasilitas kesehatan
yang lebih memadai.
Pnemonia adalah suatu peradangan parenkim paru, dapat disebabkan oleh bakteria,
virus atau mikroorganisme lain. Pada anak umur 3 bulan sampai 5 tahun penyebab tersering
adalah haemovilus influenza, streptococcus pnemonia, staphilococus aureus dan micoplasma
dapat pula disebabka oleh virus saluran napas dan micobacterium. Pnemonia juga disebut
sebagai salah satu penyebab kematian balita yang paling sering
Manifestasi klinis dari pnemonia ditandai dengan deman, batuk dan sesak napas. Pada
bayi, infeksi ditandai dengan hidung tersumbat, rewel dan napsu makan berkurang. Keadaan
ini berlangsung 1-3 hari. Kemudian batuk bertambah parah . Suhu dapat naik mendadak
sampai 39-40 0 C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi utamanya pada
pnemonia bakterial. Penderita gelisah, ketakutan, iritable dan dapat mengalami distress
pernapasn. Distress pernapasan ditandai dengan grunting, pernapasan cupin hidung, retraksi
dinding dada, takipneu dan takikardi. Takipneu dan retraksi dinding dada merupakan tanda
klinis yang berarti bagi diagnosa pnemonia. Pada anak umur 2 bulan sampai 1 tahun dengan

frekuensi napas 50 kali per menit ditambah panas dan batuk, oleh WHO didiagnosis
pnemonia.
Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luasnya daerah yang terkena. Inspeksi : napas
cepat (50 x/menit pada anak 2 bulan sampai 1 tahun ), tanda-tanda kesulitan bernapas
(pernapasan cuping hidung, retraksi dinding dada). Palpasi : umumnya tidak khas, dapat
ditemukanfokal fremitus pada paru. Perkusi : umumnya tidak khas. Dapat ditemukan bunyi
redup pada sisi lesi Auskultasi : dapat ditemukan ronki basah kasar.
Pemeriksaan penunjang yang penting pada pnemonia adalah pemeriksaan darah dan
radiologi. Pada pemeriksaan laboratorium, dapat ditemukan jumlah leukosit yang normal
pada pnemonia karena virus, dan sangat meningkat pada bronkopnemonia karena bakteri.
Peningkatan leukosit dapat mencapai 15000-40000/ mm3.
Pemeriksaan foto thoraks adalah alat bantu yang sangat penting untuk diagnosa
pnemonia. Foto thoraks sebaiknya dilakukan dalam posis PA dan lateral. pnemonia
memberikan gambaran berupa bercak infiltrat berawaan homogen yang tersebar (patchy
appearance) mengikuti percabang bronkus (bronchial tree) pada satu atau lebih lobus paru.

Patogenesis pnemonia adalah disebabkan masuknya kuman penyebab dan gangguan


mekanisme pertahanan saluran napas.
Umunya bakteri penyebab pnemonia masuk melalui saluran napas meskipun penyebaran
secara hematogen dapat terjadi. Kuman dapat masuk dalam saluran napas karena adanya
gangguan pertahanan saluran napas dan kuman dapat mecapai alveoli. Mula-mula terjadi
udem karena reaksi jaringan yang mempermudah proses proliferasi dan penyebaran kuman
ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena akan mengalami konsolidasi , yaitu
serbukan sel polimornuklear , fibrin, eritrosit, cairan udem dan kuman. Stadium ini disebut
hepatisasi merah, selanjutnya terjadi deposit fibirin ke permukaan alveoli dan serbukan
leoukosit polimorfonuklear terjadi fagositosis cepat . stadium ini disebut hepatisasi kelabu,
akhirnya sel makrofag meningkat, sel akan berdegenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris
hilang stadium ini disebut stadium resolusi.
Kurang energi protein atau gizi kurang merupakan salah satu penyakit gangguan gizi
yang penting di Indonesia maupun di banyak negara berkembang lainnya. Kurang energi
protein adalah suatu keadaan dimana berat badan anak kurang dari 80% indeks berat badan

menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS yang disebabkan oleh kurangnya zat gizi
karbohidrat dan kekurangan protein disertai susunan hidangan yang tidak seimbang.
Status gizi dapat ditentukan melalui pemeriksaan laboratorium maupun secara
antropometri. Antropometri merupakan cara penentuan status gizi yang paling mudah. TB/U,
BB/U, dan BB/TB direkomendasikan sebagai indikator yang baik untuk menentukan status
gizi balita.
Pada kasus ini, penentuan status gizi pasien digunakan metode antropometri dimana
didapatkan skor Z indeks dari -3 SD sampai dengan di bawah -2 SD. Lihat tabel 3 . Pada
kasus ini masuk pada kategori gizi kurang.

Beberapa faktor resiko status gizi kurang diantaranya


UNICEF (1998), mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab kurang gizi dapat
dilihat dari penyebab langsung, tidak langsung, pokok permasalahan, dan akar masalah.
Faktor penyebab langsung meliputi makanan tidak seimbang dan infeksi, sedangkan faktor
penyebab tidak langsung meliputi ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak serta
pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.

1. Asupan Gizi
Pemberian nutrisi atau asupan nutrisi adalah memberikan zat gizi melalui
makanan dan minuman untuk energi dan perbaikan jaringan yang diperlukan untuk
pertumbuhan yang melibatkan petambahan ukuran dari semua jaringan dalam tubuh
(Sacharin, 1996). Kualitas dan kuantitas makanan ditentukan dengan kadar zat gizi yang
dikandung makanan tersebut, yaitu kalori, protein, karbohidrat, lemak, mineral dan
vitamin.
a. Kalori
Kalori merupakan satuan panas dalam proses metabolisme dan dipakai untuk
menyatakan besarnya energi yang terkandung dalam bahan makanan. Batasan untuk
satu kal adalah jumlah yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg air dari 14.5 C
menjadi 15.5 C, ternyata terdapat variasi yang luas mengenai keperluan dan
pengeluaran energi pada anak, selain tergantung dari faktor umur juga dari keadaan
anak pada saat itu. Secara garis besar penggunaan energi rata-rata pada anak 6-12
tahun adalah untuk metabolisme basal, pertumbuhan 12%, aktivitas jasmasi 25% dan
eliminasi sebesar 8-10%. Secara umum kalori yang diberikan akan dimanfaatkan
untuk: metabolisme basal, SDA, Aktivitas jasmani, proses elimiasi biasanya
melebihi 10% energi untuk pertumbuhan.
b. Protein
Secara biokima, susunan tubuh manusia terdiri dari protein. Pada waktu ini
dikenal 24 jenis merupakan asam amino yang essensial untuk bayi (treonin, valin,
leusin, isoleusin, lisin, triptofan, fenilalain, metionin, dan histidin) dengan tambahan
3 jenis diperkirakan esensial untuk BBLR (arginin, sistin dan taurin). Kekhususan
asam amino esensial ini adalah tidak dapat disintesis dalam tubuh dan jaringan baru
hanya akan terbentuk bila seluruh asam amino esensiaol tersedia dalam satu saat
yang bersamaan. Umumnya protein hewani memiliki nilai gizi protein yang lebih
tinggi dibandingkan dengan protein nabati. Nilai gizi protein nabati ditentukan oleh
asam amino yang kurang. Protein telur dan protein susu biasanya dipakai sebagai
pembanding baku.
c.

Lemak
Lemak bersama bahan metabolismenya merupakan bagian penunjang
membran sel. Dalam masa pertumbuhan anak yang cepat, lemak dalam makanan
mempunyai peran sebagai berikut : 1) tempat menyimpan energi yang efisien, 2)
sumber asam lemak esensial, 3) sumber gliserida dan kolesterol yang tidak dapat

dibuat dari karbohidrat oleh bayi sekurang-kurangnya sampai umur 3 bulan, 4)


penambah lezat rasa makanan, bahkan juga bayi, 5) bahan perantara bagi absorpsi
vitamin yang larut dalam lemak A,D,E,K.
d. Mineral
Meskipun hanya terdapat dalam jumlah yang kecil, mineral mempunyai fungsi
yang penting terhadap pertumbuhan dan homesotasis tubuh. Bobot mineral pada
fetus lebih kurang 3% dari berat badan lahir, kemudian jumlahnya akan meningkat
pada masa pertumbuhan anak berikutnya, sehingga pada orang dewasa mencapai
bobot sebesar 4,35% dari berat badan. Distribusi dalam tubuh adalah 83% dalam
kerangka, 10% dalam jaringan otot dan sisanya pada jaringan tubuh lainnya.
e. Vitamin
Vitamin merupakan senyawa organik yang jumlah sangat kecil diperlukan
untuk terjadinya proses metabolisme sel sebagai bagian dalam kelangsungan
hidup suatu organisme. Di Indonesia, salah satu diantara 4 jenis masalah utama
gizi adalah defisiensi vitamin A.
f. Karbohidrat
Dalam bahan makanan karbohidrat didapatkan dalam bentuk monosakarida
(glukosa, fruktosa, galaktosa), disakarida (laktosa, sukrosa, maltose, dan
isomaltosa), dan polisakarida (tepung, dekstrin, glikogen, selulosa).
2. Penyakit infeksi
Penyakit infeksi adalah penyaki yang terdapat dalam hospes hidup akibat
terdapatnya mikroorganisme dalam jaringan hidup (Tambayong, 2000). Menurut Rachmi
(2005), penyakit infeksi dapat menyebabkan gizi kurang dan sebaliknya, yaitu gizi
kurang akan semakin memperberat sistem pertahanan tubuh yang selanjutnya dapat
menyebabkan seorang anak lebih rentan terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi yang
paling sering menyebabkan gangguan gizi dan sebaliknya adalah infeksi saluran nafas
akut (ISPA) terutama pneumonia, tuberkulosis dan diare.
Infeksi saluran pernafasan akut, merupakan kelainan saluran napas karena infeksi
dan yang tersering diakibatkan oleh virus. Penyakit ini paling sulit dicegah dari semua
macam infeksi dan bervariasi dalam berat penyakitnya, mulai dari batuk pilek biasa
sampai pneumonia.
Selain itu, diare juga merupakan penyakit tersering yang diderita oleh anak.
Diarem paling banyak disebabkan oleh enteritis virus, hal ini akan mengakibatkan
malabsorpsi natrium dan air oleh karena menumpuk dan rusaknya sel epitel vili.
Penyebab lain diare pada anak adalah E.Coli dan shigella Spp.
3. Pengetahuan ibu tentang gizi

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk


terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo (1993), perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Pengetahuan orangtua terutama ibu, tentang gizi sangat berpengaruh
terhadap tingkat kecukupan gizi yang diperoleh oleh balita. Pengetahuan tentang gizi
yang penting diketahui oleh ibu adalah berkaitan dengan kandungan makanan, cara
pengolahan makanan, kebersihan makanan dan lain-lain.
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu, termasuk ke dalam pengetahuan di tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi, diartikan sebagai suatu kemempuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real.
d. Analisis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis, menunjukkan kepada suatu

kemampuan

untuk

meletakkan

atau

menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk baru.


f. Evaluasi, menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian suatu materi atau objek.
4. Kepercayaan tentang makanan
Kepercayaan adalah keyakinan yang didasarkan pada suatu agama, tradisi atau
budaya yang turun-temurun atau suatu kebiasaan yang diulang-ulang sehingga menetap
dan dianggap sebagai suatu kebenaran (Rachmat, 1990). Dalam konsep gizi,
kepercayaan tentang makanan adalah suatu kepercayaan yang berkaitan dengan
makanan dan praktik-praktik makan yang dianut masyarakat berdasarkan agama dan
tradisi (Foster dan Anderson, 1986). Sebagai suatu gejala budaya, makanan bukanlah
semata-mata suatu produk organik yang dipakai oleh organisme hidup untuk
mempertahankan hidup, tetapi lebih tepatnya makanan dibentuk secara budaya.
Berkaitan dengan praktik makan, masalah gizi pada anak berhubungan dengan
kegagalan orangtua untuk mengenali kebutuhan gizi pada anak. Di masyarakat, masih
banyak anggota keluarga yang lebih mementingkan asupan makanan bernutrisi tinggi
untuk ayah sebagai pencari nafkah, dan mengabaikan kebutuhan anak, padahal justru

anak-anaklah yang lebih memerlukan asupan nutrisi untuk mendukung proses tumbuh
kembangnya.
5. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi menggambarakan tingkat penghidupan seseorang atau
keluarga yang ditentukan oleh unsur pendidikan, pekerjaan dan penghasilan (Ariati dan
Boesri, 1998). Status ekonomi juga berkaitan dengan konsumsi (pengeluaran) dan
produksi (pendapatan). Indikator status ekonomi bisa diukur melalui berbagai cara
antara lain dengan menghitung tingkat pengeluaran perkapita (Widodo, 1990). Status
ekonomi mempengaruhi kebutuhan seseorang karena menentukan kemampuan keluarga
untuk memperoleh makanan, karena pemenuhan kebutuhan hidupnya tergantung dari
penghasilannya. Juga berpengaruh terhadap penyediaan bahan pangan, baik kuantitas
maupun kualitas. Keluarga dengan status ekonomi rendah kemampuan untuk
mempengaruhi konsumsi makanan keluarga yang berkaitan erat dengan status gizi
keluarga.
6. BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah keadaan bayi lahir dengan berat badan <
2500 gram. Keadaan gizi ibu yang kurang baik sebelum hamil dan pada waktu hamil
cenderung melahirkan BBLR, bahkan kemungkinan bayi meninggal dunia. Sejak anak
dalam kandungan hingga berumur 2 tahun merupakan masa emas dan disebut masa
kritis untuk tumbuh kembang fisik, mental, dan sosial. Pada masa ini, tumbuh kembang
otak paling pesat (80%) yang akan menentukan kualitas SDM pada masa dewasa,
sehingga potensi anak dengan IQ yang rendah sangat memungkinkan.
7. Tidak mendapatkan IMD
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bayi yang tidak mendapatkan IMD
dalam satu jam pertama kehidupannya lebih banyak menderita gizi kurang pada saat
berusia enam bulan (65,2%). Artinya, IMD merupakan faktor risiko status gizi kurang
pada bayi usia enam bulan. Terdapat teori yang mendukung hasil penelitian itu yaitu
IMD, kontak kulit ibu dan bayi segera setelah lahir dan bayi menyusu sendiri dalam
satu jam pertama kehidupan, memiliki manfaat untuk kelangsungan hidup bayi.

Air susu ibu meningkatkan kelangsungan hidup bayi, kesehatan, otak, dan
perkembangan motorik. Risiko tidak menyusu sangat nyata pada awal kehidupan. IMD
memiliki peranan penting terhadap status gizi seorang bayi dalam enam bulan pertama
kehidupan karena membentuk ikatan kasih sayang antar ibu dan bayi yang dapat
memberikan kehangatan kepada bayi sehingga pada umumnya bayi akan lebih berhasil
menyusu secara eksklusif karena merangsang produksi ASI dan bayi dapat tidur dalam
waktu yang lama.
Keberhasilan ASI eksklusif dapat terlihat dari status gizi bayi yang baik.
Keberhasilan ini tentu saja harus didukung berbagai faktor, baik faktor fisik maupun
psikologi. Faktor fisik dapat berupa posisi ibu menyusui, posisi bayi menyusu, teknik
menyusui, dan kecukupan energi. Psikologi ibu didukung pengetahuan ibu, dukungan
dari keluarga, dan dukungan tenaga kesehatan. Menyusui adalah proses yang dinamis
dan kompleks. Menyusui adalah hubungan yang tidak hanya melibatkan ibu dan bayi
saja, tetapi juga praktik kehidupan yang multidimensi serta melibatkan seluruh
lingkungan mereka. ASI eksklusif bukanlah sarana untuk mengoptimalkan potensi
anak, jika prosesnya tidak didukung dan difasilitasi.
Pada kasus ini, terdapat multi faktor yang menyebabkan terjadinya gizi kurang pada
pasien, diantaranya kurangnya pemantauan ibu terhadap kesehatan ibu dan bayi saat hamil,
hal ini ditandai dengan riwayat ANC jarang dilakukan oleh ibu pasien. Hal ini, juga
dipengaruhi adanya BBLR dimana pasien lahir dengan berat badan lahir 2000 gram. Pada
kasus ini , orangtua pasien terkesan kurang mengetahui kebutuhan energi dan protein yang
maksimal.
Diketahui bahwa pasien tidak mendapatkan ASI ekslusif , hal ini diperburuk dengan
pemberian makanan dan minuman yang keliru oleh orang tua, dimana anak telah diberikan
makanan pendaping yang tidak sesuai dengan usia anak serta minuman yang tidak sesuai
standar.
Faktor lain adalah tidak diberikannya imunisasi dasar pada pasien, hal ini dikarenakan
orang tua pasien tidak mengetahui pentingnya imunisasi dasar. Dan faktor sosial juga
berperan, seperti kesibukan kerja, dan tingkat pengetahuan yang minimal.

Dari pengamatan bahwa keluarga pasien temasuk dalam kategori keluarga miskin,
dimana penghasilan orang tua dalam hal ini ayah Rp. 100.000,- / bulan tidak dapat
mencukupi kebutuhan dasar pangan dengan maksimal. Sehingga kebutuhan gizi keluarga
tidak terpenuhi.
Gejala Klinis KEP
Penyakit KEP derajat 1 atau gizi kurang sering ditemukan pada anak-anak dari umur 9
bulan sampai 2 tahun, akan tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar.
Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari:
a. Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti.
b. Kenaikan berat badan berkurang, terhenti dan adakalanya berat badannya bahkan
c.
d.
e.
f.
g.

menurun.
Ukuran lingkar lengan atas menurun.
Maturasi tulang terlambat.
Rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun.
Tebal lipat kulit normal atau mengurang
Anemia ringan, diet yang mengakibatkan KEP sering tidak mengandung cukup zat

besi, asam folat dan vitamin lain.


h. Aktivitas dan perhatian mereka juga berkurang/konsentrasi berkurang.
i. Kelainan kulit maupun rambut jarang ditemukan pada KEP ringan akan tetapi
adakalanya dijumpai.
Pada pasien sulit diketahui kondisi sebelumnya, hal ini dikarenakan tidak adanya
pemantauan secara berkala tumbuh kembang pasien. Karena pasien tidak pernah dibawah ke
posyandu. Untuk maturitas tulang, tebal lipatan kulit belum dapat ditentukan karena
diperlukan pemeriksaan tambahan. Didapatkan pada pasien, adanya penurunan aktifitas dan
perhatian. Dijumpai pula kelainan kulit hampir seluruh tubuh.

ALUR PEMERIKSAAN

Dampak Gizi Kurang Pada Anak Balita


Pada umumnya penderita KEP berat juga akan menderita penyakit infeksi karena
berkurangnya daya tahan tubuh anak. Kelainan-kelainan yang biasanya ditemukan pada KEP
berat adalah xeroftalmia, stomatitis angularis, dll. Dampak KEP pada umumnya akan
mempengaruhi system saraf pusat, terutama kecerdasan anak. Dampak lainnya adalah tinggi
badan yang kurang optimal, serta adanya kelainan pada jantung, pancreas, hati dan
sebagainya.
Penelitian dalam bidang pertumbuhan dan fungsi otak pada penderita yang sembuh
dari penyakit KEP banyak dilakukan. Winick dan Russo (1975) berpendapat bahwa KEP

yang diderita pada masa dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA,
dengan akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak itu
normal. Jika KEP terjadi setelah masa divisi sel otak berhenti, hambatan sintesis otak akan
menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal tetapi dengan ukuran yang kecil.
Perubahan yang disebut belakangan ini dapat hilang kembali (reversible) dengan perbaikan
diet.
Pada tahun 1975 Karyadi melaporkan hasil studinya terhadap 90 orang anak yang
pernah menderita penyakit KEP. Studi lanjutan yang dilakukan 5 tahun kemudian
menunjukkan deficit pada IQ mereka. Pemeriksaan ulang setelah 10 tahun memberi hasil
demikian, bahwa nilai IQ anak-anak yang menderita KEP pada umur muda lebih rendah
secara bermakna. Pemeriksaan EEG juga telah dilakukan dengan hasil pada pemeriksaan
setelah 5 tahun terdapat 30% anak dengan EEG abnormal dan setelah diulang 5 tahun
kemudian naik menjadi 65%. Dari studi tersebut ia mengambil kesimpulan bahwa KEP dapat
mempengaruhi kecerdasan melalui kecerdasan otak. Memang faktor-faktor lain seperti
kebudayaan dan keturunan ikut berperan dalam mementukan kecerdasan seseorang.
Disamping faktor umur, penting pula diketahui derajat berat dan lamanya anak menderita
KEP.
Beberapa hambatan utama terhadap peningkatan gizi dan perkembangan anak di
Indonesia.
1. Penemuan gizi kurang. Pada umumnya, orang tua tidak tahu bahwa masalah gizi
merupakan sebuah masalah, kecuali gizi kurang tersebut berbentuk anak yang sangat
kurus. Oleh karena itu, upaya-upaya diarahkan secara tidak tepat untuk menangani anak
yang sangat kurus, bukan diarahkan pada sistem dan intervensi untuk menanggulangi
gizi kurang pada ibu dan anak anak.
2. pengetahuan yang tidak memadai dan praktek-praktek yang tidak tepat
merupakan hambatan signifikan terhadap peningkatan gizi. Pada umumnya, orang
tidak menyadari pentingnya gizi selama kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan.
Secara lebih khusus:
a. Perempuan tidak menyadari pentingnya gizi mereka sendiri. Misalnya, 81 persen
perempuan hamil menerima atau membeli tablet besi-folat pada tahun 2010, tetapi
hanya 18 persen yang mengkonsumsi tablet sebagaimana direkomendasikan minimal
selama 90 hari selama masa kehamilan.

b. Masyarakat dan petugas kesehatan perlu memahami pentingnya ASI eksklusif


dan praktek-praktek pemberian makan bayi dan anak yang tepat, dan
memberikan dukungan kepada para ibu. Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia 2007 menunjukkan bahwa kurang dari satu dari tiga bayi di bawah usia
enam bulan diberi ASI eksklusif dan hanya 41 persen anak usia 6-23 bulan menerima
makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang sesuai dengan praktek-praktek yang
direkomendasikan tentang pengaturan waktu, frekuensi dan kualitas.
c. Keluarga seringkali tidak memiliki pengetahuan tentang gizi dan perilaku
kesehatan. Berdasarkan Riskesdas 2010, sebagian besar rumah tangga di Indonesia
masih menggunakan air yang tidak bersih (45 persen) dan sarana pembuangan
kotoran yang tidak aman (49 persen). Minimal satu dari setiap empat rumah tangga
dalam dua kuintil termiskin masih melakukan buang air besar di tempat terbuka.
Perilaku tersebut berhubungan dengan penyakit diare, yang selanjutnya berkontribusi
terhadap gizi kurang. Pada tahun 2007, diare merupakan penyebab dari 31 persen
kematian pada anak-anak di Indonesia antara usia 1 sampai 11 bulan, dan 25 persen
kematian pada anak-anak antara usia satu sampai empat tahun.
d. Penyedia layanan kesehatan dan petugas masyarakat tidak memberikan
konseling gizi yang memadai. Tanpa konseling yang efektif, pemantauan
pertumbuhan tidak akan efektif dalam menurunkan gizi kurang.
3. Kemiskinan
Diketahui kemiskinan menyebabkan kurangnya daya beli masyarakat terhadap
kecukupan kebutuhan dasar pangan untuk menunjang kesehatan tubuh secara fisik.
Pola konsumsi sebagian besar keluarga miskin masih kurang dari syarat minimal
kebutuhan kalori, protein dan lemak.

Hal ini diperparah dengan rendahnya

pengetahuan akan pengadaan bahan pangan yang murah dan terjangkau dengan gizi
yang baik, dan disertai pula perilaku yang memadai untuk menunjang kesehatan yang
optimal.
Pada kasus ini, pasien juga mengalami gangguan tumbuh kembang, dimana
berdasarkan usia pasien seharusnya sudah dapat duduk sendiri dan sudah mulai
berdiri. Akan tetapi berdasarkan pemantauan, pasien belum mampu duduk dan berdiri,
sehingga didapatkan kesan perkembangan tidak sesuai umur.

ALUR PENANGANAN

Penanganan

penderita pnemonia ditujukan untuk penanganan umum dan penanganan

khusus. Pentalaksanaan ini meliputi


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Istirahat di tempat tidur.


Posisi semi flower bila sesak sekali
Oksigenasi bila gelisah/sianosis
Infus (IVFD) bila sianosis atau tidak dapat minum.
Pemberian antipiretik/kompres bila demam
Medikamentosa
- Umur 3 bulan : ampisilin 100 mg/kgbb/24 jam, IV dalam 4 dosis, ditambah
gentamisin 5 mg/kgbb/24 jam, IV dalam 2 dosis.lamanya pengobatan 7-10 hari,
-

namun tergantung kemajuan (minimal 4-5 hari bebas panas).


Umur 3 bulan
Sakit tidak berat (tanpa chest indrawing) : Ampisilin 100 mg/kgbb/24 jam,
oral dibagi 4 dosis atau amoksisilin 50-100 mg/kgbb/24 jam, oral dibagi 3
dosis atau kloramfenikol (bila tidak ada kelainan darah) 50-100
mg/kgbb/24 jam, oral dibagi 4 dosis.

Sakit berat (terdapat chest indrawing /sianosis ) :

: Ampisilin 100

mg/kgbb/24 jam, oral dibagi 4 dosis atau kloksasilin (bila penyebab


stafilokokus ) 100 mg/kgbb/24 jam, IV dalam 4 dosis.
Apabila keadaan membaik dalam 3 hari dilanjutkan dengan oral. Apabila tidak
membaik dalam 3 hari diganti dengan sefalosporin 100 mg/kgbb/24 jam IV dalam 2 dosis.
Jika alergi terhadap penisilin atau bila penyebab mikoplasma berikan Eritromisin 50
mg/kgbb/24 jam dalam 4 dosis. Lama pengobatan umumnya 7-10 hari.
Penanganan pada kasus gizi kurang sebenarnya juga masuk dalam kategori gizi buruk
dan secara umum sama. Beberapa yang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti ada sebagai
berikut:
a. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi. Hipoglikemi jika kadar gula darah < 54 mg/dl
atau ditandai suhu tubuh sangat rendah, kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar
keringat dingin, pucat. Pengelolaan berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau
gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2
jam, antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan evaluasi setelah 30
menit, jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan gula
tersebut.
b. Mencegah dan mengatasi hipotermi. Hipotermi jika suhu tubuh anak < 35oC , aksila 3
menit atau rectal 1 menit. Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada lubang
angin dan bersih, sering diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan
dan kaos kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti
popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai suhu >
36,5oC, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki.
c. Mencegah dan mengatasi dehidrasi. Pengelolaannya diberikan cairan Resomal
(Rehydration Solution for Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai
dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10
ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau,
feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10 dengan
F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital, diuresis,
frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi menjadi
cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem, oedemnya bertambah.
d. Koreksi gangguan elektrolit. Berikan ekstra Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg
0,4- 0,6 mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal).

e. Mencegah dan mengatasi infeksi. Antibiotik (bila tidak komplikasi : kotrimoksazol 5


hari, bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam 5 hari. Monitoring
komplikasi infeksi ( hipoglikemia atau hipotermi).
f. Mulai pemberian makan. Segera setelah dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi
dan mencukupi kebutuhan energi dan protein. Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi
yaitu porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energi 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5
g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari untuk penderita marasmus, marasmik
kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem derajat 1,2, jika derajat 3 berikan cairan 100
ml/kgBB/hari.
g. Koreksi kekurangan zat gizi mikro. Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen
multivitamin, asam folat (5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper
0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan,
vitamin A hari 1 (<6 bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU).
h. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar Satu minggu perawatan fase rehabilitasi,
berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g protein/100ml, modifikasi makanan
keluarga dengan energi dan protein sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup
minyak dan protein.
i. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang. Mainan digunakan sebagai stimulasi,
macamnya tergantung kondisi, umur dan perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan
dapat terjadi stimulasi psikologis, baik mental, motorik dan kognitif.
j. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah. Setelah BB/PB mencapai -1SD dikatakan
sembuh, tunjukkan kepada orang tua frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi
bermain anak, pastikan pemberian imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan.
Pada pasien ini, belum diberikan penanganan, oleh karena pasien masih dirawat
secara tradisioal dirumah , dan keluarga masih menolak untuk membawa anaknya ke fasilitas
yang lebih memadai.

Anda mungkin juga menyukai