Bab 1 Sampai 5
Bab 1 Sampai 5
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Ekonomi Pembangunan (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
BAGUS CAHYO JAYA PRATAMA
NIM. 110810101103
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JEMBER
2015
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sumber daya lahan merupakan sumber daya alam yang sangat penting
untuk kelangsungan hidup manusia. Lahan diperlukan dalam setiap kegiatan
manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah permukiman, jalan untuk
transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya
untuk tujuan ilmiah. Salah satu yang menjadi fenomena dalam pemanfaatan lahan
adalah adanya alih fungsi lahan (konversi) lahan. Fenomena ini muncul seiring
dengan bertambahnya kebutuhan dan permintaan terhadap lahan, baik dari sektor
pertanian maupun dari sektor non-pertanian akibat pertambahan penduduk dan
kegiatan pembangunan. Kustiawan (1997), mengemukakan bahwa fenomena alih
fungsi lahan terjadi akibat transformasi struktural perekonomian dan demografis,
khususnya di negara-negara berkembang (Valeriana Darwis, 2008).
Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan
manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk
mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat oleh
manusia, seperti untuk tempat tinggal, tempat melakukan usaha, pemenuhan akses
umum dan fasilitas lain akan menyebabkan lahan yang tersedia semakin
menyempit. Timbulnya permasalahan penurunan kualitas lingkungan nantinya
akan mengganggu keseimbangan ekosistem. Hal tersebut dikarenakan
penggunaan lahan yang tidak memperhatikan kemampuan lahan, daya dukung dan
bentuk peruntukannya.
Untuk negara yang masih dalam tahap berkembang seperti Indonesia,
tuntutan pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, pemukiman, maupun
kawasan industri, turut mendorong permintaan terhadap lahan. Akibatnya, banyak
lahan sawah, terutama yang berada dekat dengan kawasan perkotaan, beralih
fungsi untuk penggunaan tersebut. Tindakan alih fungsi lahan pertanian
sebenarnya telah terjadi sejak adanya manusia di dunia (termasuk nenek moyang
bangsa Indonesia) dengan mengenal bermacam-macam sesuatu (obyek) yang
dikehendaki demi mempertahankan dan memperoleh kepuasan hidupnya seperti
pangan, sandang, papan dan sebagainya. Namun kebutuhan itu terus bertambah
baik macam, corak, jumlah, maupun kualitasnya seiring dengan bertambahnya
1
97 524
5 024
128
Jumlah
Lainnya
20 693
TidakLahan Sementara
Hutan Rakyat
1. Malang
PadangPenggembalaan/
Perkebunan
HumaLadang/
KebunTegal/
KotaKabupaten/
20 961
Kabupaten
46 330
190 660
12 753
146 604
118 848
705
2 072
4 695
2 390
5 141
3. Banyuwangi
37 059
1 305
48 993
6 628
115
62
36 893
131 055
4. Jember
32 272
307
42 471
5 284
632
24 994
105 960
2. Sumenep
5. Pacitan
6. Bondowoso
7. Bojonegoro
8. Trenggalek
51 343
309
27 742
22 844
27 095
23 382
11 301
17 073
1 536
48
2 536
29 296
5 642
2 216
4 876
9. Situbondo
31 197
831
2 704
6 612
10. Tuban
70 146
227
710
1 466
11. Probolinggo
12. Sampang
13. Lumajang
14. Ponorogo
15. Bangkalan
49 900
78 514
55 674
36 013
62 586
978
-
16. Blitar
44 947
1 792
17. Ngawi
17 841
233
18. Pasuruan
19. Gresik
20. Lamongan
45 077
21 612
28 337
21.Tulungagung
31 113
22. Madiun
10 337
23. Jombang
24. Pamekasan
25. Kediri
26. Nganjuk
27. Mojokerto
28. Sidoarjo
29. Magetan
10 492
46 538
25 883
18 538
9 023
2. Surabaya
3. Malang
4. Kediri
5. Pasuruan
6. Probolinggo
7. Madiun
8. Mojokerto
9. Blitar
Jumlah
2 383
3 080
222
715
313
485
1 613
14 036
1 609
553
152
130
35
1 131 743
17 090
90 692
51 304
87 626
11 695
83 720
16 710
82 089
124
1 186
6 221
100
519
8 533
924
2 113
541
681
3 185
60
429
49
921
39 441
60 450
15
10 883
60 400
2 361
24 355
58 528
17 475
55 751
14 304
54 579
39 950
54 279
34 746
51 679
586
47 751
3 982
40 037
1 232
5
243
6 314
27 959
35
9 298
22 567
19 470
22 073
1 910
16 916
496
11 073
14 396
345
6 029
7 060
297
2 082
1 074
1 884
683
1 214
183
929
103
300
131
42
787 027
2 329 642
66
493
622
148
220
102 215
92 625
852
533
60 169
10 198
2 077
3 459
102 986
2 251
4 777
6 047
66 943
97 818
13 721
2 645
103 944
39 265
18
2 645
61 444
99 952
240
2 982
319
27 403
69
5 272
105 089
15
2 545
60 402
2 023
2 406
274
15 753
8 487
105 600
428
1 585
952
1 270
-
3 323
682
71
Kota
1. Batu
833
7 660
21
9
172
28
37 439
17
214 427
124
141 932
4 898
11 994
Kelas Lereng
Hutan
Perkampungan
Sawah
Tegal
Perkebunan
Tambak
Rawa
Semak/Padang rumput
Tanah rusak/Tandus
Lain-lain
Luas
Ha
121.039,61
31.877,00
86.568,18
43.522,84
34.590,46
368,66
35,62
289,06
1.469,26
9.574,26
%
36,75
9,68
26,29
13,22
10,50
0,11
0,01
0,09
0,45
2,91
Jumlah
329.334,00
100,0
Sumber: Jember Dalam Angka, 2012
Lokasi penelitian ini berada di Kabupaten Jember dikarenakan masih
adanya kekurangan lahan non pertanian untuk pembangunan kawasan perumahan,
industri, dan keperluan lain-lain. Fokus penelitian ini hanya pada satu Kabupaten,
yaitu Kabupaten Jember. Pembangunan di Kabupaten Jember terus meningkat dari
tahun ke tahun. Ironisnya, luasan lahan pertanian menyusut karena alih fungsi
menjadi kawasan Perumahan dan Industri. Jika dilihat dari data Jember dalam
angka, bahwa Kabupaten Jember memiliki jumlah buruh tani yang banyak
sedangkan luas lahan pertanian semakin berkurang. Jika sebagian besar lahan
pertanian yang terdapat di Kabupaten Jember dialih fungsikan ke lahan non
pertanian, maka pemilik lahan akan merasakan dampaknya, diduga banyaknya
buruh tani yang kehilangan pekerjaan sebagai tani kemudian beralih ke sektor non
pertanian.
Perkembangan dan proyeksi konversi lahan pertanian dilihat dari luasan,
peruntukan, dan pola konversi di Kabupaten Jember. Selama Tahun 2005-2013
6
lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin
kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong
meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga
harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya
dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.
Fungsi utama lahan pertanian adalah untuk mendukung pengembangan
Keterangan :
A : Pusat Pasar
B : Industri
C : Perumahan
Kurva A
Kurva B
Kurva C
Kurva D
A
Jarak dari
pasar
Gambar 2.1 Diagram Cincin dan Perbedaan Kurva Sewa Tanah dari Von Thunen
Cincin A merepresentasikan aktivitas penggunaan lahan untuk jasa
komersial (pusat kota). Land rent pada wilayah ini mencapai nilai tertinggi.
Cincin-cincin B, C, dan D masing-masing merepresentasikan penggunaan lahan
untuk industri, perumahan, dan pertanian. Meningkatnya land rent secara relatif
akan meningkatkan nilai tukar (term of trade) jasa-jasa komersial sehingga
menggeser kurva land rent A ke kanan dan sebagian dari area cincin B (kawasan
industri) terkonversi menjadi A. Demikian seterusnya, sehingga konversi lahan
pertanian (cincin D) ke peruntukan pemukiman (cincin C) juga terjadi. Dalam
sistem pasar, alih fungsi lahan berlangsung dari aktivitas yang menghasilkan land
10
rent lebih rendah ke aktivitas yang menghasilkan land rent lebih tinggi (Tarigan,
2006).
Model Barlow menggambarkan hubungan antara nilai land rent dan
alokasi sumber daya lahan diantara berbagai kompetisi penggunaan kegiatan
sektor yang komersial dan strategis mempunyai land rent yang tinggi, sehingga
sektor tersebut berada pada kawasan strategis, sebaliknya sektor yang kurang
mempunyai nilai komersial maka nilai sewa lahan semakin kecil. Pertumbuhan
sektor tersebut akan membutuhkan lahan yang lebih luas. Apabila lahan sawah
letaknya lebih dekat dengan sumber ekonomi maka akan menggeser
penggunaannya kebentuk lain seperti pemukiman, industri manufaktur dan
fasilitas infrastruktur (Johanes Jonick, 2014).
2.1.3 Harga Lahan
Nilai lahan secara definisi diartikan sebagai kekuatan nilai dari lahan
untuk dipertukarkan dengan barang lain yang dapat didefinisikan sebagai harga
(diukur dalam satuan uang) yang dikehendaki oleh penjual dan pembeli. Nilai
lahan merupakan harga lahan yang diukur dalam satuan uang per meternya
(Michalski et al. 2010)
Pesatnya perkembangan suatu kota dan tingginya laju pertumbuhan jumlah
penduduk, secara langsung membuat kebutuhan lahan akan menjadi tinggi.
Ketersediaan lahan yang semakin terbatas dan jumlahnya relatif tetap membuat
nilai lahan juga akan meningkat pula. Nilai lahan juga menentukan penggunaan
lahan, karena penggunaan lahan ditentukan oleh kemampuan untuk membayar
lahan yang bersangkutan. Peningkatan nilai lahan terjadi di pusat kota dan
mengalami penurunan secara teratur menjauhi pusat kota (Berry 2008) dalam
(Yunus 2006).
Menurut Anwar (1995), dalam proses alih fungsi lahan, telah terjadi
asimetris informasi harga tanah, sehingga sistem harga tidak mengandung semua
informasi yang diperlukan untuk mendasari suatu keputusan transaksi. Artinya,
harga pasar belum mencerminkan nilai sebenarnya dari lahan pertanian, sehingga
harga yang ditetapkan melalui mekanisme pasar cenderung under valuation.
Under valuation (penilaian bawah standar) memiliki istilah yang menunjuk pada
sebuah angka, harga atau nilai. Dapat menunjukkan sebuah perbandingan antara
11
satu dengan yang lain. Jika sebuah barang dinilai undervalued, berarti ia sedang
diperbandingkan dengan sebuah standar atau ukuran tertentu.
Menurut Winoto (2006:45), kegagalan mekanisme pasar dalam
mengalokasikan lahan secara optimal disebabkan faktor-faktor rent lainnya dari
keberadaan lahan sawah terabaikan, seperti fungsi sosial, fungsi kenyamanan,
fungsi konservasi tanah dan air, dan fungsi penyediaan pangan bagi generasi
selanjutnya (Rahmanto dkk, 2008).
Tekanan penduduk terhadap lahan yang mengakibatkan adanya
peningkatan permintaan lahan telah direspon secara positif oleh sebagian petani
melalui peningkatan intensitas dan produktivitas. (Sinha, 1980; Sudrajat, 2010
dalam Sudrajat, 2013). Pernyataan tersebut mengindikasikan adanya sebagian
petani yang tergiur dengan harga lahan yang semakin tinggi, akibatnya petani
tersebut memindah tangankan kepemilikan lahan kepada pemilik lain. Yunus
(2001) mengatakan bahwa mengendurnya keinginan mempertahankan lahan
pertanian dari petani tercermin dari perilaku, semangat, dan motivasi petani.
Faktor-faktor penentu harga lahan antara lain adalah kondisi dan lokasi
lahan. Kondisi lahan dapat menentukan tingkat harga lahan, semakin baik kondisi
lahan yang ada, semakin mahal harga lahan tersebut. Lokasi juga menentukan
harga lahan yang ditentukan oleh jarak lokasi lahan terhadap akses umum seperti
pusat perbelanjaan, rumah sakit, tempat wisata, dan lain-lain.
2.1.4 Harga Hasil Pertanian
Harga produk hasil pertanian merupakan faktor yang sangat penting bagi
petani dan masyarakat, bila harga terlalu tinggi maka akan merugikan masyarakat.
Bila harga terlalu rendah maka akan merugikan bagi petani. Harga hasil produksi
usaha tani mempengaruhi keuntungan yang didapat, semakin tinggi hasil produksi
dan semakin mahal harganya maka keuntungan dari usahatani pun semakin tinggi
pula, namun harga saprodi juga mempengaruhi penerimaan hasil secara
keseluruhan Karena harga saprodi merupakan modal utama dalam berusahatani
entah itu harga alat-alat pertanian, bahan-bahan utama seperti benih, bibit, pupuk,
dan obat-obatan dan sebagainya. Maka perhitungan, analisis dan pengelolaan
/pengalokasian dana yang baik akan mempengaruhi hasil yang didapat dalam
berusaha tani.
12
Pengaruh harga hasil usaha tani dan harga input terhadap kuatnya daya
dorong petani untuk menaikkan produksi (A.T Mosher, 1965:131-132) dapat
jelaskan sebagai berikut :
1. Petani hanya akan menaikkan komoditi tertentu yang akan dijualnya, apabila
harga komoditi itu cukup menarik baginya.
2. Petani akan memberikan respons terhadap perubahan harga relatif dari
tanaman-tanaman yang sedang diusahakan dengan jalan menaikkan produksi
tanaman yang harganya di pasar lebih tinggi, kecuali hal tersebut akan
membahayakan persediaan makanan keluarganya sendiri.
3. Petani akan memberikan respons terhadap kenaikan harga hasil tanaman
tertentu dengan menggunakan teknologi yang lebih maju untuk menaikkan
produksi tanaman tersebut, jika (1) barang-barang input yang disediakan
tersedia secara lokal, (2) mengetahui bagaimana menggunakan input secara
selektif, (3) jika harga input tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan harga
yang diharapkan dari hasilnya.
4. Meningkatkan efisiensi tata niaga untuk menurunkan biaya berbagai mata
rantai tataniaga seperti pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan hasil-hasil
usata tani, dapat menaikkan harga setempat yang sampai ke tangan petani atau
menurunkan harga bagi konsumen terakhir atau kedua-duanya.
Hubungan antar harga hasil pertanian dengan alih fungsi memiliki kaitan
erat dan saling mengikat. Bila alih fungsi lahan dilakukan maka harga hasil
produk pertanian akan hilang atau berkurang. Hal inilah yang mengakibatkan
kurangnya bahan pangan, dan harga pangan semakin mahal. Imbas paling dalam
akan dirasakan oleh masyarakat kecil. Tingginya angka alih fungsi lahan pertanian
ini berdampak pada penurunan hasil produksi pertanian, penurunan itu terjadi
akibat berkurangnya lahan pertanian sawah. Hal ini berpengaruh terhadap
ketidakseimbangan penyediaan pangan (Ikhlas Saili dkk, 2012).
2.1.5 Perkembangan Sektor Industri
Perkembangan sektor industri yang cukup pesat diiringi dengan
peningkatan penduduk dan berdampak pada pembangunan di semua sektor.
Perkembangan industri selalu diiringi dengan konversi lahan, karena industri
membutuhkan lahan yang strategis untuk produksi aktivitas pendukung lainnya.
Lahan yang dikonversi adalah lahan pertanian berupa sawah atau ladang yang
13
14
bisa ditingkatkan, peningkatannya tidak akan seberapa. di lain pihak justru lahan
pertanian akan semakin berkurang keberadaanya karena digunakan untuk
membangun perumahan, pabrik-pabrik serta infrastruktur yang lainnya.
Malthus berpendapat bahwa pada umumnya penduduk suatu negara
mempunyai kecenderungan untuk bertambah menurut suatu deret ukur yang akan
berlipat ganda tiap 30-40 tahun. Pada saat yang sama karena adanya ketentuan
pertambahan hasil yang semakin berkurang (deminishing return) dari suatu faktor
produksi yang jumlahnya tetap maka persediaan pangan hanya akan meningkat
menurut deret hitung. Hal ini karena setiap anggota masyarakat akan memiliki
lahan pertanian yang semakin sempit, maka kontribusi marjinalnya atas produksi
pangan akan semakin menurun. Berikut ini adalah Gambar model jebakan
populasi Malthus (Michael Todaro, 1995).
Persentase Tingkat
Pertumbuhan
Tingkat Pertumbuhan
Populasi (P/P)
Tingkat Pertumbuhan
Pendapatan (Y/P)
15
16
ekonomi
Kecenderungan untuk menerima perubahan-perubahan
Kecenderungan untuk meninginkan kemajuan material
Kecenderungan untuk mengkonsumsi
Kecenderungan untuk mempunyai anak
Menurut Milton H. Spencer, dalam bukunya yang berjudul, The
18
b. Faktor Internal.
Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi
rumah tangga pertanian pengguna lahan.
c. Faktor Kebijakan.
Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun
daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada
aspekregulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan
hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang dilarang dikonversi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ilham, dkk (2003) diketahui
faktor penyebab alih fungsi dari sisi eksternal dan internal petani, yakni tekanan
ekonomi pada saat krisis ekonomi. Hal tersebut menyebabkan banyak petani
menjual asetnya berupa sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang berdampak
meningkatkan alih fungsi lahan sawah dan makin meningkatkan penguasaan lahan
pada pihak-pihak pemilik modal.
Wicaksono (2007) mengatakan, faktor lain penyebab alih fungsi lahan
pertanian terutama ditentukan oleh :
a. Rendahnya nilai sewa tanah (land rent); lahan sawah yang berada disekitar
pusat pembangunan dibandingkan dengan nilai sewa tanah untuk
pemukiman dan industri.
b. Lemahnya fungsi kontrol dan pemberlakuan peraturan oleh lembaga terkait.
c. Semakin menonjolnya tujuan jangka pendek yaitu memperbesar pendapatan
asli daerah (PAD) tanpa mempertimbangkan kelestarian (sustainability)
sumberdaya alam di era otonomi.
Produksi padi secara nasional terus meningkat setiap tahun, tetapi dengan
laju pertumbuhan yang cenderung semakin menurun. Alih fungsi lahan pertanian
menjadi lahan nonpertanian karena pesatnya pembangunan dianggap sebagai
salah satu penyebab utama melandainya pertumbuhan produksi padi (Bapeda,
2006).
2.1.9 Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian
Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dapat berdampak
terhadap turunnya produksi pertanian, serta akan berdampak pada dimensi yang
lebih luas dimana berkaitan dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi,
sosial, budaya, dan politik masyarakat.
19
20
sisi menambah terbukanya lapangan kerja di sektor non pertanian seperti jasa
konstruksi, dan industri, akan tetapi juga menimbulkan dampak negatif yang
kurang menguntungkan. Dampak negatif tersebut antara lain :
1. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi, yang
mengganggu tercapainya swasembada pangan dan timbulnya kerawanan
pangan serta mengakibatkan bergesernya lapangan kerja dari sektor
pertanian ke nonpertanian. Apabila tenaga kerja tidak terserap seluruhnya akan
meningkatkan angka pengangguran.
2. Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana pengairan menjadi
tidak optimal pemanfaatannya.
3. Kegagalan investor dalam melaksanakan pembangunan perumahan maupun
industri, sebagai dampak krisis ekonomi, atau karena kesalahan perhitungan
mengakibatkan tidak termanfaatkannya tanah yang telah diperoleh,
sehingga meningkatkan luas tanah tidur yang pada gilirannya juga
menimbulkan konflik sosial seperti penjarahan tanah.
4. Berkurangnya ekosistem sawah terutama di jalur pantai utara Pulau Jawa
sedangkan pencetakan sawah baru yang sangat besar biayanya di luar Pulau
Jawa seperti di Kalimantan Tengah, tidak menunjukkan dampak positif.
2.1.10 Struktur Sosial Ekonomi Masyarakat
Merton (1964) dalam Widodo (2008) menyatakan bahwa ciri dasar dari
suatu struktur sosial adalah status yang tidak hanya melibatkan satu peran,
melainkan sejumlah peran yang saling terkait. Merton memperkenalkan konsep
perangkat peran (role set). Social inequality merupakan konsep dasar yang
menyusun pembagian suatu struktur sosial menjadi beberapa bagian atau lapisan
yang saling berkait. Konsep ini memberikan gambaran bahwa dalam suatu
struktur sosial ada ketidaksamaan posisi sosial antar individu di dalamnya.
Terdapat tiga dimensi dimana suatu masyarakat terbagi dalam suatu susunan atau
stratifikasi, yaitu kelas, status dan kekuasaan. Konsep kelas, status dan kekuasaan
merupakan pandangan yang disampaikan oleh Max Weber (Widodo, 2008)
2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian oleh Nurwadah Apriyanti, 2012 dengan judul Dampak Alih
Fungsi Sawah Menjadi Pemukiman Terhadap Perubahan Kondisi Sosial Ekonomi
21
Dalampenelitianinipenulismemaparkanbeberapapenelitianterdahulu
yangrelevandenganpermasalahanyangakanditeliti.Berikutiniskematishasil
penelitiantersebutdalambentuktabelyangtelahdisusunberdasarkantahun
penelitiandariyangterdahuluhinggayangterkini.Untukmemudahkan
pemahamanterhadapbagianini,dapatdilihatpadatabel2.1berikut:
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
No.
1.
Nama Peneliti
Nurwadah
Apriyanti
Tahun
2012
Judul
Metode
Hasil Penelitian
Pendekatan
Deskriptif
24
2.
Dian Muharomi
Eka Al Fajar
2013
Perubahan Status
Kepemilikan Lahan
Pertanian Terhadap
Kondisi Sosial
Ekonomi Masyarakat
Petani Desa
Mekarwangi
Kecamatan Lembang
Kabupaten Bandung
Barat
Pendekatan
Deskriptif
3.
Ika Pewista
2013
Explanator
y Survey
lahan tersebut
a. Faktor yang
mempengaruhi perubahan
status kepemilikan lahan
pertanian di Desa
Mekarwangi disebabkan
adanya alasan petani menjual
lahan pertanian akibat
kebutuhan ekonomi,
pendidikan dan kebutuhan
barang mewah
b. Akibat adanya perubahan
status kepemilikan lahan
pertanian maka berdampak
pada kondisi sosial ekonomi
masyarakat petani di Desa
Mekarwangi
a. Harga jual lahan menjadi
faktor yang paling
berpengaruh terhadap alih
fungsi lahan di desa
Panggungharjo, sedangkan
faktor yang paling
berpengaruh di desa Bantul
dan desa Kebonagung yaitu
lokasi lahan pertanian yang
tergolong strategis.
b. Dampak alih fungsi lahan
pertanian terhadap matapencaharian penduduk di
desa Panggungharjo tidak ber
pengaruh besar, dimana
jumlah petani masih tetap.
Alih fungsi lahan yang
dilakukan dapat
memunculkan jenis
pekerjaan baru bagi sebagian
pelakunya.
25
4.
Johanes Jonick J.
Ndawa
2014
Dampak Alih
Penggunaan Lahan
Pertanian Ke Non
Pertanian Terhadap
Kesempatan Kerja dan
Pendapatan Rumah
Tangga Petani di Kota
Batu
Explanator
y Survey
Alokasi
Lahan
Harga
Pertumbuhan
26
Harga Lahan
Harga Hasil
Pertanian
Penduduk
Ekonomi
27
Jika dilihat dari segi harga lahan, luas lahan tanah menjadi semakin sempit
karena sudah banyak sekali digunakan untuk berbagai keperluan. Sehingga, tanah
kosong atau lahan tanah kosong akan semakin dicari dan semakin langka. Barang
langka biasanya mahal, oleh sebab itu tanah menjadi barang mahal yang diburu
orang. Pesatnya perkembangan suatu kota dan tingginya laju pertumbuhan jumlah
penduduk, secara langsung membuat kebutuhan lahan akan menjadi tinggi.
Ketersediaan lahan yang terbatas dan jumlah relatif tetap membuat nilai lahan
akan meningkat.
MenurutLuky(1997),denganadanyainvestasipadatanahyangterus
menerusmakahargatanahjugameningkatsecaranonlinier.Halinidisebabkan
karenahargatanahmerupakanhargapasartidaksempurna(imperfectmarket),
artinyahargatanahtidakmungkinturunkarenatidakberimbangnyasupplydan
demand.Sebidangtanahakanmemilikinilaiatauhargayangtinggibilaterletak
padalokasiyangstrategis(aktifitasekonomiyangtinggi,lokasimudahdijangkau
dantersediainfrastrukturyanglengkap).Hargatanahbergerakturunseiringjarak
daripusatkota(produktif)kearahpedesaan(konsumtif).Padadaerahsubsub
pusatkota,hargatanahtersebutnaikkemudianturunmengikutijarakdantingkat
aktifitasdiatasnya(Cholis1995,dalamLuky1997).
Jika dilihat dari segi harga hasil pertanian, bila konversi dilakukan maka
produk hasil pertanian akan hilang atau berkurang. Hal inilah yang mengakibatkan
kurangnya bahan pangan, dan harga pangan semakin mahal. Imbas paling dalam
akan dirasakan oleh masyarakat kecil. Sedangkan ajika dilihat dari segi
pertumbuhan penduduk, konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan
penduduk (population growth driven land conversion), lebih lanjut disebut
konversi adaptasi demografi, dimana dengan meningkatnya pertumbuhan
penduduk, lahan tersebut terkonversi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal.
Sehingga berdampak pada berkurangnya jumlah lahan pertanian dan berubahnya
mata pencaharian penduduk yang biasanya bertani.
Malthus(1978)berpendapatbahwauntukhidupmanusiamemerlukan
bahanmakanan,sedangkanlajupertumbuhanbahanmakananjauhlebihlambat
dibandingkandenganlajupertumbuhanpenduduk.Apabilatidakdiadakan
28
pembatasanterhadappertumbuhanpenduduk,makamanusiaakanmengalami
kekuranganbahanmakanan.Inilahsumberdarikemelaratandankemiskinan
manusia.Untukdapatkeluardaripermasalahkekuranganpangantersebut,
pertumbuhanpendudukharusdibatasi.
Jika dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi, konversi dapat berdampak
menurunnya tingkat penghidupan, jumlah sumber daya manusia dan aktiva
produktif. Semakin meningkatnya kebutuhan akan lahan di bidang ekonomi baik
itu digunakan sebagai kegiatan pariwisata maupun perdagangan. Selain itu,
tekanan ekonomi pada saat krisis ekonomi juga dapat menyebabkan terjadinya
alih fungsi lahan. Hal tersebut menyebabkan banyak petani menjual asetnya
berupa sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang berdampak meningkatkan
alih fungsi lahan sawah dan makin meningkatkan penguasaan lahan pada pihakpihak pemilik modal.
Prayudho(2009)mengatakan,bahwaalihfungsilahansawahtidak
terlepasdarisituasiekonomisecarakeseluruhan.Pertumbuhanekonomiyang
tinggimenyebabkanbeberapasektorekonomitumbuhdengancepatsehingga
sektortersebutmembutuhkanlahanyanglebihluas.Lahansawahyangterletak
dekatdengansumberekonomiakanmengalamipergeseranpenggunaankebentuk
lainsepertipemukiman,industrimanufakturdanfasilitasinfrastruktur.Halini
terjadikarenaLandRentpersatuanluasyangdiperolehdariaktivitasbarulebih
tinggidaripadayangdihasilkansawah.
Sejalandenganpembangunankawasanperumahanatauindustridisuatu
lokasialihfungsilahan,makaaksesibilitasdilokasitersebutmenjadisemakin
kondusifuntukpengembanganindustridanpemukimanyangakhirnyamendorong
meningkatnyapermintaanlahanolehinvestorlainatauspekulantanahsehingga
hargalahandisekitarnyameningkat.Peningkatanhargalahanselanjutnyadapat
merangsangpetanilaindisekitarnyauntukmenjuallahan.
Alih fungsi lahan yang tidak terkendali dan terjadi secara berlebihan tentu
akan berdampak negatif bagi masa depan pertanian. Luas lahan pertanian
produktif yang beralih fungsi terus bertambah dan tak terkendali, yang akan
mengakibatkan terjadi penurunan produksi pangan dan mengancam ketahanan
29
30
31
dengan seluruh data yang diperlukan dalam penelitian. Dokumentasi dari asal kata
dokumen yang artinya barang-barang tertulis (Sukardi, 2003). Di dalam
melaksanakan metode dokumentasi peneliti menyelidiki benda-benda tertulis
seperti laporan data-data dari instansi serta dokumen lain dalam instansi yang
relevan dengan kepentingan penelitian serta hasil penelitian terdahulu.
Hasilpenelitianterdahulumenjadisalahsatuacuanpenulisdalam
melakukanpenelitiansehinggapenulisdapatmemperkayateoriyangdigunakan
dalammengkajipenelitianyangdilakukan.Daripenelitianterdahulu,penulis
tidakmenemukanpenelitiandenganjudulyangsamasepertijudulpenelitian
penulis.Namunpenulismengangkatbeberapapenelitiansebagaireferensidalam
memperkayabahankajianpadapenelitianpenulis.
3.4 Metode Analisis Data
3.4.1 Metode Analisis Deskriptif
Metode analisis ini menggambarkan metode analisis deskriptif. Analisis
statistika deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan penyajian data
sehingga memberikan informasi yang berguna. Upaya penyajian ini dimaksudkan
untuk mengungkapkan informasi penting yang terdapat dalam data ke dalam
bentuk yang lebih ringkas dan sederhana yang pada akhirnya mengarah pada
keperluan adanya penjelasan dan penafsiran (Aunudin, 1989:8).
Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun
fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas,
karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena
yang satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72)
Penelitian deskriptif menurut Etna Widodo dan Mukhtar (2000:109)
kebanyakan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, melainkan lebih
pada menggambarkan apa adanya suatu gejala, variabel, atau keadaan. Namun
demikian, tidak berarti semua penelitian deskriptif tidak menggunakan hipotesis.
Penggunaan hipotesis dalam penelitian deskriptif bukan dimaksudkan untuk diuji
melainkan bagaimana berusaha menemukan sesuatu yang berarti sebagai alternatif
dalam mengatasi masalah penelitian melalui prosedur ilmiah.
32
33
34
35
Bondowoso
: Kabupaten Lumajang
: Kabupaten Banyuwangi
: Samudera Hindia
37
utama mereka untuk bercocok tanam juga akan semakin kecil. Permasalahan
ekonomi lainnya yang terjadi setelah adanya alih fungsi lahan adalah sebagian
masyarakat disana belum mempunyai pekerjaan yang tetap karena lahan pertanian
yang menjadi mata pencaharian mereka sudah berkurang atau bahkan sudah
hilang.
4.2 Hasil Analisa Data
4.2.1 Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk meningkat jika jumlah kelahiran dan perpindahan
penduduk dari luar ke dalam lebih besar dari jumlah kematian dan perpindahan
penduduk dari dalam ke luar. Penduduk meningkat secara drastis dapat
disebabkan oleh penurunan tingkat kematian, kenaikan tingkat kelahiran,
kurangnya pendidikan dan migrasi. Kematian apabila kematian bertambah maka
angka kependudukan pun akan berkurang akan tetapi bila angka kematian
menurun maka akan menambah juga kependudukan dikarenakan angka kelahiran
menlonjak drastis. Kelahiran apabila kelahiran bisa cepat dikarenakan tekhnologi
kesehatan kelahiran bisa cepat dikarenakan tekhnologi kesehatan maka otomatis
kenaikan penduduk pun bisa melonjak drastis karena bertumbuhnya angka
kelahiran. Pertumbuhan jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah
ini.
Tabel 4.1 Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Jember Tahun 2004 - 2013
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Kecamatan
Kencong
Gumuk Mas
Puger
Wuluhan
Ambulu
Tempurejo
Silo
Mayang
Mumbulsari
Jenggawah
Ajung
Rambipuji
2004
64.309
75.805
103.912
104.569
98.482
69.429
95.352
43.350
56.695
69.510
64.978
71.318
2005
64.271
75.941
104.201
104.973
98.407
69.441
95.682
43.351
56.957
69.516
65.358
71.602
2006
64.586
76.235
104.429
105.357
98.769
69.913
96.138
43.741
57.029
69.466
65.649
71.582
2010
2011
65.173 84.296
79.224 80.122
114.506 103.265
114.695 120.644
105.103 99.301
70.663 71.917
103.850 93.678
48.362
49.112
62.339 55.769
81.318 76.479
74.416 67.564
78.934 73.488
2012
84.571
80.168
103.279
120.823
99.392
72.008
93.736
49.148
55.809
76.493
67.658
73.352
38
2013
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
Balung
Umbulsari
Semboro
Jombang
Sumberbaru
Tanggul
Bangsalsari
Panti
Sukorambi
Arjasa
Pakusari
Kalisat
Ledokombo
Sumberjamb
e
Sukowono
Jelbuk
Kaliwates
Sumbersari
Patrang
71.461
67.746
43.882
49.354
95.998
75.465
106.910
56.673
36.088
34.623
37.452
65.782
56.108
54.693
53.932
29.516
93.832
102.708
87.067
71.479
67.634
43.775
49.265
96.017
75.699
106.977
57.182
36.290
34.644
37.589
66.207
56.368
54.899
54.107
29.900
93.822
102.843
87.070
71.570
67.387
43.756
49.086
96.097
75.788
107.132
57.599
36.383
34.704
37.743
66.686
56.416
55.678
54.361
29.626
94.035
102.636
86.994
71.742
67.309
43.792
49.078
96.231
75.984
107.207
57.652
36.402
34.828
37.712
67.170
56.662
56.307
54.657
29.589
94.248
102.794
87.049
71.513 71.675
67.427 67.226
43.805 43.885
48.944 49.303
96.657
97.114
76.176 76.265
107.288 107.632
57.679 57.710
36.464 36.488
34.952 35.494
38.086 38.203
67.281 67.837
56.771 57.360
56.705 56.852
54.729 54.862
29.924 30.268
94.461 94.685
104.196 105.764
87.108 87.186
77.005 79.048
69.539 73.129
43.475 45.298
50.003 55.531
99.416 99.012
82.760 85.433
113.905 105.121
59.399 57.191
37.950 36.402
38.005 46.785
41.713 40.296
74.962 73.855
62.528 61.484
60.126 59.017
58.734 57.166
31.962 29.903
111.861 90.964
126.279 106.305
94.471 85.946
78.877
73.228
45.338
55.635
99.013
85.544
105.198
57.244
36.424
46.803
40.336
73.911
61.530
59.065
57.128
29.923
89.205
106.638
85.940
2.136.999 2.141.467 2.146.571 2.153.883 2.168.732 2.179.829 2.332.726 2.263.521 2.263.417 2.358.785
39
Ratarata
/Sektor
2005
4,95
4,63
3,30
2006
5,40
3,34
3,96
2007
5,92
5,78
6,22
2008
5,70
6,17
6,22
2009
5,22
5,64
6,21
2010
4,28
7,14
6,81
2011
3,63
4,29
8,39
2012
4,51
4,21
6,46
2013
4,05
6,58
7,26
4,78
4,96
5,84
5,24
6,72
8,36
6,59
7,94
6,32
6,42
7,11
6,02
6,30
6,70
7,60
5,81
6,62
6,73
6,52
7,20
5,99
6,03
6,09
6,19
5,90
5,91
6,92
7,32
8,47
10,66
8,64
11,68
11,79
10,98
7,45
7,85
5,06
3,97
4,73
5,80
6,38
6,68
7,90
9,93
8,20
8,01
6,67
6,65
6,59
7,06
6,59
6,50
5,37
7,40
8,76
9,36
6,36
7,06
40
Persewaan
dan Jasa
Perusahaan
9. Jasa - Jasa
PDRB
4,46
4,66
5,23
5,31
5,57
5,70
5,71
5,98
6,29
6,04
4,81
5,55
7,46
6,05
8,87
7,00
6,89
7,21
5,96
6,90
41
6,13
42
Dari tabel 4.3 dibawah ini dapat diketahui besarnya tingkat harga hasil
pertanian di Kabupaten Jember. Pada tahun 2015 harga kacang tanah bulan April
dengan harga Rp. 15.750,-/kg mengalami kenaikan dua kali lipat menjadi Rp.
32.600,-/kg terjadi pada bulan Juni. Harga kacang tanah di pasar-pasar Kabupaten
Jember dapat berangsur naik karena permintaan konsumen meningkat. Gejolak
harga memang biasa terjadi saat menjelang perayaan hari besar atau hari raya Idul
Fitri karena permintaan terus meningkat, sehingga para pedagang sering
mengalami kekurangan stok untuk memenuhi permintaan dari konsumen. Harga
hasil pertanian dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut:
Tabel 4.3 Harga Hasil Pertanian Kabupaten Jember tahun 2010 2015
2013
2012
2011
2010
Tah
un
Nama Barang
Beras IR 64 Super
Beras IR 64 Medium
Jagung Kuning
Kedele Lokal
Kacang Tanah
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kacang Hijau
Beras IR 64 Super
Beras IR 64 Medium
Jagung Kuning
Kedele Lokal
Kacang Tanah
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kacang Hijau
Beras IR 64 Super
Beras IR 64 Medium
Jagung Kuning
Kedele Lokal
Kacang Tanah
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kacang Hijau
Beras IR 64 Super
Beras IR 64 Medium
Jagung Kuning
Kedele Lokal
Kacang Tanah
Jan
6.733
6.338
2.633
6.917
13.000
1.000
1.000
13.497
7.812
6.931
3.462
6.423
14.615
798
800
16.750
8.571
8.010
4.000
7.419
18.000
900
1.300
15.000
8.438
7.610
3.548
6.757
17.190
Feb
6.391
6.023
3.055
7.155
12.318
1.140
1.425
16.150
7.227
6.400
4.000
7.545
16.000
810
819
13.650
8.752
7.843
3.476
6.576
18.333
929
1.357
15.524
8.500
7.600
3.500
6.600
22.000
Mar
6.200
5.986
3.021
6.643
12.107
1.110
1.410
16.947
7.138
6.138
4.154
7.292
16.000
1.000
1.200
12.571
8.533
7.529
3.000
6.200
17.762
1.500
2.429
16.000
8.500
7.600
3.500
7.000
21.158
Apr
6.200
5.883
2.583
6.417
12.000
1.438
1.548
19.000
7.158
6.158
4.083
6.958
16.000
1.428
1.980
13.000
8.480
7.520
3.475
6.445
15.650
1.933
2.525
14.600
8.500
7.600
3.500
7.000
20.000
Mei
6.292
5.704
2.600
6.583
10.917
1.333
1.500
19.000
7.250
6.183
4.000
6.500
14.750
1.045
1.750
13.00
8.467
7.567
3.500
6.300
15.000
1.700
2.200
14.857
8.500
7.600
3.500
9.182
20.000
Bulan (Rupiah)
Jun
Jul
6.933 7.733
6.042 6.967
3.000 3.000
7.292 7.917
12.250 14.000
1.321 1.763
1.643 2.000
19.957 19.765
7.423 7.823
6.445 7.015
3.636 3.500
6.227 6.000
15.000 15.000
1.045 1.150
1.405 1.509
13.000 14.000
8.500 8.532
7.650 7.664
3.138 3.068
6.233 6.386
15.429 16.000
1.433 1.586
1.867 1.905
14.333 15.000
8.500 8.996
7.600 7.883
3.711 4.000
10.000 9.304
20.000 22.261
Ags
8.000
7.262
3.346
7.308
14.462
1.548
3.810
18.952
8.200
7.664
3.955
6.000
16.364
1.500
1.668
14.762
8.563
7.732
3.500
7.663
16.000
2.000
2.500
15.000
9.429
8.000
4.000
8.000
16.000
Sept
8.000
7.100
3.700
7.000
13.364
1.625
2.125
18.095
8.491
7.727
3.636
6.000
17.455
1.460
1.320
14.318
8.636
7.715
3.950
7.740
15.050
2.000
2.275
16.000
9.500
8.000
4.071
8.095
16.000
Okt
7.731
6.985
3.700
6.154
12.500
1.650
2.093
18.050
8.804
7.731
3.462
5.900
16.538
1.473
1.125
13.000
8.650
7.820
3.500
7.218
15.909
2.000
1.750
15.045
9.500
8.000
4.333
9.000
16.000
Nov
7.900
6.775
3.042
5.667
13.500
2.000
2.500
18.050
8.769
7.900
3.000
5.631
16.077
1.285
798
15.000
8.500
7.770
3.500
6.880
15.700
1.975
1.500
15.000
9.500
7.970
4.000
9.000
16.000
43
Des
7.912
7.073
3.000
5.862
13.500
2.136
2.636
18.050
8.631
8.077
3.115
7.045
17.154
1.000
800
13.045
8.500
7.700
3.917
6.800
15.000
1.500
1.500
15.000
9.500
7.800
4.125
9.125
16.000
2014
2015
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kacang Hijau
Beras IR 64 Super
Beras IR 64 Medium
Jagung Kuning
Kedele Lokal
Kacang Tanah
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kacang Hijau
Beras IR 64 Super
Beras IR 64 Medium
Jagung Kuning
Kedele Lokal
Kacang Tanah
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Kacang Hijau
2.000
2.000
15.068
9.500
7.890
3.910
9.500
16.000
2.000
2.000
18.200
12.350
11.050
4.940
9.180
19.300
3.250
3.250
20.600
2.000
2.000
18.000
9.430
8.070
3.960
8.475
15.80
2.040
2.365
15.000
14.053
11.968
5.326
10.642
19.526
3.447
3.605
21.947
2.000
1.500
18.842
9.314
8.429
3.795
8.210
14.643
1.676
2.090
14.286
13.810
11.967
5.167
10.671
19.833
2.690
3.333
21.857
2.000
1.500
20.000
8.600
7.800
3.524
8.000
14.000
2.000
2.500
14.000
9.807
8.643
3.687
7.800
15.750
2.433
3.208
17.833
2.000
1.614
2.000
8.600
7.800
3.533
8.000
14.000
2.000
2.500
14.000
10.168
8.400
3.697
7.352
16.774
2.726
3.363
18.000
2.000
2.000
20.000
8.657
7.857
3.600
8.000
14.333
2.071
2.500
14.000
10.493
8.470
3.940
7.440
20.00
3.000
3.500
18.000
2.000
2.000
20.870
8.884
8.021
3.653
7.789
16.000
2.763
3.000
15.000
17.237
13.868
6.505
12.184
32.632
5.684
6.500
29.368
2.000
2.000
22.000
8.719
7.748
3.510
7.024
14.524
2.500
2.857
15.714
15.967
12.933
5.810
11.057
29.524
4.429
5.167
26.571
2.000
2.000
20.952
9.355
8.100
3.727
7.423
14.591
2.750
3.250
15.318
10.873
9.273
5.636
10.427
28.182
3.523
4.795
25.364
2.000
2.000
20.000
9.835
8.317
3.883
6.891
14.565
2.396
2.839
13.565
13.787
11.609
5.104
8.748
26.087
3.152
4.565
23.478
2.000
2.000
20.000
10.000
8.500
4.000
6.600
15.000
2.700
3.250
16.000
15.860
12.940
7.090
9.700
30.000
4.175
3.675
29.000
Dari tabel 4.3 dapat diketahui besarnya tingkat harga hasil pertanian di
Kabupaten Jember. Pada tahun 2015 harga kacang tanah bulan April dengan harga
Rp. 15.750,-/kg mengalami kenaikan dua kali lipat menjadi Rp. 32.600,-/kg
terjadi pada bulan Juni. Harga kacang tanah di pasar-pasar Kabupaten Jember
dapat berangsur naik karena permintaan konsumen meningkat. Gejolak harga
memang biasa terjadi saat menjelang perayaan hari besar atau hari raya Idul Fitri
karena permintaan terus meningkat, sehingga para pedagang sering mengalami
kekurangan stok untuk memenuhi permintaan dari konsumen.
Pada tahun 2013 harga Beras IR 64 Super mengalami kenaikan yang
cukup stabil tanpa terjadi penurunan, dengan kenaikan berkisar Rp. 8.400,- hingga
Rp. 9.500,-. Kenaikan harga beras yang terjadi secera terus menerus karena
jumlah pasokan beras yang sangat terbatas dari beberapa daerah, bahkan
distributor mengurangi pengiriman beras ke sejumlah pedagang. Pasokan terbatas
diakibatkan pasokan gabah dari petani berkurang. Tanaman petani banyak yang
rusak akibat cuaca buruk dan belum menjelang masa panen raya. Pemerintah
berharap bisa melakukan operasi pasar untuk menekan harga beras yang
melambung tinggi di pasaran.
4.2.4 Luas Lahan Pertanian
44
2.000
2.000
20.000
10.341
8.568
3.800
6.268
14.000
2.905
3.420
15.000
14.859
12.118
6.409
9.018
27.091
4.466
5.523
28.182
1.2
2.
Penggunaan lahan
Lahan Pertanian
Lahan Sawah
a. Irigasi
b. Tadah Hujan
c. Rawa Pasang
Surut
d. Rawa Lebak
Lahan Pertanian
Bukan Sawah
a. Tegal/Kebun
b. Ladang/Huma
c. Perkebunan
d. Ditanami Pohon
e. Padang Rumput
f. Sementara tidak
diusahakan
g. Lainnya
(Tambak, Kolam,
Empang, dll.)
Lahan Bukan
Pertanian
(Pemukiman,
kantor, sungai,dll.)
Total
2010
2011
Luas (Hektar)
2012
2013
2014
2015
84.946
114
-
84.921
103
-
84.981
114
-
84.519
146
-
84.509
146
-
85.231
638
-
338
338
338
318
34.204
793
32.070
1.487
31.658
361
33.501
3.023
33.037
361
34.511
3.635
32.141
2.284
33.350
6.289
32.272
307
42.471
5.284
32.850
300
28.661
5.079
8
-
2.541
1.217
1.178
546
18.313
14.821
28.551
35.367
24.448
15.922
51.978
59.611
51.032
28.738
30.714
47.802
223.913
230.540
236.560
224.389
221.667
217.347
45
46
Tabel 4.5 Luas Lahan Pertanian yang Telah Dikonversi Menjadi Lahan Non
Pertanian
Tahun
No.
2012
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
2013
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
2014
1.
2.
3.
4.
5.
47
6.
7.
8.
9.
2015
2016
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Puger
Sukowono
Sumberbaru
Sumbersari
Jumlah
Bangsalsari
Gumukmas
Kaliwates
Kencong
Mayang
Patrang
Rambipuji
Sukorambi
Sumbersari
Jumlah
Ajung
Arjasa
Balung
Bangsalsari
Jenggawah
Jombang
Kalisat
Kaliwates
Ledokombo
Mayang
Patrang
Rambipuji
Sukorambi
Sumbersari
Jumlah
6.000
6.161
491.324
1.315.707
606
9.589
57.592
17.835
10.980
734
20.890
12.000
21.000
105.367
13.051
34.000
1.050
114.390
3.663
9.074
409.400
663.208
30.572
10.000
47.050
18.612
1.364
2.373
1.832
10.420
5.770
11.700
19.727
1.949
50.000
60.845
926.392
2.898
34.000
248.490
3.835
366.868
1.596.597
12.085
10.814
103.471
6.500
73.721
32.685
48
Kelompok Industri
Sektor Industri Hasil
Sektor Industri
Pertanian
Non Pertanian
(Orang)
(Orang)
67.711
37.816
71.719
38.924
72.982
39.499
80.960
32.624
84.989
34.029
88.738
36.786
82.309
35.014
80.340
55.170
82.518
55.865
85.183
55.697
Jumlah
(Orang)
105.527
110.643
112.431
113.584
119.018
125.524
117.323
135.510
138.383
140.880
49
50
Kelompok
Industri
2005
11.529
2006
11.721
2007
12.908
2012
17.569
2013
17.569
2014
17.666
1.
Makanan dan
Minuman
2.
Tekstil dan
Barang Kulit
2.395
2.407
2.472
2.542
3.649
5.246
7.549
7.583
7.583
7.558
3.
Hasil Hutan
7.646
7.712
7.732
7.960
8.242
8.538
8.841
8.851
8.851
8.866
4.
Kertas
281
297
474
577
663
762
871
834
834
834
5.
Pupuk, Kimia
dan Karet
164
170
187
201
253
312
386
392
392
392
6.
Semen dan
Barang Galian
Non Logam
4.209
4.305
4.339
4.398
4.504
4.614
4.725
4.724
4.724
4.727
Logam Dasar,
Besi dan Baja
1.208
1.252
1.295
1.357
1.437
1.521
1.608
1.568
1.568
1.568
Alat Angkutan,
Mesin dan
Peralatan
940
964
994
1.304
1.078
1.121
1.165
1.153
1.154
1.154
Barang Lainnya
929
937
939
1.006
1.050
1.105
1.162
1.156
1.156
1.156
29.301
29.765
29.556
35.383
37.583
40.331
43.830
43.830
43.831
43.921
7.
8.
9.
51
Dari tahun 2005 hingga tahun 2014 jumlah industri semakin meningkat,
terjadi penurunan jumlah industri pada tahun 2007. Semakin banyaknya pabrik
dan meluasnya wilayah industri kebutuhan bahan dan pangan di Kabupaten
Jember pun menunjukan grafik meningkat. Potensi itu ditangkap sejumlah
kelompok industri makanan, minuman, dan tekstil. Kelompok industri tersebut
mengalami peningkatan jumlah industri yang sangat cepat setiap tahunnya. Ini
terjadi pada kelompok industri makanan, minuman, tekstil dan barang kulit yang
terus berupaya meningkatkan pelayanan terhadap konsumen di Kabupaten Jember.
Peningkatan jumlah industri paling cepat yaitu terjadi pada industri
makanan dan minuman. Pembangunan industri makananan dan minuman sangat
bermanfaat bagi masyarakat, karena tidak hanya bermanfaat untuk memenuhi
kebutuhan makanan dan minuman olahan di dalam negeri saja tapi juga berperan
penting dalam meningkatkan nilai tambah produk primer hasil pertanian. Bahkan,
industri makanan dan minuman mampu menjadi penggerak utama ekonomi di
berbagai wilayah dan mendorong tumbuhnya industri-industri terkait. Industri
makanan dan minuman mempunyai peranan penting dalam pembangunan sektor
industri terutama kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri
non migas.
Dengan keterbatasan lahan sawah, akhirnya lahan pertanian bukan sawah
seperti kebun atau perkebunan yang lebih banyak dimanfaatkan untuk
pembangunan industri. Luas lahan tersebut sering mengalami pengurangan dan
menjadi korban untuk memenuhi kebutuhan industri. Alih fungsi lahan tersebut
dinilai sudah tidak terkendali dengan menyusul pesatnya perkembangan jumlah
industri tiap tahunnya.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Penyebab Alih Fungsi Lahan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi
Kabupaten Jember
Seiring dengan perkembangan zaman, penduduk di Kabupaten Jember
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Jumlah penduduk yang meningkat
52
53
55
56
Sebagian besar buruh tani lahan persawahan merasa kesulitan dengan adanya
alih fungsi lahan yang mengakibatkan menurunnya jumlah pendapatan petani. Proses
57
5.2 Saran
Dari kesimpulan tersebut, maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai
berikut :
1. Solusi yang tepat untuk mengatasi agar tidak terjadi alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian dapat dilakukan dengan berbagai
macam sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga lahan
pertanian kaitannya dengan keberlanjutan kebutuhan pangan penduduk.
58
Lampiran
Lampiran 1.
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
59
Daftar Pustaka
Agus, F., U. Kurnia, and A.R. Nurmanaf (Eds.). 2001. Proceedings, National
Seminar on the Multifunction of Paddy Fields. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan
Agroklimat, Bogor, Indonesia.
Ahmadi, Abu dan Supriyono, Widodo. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Anwar, A. 1995. Kebijaksanaan dan Instrumen Ekonomi dalam Upaya
Pengendalian Kerusakan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.
Disampaikan pada Temu Pendapat tentang Pengembangan Kebijaksanaan
Ekonomi Pengelolaan Lingkungan Hidup. Meneg KLH, Jakarta, 11 Mei
1995
Aunuddin, 1989. Analisis Data. Bogor: IPB Press. Ayres
Barlow. 1978. Barlows Theory of Land Rent Location and Market Land. England
: Oxford University.
Bintarto,(1997),UrbanisasidanPermasalahannya.Jakarta:GhaliaIndonesia.
Daldjoeni, N. 1998. Geografi Kota dan Desa. Alumni. Bandung.
Darwis, Valeriana. 2008. Keragaan Penguasaan Lahan Sebagai Faktor Utama
Penentu Pendapatan Petani
Deliarnov. 2005. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Djarwanto, P.S. 1991. Statistik Nonparametrik. BFFE, Yogyakarta.
Eka Erviani, Anggun. 2011. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap
Keunggulan Kompetitif Usahatani Beras di Kabupaten Karawang
60
61
Merton, Robert K. 1964. Social Theory and Social Structure. The Free Press. New
York.
Michalski, F. 2010. Rural Property Size Drives Pattern of Upland and Riparian
Forest Retention. Global Environtmental Change Journal.
Mosher, A. T. 1996. Menggerakkan dan Membangun Pertanian, Syarat-Syarat
Mutlak Pembangunan dan Modernisasi. C. V. Yasaguna. Jakarta.
Nasoetion L dan Winoto. 1996. Masalah Alih Fungsi Lahan Pertanian dan
Dampaknya Terhadap Keberlangsungan Swasembada Pangan. Prosiding
Lokakarya Persaingan Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Air.
Hasil kerjasama PPSEP dengan Ford Foundation. Bogor.
Nawawi, H. Dan Martini, H.M.1991. Instrumen Penelitian Bidang Sosial.
Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press.
Ndawa, Johanes Jonick J. 2014. Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non
Pertanian Terhadap Kesempatan Kerja Dan Pendapatan Rumah Tangga
Petani di Kota Batu. Skripsi. Malang. Universitas Brawijaya.
Poerwandari, E. Kristi. 1998. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Universitas
Terbuka
Prabowo. 1996. Memahami Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Andi Ofset
Poerwadarminta.
Saili, Iklhas. 2012. Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Sawah Menjadi
Perkebunan Kelapa Sawit di Wilayah Kabupaten Siak-Riau. Jurnal
Penelitian Perencanaan Wilayah dan Kota Volume 1 (1). Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Sabari Yunus, Hadi. 2006. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar Offset:
Yogyakarta
Simatupang, P. dan Irawan, 2001. Pengendalian Konversi Lahan Pertanian:
Tinjauan Ulang Kebijakan Lahan Pertanian Abadi. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor
Situmeang, M. 1998. Pola Hubungan Antara Perubahan Penggunaan Lahan
Dengan Transformasi Struktur Ekonomi. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian
Bogor.
Sudaryanto, 2002. Komponen Unggulan Teknologi Untuk Meningkatkan
Produktivitas dan Pendapatan Budidaya Padi Lahan Sawah Irigasi di
62
63
64