amprotab 10%
(disintegran dan pengisi), dan laktosa q.s (pengisi). Sebagai fase luar (8%) adalah Mg
Stearat 1% (pelicin), talk 2% (pelicin dan diluent), dan amprotab 5% (disintegran).
Pada formula B ini, amprotab berfungsi sebagai zat pengisi dan disintregan.
Amprotab bersifat pengikat pada keadaan formulasi atau pencetakan (untuk mengikat
antar zat dan menaikan kohesi bagi tablet), sedangkan bersifat desintegran atau
penghancur pada saat tablet dimasukkan kedalam tubuh (oral) maka obat akan mudah
hancur ketika kontak dengan cairan tubuh. Amprotab merupakan disintregan yang
paling umum digunakan. Mekanisme kerjanya adalah dengan membentuk ikatan
hidrogen saat pengempaan dan pecah atau mengembang saat cairan masuk ke dalam
pori-pori tablet (kapiler). Selain itu ditambahkan laktosa, yang berfungsi sebagai
pengisi dalam formula tablet, ditunjukan untuk membuat bobot tablet sesuai dengan
yang tercantum dalam formula dan dihasilkan rasa yang manis sehingga akan lebih
diterima oleh pasien karena zat aktif yang digunakan, yaitu paracetamol memiliki
rasa pahit.
Untuk fase luar, Mg stearate digunakan sebagai glidan (pelicin antara partikelpartikel) yang merupakan boundary-type lubricant, karena Mg-Stearat berkonsentrasi
lebih kecil dibanding zat lainnya. Talk juga digunakan sebagai pengisi pelincin, untuk
melicinkan sediaan massa siap cetak dengan alat, yang meningkatkan aliran granul
sehingga tersebar ke seluruh tempat cetakan pada saat pengempaan dan agar tidak
menyumbat di cetakan.
Pada tahapan pembuatan granul, parasetamol sebagai zat aktif, amprotab, dan
laktosa dicampurkan hingga terbentuk suatu campuran yang homogen. Amprotab
merupakan disintregan yang paling umum digunakan, dengan mekanisme kerjan
membentuk ikatan hidrogen saat pengempaan dan pecah atau mengembang saat
cairan masuk ke dalam pori-pori tablet (kapiler). PVP sebagai pengikat juga
ditambahkan, dan dicampur sampai homogen, karena metode penambahan pengikat
dilakukan dengan cara kering. Adapun pelarut pengikat, yaitu etanol ditambahan
dengan cara diteteskan sedikit demi sedikit sampai menjadi massa basah, yang kepal
ketika di genggam dan mudah pudar jika ditekan.
Selanjutnya, massa campuran tadi dilewatkan pada mesh atau ayakan agar
terbentuk suatu granul sehingga luas permukaannya meningkat dan proses
pengeringan berjalan dengan lebih cepat. Ukuran mesh yang digunakan biasanya
mesh no.10/12. Pengayakan pada metode ini bertujuan untuk mencegah rasa kasar
dari sediaan yang disebabkan oleh bahan obat yang padat dan kasar, selain itu untuk
membentuk suatu campuran serbuk yang rata sehingga memiliki distribusi normal
dan diharapkan kandungan zat aktif dalam sediaan menjadi seragam. Granul yang
terbentuk, selanjutnya dikeringkan dengan cara dimasukan ke dalam oven pada suhu
400C untuk mencegah terjadinya binding dan sticking yang disebabkan masih adanya
kandungan air di dalam granul. Setelah proses pengeringan selesai, granul diayak
memenuhi
persyaratan minimalnya.
Selanjutnya pengujian kecepatan aliran menggunakan metode sudut istirahat.
Sudut istirahat adalah sudut maksimum yang bisa didapat antara permukaan tegak
bebas dari tumpukan serbuk dan dasar horizontal. Pengukuran itu memberikan
ketetapan kualitatif dari kohesi internal dan efek hambatan di bawah tingkat bawah
muatan eksternal, yang mungkin dipakai pada pencampuran serbuk atau pada
pencetak tablet (die). Berdasarkan pengamatan, sudut istirahat sebesar 27,02o.
Menurut literatur, jika = 25 30, menunjukan granul sangat mudah mengalir.
Evaluasi kedua, yaitu kelembaban untuk mengetahui persentase kandungan air
dalam granul. Semakin banyak air yang terkandung maka akan semakin buruk
sediaan yang akan dibuat. Granul dapat dikategorikan baik apabila kadar air yang
terkandung hanya sekitar 1 3% dan dapat dikategorikan kurang baik apabila kadar
airnya < 1%, karena air yang terkandung pun dapat berfungsi sebagai pengikat
sehingga terlalu rendahnya kadar air akan menyebabkan tablet yang akan dicetak
lebih mudah hancur. Kadar air yang dihasilkan yaitu 1,4%, yang berarti menunjukan
bahwa kualitas granul termasuk dalam kategori baik untuk parameter ini.
(10)
(500)
= 1,04, yang
Pada proses pencetakan tablet, berat dan kekerasan tablet yang akan dicetak
diperhitungkan dengan mengatur punch atas dan punch bawah dari alat pencetak.
Untuk menentukan berat tablet yang akan dicetak, diatur dengan punch bawah.
Sedangkan untuk mengatur kekerasan tablet, digunakan punch atas. Volume bahan
yang diisikan yang mungkin masuk ke dalam cetakan harus disesuaikan dengan
beberapa tablet yang telah lebih dahulu dicetak. Penyesuaian ini diperlukan karena
formula tablet tergantung pada berat tablet yang akan dibuat.
Selama pencetakan, beberapa tablet yang dicetak diambil untuk pengontrolan
berat dan kekerasan tablet. Jika berat atau kekerasannya berada diluar rentang yang
diinginkan, alat pencetak dapat diatur kembali. Setelah seluruh serbuk dicetak,
kemudian dilakukan evaluasi tablet. Beberapa parameter uji/ evaluasi sediaan tablet
diantaranya adalah uji organoleptik, sifat fisika kimia, dan uji waktu hancur, uji
disolusi, dan penentuan kadar zat aktif dalam tablet.
Evaluasi tablet yang pertama yaitu visual atau organoleptik yang meliputi
warna, rupa, bau dan rasa. Sediaan tablet berwarna putih, dengan permukaan
halus/rata, bau obat yang khas dan rasanya pahit. Hasil ini sesuai dengan literatur
sehingga tablet memenuhi syarat. Sifat organoleptik suatu tablet dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, misalnya proses pencampuran atau pembuatan massa cetak,di
mana jika pengadukan atau pencampuran kurang baik, tablet akan terlihat tidak
homogen. Selain itu, kebersihan mesin cetak juga dapat mempengaruhi organoleptik
tablet, misalnya penggunaan oli pada mesin cetak dapat membuat oli mengenai tablet
(terlihat berbintik-bintik) sehingga dapat menurunkan kepercayaan konsumen dan
bahkan berpengaruh kepada kesehatan pasien yang meminumnya. Bintik-bintik pada
tablet juga dapat disebabkan oleh pencampuran warna yang tidak homogen ataupun
karena adanya kotoran yang mengkontaminasi massa cetak karena pada metode
granulasi kering ini, kontaminan silang dari debu bias sangat tinggi jika
pengerjaannya tidak hati-hati.
Evaluasi tablet selanjutnya yaitu sifat fisika kimia, meliputi keseragaman
ukuran, kekerasan, friabilitas, keseragaman bobot serta keseragaman kandungan.
Pada evaluasi keseragaman ukuran, semua tablet memenuhi syarat, yaitu diameter
tablet tidak kurang dari 1 1/3 kali tebal tablet dan tidak lebih dari 3 kali tebal tablet.
Berdasarkan pengamatan, tebal = 0,3 cm dan diameter 1,3 cm, menunjukan tablet
memenuhi syarat. Data keseragaman ukuran dapat menentukan sifat deformasi plastis
dan elastis dari tiap campuran formulasi tablet serta dapat memberikan nilai estetika
yang baik terhadap tablet yang dibuat.
Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan yang tertentu agar dapat
bertahan dalam berbagai guncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan, dan
pengapalan. Pada evaluasi kekerasan, tablet tidak memenuhi persyaratan ini, karena
rata-rata kekerasan tablet yang diperoleh 5,8 kg/cm2 (syarat: 7 10 kg/cm2 untuk
bobot tablet > 300 mg).
Persen friabilitas menunjukkan ketahanan tablet jika dijatuhkan dari suatu
ketinggian tertentu. Hal ini akan berkaitan dengan penggunaan jenis pengikat dan
distribusi pengikat dalam tablet. Pengikat yang efektivitasnya tinggi akan
memberikan % friabilitas yang rendah karena pengikat tersebut akan mengikat kuat
massa tablet sehingga massa yang lepas dari tablet akan lebih sedikit. Persyaratan %
friabilitas yang baik adalah < 1%. Berdasarkan hasil evaluasi friabilitas, formula B
memberikan % friabilitas <1%, yaitu 0,003%. Jika dihubungkan dengan jenis
pengikat yang digunakan, formula B yang menggunakan jenis pengikat PVP
memberikan nilai friabilitas yang baik. Hal ini disebabkan karena PVP merupakan
pengikat yang daya ikatnya baik di antara pengikat lain.
Uji keseragaman bobot dilakukan untuk menjamin keseragaman proporsi zat
aktif disetiap bagian. Menurut Farmakope Indonesia edisi 4, tablet dengan bobot
>300 mg memenuhi syarat uji apabila tidak lebih dari 2 tablet yang melebihi atau
kurang 5% dari bobot rata-rata (kolom A) dan tidak ada satu tablet pun yang melebihi
10% bobot rata-rata. Berdasarkan data yang diperoleh formula B memenuhi syarat
tersebut, karena dari 20 tablet tidak ada tablet yang menyimpang lebih besar dari
harga ditetapkan pada kolom A, dan tidak ada satupun tablet yang menyimpang dari
bobot rata-rata lebih dari harga pada kolom B. Hal ini menunjukan bahwa tablet yang
dibuat memiliki keseragaman bobot yang baik.
Uji disolusi bertujuan untuk mengukur banyaknya obat dan kadar zat aktif
yang dapat bereaksi pada waktu tertentu. Untuk tujuan terapeutik tablet model ini
diusahakan agar kadar obat tinggi hanya dalam waktu yang singkat. Pengujian
dilakukan dengan jalan tablet uji dimasukan kedalam alat disolusi kemudian
dilakukan pengambilan sampel dan dihitung absorbansinya. Dari hasil tersebut
menunjukan bahwa kadar parasetamol pada menit ke 30 yaitu 249,3 mg, sedangkan
secara teoritis seharusnya 280 mg, sehingga tablet ini tidak memenuhi syarat.
Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui kadar zat aktif yang
terkandung dalam tablet. Dalam farmakope disebutkan bahwa kadar zat aktif
parasetamol tidak boleh kurang dari 95% dan tidak boleh lebih dari 110%, sedangkan
hasil yang didapat yaitu
tidak memenuhi syarat. Hasil ini menunjukan bahwa tablet parasetamol yang dibuat
kadar zat aktifnya kurang dari standar minimal, yang akan berdampak tidak
tercapainya efek terapeutik yang diinginkan.
KESIMPULAN
Tablet parasetamol formula B dengan menggunakan metode granulasi basah
dan menambahan zat pengikat yaitu PVP dengan metode basah menghasilkan granul
yang memiliki kecepatan aliran baik dengan hasil 11,52 g/detik dan = 27,02.
Kelembaban granul baik dengan kadar air 1,4%. Kerapatan/BJ granul dengan hasil P
= 0,4 g/ml, P10 = 0,4 g/ml, P500 = 0,416 g/ml, BJ sejati = 0,2089 g/ml sehingga didapat
Kp = 4%, angka hausser10 = 1, angka hausser500 = 1,04 g/ml, dan %kompesibilitas =
10,95% menunjukan granul memenuhi syarat.
Berdasarkan evaluasi tablet, dengan uji visual/organoleptik memenuhi syarat
yaitu tablet halus/rata, tidak berbau, rasa pahit dan warna putih. Evaluasi sifat fisika
kimia keseragaman ukuran memenuhi syarat dengan tebal 0,3 cm dan diameter 1,3
cm, kekerasan rata-rata tablet = 5,8 kg/cm 2 tidak memenuhi syarat, friabilitas =
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2004. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. UIPress. Jakarta
Depkes RI. 1994. Farmakope Indonesia Ed IV. Depkes RI. Jakarta
Martindale
The
Extra
Pharmacopoeia,
Twenty-Eight
Edition.
1982.
The