Anda di halaman 1dari 14

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses terjadinya perpindahan masa adsorbat dari fase

gerak (fluida pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben. Pemisahan terjadi


karena perbedaan bobot molekul atau porositas, menyebabkan sebagian molekul
terikat lebih kuat pada permukaan dari pada molekul lainnya [8].

Gambar 1. Adsorpsi pada Arang Aktif

2.1.1

Klasifikasi Adsoprsi
Pada umumnya proses adsorpsi diklasifikasikan menjadi dua

proses, yaitu proses adsorpsi secara fisik yang disebabkan oleh gaya Van
der Waals dan secara kimia yang disebabkan melalui reaksi kimia antara
molekul-molekul adsorbat dengan atom-atom penyusun permukaan
adsorben [9].
1. Adsorpsi fisika (physisorption)
Proses adsorpsi fisika adalah fenomena fisik yang terjadi saat
molekul-molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu padatan dan
sebagian dari molekul-molekul tadi mengembun pada permukaan padatan

tersebut. Apabila interaksi antara padatan dan molekul yang mengembun


tadi relatif lemah, maka proses ini disebut adsorpsi fisik yang terjadi hanya
karena gaya Van der Waals
Proses adsorpsi fisik terjadi tanpa memerlukan energi aktivasi,
sehingga proses tersebut membentuk lapisan jamak (multilayer) pada
permukaan adsorben. Ikatan yang terbentuk dalam adsorpsi fisika dapat
diputuskan dengan cara degassing atau pemanasan pada temperatur 150200C selama 2-3 jam.
2. Adsorpsi kimia (chemisorption)
Dalam hal ini, adsorpsi terjadi karena adanya reaksi kimia antara
molekul-molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Adsorpsi jenis ini
bersifat tidak reversibel hanya membentuk satu lapisan tunggal
(monolayer). Umumnya terjadi pada temperatur di atas temperatur kritis
adsorbat. Sehingga kalor adsorpsi yang dibebaskan tinggi. Adsorben yang
mengadsorpsi secara kimia pada umumnya sulit diregenerasi.
2.1.2

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi


Daya adsorpsi dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu [9]:

1. Jenis Adsorbat
a. Ukuran molekul adsorbat
Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal yang penting agar
proses adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat
diadsorpsi adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil
atau sama dengan diameter pori adsorben.
b. Kepolaran zat
Apabila berdiameter sama, molekul-molekul polar lebih kuat
diadsorpsi daripada molekul-molekul tidak polar. Molekul-molekul
yang lebih polar dapat menggantikan molekul-molekul yang
kurang polar yang terlebih dahulu teradsorpsi.
2. Karakteristik adsorben
a. Kemurnian adsorben
Sebagai zat untuk mengadsorpsi, maka adsorben yang lebih murni
lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsi lebih baik

b. Jumlah molekul adsorbat yang teradsorpsi meningkat dengan


bertambahnya luas permukaan dan volume pori adsorben
3. Tekanan
Tekanan yang dimaksud adalah tekanan adsorbat. Kenaikan tekanan
adsorbat dapat menaikkan jumlah yang diadsorpsi.
4. Temperatur
Temperatur yang dimaksud adalah temperatur adsorbat. Pada saat
molekul-molekul gas atau adsorbat melekat pada permukaan adsorben
akan terjadi pembebasan sejumlah energi yang dinamakan eksotermik.
Berkurangnya temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang
teradsorpsi demikian juga untuk peristiwa sebaliknya.
5. Interaksi Potensial
Interkasi potensial antara adsorbat dengan dinding adsorben sangat
bervariasi, tergantung dari sifat adsorben-adsorbat.
2.2

Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera) adalah anggota tunggal dalam marga cocos dari

suku aren-arenan atau Arecaceae. Kelapa adalah salah satu tanaman yang tumbuh
subur di Indonesia dengan beragam varietas. Kelapa secara ilmu biologi termasuk
keluarga palma yang bisa dibagi menjadi tiga macam. Varietas dalam yang terdiri
dari viridis (kelapa hijau), rubescens (kelapa merah), macrocorpu (kelapa kelabu),
sakarina (kelapa manis). Kelapa genjah dengan varietas eburnia (kelapa gading),
regia (kelapa raja), pumila (kelapa puyuh), pretiosa dan kelapa hibrida.

Gambar 2. Kelapa

Varietas dalam adalah salah satu jenis kelapa dengan batang tinggi dan
besar, ukurannya bisa mencapai 30 meter bahkan lebih. Kelapa dalam mulai
berbuah di usia tanam sekitar 6-8 tahun dan bisa hidup sampai dengan usia 100
tahun. Kelapa jenis ini dapat berbuah hingga 90 butir kelapa per pohon dalam satu
tahun.

Gambar 3. Kelapa Hijau

Varietas genjah memiliki kelebihan sekaligus kelemahan. Kelemahannya


peka terhadap keadaan lingkungan yang kurang baik. Berbuah lebat tetapi mudah
dipengaruhi fluktuasi iklim. Ukuran buahnya relatif lebih kecil dengan kadar
kopra yang rendah, namun kelebihannya buah kelapa jenis ini memiliki ukuran
pohon yang tidak terlalu tinggi dan lebih cepat berbuah yaitu sekitar 4-5 tahun
[10].

Gambar 4. Kelapa Gading

2.3

Sabut Kelapa

Buah kelapa terdiri dari epicarp yaitu bagian luar yang permukaannya
licin, agak keras dan tebalnya + 0.7 mm, mesocarp yaitu bagian tengah yang
disebut sabut, bagian ini terdiri dari serat keras yang terbalnya 3-5 cm, endocarp
yaitu termpurung tebalnya 3-6 mm. Sabut merupakan bagian tengah (mesocarp).

Gambar 5. Sabut Kelapa

Gambar 6. Struktur Buah Kelapa

Ada tiga macam serat dari sabut kelapa yaitu :


Serat halus (Mat/yarn fibre)
Serat kasar (Bristle fibre)
Matras (Mattress) serat yang pendek berupa butiran, tersedia sebagai coco
peat banyak digunakan sebagai bahan campuran media tanam bagi tanaman
dalam pot [11].
Serat Berkaret
Matras
Kerajinan
-Keset
-Karpet
-Tali

Serat Panjang

Geotekstil
Sabut
Genteng
Serat Pendek
Hardboard
Cocopeat
Debu Sabut
Kompos
Hardboard
Isolator Listrik
Gambar 7. Produk Turunan Pengolahan Sabut Kelapa [11]

Sabut kelapa dapat diolah menjadi arang aktif karena struktur sabut kelapa
tersusun dari selulosa yang secara alami memberi struktur berpori sehingga dapat
digunakan sebagai media adsorpsi [3]. Sabut kelapa terdiri dari beberapa unsur
dan senyawa. Adapun komposisi sabut kelapa dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Sabut Kelapa (persen dalam berat kering) [12]
Parameter
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin

Kadar (%)
19,26 26,6
8,15 8,50
29,33 31,64

Pektin

14,25 14,85

Tanin, asam piroligneous, suberin,

26 29

kutin, dan zat lilin


2.4

Arang Aktif

10

Arang aktif adalah suatu bahan yang berupa karbon amorf yang
mempunyai luas permukaan yang sangat besar yaitu 300 sampai 2000 m 2/gr. Luas
permukaan yang sangat besar disebabkan karena adanya struktur berpori. Poripori tersebut yang menyebabkan arang aktif memiliki kemampuan untuk
menyerap [13]. Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan
kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan
aktivasi dengan aktivator bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada
temperatur tinggi. [14].

Gambar 8. Pori-pori Arang Aktif [15]

Berdasarkan ukuran partikelnya ada dua jenis arang aktif yaitu arang aktif
granular dan arang aktif serbuk. Arang aktif granular merupakan partikel dengan
bentuk yang tidak seragam berukuran 0,20,5 mm. Arang aktif granular dapat
digunakan pada pengolahan limbah cair maupun gas. Sedangkan arang aktif
serbuk jauh lebih kecil dengan ukuran kurang dari 0,18 mm. Arang aktif serbuk
biasanya digunakan pada pengolahan limbah cair [16].
Menurut Standar Industri Indonesia (SII) No. 0258-88, syarat mutu arang
aktif adalah:
Tabel 2. Syarat Mutu Arang aktif (SII. 0258-88)
Uraian
Bagian yang hilang pada
pemanasan 950oC
Kadar air
Kadar abu
Bagian yang tidak

Persyaratan
Butiran

Padatan

Max. 15%

Max. 25%

Max. 4,5%
Max. 2,5%
Tidak ternyata

Max. 10%
Max. 10%
Tidak ternyata

11

mengarang
Daya serap terhadap
larutan I2
Arang aktif murni
Daya serap terhadap
benzene
Daya serap terhadap
methylene blue
Kerapatan jenis curah

Min. 750 mg/g

Min. 750 mg/g

Min. 80%

Min. 65%

Min. 25 ml/g

Min. 60 ml/g

Min. 120 ml/g

0,45 0,55 g/ml

0,30 0,35 g/ml

Arang aktif telah digunakan secara luas, terutama di bidang industri yaitu
sebagai adsorben (penyerap) karena kapasitas adsorpsi yang besar pada banyak
jenis zat terlarut. Arang aktif digunakan dalam bidang perlindungan lingkungan
dari bahan kimia, makan dan farmasi, hidrometalurgi, industri katalis, bahan
elektroda, pertahanan militer-kimia dan sebagainya. Dalam industri arang aktif
sangat diperlukan karena dapat mengabsorpsi bau, warna, gas dan logam.
Kebutuhan Indonesia akan arang aktif untuk bidang industri relatif tinggi,
disebabkan semakin meluasnya pemakaian arang aktif pada sektor industri.
Permintaan arang aktif akan terus meningkat sebesar 9% per tahun. Konsumsi
arang aktif pada tahun 2014 adalah sebesar 1,7 juta ton [4].
Menurut Kementrian Perindustrian Republik Indonesia berikut data ekspor dan
impor aranga aktif di Indonesia.
Tabel 3. Data Ekspor dan Impor Arang Aktif di Indonesia
Per Kg

Tahun
2007
2008
2009

Ekspor
76.324.910
27.055.688
22.740.624

Impor
3.474.254
3.528.208
4.846.055

2010

24.791.393

5.777.577

2011

21.652.271

5.444.834

Berikut data perusahaan yang bergerak di bidang Industri arang aktif di Indonesia
Tabel 4. Daftar Perusahaan Produksi Arang Aktif
Nama Perusahaan
PT. Aiptomindo Nuansa Kimia

Lokasi Perusahaan
Bandung, Jawa Barat

12

PT. Daity Carbon Nusantara


PT. Barito Murni Sakti Chemical
PT. Bintang Cikupa Wood Industri
PT. General Carbon Industri
PT. Ebara Prima Indonesia
2.4.1

Palmerah, Jakarta Barat


Taman Sari, Jakarta Barat
Cikupa, Banten
Batam, Kepulauan Riau
Cikande, Banten

Proses Pembuatan Arang Aktif


Secara garis besar, proses pembuatan arang aktif terbagi menjadi 3

tahap, yaitu [17]:


1. Proses Dehidrasi
Proses dehidrasi adalah proses penghilangan air pada bahan baku.
Caranya yaitu dengan menjemur di bawah sinar matahari atau pemanasan
di dalam oven sampai diperoleh bobot konstan. Dari proses dehidrasi ini,
diperoleh bahan baku yang kering. Hal ini disebabkan oleh kandungan air
dalam bahan baku semakin sedikit.
2. Proses Karbonisasi
Proses karbonisasi adalah proses pembakaran bahan baku dengan
menggunakan udara terbatas dengan temperatur udara antara 300oC
sampai 900oC sesuai dengan kekerasan bahan baku yang digunakan.
Proses ini menyebabkan terjadinya penguraian senyawa organik yang
menyusun struktur bahan membentuk metanol, uap asam asetat, tar, dan
hidrokarbon. Material padat yang tertinggal setelah proses karbonisasi
adalah karbon dalam bentuk arang dengan permukaan spesifik yang
sempit.
3. Proses Aktivasi
Aktivasi adalah perubahan secara fisik dimana luas permukaan dari
karbon meningkat dengan tajam dikarenakan terjadinya penghilangan
senyawa tar dan senyawa sisa-sisa pengarangan.
Proses aktivasi dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu:
a. Proses Aktivasi Fisika
Pada proses aktivasi fisika, biasanya karbon dipanaskan didalam
furnace pada temperatur 800-900C. Beberapa bahan baku lebih
mudah untuk diaktivasi jika diklorinasi terlebih dahulu. Selanjutnya

13

dikarbonisasi untuk menghilangkan hidrokarbon yang terklorinasi dan


akhimya diaktivasi dengan uap.
b. Proses Aktivasi Kimia
Proses aktivasi kimia merujuk pada pelibatan bahan-bahan kimia
atau reagen pengaktif. Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai
pengaktif diantaranya CaCl2, Ca(OH)2, NaCl, MgCl2, HNO3, HCl,
Ca3(PO4)2, H3PO4, ZnCl2, dan sebagainya. Dengan demikian, saat
pemanasan dilakukan, senyawa kontaminan yang berada dalam pori
menjadi lebih mudah terlepas. Hal ini menyebabkan luas permukaan
yang aktif bertambah besar dan meningkatkan daya serap arang aktif.

Gambar 9. Mekanisme Aktifasi Arang dengan Larutan H3PO4 [17]

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Aktivasi


Proses aktivasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu [18]:
1. Waktu perendaman
Perendaman

dengan

bahan

aktivasi

ini

dimaksudkan

untuk

menghilangkan atau membatasi pembentukan lignin, karena adanya lignin


dapat membentuk senyawa tar. Waktu perendaman untuk bermacammacam zat tidak sama. Misalnya sekam padi dengan aktivator NaCl
direndam selama 24 jam dan tempurung kelapa dengan aktivator ZnCl 2
direndam selama 20 jam, lamanya perendaman H3PO4 sekitar 12-24 jam.
2. Konsentrasi aktivator

14

Semakin tinggi konsentrasi larutan kimia aktivasi maka semakin kuat


pengaruh larutan tersebut mengikat senyawa-senyawa tar sisa karbonisasi
untuk keluar melewati mikro pori-pori dari karbon sehingga permukaan
karbon semakin porous yang mengakibatkan semakin besar daya adsorpsi
arang aktif tersebut.
3. Ukuran bahan
Makin kecil ukuran bahan makin cepat perataan keseluruh umpan
sehingga pirolisis berjalan sempurna.

2.5

Minyak Goreng
Dalam proses penggorengan, minyak goreng berperan sebagai media

untuk perpindahan panas yang cepat dan merata pada permukaan bahan yang
digoreng. Selama proses penggorengan minyak mengalami reaksi degradasi yang
disebabkan oleh panas, udara dan air, sehingga mengakibatkan terjadinya
oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi juga dapat terjadi selama
masa penyimpanan. Minyak goreng juga mengalami perubahan warna dari kuning
menjadi warna gelap. Reaksi degradasi ini menurunkan kualitas minyak [6].
Proses oksidasi dan polimerisasi merusak sebagian vitamin dan asam
lemak esensial dalam minyak sehingga dapat mengakibatkan keracunan dalam
tubuh dan berbagai macam penyakit, seperti diare, pengendapan lemak dalam
pembuluh darah, dan kanker. Kerusakan minyak goreng mempengaruhi kualitas
dan nilai gizi makanan yang digoreng. Penurunan mutu minyak jelantah antara
lain dilihat dari warna menjadi lebih gelap, aroma menjadi tidak sedap, serta kadar
asam lemak bebas dan bilangan peroksida yang tinggi [19].

15

Gambar 10. Reaksi Pembentukan Asam Lemak Bebas pada Minyak Goreng [20]

Standar mutu merupakan hal penting dalam menentukan kualitas minyak


yang bermutu baik. Parameter yang menentukan kualitas minyak terdiri dari
keadaan fisik yang meliputi bau dan warna minyak, kadar air dan bahan menguap,
bilangan asam, bilangan peroksida, minyak pelican, asam linoleat, cemaran logam
yang meliputi kandungan kadmium, timbal, timah, merkuri, dan cemaran arsen.
Berikut merupakan syarat mutu minyak goreng [19].

Tabel 5. Syarat Mutu Minyak Goreng (SNI 3741:2013) [21]


No
1
1.1
1.2
2
3
4
5
6
7
7.1
7.2
7.3
7.4
8
2.6

Kriteria Uji
Keadaan
Bau
Warna
Kadar air dan bahan menguap
Bilangan asam
Bilangan peroksida
Minyak pelican
Asam linoleat (C18:3) dalam
komposisi asam lemak minyak
Cemaran logam
Kadmium (Cd)
Timbal (Pb)
Timah (Sn)
Merkuri (Hg)
Cemaran arsen (As)
Minyak Jelantah

Satuan

Persyaratan

% (b/b)
mg KOH/g
mek O2/kg
-

Normal
Normal
maks. 0,15
maks. 0,6
maks. 10
Negatif

maks. 2

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

maks. 0.2
maks 0.1
maks. 40, 0/250,0
maks. 0.05
maks. 0,1

16

Minyak jelantah adalah minyak limbah yang berasal dari jenis-jenis


minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur dan minyak samin.
Minyak jelantah merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga.
Bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawasenyawa yang bersifat karsinogenik dan berbahaya bagi tubuh bila dikonsumsi.
Beberapa indikasi minyak jelantah buruk untuk kesehatan adalah kandungan
bilangan asam, bilangan peroksida dan senyawa-senyawa lainnya yang akan
meningkat pada saat proses penggorengan dan telah melampaui batas maksimal
seperti pada Tabel 5 syarat mutu minyak goreng.
Umumnya kandungan asam lemak bebas pada minyak jelantah lebih besar
dari 1 mg KOH/gr, dimana untuk batas maksimum kandungan asam lemak bebas
pada minyak goreng yang diijinkan adalah 0.6 mg KOH/gr. Minyak jelantah juga
mengalami perubahan warna dan bau. Warna minyak jelantah setelah mengalami
proses penggorengan akan berubah menjadi coklat hingga coklat pekat
(tergantung jenis bahan yang digoreng).
2.7

Asam Lemak Bebas


Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian lemak

atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan gliserol dan asam lemak
bebas. Kerusakan minyak atau lemak dapat juga diakibatkan oleh proses oksidasi,
yaitu terjadinya kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak, yang biasanya
dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Selanjutnya,
terurainya asam-asam lemak disertai dengan hidroperoksida menjadi aldehid dan
keton serta asam-asam lemak bebas. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh
proses hidrolisa dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada
konsentrasi sampai 15%. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih dari 1%,
jika dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah.
Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari
minyak, karena bilangan asam dapat dipergunakan untuk mengukur dan
mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sampel. Semakin

17

besar angka asam dalam minyak maka kandungan asam lemak bebas akan
semakin tinggi [19].

Anda mungkin juga menyukai