2 Juli 2014
Abstrak
Studi penentuan fasies lingkungan pengendapan batubara Formasi Balikpapan di daerah penelitian dilakukan
berdasarkan metode analisis petrografi dan analisa reflektansi vitrinit. Data yang digunakan dalam studi ini meliputi data
primer, antara lain : data yang diperoleh dari hasil kegiatan pemerian contoh batuan inti/core dan analisis laboratorium,
sedangkan untuk data sekunder merupakan hasil dari penelitian yang sudah dipublikasikan dan laporan-laporan peneliti
terdahulu yang terkait dengan penelitian ini. Contoh batuan inti/core batubara yang digunakan untuk studi ini diambil
dari hasil pemboran Sumur EPL 01 di daerah Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Propinsi Kalimantan Timur;
dari hasil pemboran ini diperoleh 11 lapisan batubara dengan ketebalan berkisar 0,8 meter dan dengan kedalaman
pemboran mencapai mencapai 130 meter, sedangkan untuk preparasi contoh batuan inti/core batubara dan analisis
laboratorium dilaksanakan di kantor Pusat Sumber Daya Geologi di Bandung.
Hasil observasi batuan inti/core pada Sumur EPL 01 terdiri atas perselingan batupasir dan batulempung dengan
sisipan serpih dan lapisan batubara, berdasarkan lithostratigrafi batuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi
Balikpapan. Karakteristik batubara yang dijumpai secara umum berlapis baik, berwarna hitam, kusam hingga mengkilap,
kompak, sebagian mudah hancur dan sebagian keras, pecah konkoidal, mengandung resin dan pirit dengan ketebalan
berkisar 0,2 hingga 3,1 meter.
Hasil analisis reflektansi vitrinit contoh batuan inti/core batubara dari hasil pemboran Sumur EPL 01 di daerah
Penajam, menunjukan peringkat kematangan batubara lignit hingga sub bituminous C (Rv = 0.28-0.38 %), sedangkan
berdasarkan hasil analisis komposisi maseral contoh batuan inti batubara dari hasil pemboran Sumur EPL 01 di daerah
Penajam, menunjukan grup maseral vitrinit merupakan maseral yang paling dominan dengan total jumlah volume ratarata mencapai 83.945%. Grup maseral liptinit memiliki jumlah volume rata-rata 1.845% dan grup maseral inertinit
memiliki total jumlah volume rata-rata 0.16% dan 3.018 %, serta mineral matter dengan total jumlah volume rata-rata
11.027% yang didominasi oleh mineral lempung (8.42%), pirit (1.77%) dan oksida besi (0.827%). Berdasarkan hal tersebut
di atas, maka mineral matter yang terkandung di batubara merupakan syngenetic mineral matter.
Interpertasi fasies lingkungan pengendapan batubara Formasi Balikpapan di daerah penelitian, berdasarkan distribusi
komposisi maseral dengan menggunakan 2 diagram parameter (TPI dan GI). Berdasarkan hasil plotting parameter Tissue
Preservation Index (TPI) dan Gelification Index (GI) pada diagram Lamberson (1991); menunjukan lingkungan pengendapan
(lingkungan telmatic), yaitu: wet forest swamp, sedangkan berdasarkan hasil plotting parameter Ground Water Influence (GWI)
dan Vegetation Index (VI) pada diagram Calder dan kawan-kawan (1991); menunjukkan lingkungan pengendapan swamp.
Hasil ploting parameter dari dua diagram tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan dari batubara di
daerah penelitian ini termasuk ke dalam lingkungan pengendapan hutan rawa telmatik, daerah yang terdekomposisi kuat
dalam kondisi penurunan muka air yang relatif lambat. Daerah ini merupakan daerah basah pada iklim tropis hingga
dingin yang didominasi oleh tanaman berkayu.
Menurut Diesel, lingkungan pengendapan batubara dari Formasi Balikpapan di daerah penelitian ini dapat
digolongkan dalam bagian lingkungan pengendapan lower delta plain, dimana batubara ini memiliki kandungan inertinit
yang rendah dengan nilai GI yang tinggi. Kandungan huminit yang didominasi oleh humodetrinit, sehingga mempunyai
nilai TPI rendah. Hal ini menunjukan daerah ini pernah mengalami pasang air laut yang mengendapkan sedimen klastik
halus menjadi pengotor dalam batubara. Pengaruh air laut ini meningkatkan kandungan pirit dalam batubara yang
terbentuk dari reduksi sulfat yang terdapat dalam air laut. Endapan sedimen pada lower delta plain terdiri dari batulanau,
batulempung dan serpih yang diselingi oleh batupasir halus. Batubara yang terendapkan dalam lingkungan ini memiliki
penyebaran yang luas tetapi mempunyai ketebalan yang relatif tipis (Horne dan Ferm 1987).
I. Pendahuluan
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi
gambut hingga batu bara disebut dengan istilah
pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2
tahap proses yang terjadi, yakni:
- Tahap diagenetik atau biokimia dimulai pada
saat material tanaman terdeposisi hingga lignit
terbentuk. Agen utama yang berperan dalam
proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat
oksidasi dan gangguan biologis yang dapat
Studi Penentuan Fasies Lingkungan Pengendapan Batubara dalam Pemanfaatan Potensi Gas Metana Batubara
di daerah Balikpapan, Kalimantan Timur berdasarkan Analisis Proximate dan Petrografi
Defri Wahyu Widiyanto, Denny S Djohor, Harry Pramudito dan Untung
d.
e.
25
Studi Penentuan Fasies Lingkungan Pengendapan Batubara dalam Pemanfaatan Potensi Gas Metana Batubara
di daerah Balikpapan, Kalimantan Timur berdasarkan Analisis Proximate dan Petrografi
Defri Wahyu Widiyanto, Denny S Djohor, Harry Pramudito dan Untung
dimodifikasikan
sebagai berikut:
untuk
batubara
rank
rendah
TPI
TPI menunjukkan perbandingan struktur
jaringan yang masih terjaga terhadap struktur
jaringan yang sudah terdekomposisi. GI merupakan
perbandingan komponen yang tergelifikasi terhadap
komponen yang terfusinitkan. TPI juga dapat
menunjukkan tingkat humifikasi gambut dalam
proses penggambutan. Sementara itu, GI
berhubungan dengan kontinuitas kelembaban
gambut. Lamberson et. al. (1991) melakukan
modifikasi terhadap GI bahwa di samping
menunjukkan tingkat gelifikasi juga merupakan
kebalikan indeks oksidasi. Dalam penelitian ini
akan digunakan modifikasi yang telah dilakukan
oleh Lamberson et. al. (1991). Di samping itu,
modifikasi tambahan juga diperlukan untuk
menyesuaikan dengan batubara di daerah studi
yang mempunyai rank rendah (sub-bituminous).
Harga TPI tinggi menunjukkan batubara lebih
cenderung berasal dari tumbuhan kayu. Dalam
kasus TPI < 1, maka huminit akan disertai oleh
cutinit yang biasanya sangat cepat terhancurkan
oleh air laut. Kombinasi antara kandungan
densinit/detrogelinit dan kutinit yang banyak
dengan kandungan telinit dan telocolinit yang
sedikit memberikan gambaran bahwa batubara
berasal dari serat lunak tumbuhan perdu pada suatu
lingkungan marsh. Harga TPI yang tinggi
mengidentifikasikan suatu keadaan banyaknya
jaringan tumbuhan terawetkan dengan baik.
Sementara itu, harga TPI yang tinggi juga dapat
menggambarkan tingginya kandungan maseral
semifusinit dan fusinit yang merupakan hasil dari
proses oksidasi menerus atau pembakaran.
Gelifikasi akan memberikan tiga gambaran
utama yaitu:
a. Tingkat
gelifikasi
menunjukkan
basah/
keringnya kondisi pembentukan batubara. Hal
ini terjadi karena gelifikasi membutuhkan
keadaan lembab yang menerus.
b. Tingkat gelifikasi merupakan indikator pH
relatif, karena efektivitas aktivitas mikroba
membutuhkan keadaan asam yang rendah.
c. Tingkat gelifikasi dapat juga menjadi ukuran
proses diagenesa selama gelifikasi biokimia,
sebagian bagian dari humifikasi singenetik yang
kemudian digantikan oleh gelifikasi epigenetik.
Harga GI juga akan mengidentifikasikan tingkat
oksidasi. Harga GI yang berkurang mengidentifikasikan kenaikan tingkat oksidasi. Kombinasi
TPI dan GI juga akan menunjukkan tingkat
dekomposisi. Harga TPI dan GI yang tinggi (> 1)
akan mengidentifikasikan tingkat dekomposisi
aerobik
yang
rendah,
sedangkan
tingkat
dekomposisi anaerobik atau dekomposisi aerobik
yang terbatas atau menengah dicirikan dengan
harga GI yang tinggi dan TPI yang rendah.
26
GI
Pengaruh
Batubara
Airtanah
Terhadap
Gambut
dan
GWI
Daerah penelitian dibentuk oleh endapanendapan sedimen Tersier, hasil siklus transgresi dan
regresi laut. Urutan transgresif dapat ditemukan
dengan baik di sepanjang daerah pinggiran
cekungan yang berupa lapisan klastik yang berbutir
kasar dan serpih yang diendapkan pada lingkungan
paralik hingga laut dangkal.
VI
27
Studi Penentuan Fasies Lingkungan Pengendapan Batubara dalam Pemanfaatan Potensi Gas Metana Batubara
di daerah Balikpapan, Kalimantan Timur berdasarkan Analisis Proximate dan Petrografi
Defri Wahyu Widiyanto, Denny S Djohor, Harry Pramudito dan Untung
Aluvial
Formasi Kampung
Baru
Formasi Balikpapan
Formasi Pulubalang
Formasi Pamaluan
Se
sar
Sinkli
n
Antik
lin
II. Metodologi
Dalam studi ini, penulis membagi menjadi 3
tahap, yaitu :
- Persiapan dan studi literatur
- Pengolahan data
- Interpretasi data & pembahasan
- Penyusunan laporan
Tahap persiapan diawali dengan pencarian studi
literatur sesuai dengan judul, lalu dilanjutkan
dengan pengambilan data, berupa contoh batuan,
sumur bor. Tahap pengolahan data dimulai dari
preparasi contoh batuan, kemudian dilanjutkan
dengan analisis batuan untuk mendapatkan secara
langsung persentasi rank batubara dan lingkungan
28
Batubara
29
Studi Penentuan Fasies Lingkungan Pengendapan Batubara dalam Pemanfaatan Potensi Gas Metana Batubara
di daerah Balikpapan, Kalimantan Timur berdasarkan Analisis Proximate dan Petrografi
Defri Wahyu Widiyanto, Denny S Djohor, Harry Pramudito dan Untung
yang bukan maseral (mineral matters) dikelompokkan tersendiri menjadi satu kelompok pula.
Maseral Vitrinit
Pengamatan dengan mikroskop sinar pantul
(reflected light microscope) vitrinit memberikan warna
pantul yang lebih terang mulai dari abu-abu tua
sampai abu-abu terang dan juga tergantung dari
tingkatan batubara itu, semakin tinggi tingakatan
pembatubaraannya semakin terang terlihatnya.
Grup maseral ini merupakan maseral yang paling
dominan di batubara lapangan ini. Mempunyai
maseral sub-grup telovitrinit dengan jumlah volume
rata-rata 52.74 % (antara 40.9 62.3 %). Maseral
sub-grup detrovitrinit dengan jumlah volume ratarata 31.2% (antara 23.8 - 41.6%). Sub-grup gelovitrinit tidak ada keterdapatannya.
Maseral Liptinit
Liptinit terlihat sebagai maseral yang berwarna
terang, kuning hingga kuning tua di bawah sinar
langsung, sedangkan di bawah sinar pantul,
kelompok liptinit menunjukkan pantulan berwarna
abu-abu sampai gelap. Grup maseral liptinit pada
sumur bor EPL 01 ini memiliki jumlah volume
31
Studi Penentuan Fasies Lingkungan Pengendapan Batubara dalam Pemanfaatan Potensi Gas Metana Batubara
di daerah Balikpapan, Kalimantan Timur berdasarkan Analisis Proximate dan Petrografi
Defri Wahyu Widiyanto, Denny S Djohor, Harry Pramudito dan Untung
SAMPLE
No.
Total
Volume
(%)
Telo-inertinite (%)
Kedalaman
(m)
EPL-01
Total
Volume
(%)
Detro-inertinite (%)
Gelo-inertinite
(%)
TOTAL
INERTINITE
(%)
Inertodetrinite
Micrinite
17.70-17.89
0,4
0,8
0,4
1,6
0,3
0,3
1,9
18.00-18.75
0,7
0,7
0,3
1,7
0,1
0,1
1,8
37.61-37.74
0,1
0,2
0,2
0,5
0,1
0,1
0,6
70.30-70.42
3,1
4,7
0,3
8,1
0,1
0,1
8,2
71.08-71.24
0,2
1,6
0,2
0,2
0,2
2,2
74.10-74.40
0,3
1,2
0,2
1,7
0,1
0,1
1,8
79.82-80.13
0,7
0,7
0,2
1,6
0,1
0,1
1,7
80.37-81-17
3,6
0,4
0,3
0,3
5,3
89.00-89.60
0,7
2,7
0,2
3,6
0,3
0,3
3,9
97.77-97.99
0,4
1,1
0,2
1,7
0,1
0,1
1,8
123.27-123.38
1,9
3,5
0,3
5,7
0,1
0,1
5,8
Macrinite
EPL-01
MINERAL MATTER
(%)
Pyrite
Iron oxides
Clay
TOTAL
MINERAL
MATTER
(%)
17.70-17.89
0,7
0,1
1,4
2,2
18.00-18.75
1,1
0,1
0,4
1,6
37.61-37.74
0,9
0,8
9,5
11,2
70.30-70.42
2,1
0,2
1,9
4,2
71.08-71.24
0,9
0,1
3,7
4,7
74.10-74.40
4,1
0,6
7,6
12,3
79.82-80.13
3,5
2,7
23,4
29,6
80.37-81-17
0,8
0,6
1,3
2,7
89.00-89.60
2,3
2,1
23,5
27,9
97.77-97.99
1,9
1,1
11,4
14,4
123.27-123.38
1,2
0,7
8,6
10,5
1,772
0,827
8,427
11,027
KEDALAMAN
(m)
Rata-rata
TPI
menunjukkan
peningkatan
prosentase
kehadiran tumbuh-tumbuhan kayu (jika peningkatan harga TPI tersebut akibat banyaknya tellinit
dan telocollinit. Jika harga TPI tinggi, dikarenakan
banyaknya fusinit atau semifusinit, maka ini
menunjukkan proses dekomposisi yang diakibatkan
oleh proses oksidasi yang berlangsung dengan cepat
(pembakaran hutan).
Gelification Index (GI) merupakan suatu perbandingan maseral yang terbentuk, karena proses
gelifikasi (vitrinite dan macrinit) terhadap maseral
yang terbentuk, karena proses oksidasi (semifusinit,
33
Studi Penentuan Fasies Lingkungan Pengendapan Batubara dalam Pemanfaatan Potensi Gas Metana Batubara
di daerah Balikpapan, Kalimantan Timur berdasarkan Analisis Proximate dan Petrografi
Defri Wahyu Widiyanto, Denny S Djohor, Harry Pramudito dan Untung
Gambar 4. Hasil interpretasi pada Diagram Calder et al ,1991, pada sumur bor EPL 01 pada daerah penelitian
Tabel 6. Resume Analisis berdasarkan Petrografi Batubara daerah penelitian
IV. Simpulan
Berdasarkan hasil observasi/pemerian dan
analisis laboratorium yang dilakukan terhadap
contoh batuan inti/core batubara dari hasil
pemboran Sumur EPL 01 di daerah Penajam, serta
kajian geologi regional daerah studi, maka dapat
disimpulkan hal hal sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil observasi data pemboran
Sumur EPL 01 terdiri atas perselingan batupasir
dan batulempung dengan sisipan serpih dan
lapisan batubara, berdasarkan lithostratigrafi
34
Pustaka
Assosiation of Australia Standard, 1986. Coal
Maceral analysis, AS 2586-1986, Assosiation of
Australia Standards House.
Awaludin, Moehamad. 2001. Penentuan Fasies Dan
Lingkungan Pengendapan Batubara Di Daerah
Kabun,
Kec.SumpurKudus,
Kab.Sawahlunto/sijunjung.
Institut Teknologi
Bandung.
Calder, J.H., Gibling, M.R., and Mukhopadhyay,
P.K. 1991. Peat Formation in Westphalian B
Piedmont setting, Cumberland Basin Nova Scotia :
Implication for Maceral Based Interpretation of
Rheotrophic and Raised Pleomires., Bull Soc.
Geol., France.
Diessel, C. F. K., 1984. Coal Geology, Part 1 and 2,
Australian Mineral Foundation.
Daulay, Bukin. 2000. Short Course On Organic
Petrography. Southeast Asian Coal Geology
Conference, Bandung.
Eka Putri, Nurlia., 2008. Prosedur Preparasi Dan
Analisis Petrografi Batubara. Universitas
Padjdjaran, Jatinangor.
Hadiyanto, 1995, Rank and Petrography Composition
of The Indonesian Coal, Directorate of Mineral
Resources (unpublished).
Indonesian Coal Mining Association, 2008:
Indonesian Coal Book, 2007/2008
Lamberson, M.N., Bustin, R.M., and Kalkreuth,
W. 1991. Lithotype (Maceral) Composition and
Variation as Correlated with Paleo Wetland
Environments, Gates Formation, Northeastern British
Columbia, Canada , International Journal of Coal
Geology, No.18.
Madona, Mardanis, dan Oesman Zulkifli., 1988.
Prosedur Analisis Petrografi Batubara Dan
Pengamatan Beberapa Contoh Batubara Indonesia.
Direktorat Sumberdaya Mineral. Bandung.
Saghafi, A., and Hadiyanto, 2000: Methane storage
capacities of Indonesian Tertiary coals. In: Proc. SE
Asian Coal Geology Conference Bandung
Indonesia, pp. 121-124.
Sukardi and Sikumbang,1995: Laporan Geologi
Lembar Sangatta, Kalimantan, sekala 1:250,000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Stach ,E., Mackowsky, M.Th., Teichmuller, M.,
Taylor.G.H.,Chandra, D and Teichmuller,R.,
35
Studi Penentuan Fasies Lingkungan Pengendapan Batubara dalam Pemanfaatan Potensi Gas Metana Batubara
di daerah Balikpapan, Kalimantan Timur berdasarkan Analisis Proximate dan Petrografi
Defri Wahyu Widiyanto, Denny S Djohor, Harry Pramudito dan Untung
36