Anda di halaman 1dari 4

Pengertian mastitis

Mastitis adalah istilah yang digunakan untuk peradangan yang terjadi pada jaringan
internal ambing, baik bersifat akut, subakut ataupun kronis, dengan kenaikan sel di dalam
susu dan perubahan fisik maupun susunan air susu, disertai atau tanpa adanya perubahan
patologis pada kelenjar.Berdasarkan gejalanya, mastitis dibedakan menjadi dua, yaitu mastitis
klinis dan mastitis subklinis. Mastitis klinis ditandai dengan gejala yaitu adanya
pembengkakan, kemerahan, sakit dan penurunan fungsi pada ambing. Pemeriksaan fisik
menunjukkan hewan mengalami kenaikan suhu tubuh, denyut jantung dan laju pernapasan
(Subronto, 2003).
Berbeda dengan mastitis klinis, mastitis subklinis adalah peradangan jaringan internal
ambing tanpa disertai gejala klinis baik pada susu maupun pada ambing. Namun terjadi
peningkatan jumlah sel radang, ditemukan mikroorganisme patogen dan terjadi perubahan
kimia pada susu (Sudarwanto, 1999). Mastitis subklinis ditandai pada pemeriksaan susu
secara mikroskopik yaitu terjadi peningkatan jumlah sel somatik lebih dari 400.000 sel/ml
susu dan ditemukan bakteri patogen.Penurunan kuantitas susu jarang diamati oleh peternak
sedangkan penurunan kualitas susu hanya dapat diperiksa di laboratorium, oleh karena itu
diagnosa mastitis subklinis jarang dilakukan. Kualitas susu yang diperiksa melalui perubahan
kimiawi pada susu, meliputi penurunan jumlah kasein, total protein dan laktosa (Subronto,
2003).
Infeksi bakteri merupakan penyebab utama terjadinya mastitis. Bakteri
penyebabnyaadalah Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae dan berbagai jenis
bakteri Gram negatif,

ystem kompleks, banyak makanan Input peternakan transport penggilingan /


penyimpanan transport / import restoran pembeli.
terkontaminasi disetiap poin dari peternakan input hingga garpu

Makanan

dapat

1.
Implementasi dari mastitis yang direkomendasikan, control praktis akan
menurun secara dramatis prevalensi dari petogen penular, tapi tidak perlu
menurunkan mastitis klinis yang disebabkan oleh infeksi dengan organisme
lingkungan.
2.
menejemen kesehatan yang memenuhi 3 prinsip dassar dari eliminasi infeksi
yang ada, pencegah infeksi baru dan monitorin status kesehatan berjalan sangat
sukses
3.

Program

menejemen

kesehatan

baru

termasuk

10

langkah

sekarang

direkomendasikan sebagaikomprehensif untuk control mastitis


4.

Menejer dan advisor eharusnya meneruskan melaksanakan langkah pesifik

yang menguntunkan pada control mastitis sebagai usaha mreka


Peningkatan kesehatan
Ini merupakan inisiatif utama dari industri susu segar untuk lebih dari 40
tahun kepercayaan dari usaha ini telah dilaksanakan dan digunakan menejemen
teknik untuk mengurangi penyebaran dari petogen mastitis utama. Prestasi dari

produksi yaitu yang kualitas dan tinggi dan penting pencapaian untuk semua aspek
dari industri ini.
Program control mastitis
Diadopsi melalui kepeduian tentang status kesehatan peternakan. Kepedulian
dapat ditinkatkan dengan:
1.

Harga susu sesuai dengan kualitas nya

2.

Dan atau program penalty untuk SC tinggi di sejumlah susu


Diagnosa

yang

bagus

untuk

pelaksanaan

status

kesehatan

sapid

an

kelompoknya, harus tersedia. Dengan adanya kepedulian dan system dari menejerial
data untuk monitor status kesehatan di tempat. Biaya efektif, program control
mastitis yang adaptable dan sukses dapat dikembangkan
Prinsip dari menejemen kesehatan
Brand, A noordhuizen, JPTM, scukken, Y.H. herd health and production management
in dairy practice. Waginengen, Neyherlands. 1996
Prinsip dasar:
1.
Mengurangi infeksi yang ada
2.

Mencegah infeksi baru

3.

Monitoring status kesehatan

1.

Mengurangi infeksi yang ada

Untuk mengkontrol program harus dilakukan untuk mengurangi jumlah infeksi


dengan mengurangi durasi dari mastitis di setiap sapi terinfeksi. Pemberian
antibiotic pada fase kering sapi adalah satu hal yang umum direkomendasikan dan
diterima secara obyektif
2.

Penanggulangan infeksi baru

Control program mastitis harus mengurangi rata rata infeksi baruyang terjadi.
Contohnya meyakinkkan bahwa semua putting bersih dan kering, yakinkan bahwa
mesin pemeras berfungsi baiik dan sangat disarankan untuk mengurangi angka
infeksi, meskipun demikian rekomendasi spesifik untuk mengurangi infeksi akan
sangat bergantung dengan tipe dari infeksi di peternakan.
3.

Monitoring kesehatan
Program berkelanjutan untuk mengkoleksidan mengatur data kesehatan dari tia

sapi, dan dari seluruh hewan, untuk mengevaluasi kesuksesan control mastitis.
Monitoring secara crusial meningkat ketika perubahan diperlukan untuk program
control. Metode monitoring harus juga diseuaikan dengan pengambilan keputusan
spesifik, seperti dengan terapi. Meskipun terus dipromosikan namun monitoring tidak

menjadi satu dari pola penting yang di rekomendasikan oleh organisasi seperti NMC.
Namun kualitas susu tinggi, program penalty lebih dan lebih berarti, kebutuhan
menggunakan metode selanjutnya dari monitoring kesehatan akan bertambah.
Sepuluh langkah efektif program control mastitis.
1.

Metode menejemen aryawan pemerah yang sesuai

2.

Pemeliaraan dan penggunaan alat pemerah yang seuai

3.

Menejemen dry cow

4.

Terapi selama lactasi yang sesuai

5.

Pemusnahan sapi terinfeksi kronik

6.

Pemeliharaan kebersihan lingkungan

7.

Pelaporan yang baik

8.

Monitoring status kesehatan

9.

Review program kesehatan secarra periodic

10.

Mengatur pencapaian status kesehatan

Secara ekonomi, mastitis banyak menimbulkan kerugian karena


adanya penurunan produksi susu yang mencapai 70% dari seluruh
kerugian akibat mastitis. Kerugian lain timbul akibat adanya residu
antibiotika pada susu, biaya pengobatan dan tenaga kerja,
pengafkiran, meningkatnya biaya penggantian sapi perah, susu
terbuang, dan kematian pada sapi serta adanya penurunan kualitas
susu (Kirk et al. 1994; Hurley dan Morin 2000). Tingkat keparahan
dan intensitas mastitis sangat dipengaruhi oleh organisme
penyebabnya (Duval 1997). (Paryati, 2002)
Sudarwanto (1995) dan Wibawan et al. (1999) menyatakan bahwa
prevalensi kejadian mastitis subklinis di Indonesia adalah 85-90%.
Menurut Searcy et al. (1995) mastitis subklinis merupakan
problema di peternakan sapi perah karena terjadi kerugian ekonomi
yang cukup besar seperti adanya penurunan produksi susu,
diperlukan biaya pengobatan bagi sapi sakit, sapi yang berulang
terkena mastitis harus dikeluarkan dari peternakan lebih dini
(culling), terjadinya penolakan susu akibat adanya residu obat
dalam susu atau komposisi susunya yang kurang baik.Masa
peripartal yang berlangsung mulai 4 minggu sebelum dan setelah
partus merupakan masa kritis bagi induk, karena kondisi fisiologis
induk sangat labil. Perubahan fisiologis yang mendadak yang

diakibatkan oleh peningkatan fungsi organ, termasuk hormon,


metabolisme, adanya stress serta peningkatan aktifitas sel-sel
reproduksi. Semua hal ini akan mempengaruhi sistem mekanisme
pertahanan tubuh induk. Menurut Kandefer-Szerszen et al., (1992)
penggunaan enersi yang berlebihan menjelang partus
mengakibatkan terjadi suatu keseimbangan enersi negatif:
Kekurangan enersi ini akan dipenuhi dari cadangan karbohidrat
tubuh, protein tubuh, serta cadangan lemak akan dipakai dalam
enersi partus dan pembentukan susu oleh induk sapi.
Aktifitas menjelang dan setelah partus tidak saja berpengaruh pada
satu sistem, tetapi juga berbagai sistem fisiologis akan terganggu
yang akibatkan terjadi gangguan yang bersifat kompleks seperti
penggunaan lemak secara berlebihan memungkinkan terjadi
perlemakan hati dan meningkatkan pembentukan badan keton.
karena menyebabkan penurunan produksi susu per kuartir per hari dan
penurunan kualitas susu yang mengakibatkan penolakan susu (Sudarwanto
1999). Selain itu juga berdampak pada penurunan produksi dan kualitas susu,
peningkatan biaya perawatan dan pengobatan, pengafkiran ternak lebih awal
serta pembelian sapi perah baru (Subronto 2003). Menurut Hutabarat et al.
(1985) kerugian akibat mastitis subklinis di Kabupaten Boyolali menyebabkan
penurunan produksi susu 19% per hari, bahkan pada mastitis subklinis berat
penurunan produksi dapat mencapai 36% per hari. Kerugian ekonomi yang
diakibatkan mastitis berupa (1) Penurunan produksi susu per kuartir per hari
antara 9-45,5%; (2) Penurunan kualitas susu yang mengakibatkan penolakan
susu mencapai 30-40%, penurunan kualitas hasil olahan susu; dan (3)
Peningkatan biaya perawatan dan pengobatan serta pengafkiran ternak lebih
awal (Sudarwanto 1999). Menurut Rahayu (2009) kerugian ekonomi yang
disebabkan oleh mastitis subklinis dapat mencapai Rp 10 juta/ekor/tahun dan
menurut Supar (1997) mastitis subklinis dapat menyebabkan kerugian Rp 8,5
miliar per tahun apabila tanpa pengendalian yang intensif. Di Amerika Serikat,
kerugian tahunan pada industri susu karena mastitis adalah sekitar 2 miliar dolar
dan di India sekitar 526 juta dolar, di mana mastitis subklinis bertanggung jawab
sekitar 70% dari kerugian ini (Varshney & Naresh 2004). Selain kerugian
ekonomis, penyakit mastitis secara tidak langsung dapat berdampak pada
kesehatan manusia. Menurut Bishop (2005) penggunaan produk obat-obatan
dalam menangani berbagai permasalahan kesehatan di peternakan dapat
menyebabkan terjadinya residu dalam susu dan mempengaruhi kualitas susu
tersebut. Residu antibiotika dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang
serius. Residu antibiotika dalam susu dapat diakibatkan karena tidak
diperhatikannya withdrawal time antibiotika yang digunakan. Withdrawal time
adalah waktu dimana residu dari zat bersifat racun (misal antibiotik) telah
mencapai konsentrasi yang

Anda mungkin juga menyukai