Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID

KONSEP DASAR MEDIS


1. Definisi
Hemoroid adalah pelebaran varices satu segmen atau lebih venavena hemoroidalis (Mansjoer, 2000). Hemoroid atau wasir (ambeien)
merupakan vena varikosa pada kanalis ani. Hemoroid timbul akibat
kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena
hemoroidalis. Hemoroid sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35%
penduduk berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak
mengancam jiwa, namun dapat menimbulkan perasaan yang sangat tidak
nyaman (Price dan Wilson, 2006).
Penyakit hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun.
Hemoroid seringkali dihubungkan dengan konstipasi kronis dan
kehamilan. Terkadang dihubungkan dengan diare, sering mengejan,
pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rectum. Komplikasi dapat
menyebabkan nyeri hebat, gatal dan perdarahan rectal (Chandrasoma,
2006; Price dan Wilson, 2006).

Hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan


yang benar-benar berlebihan untuk penderita yang mengalami keluhan
menaun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV (Sjamsuhidayat
dan Jong, 2000).
2. Anatomi Fisiologi
Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang
dari colon sigmoid sampai anus, colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka
dan berbentuk lekukan huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri
waktu colon sigmoid bersatu dengan rectum. Satu inci dari rectum
dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter eksternus dan internus.
Panjang rectum dan kanalis ani sekitar 15 cm.

gambar 1.1 : usus besar-rectum


Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri sesuai
dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior memperdarahi
belahan bagian kanan yaitu sekum, colon asendens dan dua pertiga proksimal
colon tranversum, dan arteria mesentrika inferior memperdarahi belahan kiri yaitu
sepertiga distal colon transversum, colon desendens, sigmoid dan bagian
proksimal rectum. Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui arteria
sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari
arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.

gambar 1.2 : arteri - arteri pada rectum


Alir balik vena dari colon dan rectum superior melalui vena mesentrika superior
dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang
mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan
darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistematik. Terdapat
anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga
peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke dalam
vena-vena ini.

gambar 1.3 : vena-vena pada rectum


Terdapat dua jenis peristaltik propulsif: (1) kontraksi lamban dan tidak teratur,
berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa
haustra; (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen

colon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feces ke depan, akhirnya


merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan
dirangsang oleh reflek gastrokolik setelah makan pertama masuk pada hari itu.
Propulasi feces ke rectum mengakibatkan distensi dinding rectum dan
merangsang reflek defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan
interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter
eksterna berada di bawah kontrol volunter. Reflek defekasi terintegrasi pada
segmen sakralis kedua dan keempat dari medula spinalis. Serabut-serabut
parasimpatis mencapai rectum melalui saraf splangnikus panggul dan bertanggung
jawab atas kontraksi rectum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rectum
yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter interna
dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa
feces. Defekasi dipercepat dengan adanya peningkatan tekanan intra-abdomen
yang terjadi akibat kontraksi volunter. Otot-otot dada dengan glotis ditutup, dan
kontraksi secara terus menerus dari otot-otot abdomen (manuver atau peregangan
valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot-otot sfingter
eksterna dan levator ani. Dinding rectum secara bertahap akan relaks, dan
keinginan untuk berdefekasi menghilang.

3. Etiologi
a. Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi,
sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi
parsial dan peningkatan tekanan intra abdominal), fisiologis dan radang umumnya
faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. Menurut
Tambayong (2000) faktor predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid.
Hemoroid berdarah mungkin akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena
yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rectum terjadi trombosis,
ulserasi, dan perdarahan, sehingga nyeri mengganggu. Darah segar sering tampak
sewaktu defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) hemoroid

sangat umum terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe
hemoroid berdasarkan vena yang melebar, mengawali atau memperberat adanya
hemoroid.
b. Faktor

penyebab

terjadinya

hemoroid

adalah

1)

Mengejan pada waktu defekasi

2)

Konstipasi yang menahun yang tanpa pengobatan.

3)

Pembesaran prostat.

4)

Keturunan atau Hereditas

5) Kelemahan
6)

dinding

structural

dari

dinding

sebagai

pembuluh

berikut:

darah.

Peningkatan tekanan intra abdomen (seperti: Kehamilan, berdiri dan duduk

terlalu lama dan konstipasi).


1. Klasifikasi
a.

Hemoroid internal
Hemoroid internal adalah pelebaran plexus hemoroidalis superior. Diatas

garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa diatas sfingter ani. Hemoroid internal
dikelompokkan dalam 4 derajat :
1)

Derajat I

Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa rasa nyeri sewaktu


defekasi. Tidak terdapat prolap dan pada pemeriksaan terlihat menonjol dalam
lumen.
2)

Derajat II

Hemoroid menonjol melalui kanal analis pada saat mengejan ringan tetapi dapat
masuk kembali secara spontan.
3)

Derajat III

Hemoroid akan menonjol saat mengejan dan harus didorong kembali sesudah
defekasi.
4) Derajat IV
Hemoroid menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat didorong masuk
kembali.
Bagan Derajat Hemoroid Intern
Hemoroid Intern
Derajat
I
II
III
IV

b.

Berdarah
+
(+)
(+)
(+)

Menonjol
+
+
Tetap

Reposisi
Spontan
Manual
Tidak dapat

Hemoroid Eksternal

Adalah hemoroid yang menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat didorong
masuk.

Hemoroid

eksternal

dikelompokkan

dalam

kategori

yaitu:

1) Akut
Bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus
dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun disebut sebagai hemoroid
trombosis eksterna akut. Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujungujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
2)

Kronik

Bentuk hemoroid eksterna kronik adalah satu atau lebih lipatan kulit anus yang
terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.

gambar 1.4 : formation of hemorroidh

4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis
mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran
darah balik yang melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain
dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intra abdominal. Vena porta dan vena
sistematik, bila aliran darah vena balik terus terganggu maka dapat menimbulkan
pembesaran vena (varices) yang dimulai pada bagian struktur normal di regio
anal, dengan pembesaran yang melebihi katup vena dimana sfingter anal
membantu pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien
merasa nyeri dan feces berdarah pada hemoroid interna karena varices terjepit
oleh sfingter anal. Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan
peningkatan vena portal dan vena sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena
anorektal. Arteriola regio anorektal menyalurkan darah dan peningkatan tekanan
langsung ke pembesaran (varices) vena anorektal. Dengan berulangnya
peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra abdominal dan aliran darah
dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari otot halus yang
mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah hemoroidalis.
Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat berupa terjepitnya
pembuluh darah dan nyeri, ini biasanya sering menyebabkan pendarahan dalam

feces, jumlah darah yang hilang sedikit tetapi bila dalam waktu yang lama bisa
menyebabkan anemia defisiensi besi.
Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah
kebiruan, jarang menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika
ada darah beku (trombus) dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan
peradangan dan nyeri hebat.
5. Manifestasi Klinis
a.

Tanda

1) Perdarahan
Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna trauma oleh feces yang
keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan
feces. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar
karena kaya akan zat asam, jumlahnya bervariasi.

2) Nyeri
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan
hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis dan radang.
b.

Gejala

1) Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.


2) Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat tereduksi
spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi dan
akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan.
3)

Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam merupakan ciri

hemoroid yang mengalami prolap menetap.

4)

Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus rangsangan

mucus.

6. Komplikasi
-

Terjadinya perdarahan

Pada derajat satu darah kelur menetes dan memancar.


-

Terjadi trombosis

Karena hemoroid keluar sehinga lama - lama darah akan membeku dan terjadi
trombosis.
-

Peradangan

Kalau terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi dan
meradang karena disana banyak kotoran yang ada kuman kumannya.
7. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium :

Eritrosit
Lekosit
led
Hb

- Diagnostik

Proktoskopy

Anoskop
a. Inspeksi
1) Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung
thrombus.
2) Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang
tertutup mukosa.
3) Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
b. Rectal touch
1) Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba bila
sudah ada Fibrosis

2)

Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma

recti.
3) Anoscopi
Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum
prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur vaskuler yang
menonjol ke dalam lubang.
8. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan disesuaikan dengan klasifikasi hemoroid yaitu untuk derajat
I dapat dicoba dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab, misalnya saat
konstipasi dengan menghindari mengejan berlebihan saat BAB. Memberi nasehat
untuk diit tinggi serat, banyak makan sayur, buah dan minum air putih paling
sedikit 2.000 cc/hari dan olahraga ringan secara teratur, serta kurangi makan
makanan yang merangsang dan daging, menjaga hygiene daerah anorektal dengan
baik, jika ada infeksi beri antibiotika peroral. Bila terdapat nyeri yang terusmenerus dapat diberikan suppositoria, untuk melancarkan defekasi, dapat
diberikan cairan parafin atau larutan magnesium sulfat 10%. Bila dengan
pengobatan di atas tidak ada perbaikan, diberikan terapi skleroting (sodium
moruat) 5% atau fenol. Penyuntikan dilakukan antara mukosa dan varices, dengan
harapan timbul fibrosis dan hemoroid mengecil. Kontraindikasi pengobatan ini
adalah hemoroid eksterna, radang dan adanya fibrosis hebat di sekitar hemoroid
interna.
Pada hemoroid derajat II dapat dicoba dengan terapi sklerosing secara bertahap.
Apabila terapi sklerosing tidak berhasil dapat dilakukan tindakan operasi.
Pada derajat III dapat dicoba dengan rendaman duduk. Cara lain yang dapat
dilakukan adalah operasi, bila ada peradangan diobati dahulu. Teknik operasi pada
hemoroid antara lain :
a.

Prosedur ligasi pita-karet


Prosedur ligasi pita-karet dengan cara melihat hemoroid melalui anoscop
dan bagian proksimal diatas garis mukokutan di pegang dengan alat.
Kemudian pita karet kecil diselipkan diatas hemoroid yang dapat

mengakibatkan bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah
beberapa hari dan lepas. Tindakan ini memuaskan pada beberapa pasien,
namun pasien yang lain merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan
menyebabkan hemoroid sekunder dan infeksi perianal.
b.

Hemoroidektomi Kriosirurgi
Metode ini dengan cara mengangkat hemoroid dengan jalan membekukan
jaringan hemoroid selama beberapa waktu tertentu sampai waktu tertentu.
Tindakan ini sangat kecil sekali menimbulkan nyeri. Prosedur ini tidak
terpakai luas karena menyebakan keluarnya rabas yang berbau sangat
menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh.

c.

Laser Nd: YAG


Metode ini telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid, terutama
hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat menimbulkan nyeri. Hemoragi dan
abses

jarang

menjadi

komplikasi

pada

periode

pasca

operatif.

d. Hemoroidektomi
Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat
semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Setelah prosedur operatif
selesai, selang kecil dimasukkan melaui sfingter untuk memungkinkan
keluarnya flatus dan darah.
Untuk Terapi setelah operasi dapat dilakukan dengan cara suppositoria
yang mengandung anestesi, antibiotika, analgetik dan astrigent. Tiga hari post
operasi diberikan diit rendah sisa untuk menahan BAB. Jika sebelum tiga hari
ingin BAB, tampon dibuka dan berikan rendaman PK hangat (37oC) dengan
perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit. Setelah BAB, lalu dipasang lagi
tampon baru. Jika setelah tiga hari post operasi pasien belum BAB diberi
laxantia. Berikan rendaman duduk dengan larutan PK hangat (37oC),
perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit sampai dengan 1-2 minggu post
operasi.
Pada penatalaksanaan hemoroid tingkat IV dapat dilakukan dengan istirahat
baring

dan

juga

operasi.

Bila

ada

peradangan

diobati

dahulu.

KONSEP DASAR KEPRAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Subyektif

Riwayat Penyakit Sekarang


- Apakah ada rasa gatal, terbakar dan nyeri selama defekasi?
- Adakah nyeri abdomen?
- Apakah terdapat perdarahan dari rektum? Berapa banyak, seberapa
sering, apa warnanya?
- Adakah mucus atau pus?
- Bagaimana pola eliminasi klien? Apakah sering menggunakan laksatif?

Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji penyakit yang dapat menyebabkan hemoroid seperti (Sembelit,


genetic predisposisi, infeksi anal, pembedahan rektal atau episiotomi,
hipertensi portal (sirosis), gatal gatal disekitar rektum.)

Riwayat diet :
- Bagaimana pola makan klien?
- Apakah klien mengkonsumsi makanan yang mengandung serat?

Riwayat pekerjaan :
- Apakah klien melakukan pekerjaan yang memerlukan duduk atau berdiri
dalam waktu lama?

Aktivitas dan latihan :


- Seberapa jumlah latihan dan tingkat aktivitas?

Pengkajian obyektif :
- Menginspeksi feses apakah terdapat darah atau mucus dan area
perianal akan adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau pus.
- Menginspeksi Bengkak (bendungan) di dalam atau diluar rectum Nyeri
- Mengkaji gatal daerah rectum
- Mengkaji gangguan mukosa rectum
- Mengkaji perdarahan pada saat b.a.b berwarna merah segar

Pemeriksaan Diagnostik
Riwayat
- Mengkaji nyeri, gatal, atau kemungkinan perdarahan.
Pertanyaan kebiasaan buang air besar ; konstipasi, mengejan saat
defekasi.
Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi untuk haemorrhoid eksternal ada prolaps atau internal haemorrhoid.
- Pemeriksaan rectal toucer ( colok dubur )
- Proctosigmoidoscopy untuk menentukan lokasi dan keadaan dari haemorrhoid.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Eksternal dengan anoskop atao proktoskop menunjukkan
hemoroid atau hemoroid-hemoroid
2. Barium enema atau sigmoidoskopi untuk menangani lesi kolonik yang lebih
serius yang menyebabkan pendarahan rektal, seperti polip.

2)

Diagnosa Keperawatan

a)

Nyeri b.d. adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus.

b)

Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat konstipasi.

c) Cemas b.d. rencana pembedahan dan rasa malu.


d)

Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi tentang operasi.

3)

Rencana dan Implementasi keperawatan


a)

Nyeri b.d. adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus.


Kriteria hasil: nyeri pada anus berkurang dengan skala nyeri 0-1, wajah
pasien tampak rileks.

Rencana tindakan:
(1)

Kaji skala nyeri


Rasional: Menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan yang
tepat.
(2)

Anjurkan untuk menarik nafas dalam setiap kali timbul nyeri.

Rasional: Mengurangi rasa nyeri.


(3)

Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan keinginan pasien.


Rasional : Memberikan rasa nyaman.

(4)

Observasi tanda-tanda vital.


Rasional: Identifikasi dini komplikasi nyeri ditandai dengan peningkatan
tekanan darah.

(5) Berikan bantal/alas pantat.


Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.

(6) Anjurkan untuk tidak mengejan yang berlebihan saat defekasi.


Rasional:

Mengurangi

(7) Berikan

rendaman

rasa

nyeri

duduk

dan

sesuai

prolap

anjuran

varices.
duduk.

Rasional: Mengurangi rasa nyeri.


(8) Kolaborasi

untuk

pemberian

terapi

analgetik.

Rasional: Mengurangi rasa nyeri.


b)

Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat

konstipasi.
Kriteria Hasil: Tidak terjadi perdarahan yang ditandai dengan: tanda-tanda
vital dalam batas normal, tidak timbul perdarahan pada feces dalam waktu 12 hari.

4. Fokus Intervensi
a.

Pre Operasi

1)

Pengkajian

a)

Pengkajian yang dilakukan pada pola persepsi kesehatan dan

pemeliharaan kesehatan adalah kebiasaan olahraga pada pasien, kemudian


diit rendah serat, selain itu juga perlu dikaji mengenai kebiasaan klien
tentang minum kurang dari 2.000 cc/hari. Hal lain yang perlu dikaji adalah
mengenai riwayat kesehatan klien tentang penyakit sirorcis hepatis.
b)

Pengkajian mengenai pola nutrisi metabolik pada klien adalah mengenai

berat badan klien apakah mengalami obesitas atau tidak. Selain itu juga perlu
dikaji apakah klien mengalami anemia atau tidak. Pengkajian mengenai diit
rendah serat (kurang makan sayur dan buah) juga penting untuk dikaji.
Kebiasaan minum air putih kurang dari 2.000 cc/hari.
c)

Pengkajian pola eliminasi pada klien adalah mengenai kondisi klien

apakah sering mengalami konstipasi atau tidak. Keluhan mengenai nyeri


waktu defekasi, duduk, dan saat berjalan. Keluhan lain mengenai keluar
darah segar dari anus. Tanyakan pula mengenai jumlah dan warna darah yang
keluar. Kebiasaan mengejan hebat waktu defekasi, konsistensi feces, ada

darah/nanah. Prolap varices pada anus gatal atau tidak.


d)

Pengkajian pola aktivitas dan latihan pada klien mengenai kurangnya

aktivitas dan kurangnya olahraga pada klien. Pekerjaan dengan kondisi


banyak duduk atau berdiri, selain itu juga perlu dikaji mengenai kebiasaan
mengangkat barang-barang berat.
e)

Pengkajian pola persepsi kognitif yang perlu dikaji adalah keluhan nyeri

atau gatal pada anus.


f)

Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah apakah klien mengalami

gangguan pola tidur karena nyeri atau tidak.


g)

Pengkajian pola reproduksi seksual yang perlu dikaji adalah riwayat

persalinan dan kehamilan.


h)

Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap serat. Koping yang

digunakan dan alternatif pemecahan masalah.

Rencana tindakan:
(1)

Kaji tanda-tanda vital (TD, N, S, RR) setiap 4 jam.

Rasional: Indikator dini terhadap resiko perdarahan hebat ditandai dengan


tidak adanya peningkatan TD dan Nadi.
(2)

Monitor tanda-tanda hipovolemia.

Rasional: Deteksi dini untuk tindakan segera.


(3)

Periksa daerah rectal setiap 2 jam/setelah BAB.

Rasional: Deteksi dini perdarahan untuk pertolongan segera.


(4)

Beri air minum 2-3 liter/hari.

Rasional: Hidrasi yang adekuat membuat konsistensi feces lembek.


(5)

Berikan banyak makan sayur dan buah.

Rasional: Meningkatkan masa feces sehingga lebih mudah dikeluarkan.


(6) Anjurkan untuk segera berespon bila ada rangsangan BAB.
Rasional: Untuk mencegah rangsangan hilang dan akan terjadi konstipasi.
(7)

Kolaborasi untuk pemberian laxantia dan analgetik.

Rasional: Pelunak feces dan mengurangi nyeri saat BAB.

c)

Cemas b.d. rencana pembedahan

Kriteria Hasil: pasien mengatakan kecemasan berkurang, pasien


berpartisipasi aktif dalam perawatan.
Rencana tindakan:
(1)

Kaji tingkat kecemasan.

Rasional: Menentukan tingkat kecemasan untuk menentukan tindakan yang


tepat.
(2)

Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan.

Rasional: Menentukan informasi yang akan diberikan.


(3)

Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.


Rasional: Mengurangi kecemasan.

(4)

Dampingi dan dengarkan pasien.

Rasional: Meningkatkan rasa percaya dan rasa aman sehingga mengurangi


cemas.
(5)

Libatkan keluarga atau pasien lain yang menderita penyakit yang sama

untuk memberikan dukungan.


Rasional: Sebagai support sistem dan mengurangi rasa malu.
(6) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kecemasannya.
Rasional: Untuk mengurangi cemas.
(7)

Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan prosedur operasi.

Rasional: Pengetahuan yang cukup tentang prosedur operasi akan


mengurangi cemas.
(8)

Kolaborasi untuk terapi anti cemas (bila perlu).


Rasional: Mengurangi cemas.

d)

Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi tentang operasi.

Kriteria Hasil: pasien mengatakan ketidaktahuan mengenai tindakan operasi


berkurang.
Rencana tindakan:
(1)

Kaji tingkat pengetahuan

Rasional: Mengetahui tingkat pengetahuan tentang penyakit


(2)

Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit

Rasional: Meningkatkan pengetahuan


(3)

Diskusikan program latihan yang sesuai ketentuan

Rasional: menentukan program latihan yang sesuai


(4)

Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan

perubahan hidup yang perlu


Rasional: Perubahan yang harus diprioritaskan secara realistik untuk
menghindari rasa tidak menentu dan berdaya.
b.

Post Operasi

1)

Pengkajian

a)

Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan adalah pengkajian

mengenai keadaan lingkungan yang tenang (nyaman), pengkajian mengenai


pengetahuan tentang perawatan pre operasi. Selain itu juga penting dilakukan
pengkajian mengenai harapan klien setelah operasi.
b)

Pengkajian pola nutrisi metabolik setelah operasi adalah mengenai

kepatuhan klien dalam menjalani diit setelah operasi.


c)

Pengkajian pola eliminasi setelah operasi adalah ada tidaknya

perdarahan. Pengkajian mengenai pola BAB dan buang air kecil.


Pemantauan klien saat mengejan setelah operasi, juga kebersihan setelah
BAB dan buang air kecil.
d)

Pengkajian pola aktivitas dan latihan yang penting adalah mengenai

aktivitas klien yang dapat menimbulkan nyeri, pengkajian keadaan


kelemahan yang dialami klien.
e)

Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah mengenai gangguan tidur yang

dialami klien akibat nyeri.


f)

Pengkajian pola persepsi kognitif adalah mengenai tindakan yang

dilakukan klien bila timbul nyeri.


g)

Pengkajian pola persepsi dan konsep diri klien adalah kecemasan yang

dialami klien setelah operasi.


2)

Diagnosa Keperawatan

a)

Nyeri b.d. adanya luka operasi

b)

Gangguan mobilitas fisik b.d. menurunnya kekuatan/ketahanan

konstruktur nyeri.
c)

Resiko tinggi perdarahan b.d. hemoroidectomi

d)

Defisit perawatan diri b.d. kelemahan, nyeri.

e)

Resiko tinggi infeksi b.d. adanya luka operasi di daerah anorektal.

f)

Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. resiko tinggi perdarahan.

3)

Intervensi Keperawatan

a)

Nyeri b.d. adanya luka operasi.

Kriteria Hasil: klien mengatakan nyeri pada luka operasi berkurang dengan
skala nyeri 0-1, wajah pasien tampak rileks.
Rencana tindakan:
(1)

Kaji skala nyeri

Rasional: Menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan yang tepat.


(2) Anjurkan teknik nafas dalam dan pengalihan perhatian.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.
(3)

Berikan posisi supine.

Rasional: Mengurangi regangan pada daerah anorectal.


(4)

Observasi tanda-tanda vital.

Rasional: Identifikasi dini komplikasi nyeri.


(5)

Berikan bantalan flotasi di bawah bokong saat duduk.

Rasional: Menghindari penekanan pada daerah operasi.


(6)

Kolaborasi untuk rendaman duduk setelah tampon diangkat.

Rasional: Kehangatan meningkatkan sirkulasi dan membantu menghilangkan


ketidaknyamanan.
(7)

Kolaborasi pelunak feces dan laksatif. Beri masukan oral setiap hari

sedikitnya 2-3 liter cairan, makanan berserat.


Rasional: Feces yang keras menekan insisi operasi.
(8)

Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.

Rasional: Mengurangi nyeri.


b)

Gangguan mobilitas fisik b.d. menurunnya kekuatan/ketahanan

konstruktur nyeri.
Kriteria hasil: klien mampu melakukan pergerakan secara bertahap.
Rencana tindakan:
(1) Tentukan kemampuan fungsional (skala 0-4) dan alasan
ketidakseimbangan.
Rasional: mengidentifikasi kebutuhan atau tingkat intervensi yang
dibutuhkan.
(2)

Catat respon emosional/ tingkah laku untuk mengubah kemampuan.

Rasional: perubahan fisik dan kehilangan kemandirian seringkali


menciptakan perasaan marah, frustasi dan depresi yang dapat
dimanifestasikan sebagai keengganan untuk ikut serta dalam aktivitas.
(3)

Berikan motivasi dan latihan pada klien dalam memenuhi kebutuhan

ADL sesuai dengan kebutuhan.


Rasional: motivasi dapat meningkatkan perasaan klien untuk berusaha
memenuhi kebutuhan ADL.
(4) Anjurkan keluarga untuk membantu melatih dan beri motivasi.
Rasional: keluarga berperan penting dalam membantu melatih dan memberi
motivasi klien.
c)

Resiko tinggi perdarahan b.d. hemoroidectomi.

Kriteria Hasil: Tidak terjadi perdarahan setelah perawatan 48 jam, balutan


luka operasi tidak basah, tanda-tanda vital dalam batas normal.
Rencana tindakan:
(1)

Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam selama 24 jam pertama.

Rasional: Indikator dini perubahan volume darah.


(2)

Monitor tanda-tanda hipovolemik.

Rasional: Deteksi dini untuk tindakan segera.


(3)

Periksa daerah rectal atau balutan setiap dua jam selama 24 jam

pertama.
Rasional: Deteksi dini perdarahan untuk pertolongan segera.
(4)

Berikan kompres dingin.

Rasional: Vasokonstriksi pembuluh darah.

(5)

Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht.

Rasional: Indikator lain perubahan volume darah.


(6)

Kolaborasi untuk pemberian terapi astrigen.

Rasional: Untuk menciutkan pembuluh darah.


d)

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, nyeri.

Kriteria hasil: aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.


Rencana tindakan :
(1)

Kaji tingkat kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan

kegiatan sehari hari.


Rasional: Membantu dalam merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual.
(2)

Beri bantuan dalam pemenuhan kebutuhan ADL klien sesuai

kebutuhan.
Rasional :Untuk memandirikan pasien.
(3)

Libatkan keluarga dalam perawatan diri pasien.

Rasional: Supaya klien merasa diperhatikan oleh keluarganya.


e)

Resiko tinggi infeksi b.d. adanya luka operasi di daerah anorektal.

Kriteria Hasil: luka sembuh dengan baik, tanda-tanda vital dalam batas
normal.
Rencana tindakan:
(1)

Observasi tanda-tanda vital.

Rasional: Peningkatan nilai tanda-tanda vital merupakan indikator dini


proses infeksi.
(2)

Berikan rendaman duduk setiap kali setelah BAB selama 1-2 minggu.

Rasional: Mematikan kuman penyebab infeksi.


(3)

Kaji daerah operasi terhadap pembengkakan dan pengeluaran pus.

Rasional: Merupakan tanda-tanda infeksi.


(4)

Ganti tampon setiap kali setelah BAB.

Rasional: Mencegah infeksi.


(5)

Kolaborasi untuk pemberian terapi antibiotika.

Rasional: Membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi.

f)

Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. resiko tinggi perdarahan.

Kriteria hasil: pasien tidak mengalami kekurangan volume cairan, TTV


dalam batas normal.
Rencana tindakan:
(1)

Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran, tinjau ulang catatan intra

operasi.
Rasional: dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran cairan/keutuhan pengantian dan pilihan-pilihan mempengaruhi
intervensi.
(2)

Kaji pengeluaran urinarius terutama untuk tipe prosedur operasi yang

dilakukan.
Rasional: mungkin akan terjadi penurunan (penghilangan setelah prosedur
pada sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan.
(3)

Pantau tanda-tanda vital pasien.

Rasional: hipertensi, takikardi, penurunan pernafasan mengidentifikasi


kekurangan cairan.
(4)

Periksa pembalut, alat drain pada interval reguler. Kaji luka untuk

terjadinya pembengkakan.
Rasional: perdarahan yang berlebihan dapat mengacu pada
hipovolemia/hemoragi. Pembengkakan lokal mungkin mengindikasikan
formasi hematoma/perdarahan.

DAFTAR PUSTAKA
Alimul, H. A. A. 2007. Riset keperawatan dan Tekhnik Penulisan

Ilmiah.

Edisi

Medika.

2.

Jakarta:

Salemba

Ariyoni, D. 2011. Asuhan keperawatan hemoroid. Dikutip tanggal 15 Juni


2011

dari

website

http://desiariyoni.wordpress.com/2011/03/23/.

Basuki, Ngudi. 2007. Pengaruh teknik distraksi dan relaksasi terhadap


penurunan tingkat nyeri pada pasien fraktur ekstremitas bawah. Dikutip
tanggal 15 juni 2011 dari website http:/www.poltekes-soeproen.ac.id/?
prm=artikel&yar=detail&id=27.
Carpenito, L. J. 2001. Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Chandrasoma, T. 2006. Ringkasan patologi anatomi. Edisi2. Jakarta: EGC.
Corwin,

E.

J.

2000.

Buku

saku

patofisiologi.

Jakarta:

EGC.

Doenges, M. E. 2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Guyton, A. C. Hall, S. E. 1997. Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan. Edisi
9.Jakarta:EGC.
Jong, W. D. Syamsuhidayat, R. 2000. Buku ajar ilmu bedah, Editor: R.
Syamsuhidajat,

W.

D.

Jong,

Edisi

revisi.

Jakarta:EGC.

Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit


Media Aeskulapius.
Nanda. 2011. Pedoman diagnosa keperawatan, Alih Bahasa Budi Sentosa.
Jakarta:

Arima

Medika.

NN. 2009. Askep hemoroid. Dikutip tanggal 15 Juni 2011 dari website
http://be11nursingae.blogspot.com.
NN. 2011. Media informasi obat. Dikutip tanggal 15 Juni 2011 dari website
http://medicastore.com.

Anda mungkin juga menyukai