Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada era globalisasi ini yang penuh dengan pembangunan di sector industri serta bidangbidang lainnya, tentunya pembangunan itu membutuhkan suatu bahan logam yang cukup baik , entah
itu sifat fisik maupun mekanisnya.
Namun sifat fisik maupun mekanik dari logam tidaklah dengan mudah ditemukan . Oleh
karena itu, perlu diberika terlebih dahulu suatu perlakuan khusus, sehingga dapat menghasilkan suatu
logam yang sesuai dengan yang diinginkan .
Perlakuan yang diberikan logam antara lain adalah perlakuan panas atau Heatreatment,
yang merupakan suatu proses perlakuan terhadap logam yang diinginkan dengan cara memberikan
pemanasan dan kemudian dilakukan pendinginan dengan media pendingin tertentu, sehingga sifat
fisiknya dapat diubah sesuai dengan yang diinginkan.
Logam yang baik dan sesuai adalah baja yang merupakan logam paduan FE dan C. pada
kadar karbon tertentu atau paduan lain yang sesuai. Baja banyak digunakan sebagai bahan konstruksi
dan sebagai perkakas.
1.2. Tujuan dan Manfaat pengujian
A. Tujuan Pengujian
1. Menjelaskan Tujuan Heat Treatmen
2. Menjelaskan prosedur proses heat Tretmen
3. Menjelaskan bahan dan peralatan yang digunakan
4. Menjelaskan jenis-jenis proses heat Treatmen
5. Menjelaskan hubungan antara diagram fasa Fe-C dengan proses heat treatmen.
6. menjelaskan hubungan antara media pendingin, laju pendinginan, diagram TTT dengan proses heat
treatmen
7. Mampu melakukan dengan baik proses heat treatmen

B. Manfaat Pengujian
a. Bagi Praktikan
Mengetahui langkah pengujian perlakuaan panas, untuk mendapatkan sifat logam yang diinginkan
Mengetahui media pendingin yang tepat untk memperoleh kekerasan]
Memudahkan uintuk mengetahui proses mana yang sesuai digunakan untuk suatu produk pengujian
Mengetahui kecepatan pendinginan yang ditentukan (pengaruh sifat pendinginan media)
b. Bagi Industri
Dengan perlakuan panas dapat diketahui sifat-sifat logam untuk diterapkan pada bidang industri
tertentu, terutama padad pemilihan bahan dan produnya.
Mengetahui nilai ekonomis, keamanan dan kualitas bahan suatu produk.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Dasar
A. Pengertian Heat Treatment
Heat Treatment ( perlakuan panas ) adalah salah satu proses untuk mengubah struktur logam
dengan jalan memanaskan specimen pada elektrik terance ( tungku ) pada temperature rekristalisasi
selama periode waktu tertentu kemudian didinginkan pada media pendingin seperti udara, air, air
faram, oli dan solar yang masing-masing mempunyai kerapatan pendinginan yang berbeda-beda.
Sifat-sifat logam yang terutama sifat mekanik yang sangat dipengaruhi oleh struktur
mikrologam disamping posisi kimianya, contohnya suatu logam atau paduan akan mempunyai sifat
mekanis yang berbeda-beda struktur mikronya diubah. Dengan adanya pemanasan atau pendinginan
degnan kecepatan tertentu maka bahan-bahan logam dan paduan memperlihatkan perubahan
strukturnya.
Perlakuan panas adalah proses kombinasi antara proses pemanasan aatu pendinginan dari
suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk mendaratkan sifat-sifat tertentu. Untuk
mendapatkan hal ini maka kecepatan pendinginan dan batas temperature sangat menetukan.
B. Proses-proses Heat Treatment
Ada beberapa proses-proses pada perlakuan pada Heat Treatment yaitu sebagai berikut:
1. Quenching ( pengerasan )
Proses quenching atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan logam sehingga
mencapai batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan kehomogenan ini maka audtenit perlu
waktu pemanasan yang cukup. Selanjutnya secara cepat baja tersebut dicelupkan ke dalam media
pendingin, tergantung pada kecepatan pendingin yang kita inginkan untuk mencapai kekerasan
baja. Ini mencegah proses suhu rendah, seperti transformasi fase, dari terjadi hanya menyediakan
jendela sempit waktu di mana reaksi ini menguntungkan kedua termodinamika dan kinetis diakses,
dapat mengurangi kristalinitas dan dengan demikian meningkatkan ketangguhan dari kedua paduan
dan plastik (dihasilkan melalui polimerisasi).
Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat berubah menjadi ferit
atau perlit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom karbon yang telah larut dalam austenit untuk
mengadakan pergerakan difusi dan bentuk sementitoleh karena itu terjadi fase lalu yang mertensit, imi
berupa fase yang sangat keras dan bergantung pada keadaan karbon.
2. Anneling

Proses anneling atau melunakkan baja adalah prose pemanasan baja di atas temperature kritis
( 723 C )selanjutnya dibiarkan bebrapa lama sampai temperature merata disusul dengan pendinginan
secara perlahan-lahan sambil dijaga agar temperature bagian luar dan dalam kira-kira samahingga
diperoleh struktur yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin udara.
Tujuan proses anneling :
1. Melunakkan material logam
2. Menghilangkan tegangan dalam / sisa
3. Memperbaiki butir-butir logam.
3. Normalizing
Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai fase austenit yang
kemudian diinginkan secara perlahan-lahan dalam media pendingin udara. Hasil pendingin ini berupa
perlit dan ferit namunhasilnya jauh lebih mulus dari anneling. Prinsip dari proses normalizing adalah
untuk melunakkan logam. Namun pada baja karbon tinggi atau baja paduan tertentu dengan proses ini
belum tentu memperoleh baja yang lunak. Mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung dari kadar
karbon.

4. Tempering
Proses tempering adalah pemanasan baja sampai temperature sedikit di bawah temperature
kritis, kemudian didiamkan dalam tungku dan suhunya dipertahankan sampai merata selama 15 menit.
Selanjutnya didinginkan dalam media pendingin. Jika kekerasan turun, maka kekuatan tarik turun
pula. Dalamhal ini keuletan dan ketangguhan baja akan meningkat. Meskipun proses ini akan
menghasilkan baja yang lebih lemah. Proses ini berbeda dengan anneling karena dengan proses ini
belum tentu memperoleh baja yang lunak, mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung oleh kadar
karbon.
Tempering dibagi dalam:
a. Tempering pada suhu rendah(150-300C).
Tujuannya hanya untuk mengurangi tegangan tegangan kerut dan kerapuhan dari baja. Proses
ini digunakan untuk alat alat kerja yang tidak mengalami beban yang berat, seperti misalnya alat alat
potong mata bor yang dipakai untuk kaca dan lain lain.
b. Tempering pada suhu menengah(300-500C)
Tujuannya menambah keuleatan dan kekerasannya menjadi sedikit berkurang. Proses ini
digunakan pada alat alat kerja yang mengalami beban berat seperti palu, pahat, pegas pegas(Mustofa
Ahmad Ary,2006)
c. Tempering pada suhu tinggi(500-650C)

Tujuannya untuk memberikan daya keuletan yang beasar dan sekaligus kekerasan menjadi
agak rendah. Proses ini digunakan pada roda gigi, poros, batang penggerak dan lain lain

C. Jenis- jenis Pengerasan permukaan


1. karburasi
Cara ini sudah lama dikenaloleh orang sejak dulu. Dalam cara ini, besi dipanaskan
suhu dalam lingkungan yang mengandung karbon, baik dalan bentuk padat,

di atas

cair ataupun gas.

Beberapa bagian dari cara kaburasi yaitu kaburasi padat, kaburasi cair dan karburasi gas.
2. karbonitiding
Adalah suatu proses pengerasan permukaan dimana baja dipanaskan di atas suhu kritis di
dalam lingkungan gas dan terjadi penyerapan karbon dan nitrogen. Keuntungan karbonitiding adalah
kemampuan pengerasan lapisan luar meningkat bila ditambahkan nitrogen sehingga dapat
diamfaatkan baja yang relative murah ketebalan lapisan yang tahan antara 0,80 sampai 0,75 mm.
3. Cyaniding
Adalah proses dimana terjadi absobsi karbon dan nitrogen untuk memperoleh specimen yang
keras pada baja karbon rendah yang sulit dikeraskan. Proses ini tidak sembarang dilakukan dengan
sembarang
.Penggunaan closedpot dan hood ventilasi diperlukan untuk cyaniding karena uap sianida yang
terbentuk sangat beracun.
4.

Nitriding

Adalah proses pengerasan permukaan yang dipanaskan sampai 510c dalam lingkungan gas
ammonia selama beberapa waktu. Metode pengerasan kasus ini menguntungkan karena fakta bahwa
kasus sulit diperoleh dari pada karburasi. Banyak bagian-bagian mesin seperti silinder barrel and gear
dapat dikerjakan dengan cara ini.
Proses ini melibatkan theexposing dari bagian untuk gas amonia atau bahan nitrogen lainnya
selama 20 sampai 100 jam pada 950 F. The inwhich kontainer pekerjaan dan gas Amoniak dibawa
dalam kontak harus kedap udara dan mampu mempertahankan suhu sirkulasi andeven.

D. Faktor- faktor yang mempengaruhi laju pendinginan media pendingin


1. Densitas
semakin tinggi densitas suatu media pendingin, maka semakin cepat proses pendinginan oleh
media pendingin tersebut.

2. Viskositas
Semakin tinggi viskositas suatu media pendingin, maka laju pendinginan semakin
lambat, Viskositas adalah sebuah ukuran penolakan sebuah fluid terhadap perubahan bentuk di
bawah tekanan shear. Biasanya diterima sebagai "kekentalan", atau penolakan terhadap penuangan.
Viskositas menggambarkan penolakan dalam fluid kepada aliran dan dapat dipikir sebagai sebuah
cara untuk mengukur gesekanfluid. Air memiliki viskositas rendah, sedangkan minyak sayur memiliki
viskositas tinggi.
Pengaruh Viskositas dan Density berdasarkan media pendingin:
a.

Air garam
Air memiliki viskositas yang rendah sehingga nilai kekentalan cairan kurang, sehingga laju
pendinginan cepat dan massa jenisnya lebih besar dibandingkan dengan media pendingin lainnya
seperti air,solar,oli,udara, sehingga kecepatan media pndingin besar dan makin cepat laju
pendinginannya.

b. Air
Air memiliki massa jenis yang besar tapi lebih kecil dari air garam, kekentalannya rendah sama
dengan air garam. Laju pendinginannya lebih lambat dari air garam.
c.

Solar memiliki viskositas yang tinggi dibandingkan dengan air dan massa jenisnya lebih rendah
dibandingkan air sehingga laju pendinginannya lebih lambat.

d. Oli
Oli memiliki nilai viskositas atau kekentalan yang tertinggi dibandingkan dengan media pendingin
lainnya dan massa jenis yang rendah sehingga laju pendinginannya lambat.
Udara tidak memilki viskositas tetapi hanya memiliki massa jeni sehingga laju pendinginannya sangat
lambat.
Besi cor yang berada pada suhu outektoid yaitu pada suhu 1148 C rata-rata mengandung
2,5% - 4% kadar karbon yang kaya besi mengandung 2,1% berat atau 9% atom. Atom-atom karbon
ini larut secara intertisi dalam besi KPS.
Baja yang mengandung 1,2% karbon dapat mempunyai fasa tunggal pada proses penempaan
atau proses pengerjaan panas lainnya yaitu sekitar 1100C 1250C pada daerah yang kaya besi 99%
Fe dan 1% C diagram Fe-Fe3C berada dengan diagram lainnya.Perbedaan ini karena besi adalah
paimorf pada daerah 700C 900C. Daerah karbon 0% - 1%. Pada diagram ini struktur mikro baja
dapat diatur.
3. Koefisien Perpindahan panas
Semakin tinggi koefisien perpindahan panas yang terjadi, maka panas yang mengalir dari
benda kerja akan semakin besar pula, sehingga kecepatan pendinginan lebih besar.
4. Perubahan Suhu
Semakin kecil suhu media pendingin (udara, air, oli, garam, dll) maka kecepatan pendinginan
semakin cepat karena panas pada specimen akan lebih cepat mengalir ke suhu media pendingin yang
lebih kecil.

E. Diagram Fe-

Diagram fasa Fe-Fe3C menampilkan hubungan antara temperatur dan kandungan karbon (%C)
selama pemanasan lambat. Dari diagram fasa tersebut dapat diperoleh informasi-informasi penting
yaitu antara lain(Harris and Marsall, 1980):
1. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda dengan kondisi pendinginan lambat.
2. Temperatur pembekuan dan daerah-daerah pembekuan paduan Fe-C bila dilakukan pendinginan
lambat.
3. Temperatur cair dari masing-masing paduan.
4. Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon pada fasa tertentu.
5. Reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi, yaitu reaksi eutektik, peritektik dan eutektoid.

Fasa yang terbentuk :

Ferit ( Besi )
Merupakan larutan padat karbon dalam besi maksimum 0,025 % pada temperature

C. Pada

temperature kamar, kandungan karbonnya 0,008 % . Sifat ferit adalah lunak ulet dan tahan korosi.

Sementit
Merupakan senyawa logam yang mempunyai senyawa logam yang mempunyai kekerasan tinggi dan
terkeras di antara fase lainnya dan mengandung 6,67 %b kadar karbon, walaupun sangat keras tapi
bersifat getas.

Austenit
merupakan larutan padat intersisi antara karbon dan besi yang mempunyai sel satuan BCC yang stabil
pada temperatur
dengan sifat yang lunak tapi ulet.

Perlit \
Merupakan elektroid yang terdiri dari 2 fasa yaituferit dan sementit , kedua fasa ini terbentuk halus.
Perlit hanya dapat terjadi di bawah
C , sifatnya kuat dan tahan terhadap korosi serta
kandungan karbonnya 0,83 %.

Ladeburit
Merupakan susunan elektrolit dengan kandungan karbonnya 4,3 % yaitu campuran perlit
dan semantit, sifatnya halus dan getas karena sementit banyak.

Besi Delta
Merupakan fasa yang berada antara temperatur (

sel satuan

BCC (sel satuan Kubus) karbon yang larut sampai 0,01 %.


F. Diagram TTT
Dalam prakteknya proses pendinginan pada pembuatan material baja dilakukan secara
menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai dengan suhu rendah. Pengaruh kecepatan
pendinginan manerus terhadap struktur mikro yang terbentuk dapat dilihat dari diagram Continuos
Cooling Transformation Diagram.

Penjelasan diagram:
Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan menghasilkan struktur
mikro perlit dan ferlit.

Pada proses pendinginan sedang, seperti, pada garis (b) akan menghasilkan struktur
mikro perlit dan bainit.

Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan struktur mikro martensit.
G. Diagram CCT

Penjelasan diagram:
Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar karbon dalam baja.

Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83% yang ditahan suhunya dititik tertentu
yang letaknya dibagian atas dari kurva C, akan menghasilkan strukturperlit dan ferit.

Bila ditahan suhunya pada titik tertentu bagian bawah kurva C tapi masih disisi sebelah atas
garis horizontal, maka akan mendapatkan struktur mikro Bainit(lebih keras dari perlit).

Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka akan mendapat
struktur Martensit (sangat keras dan getas).

Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva C tersebut akan bergeser kekanan.
Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya suhu pemanasan, lamanya pemanasan dan
semakin lama pemanasannya akan timbul butiran yang lebih besar. Semakin cepat pendinginan akan
menghasilkan ukuran butir yang lebih kecil.

H. Unsur Paduan
1.

Karbon

Larut dalam ferrite

Pembentukan sementit (dan karbida lainnya), perlit, bainit.

% C dan distribusinya mempengaruhi sifat baja.

Kekuatan dan kekerasan meningkat dengan naiknya % C.


Pada baja karbon biasanya kekuatan dan kekerasannya meningkat sebanding dengan
kekuatan karbonnya, tetapi kekuatannya menurun dengan naiknya kadar karbon.
Persentase kandungan karbon akan memberikan sifat lain pada baja karbon di antaranya:

Kemampuan untuk dibentuk

Diperkeras

Diolah mesin

Kemampuan untuk di las

2.

Mangan (Mn)

Bahan oksidiser (mengurangi O dalam baja), menurunkan kerentanan hot shortness pada

aplikasi pengerjaan panas


Larut, membentuk solid solution strength dan hardness

Dengan S membentuk Mangan Sulfida, meningkatkan sifat pemesinan (machineability).

Meningkatkan kekuatan dan kekerasan meski tidak sebaik C.

Menurunkan sifat mampu las (weldability) dankeuletannya.

Meningkatkan hardenability baja.


Mengan berfungsi untuk memperbaiki kekuatan tariknya dan ketahanan ausnya. Unsure
ini memberikan pengerjaan yang lebih mengkilap/bersih dan menambah kekuatan panas
baja karbon.

3.

Silikon (Si)

Bahan deoksidiser.

Meningkatkan kekuatan ferit.

Dalam jumlah besar, meningkatkan ketahanan baja terhadap efek scaling,tetapi mengalami
kesulitan dalam pemrosesannya (High-Silicon Steel).
Silicon di tambahkan untuk memperbaiki homogenitas pada baja. Selain itu dapat
menaikkan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis, sehingga baja
karbon lebih elstis dan cocok dijadikan sebagai bahan pembuatan getas.

4.

Posfor (P)

Posfor dalam baja dibutuhkan dalam persentase kecil, yaitu maksimum 0.04%, yang
berfungsi mempertinggi kualitas dan daya tahan material terhadap korosi. Material yang
mengandung posfor diatas 0,04% akan mempunyai kecenderungan untuk menjadi getas
dan mudah retak. Penambahan posfro dimaksudkan pula untuk memperoleh serpihan kecilkecil pada saat proses permesinan.
5.

Belerang (s)

Belerang dimaksudkan untuk memperbaiki sifat-sifat mampu mesin, keuntungan sulfur


pada temperature biasa, dapat memberikan ketahanan aus pada gesekan tinggi.
6.

Khrom (Cr)

Meningkatkan ketahanan korosi dan oksidasi.

Meningkatkan kemampukerasan.

Meningkatkan kekuatan pada temperature tinggi.

Peningkatan ketahanan terhadap pengaruh abrasi.

Unsur pembentuk karbida (elemen pengeras).


Khrom dengan karbon membentuk karbida dapat menambah dan menaikkan daya tahan
korosi dan daya tahan terhadap yang tinngi keuletannya berkurang.

7.

Nikel (Ni)

Tidak membentuk karbida

Berada dalam ferit, sebagai penguat (efek ketangguhan ferit).

Dengan Cr menghasilkan baja paduan dengan kemampuan kekerasan tinggi, ketahanan


impak dan fatik yang tinggi.
Sebagai unsure paduan dalam baja kontruksi dan baja mesin. Nikel memperbaiki antara
lain kekuatan tarik, sifat tahan korosi, sifat tahan panas dan sifat magnitnya.

8.

Molibdum Mo)

Meningkatkan kemampukerasan baja.

Menurunkan kerentanan terhadap temper embrittlement (400-550oC)

Meningkatkan kekuatan tarik pada temperature tinggi dan kekuatan creep.


Molibdum mengurangi kerapuhan pada baja karbon tinggi, menstabilkan karbida serta
memperbaiki kekuatan baja

9.

Titanuim (Ti)

Sebagai deoksidiser.

Pengontrolan dalam pertumbuhan butir. TITANIUM

Sebagai deoksidiser.

Mengontrol pertumbuhan butir.


Titanium adalah logam yang lunak, tapi bila dipadukan dengan nikel dan karbon akan
lebih kuat, tahan aus, tahan temperature, dan tahan korosi.

10. Wolfram/tungsten

Memberikan peningkatan kekerasan.

Menghasilkan struktur yang halus.

Pada temperatur tinggi, tungsten membentuk WC (keras dan stabil).

Menjaga pengaruh peunakan selama proses penemperan.


Paduan ini dapat membentuk karbida yang stabil dan yang keras, menahan suhu
pelumasan dan mengembalikan perubahan bentuk/struktue secara perlahan-lahan.
I. Sistem Kristalografi
1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal kubus
atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan
perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya. Pada kondisi sebenarnya, sistem
kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a
sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi = = =
90. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( , dan ) tegak lurus satu sama lain
(90).

Gambar 1 Sistem Isometrik


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada
sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan
patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :

Tetaoidal
Gyroida
Diploida
Hextetrahedral
Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite, galena,
halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)
2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masingmasing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c
berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b c ,
yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi = = = 90. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut
kristalografinya ( , dan ) tegak lurus satu sama lain (90).
Gambar 2 Sistem Tetragonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Tetragonal


memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1,
pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan
patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
Piramid
Bipiramid
Bisfenoid
Trapezohedral
Ditetragonal Piramid
Skalenohedral
Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite,
pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)
3. Sistem Hexagonal

Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu
lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120 terhadap satu sama lain. Sambu a,
b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek
(umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu)
a = b = d c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi
tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi = = 90 ; = 120. Hal ini
berarti, pada sistem ini, sudut dan saling tegak lurus dan membentuk sudut 120 terhadap sumbu
.
Gambar 3 Sistem Hexagonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal memiliki


perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada
sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan,
hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^b = 20 ; d^b+= 40. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20 terhadap sumbu b dan sumbu d membentuk sudut 40
terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 7:
Hexagonal Piramid
Hexagonal Bipramid
Dihexagonal Piramid
Dihexagonal Bipiramid
Trigonal Bipiramid
Ditrigonal Bipiramid
Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz, corundum,
hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)
4. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu
Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal.
Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah
terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam,

kemudian dibentuk segitiga

menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.

dengan

Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d c ,


yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi = = 90 ; = 120. Hal ini berarti, pada
sistem ini, sudut dan saling tegak lurus dan membentuk sudut 120 terhadap sumbu .

Gambar 4 Sistem Trigonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Trigonal
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1,
pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan
patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^b = 20 ; d^b+= 40. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20 terhadap sumbu b dan sumbu d membentuk
sudut 40 terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
Trigonal piramid
Trigonal Trapezohedral
Ditrigonal Piramid
Ditrigonal Skalenohedral
Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmalinedan
cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)
5. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling
tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda. Pada
kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a b
c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain.
Dan juga memiliki sudut kristalografi = = = 90. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya
saling tegak lurus (90).
Gambar 5 Sistem Orthorhombik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Orthorhombik


memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi
ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal
ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
Bisfenoid
Piramid
Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)
6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang
dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c
tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama,
umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a b
c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain.
Dan juga memiliki sudut kristalografi = = 90 . Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut dan
saling tegak lurus (90), sedangkan tidak tegak lurus (miring).
Gambar 6 Sistem Monoklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Monoklin


memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi
ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal
ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45 terhadap sumbu b.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
Sfenoid
Doma
Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite, malachite,
colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)
7. Sistem Triklin

Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak
lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama. Pada kondisi sebenarnya, sistem
kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a b c , yang artinya panjang sumbusumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi = 90. Hal ini berarti, pada system ini, sudut , dan tidak saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya.
Gambar 7 Sistem Triklin

Pada

penggambaran

dengan

menggunakan

proyeksi

orthogonal,

Triklin

memiliki

perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran
panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^b = 45 ; b^c+= 80.
Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45 terhadap sumbu b dan b membentuk
sudut 80 terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
Pedial
Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite, labradorite,
kaolinite, microcline dan anortoclase

J. Aplikasi Heat Treatment pada Pembuatan kaca anti Peluru

Kaca antipeluru merupakan kemampuan kaca untuk menahan peluru yang menembus bidang
ini. Dengan komponen yang terdapat dalam kaca antipeluru, proyektil yang ditembakkan ke arah kaca
dapat tertahan sehingga tidak mengenai sasaran tembak yang berada di balik kaca. Bahan-bahan

penangkal antipeluru dapat dikomposisikan ke dalam kaca dan tidak mengurangi karakteristik fisik
kaca pada umumnya, yaitu bening dan transparan.
Kaca antipeluru diciptakan agar kaca standar dapat memiliki ketahanan yang lebih kuat pada
benda-benda tumpul. Jenis kaca yang digunakan biasanya memiliki ketebalan 70 sampai 75 milimeter.
Sebelum menjadi pelengkap mobil pribadi, kaca antipeluru telah digunakan pada kendaraan tempur
sejak Perang Dunia II. Saat itu, kaca yang digunakan memiliki ketebalan 100 sampai 120 milimeter.
Pada dasarnya, kaca antipeluru tidak berbeda dengan kaca pada umumnya.
Intinya, kaca antipeluru merupakan kaca biasa yang dilapisi dengan dengan polycarbonate.
Kaca dan polycarbonate merupakan komponen pokok dalam susunan kaca antipeluru. Kaca sendiri
merupakan lapisan tembus pandang sedangkan polycarbonate sebagai lapisan yang melindungi
serpihan kaca. Sehingga, kaca yang retak terkena tembakan, ledakan, atau pukulan keras tidak hancur
lebur mengenai orang.
Tapi retakan tersebut tertahan di dalam kaca karena ada polycarbonate yang menahannya. Selain dua
komponen tersebut, kaca antipeluru sendiri tersusun dari berbagai lapisan. Sebab kaca ini merupakan
sistem kaca yang berlapis-lapis. Proses pembuatannya sendiri menggunakan cara pemanasan dan
pendingan supaya kaca menjadi lebih kuat.
Polikarbonat adalah kelompok tertentu polimer termoplastik. Mereka dapat dengan mudah
bekerja, dibentuk, dan thermoformed; karena itu, plastik ini sangat banyak digunakan dalam industri
kimia modern. Fitur menarik mereka (suhu perlawanan, dampak perlawanan dan optiknya) posisi
mereka di antara plastik dan rekayasa komoditas plastic

Kaca yang telah dilapisi protective interlayer atau polyvinyl butyral (PVB) dapat tahan
terhadap tegangan tinggi, karena material ini dilapisi dengan banyak lapisan. Sebagai contoh, tiga
lapisan kaca, dua lapisan PVB, empat lapisan kaca, tiga lapisan PVB dan seterusnya. Material ini
dapat tahan terhadap peluru atau bom. Ini dikarenakan material tersebut memiliki lapisan PVB yang
tahan terhadap tegangan.
Saat kaca terkena peluru, material ini dapat pecah namun peluru tidak dapat tembus. Sebab kaca telah
mengalami tempered glass yaitu kaca yang telah mengalami heat treatment supaya lebih keras dan
pecahan kacanya lebih halus dan tidak melukai penumpang. Selain itu, PVB dapat menjadi dekorasi,

karena PVB memiliki berbagai warna dan motif.


Banyaknya lapisan yang digunakan dalam pembuatan kaca antipeluru membuat lapisan kaca
ini menjadi tebal. Ketebalan kaca dapat mencapai empat sentimeter. Bahkan, pada mobil limusin
Presiden Amerika Serikat ke-44, Barack Obama, ketebalan kaca mobilnya lebih dari 12
sentimeter. Sementara kekuatan kaca antipeluru ditentukan melalui suatu standar. Dengan demikian,
kekuatan kaca dapat diukur.
Ada beberapa level untuk menentukan kekuatan kaca. Berdasarkan standar ukuran dari
National Institute of Justice yang berasal dari Amerika Serikat, terdapat ukuran kekuatan kaca mulai
dari level satu sampai dengan level delapan. Kekuatan tersebut akan diukur dengan peluru yang
mengenai kaca. Jenis peluru, kecepatan, dan jumlah peluru yang ditembakkan menjadi acuan
ketahanan suatu kaca.
Jarak, Berat, dan Kecepatan , Sebagai contoh, pada level II A kaca akan dapat mengkis peluru
berkaliber 9 milimeter yang memiliki berat 8 gram dengan kecepatan luncur dari senapan 341 meter
per detik dari proyektil atau senapan. Dalam satu percobaan, peluru ini ditembakkan dalam jarak lima
meter.
Hasil yang diperoleh peluru tidak menembus pada kaca. Kekuatan kaca ini akan jadi berbeda
jika ditembakkan dengan peluru pada kekuatan level III A. Kaca dengan kekuatan IIA ditembak
dengan peluru IIIA yang berjenis 9 milimeter dengan berat 8,2 gram pada kecepatan tembak 436
meter per detik. Maka, peluru tersebut akan dapat menembus kaca dan serpihannya dapat mengenai
penumpang di dalam mobil.
Untuk menguji kaca antipeluru, penembakan dilakukan pada jarak lima meter dan dilakukan
pada enam kali tembakan pada level I sampai III A. Dalam percobaan, tembakan tidak diarahkan pada
titik yang sama melainkan diarahkan pada titik lain. Sementara, jarak antara satu titik tembakan
dengan titik yang lain sejauh dua inci atau 5,1 milimeter. Sebab kalau tembakan diarahkan pada satu
titik pada kaca yang ditembak sebanyak enam kali, tentu saja peluru akan menembus kaca. Pada Level
di atas III A atau III dan IV, jarak uji tembakan 15 meter karena pada tahap ini kecepatan peluru
umumnya lebih besar sekitar 850 meter per detik. Di samping itu, berat peluru lebih tinggi sekitar
sembilan sampai dengan 10 gram. Namun, berbeda dengan level di bawahnya, uji tembak pada peluru
level empat hanya dilakukan sekali. Selain daripada itu, teknik uji kaca antipeluru lainnya adalah
dengan mengarahkan tembakan secara lurus pada kaca. Arah tembakan semacam ini memiliki
kekuatan yang lebih besar dibandingkan jika tembakan diarahkan secara miring. Jika dengan cara uji
seperti ini peluru tidak tembus pada kaca, maka tembakan yang dilakukan dalam posisi miring tidak
akan menembus kaca. Sebab umumnya tembakan yang dilakukan oleh pelaku kriminal dilakukan
dengan arah yang tidak lurus.

2.2. Pengelompokan dan Standarisasi Baja


Pengelompokan Baja
1. Baja Karbon

Baja karbon adalah paduan besi karbon di mana unsure karbon sangat menentukan sifatsifatnya, sedang unsur-unsur paduan lainnya yang biasa terkandung di dalamnya terjadi karena proses
pembuatannya. Sifat baja karbon biasa ditentukan oleh persentase karbon dan mikrostruktur.
2. Baja Paduan
Baja paduan adalah baja yang mengandung sebuah unsur lain atau lebih dengan kadar yang
berlebih daripada karbon biasanya dalam baja karbon. Menurut kadar unsur paduan, baja paduan
dapat dibagi ke dalam dua golongan yaitu baja paduan rendah dan baja paduan tinggi. Baja rendah
unsur paduannya di bawah 10% sedangkan baja paduan tinggi di atas 10%.
3. Baja Khusus
Baja khusus mempunyai unsur-unsur paduan yang tinggi karena pemakaian-pemakaian
yang khusus. Baja khusus yaitu baja than karat, baja tahan panas, baja perkakas, baja listrik. Unsur
utama dari baja tahan karat adalah Khrom sebagai unsure terpenting untuk memperoleh sifat tahan
terhadap korosi. Baja tahan karat ada tiga macam menurut strukturnya yaitu baja tahan karat feritis,
baja tahan karat martensitas dan austenitis.
4.

Baja Tahan panas


Baja tahan panas, tahan terhadap korosi. Baja ini harus tahan korosi pada suhu lingkungan

lebih tinggi atau oksidasi.


5.

Baja perkakas
Baja perkakas adalah baja yang dibuat tidak berukuran besar tetapi memegang peranan

dalam industri-industri. Unsure-unsur paduan dalam karbitnya diperlukan untuk memperoleh sifatsifat tersebut dan kuat pada temperature tinggi.
6. Baja listrik
Baja listrik banyak dipakai dalam bidang elektronika.
Standarisasi Baja
1) Amerika Serikat
a) ASTM ( American Society for Testing Materials )
Strogen Steel (H3 9M-94) High Strength Low alloy Structure Steel (H2 42M-93a) Low and
Intermediate tensile Strength carbon silicon, steel plate for machine pane and general construction (A
284M-38) High Steel Strength. Quenhead and Temporal alloy steel plate euatable for andirum (A
514-94m). Structural Steel mide 290 MPa minimum Yield point (BMM) maximum. High Strongth
Low alloy alambium vanadium steel of structural quality (43,72m-94a). Structural carbon steel plate
of improved longers (AS 37M-93a). High Strength Low alloy Structural Steel 345 MPa minimum
yield point 100 mm thickness (AS 88M-94a). Normalized high Strength Low alloy Structural Steel

(A633-94a). Low carbonate hardening, nikel copped evanium monodin, corombium and nikel copper
columbion allow steel (A710M-94). Hot road stuktural steel high Strength Low alloy plate with
improved in ability (A 610 M-93a). Quenhead and tempered carbon steel plates for structural aniration
(A 678-94a)
b) AISI (Americal Iron and Steel Institute) and SAE (Society of Automotive Engineers)
Baja menurut standarisasi AISI dan SAE merupakan spesifikasi dengan loxx digunakan untuk paduan
yang sangat minimal. Contoh baja AISI, SAE 1445, ini berarti kandungan karbonnya adalah 0,4%
dengan paduan uranium (0,4%-1,4%)
c) Menurut UNS (United Numbering System)
Baja menurut standar UNS hampir sama dengan standar AISI dan SAE, hanya saja menggunakan
huruf di depan ditambah lima digit untuk jenis tambahan lainnya misalnya baja AISI,SAE A 0,70%
UNS menjadi G41070 di mana awalnya G untuk baja karbon paduan rendah.
2) Jepang (JIS = Japan Industrial Standar)
Rolled Steel for general structural (G 3101-87), Rolled Steel for walled structural (G 3106-92), Hot
Rolled Atmosphetle corrosion resisting steel (G 3128-87), Hot Yield Strength Steel plate for walled
structural (G 3128-87), Superior atmosphere corrosion resistant steel (G 3215-87)
3) Standarisasi Jerman (DIN = Deutsche Industrie Norm.)
Steel for general structural purposes (17100-80) dan Waldable tine astin steel (17102-83)
4) Standarisasi Perancis (NF)
Structural Steel (A 35-501-87) dan Structural Steel Imprived atmosphere votection vistance (H 35502-DA)

BAB IV
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Kurva laju pemanasan dan pendinginan dari data yang diperoleh

Berdasarkan grafik yang telah diperoleh dari hasil data dapat di simpulkan pada saat
dilakukan pemanasan maka temperature logam akan naik. Setelah mencapai suhu 810 C, maka atom
atom bergerak keluar dari struktur dari permukaan logam. Kemudian setelah itu didinginkan dengan
media pendingin maka dengan cepat temperature logam akan menurun.
Dimana pada awalnya berada pada fase austenit stabil. Pada saat temperature logam turun
diantara suhu + 700C 250C terbentuk austenit yang tidak stabil, kemudianm pada saat logam
temperaturnya dibawah 250C terbventuk austenit dan martensit. Terbentuk martensit karena adanya
pengaruh kadar karbon, martensit ini terbentuk karena atom atom karbon yang ada pada permukaan
tidak sempat berdifusi kembali kedalam struktur logam sebagai akibat pendingin yang cepat dan
struktur logamnya merapat. Sifatnya keras dan ulet. Kecepatan pendingin yang dipengaruhi oleh
massa jenis, yaitu semakin keras massa jenis dari media pendingin maka kecepatan pendinginan dari
logam akan cepat. Hal ini disebabkan panas dari logam cepat didistribusikan karena pada partikel
media pendingin saling berdekatan.
4.2. Diagram Fasa Fe-

Fasa yang terbentuk :

Ferit ( Besi )
Merupakan larutan padat karbon dalam besi maksimum 0,025 % pada temperature

C. Pada

temperature kamar, kandungan karbonnya 0,008 % . Sifat ferit adalah lunak ulet dan tahan korosi.

Sementit
Merupakan senyawa logam yang mempunyai senyawa logam yang mempunyai kekerasan tinggi dan
terkeras di antara fase lainnya dan mengandung 6,67 %b kadar karbon, walaupun sangat keras tapi
bersifat getas.

Austenit
merupakan larutan padat intersisi antara karbon dan besi yang mempunyai sel satuan BCC yang stabil
pada temperatur
dengan sifat yang lunak tapi ulet.

Perlit \
Merupakan elektroid yang terdiri dari 2 fasa yaituferit dan sementit , kedua fasa ini terbentuk halus.
Perlit hanya dapat terjadi di bawah
C , sifatnya kuat dan tahan terhadap korosi serta
kandungan karbonnya 0,83 %.

Ladeburit

Merupakan susunan elektrolit dengan kandungan karbonnya 4,3 % yaitu campuran perlit
dan semantit, sifatnya halus dan getas karena sementit banyak.

Besi Delta
Merupakan fasa yang berada antara temperatur (

sel satuan

BCC (sel satuan Kubus) karbon yang larut sampai 0,01 %.


4.3 Analisa diagram TTT

Penjelasan diagram:
Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan menghasilkan struktur
mikro perlit dan ferlit.

Pada proses pendinginan sedang, seperti, pada garis (b) akan menghasilkan struktur
mikro perlit dan bainit.

Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan struktur mikro martensit.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pembahasan Umum
A. Alotropi Besi
Alotropi besi merupakan materi dengan komposisi kimia yang sama dengan dua atau lebih
bentuk Kristal biasa pada logam tunggal. Logam besi memiliki 2 Alotropi yaitu Ferit dan Austenit,
Biasanya Alotropi dimanfaatkan pada perlakuan panas suatu material. Contohnya adalah logam besi.
Jika diberi perlakuan panas maka strukturnya akan berubah dari KPR/BCC menjadi KPS/FCC.
Sebaliknya jika diinginkan struktur kembali pada keadaan semula. Hal yang paling menonjol dari
Alotropi adalah adanya perubahan berat jenis dan sifat perlakuan panas, walaupun demikian masih
ada sifat-sifat lain yang berubah. Keadaan dimana logam tunggal tidak mengalami nperubahan
walaupun telah mengalami perlakuan panas disebut Allotropic.

)__

B. BCC dan FCC


FCC adalah singkatan dari 'wajah berpusat kubik' struktur. SedangkanBCC singkatan
dari 'tubuh berpusat kubik' struktur. Mereka mengacu padapenataan bahan kristal. Untuk
struktur kubik, Anda dapat membayangkanmemiliki sebuah kubus atom, satu atom di setiap sudut kub
us (sebenarnyaAnda memiliki 1 / 8 dari atom, karena Anda menganggap bahwa setiap sahamsel yang
mengelilingi atom juga).

FCC

BCC

Namun, dalam penataan FCC, akan ada atom lain (sekali lagi, sekitarberbagi selsel atom, sehingga secara teknis setengah atom dalam hal ini)
padasetiap muka kubus (dengan wajah yang saya maksud adalah permukaan
luardari kubus), dan mereka
akan berpusat antara sekitarnya untuk sudut kubus(maka 'wajah berpusat' bagian dari nama).
Untuk BCC, yang mirip, kecuali daripada harus atom di wajah masing-masing, hanya
ada atom ekstra tunggal (ditambah semua atom pada sudut-sudut kubus) yang terletak tepat di tengah
kubus (atau 'tubuh' dari kubus).
Besi atom disusun dalam tubuh berpusat pola kubik (BCC) sampaidengan 1180 K. Di
atas suhu ini membuat transisi fase ke wajahkisi berpusatkubik (FCC). Transisi dari BCC ke FCC hasil dalam meningkatkan 8 sampai
9% pada densitas, menyebabkan sampel besi menyusut besarnya karenadipanaskan di
atas temperatur transisi.
C. Intan
Intan adalah mineral yang secara kimia merupakan bentukkristal, atau alotrop,
dari karbon. Intan terkenal karena memiliki sifat-sifat fisika yang istimewa, terutama faktor
kekerasannya dan kemampuannya mendispersikan cahaya. Sifat-sifat ini yang membuat
intan digunakan dalam perhiasan dan berbagai penerapan di dalam dunia industri.
Intan terutama ditambang di Afrika tengah dan selatan, walaupun kandungan intan
yang signifikan juga telah ditemukan diKanada, Rusia, Brazil, dan Australia. Sekitar 130 juta
"carat" (26.000 kg) intan ditambang setiap tahun, yang berjumlah kira-kira $9 miliar dolar
Amerika. Selain itu, hampir empat kali berat intan dibuat di dalammakmal sebagai intan
sintetik (synthetic diamond).
Penambangan intan
Intan terutama ditambang dari pipa-pipa vulkanis, tempat kandungan intan yang
berasal dari bahan-bahan yang dikeluarkan dari dalam Bumi karena tekanan dan
temperaturnya sesuai untuk pembentukan intan.

Intan terdapat dari dalam perut bumi yang digali baik secara manual maupun dengan
mekanisasi. Sekarang kebanyakan para penambang intan sudah menggunakan mekanisasi,
yaitu dengan mesin penyedot untuk menyedot tanah yang sudah digali.
Tanah yang disedot bersama air, dipilah melalui tapisan. Dengan keterampilannya, si
penambang bisa membedakan batu biasa, pasir, atau intan. Intan yang baru didapat ini
disebut "galuh" di daerahBanjarmasin. Galuh ini masih merupakan intan mentah. Untuk
menjadikannya siap pakai, intan harus digosok terlebih dahulu. Penggosokan intan yang
ada di masyarakat sebagian besar masih dengan alat tradisional.
D. Karbida
Karbida adalah istilah untuk atom karbon yang kelebihan elektron. Contoh senyawa karbida
adalah kalsium karbida CaC2. Karbit atau Kalsium karbida adalah senyawa kimia dengan rumus
kimia CaC2. Karbit digunakan dalam proses las karbit dan juga dapat mempercepat pematangan buah.
Persamaan reaksi Kalsium Karbida dengan air adalah
CaC2 + 2 H2O C2H2 + Ca(OH)2
Karena itu 1 gram CaC2 menghasilkan 349ml asetilen. Pada proses las karbit, asetilen yang
dihasilkan kemudian dibakar untuk menghasilkan panas yang diperlukan dalam pengelasan

E. NDT (non-Destructive Test)


NDT (Non-Destructive Testing) adalah salah satu teknik mengujian material tanpa merusak
benda ujinya. Pengujian dapat mendeteksi secara dini timbulnya crack atau flaw pada material secara
dini, tanpa menunggu material tesebut gagal ditengah operasinya. Dari tipe keberadaan crack pada
material NDT dapat dibedakan dalam 2 macam, yaitu: surface crack dan inside crack. Pada saat
pengujian maka harus sudah ditentukan dahulu targetnya (misal surface crack atau inside crack), baru
digunakan metoda NDT yang tepat.
Untuk inside crack ada 3 metoda yang dapat digunakan, yaitu:
1. Radiography, dengan menggunakan sinar X untuk mendapatkan gambaran dalam material. Prinsipnya
sama dengan sinar X yang digunakan untuk tubuh manusia, tetapi panjang gelombang yang
digunakan berbeda (lebih pendek).
2. Ultrasonics, dengan menggunakan gelombang ultrasonic dengan frequensi antara 0.1 ~ 15 Mhz.
Prinsipnya, gelombang ultrasonic dipancarkan dalam material dan gelombang baliknya atau
gelombang yang sampai di sisi yang lain di bandingkan dengan kecepatan suara dari material itu
sendiri untuk mendapatkan gambaran posisi dari crack.
3. Accustic emmision, (sorry saya nggak bisa jelaskan tentang hal ini)
Untuk surface crack ada beberapa metoda yang dapat digunakan, yaitu:
1. Visual Optical, melihat/mencari crack yang berada dipermukaan material dengan bantuan optik.
2. Liquid Penetrant, yaitu dengan menyemprotkan/mengulaskan cairan berwana pada permukaan
material. Pada prinsipnya teknik ini untuk mempermudah penglihatan saja.
3. Magnetic Particles, cara ini dengan menggunakan serbuk magnetik yang di sebarkan dipermukaan
benda uji. Pada saat crack ada dalam perbukaan benda uji, maka akan terjadi kebocoran medan magnit
di sekitar posisi crack, sehingga dengan mudah akan bisa dilihat oleh mata. Setelah pengujian
magnetic, maka benda uji akan menjadi bersifat magnet, krn pengaruh serbuk magnet tersebut, maka

untuk menghilangkan effek itu digunakan metoda demagnetization (proses menghilangkan medan
magnet pada benda uji), salah satu caranya dengan menggunakan hammering (benda uji dipikul
dengan hammer, sehingga timbul getaran yang akan melepaskan partikel magnet)
Eddi current, prisipnya hampir sama dengan teknik medan magnet, tetapi disini medang
listrik yang dipancarkan dari arus listrik bolak-balik, ketika ada crack maka medan listrik akan
berubah dan perubahannya itu akan terbaca pada alat pengukur impadance. Prinsip ini erat kaitannya
dengan impedansi, maka halinya sangat dipengruhi oleh jarak antara benda uji dengan alat ukurnya.

Anda mungkin juga menyukai