BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan
masyarakat setinggi - tingginya dapat terwujud. Dalam menentukan derajat
kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan antara,
lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan
hidup (Depkes RI, 2009).
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan
semua rakyat sehat adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan
kesehatan yang berarti setiap upaya program harus mempunyai kontribusi positif
terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan
pembangunan
dan
lingkungannya
terus
saling
berinteraksi
yang
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran besarnya masalah kejadian
wabah Campak di kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat tahun
2016.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Memastikan adanya wabah campak.
2. Mengetahui gambaran wabah campak yang terjadi.
3. Melakukan identifikasi penyebab kejadian penyakit campak di
tempat tersebut.
4. Melakukan identifikasi sumber penularan.
5. Merumuskan saran dan pencegahan untuk mengurangi kejadian
campak di masa yang akan datang.
1.3 MANFAAT
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh dalam
masa perkuliahan dalam melakukan penyelidikan epidemiologi langsung di
lapangan tentang kasus campak di Kota Bukittinggi pada tahun 2016.
1.3.2 Bagi Masyarakat
Dengan penyelidikan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan kepada masyarakat khusunya ibu-ibu bagaimana sebaiknya tindakan
yang harus dilakukan agar anak terhindar dari penyakit campak khususnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Penyakit Campak
Penyakit campak adalah suatu penyakit akibat virus akut yang sangat
menular dengan gejala awal berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk, dan
bintik-bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih. Tanda khas bercak
kemerahan dikulit timbul pada hari ketiga sampai ketujuh, dimulai di daerah
muka, kemudian menyeluruh, berlangsung selama 4-7 hari, dan kadang-kadang
berakhir dengan pengelupasan kulit berwarna kecoklatan. Sering timbul
lekopenia. Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat replikasi virus atau karena
superinfeksi
bakteri
antara
lain
berupa
otitis
media,
pneumonia,
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam,
malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium
kataral dan 24 jam sebelum timbul eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak
Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum timbul pertama kali pada
mukosa bukal yang menghadap gigi molar dan menjelang kira-kira hari ke 3 atau
4 dari masa prodormal dapat meluas sampai seluruh mukosa mulut. Secara klinis,
gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai
influenza.
2.3.2 Stadium erupsi
Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi
adalah koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum
dan palatum mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya ruam atau
eritema yang berbentuk makula-papula disertai naiknya suhu badan. Mula-mula
eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk, sepanjang rambut dan
bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit.
Rasa gatal, muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan abdomen
dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan
menghilang dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari.
2.3.3 Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain
hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik.
Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.
2.4 Penularan Campak
Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung, melalui
sekret hidung atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa penularan
berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodormal
biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal hari kedua setelah
timbulnya ruam.
Kebanyakan kasus campak terjadi pada akhir musim dingin dan awal
musim semi di negara dengan empat musim dengan puncak kasus terjadi pada
bulan Maret dan April. Lain halnya dengan di negara tropis dimana kebanyakan
kasus terjadi pada musim panas. Ketika virus menginfeksi populasi yang belum
mendapatkan kekebalan atau vaksinasi maka 90-100% akan menjadi sakit dan
menunjukkan gejala klinis.
2.5.2 Determinan Penyakit Campak
a. Host (Penjamu)
Beberapa faktor Host yang meningkatkan risiko terjadinya campak antara lain:
1. Umur
Pada sebagian besar masyarakat, maternal antibodi akan melindungi bayi
terhadap campak selama 6 bulan dan penyakit tersebut akan dimodifikasi oleh
tingkat maternal antibodi yang tersisa sampai bagian pertama dari tahun kedua
kehidupan. Tetapi, di beberapa populasi, khususnya Afrika, jumlah kasus terjadi
secara signifikan pada usia dibawah 1 tahun, dan angka kematian mencapai 42%
pada kelompok usia kurang dari 4 tahun. Di luar periode ini, semua umur
sepertinya memiliki kerentanan yang sama terhadap infeksi. Umur terkena
campak lebih tergantung oleh kebiasaan individu daripada sifat alamiah virus.
Di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Australia, anak-anak menghabiskan
lebih banyak waktu di rumah, tetapi ketika memasuki sekolah jumlah anak yang
menderita menjadi meningkat. Sebelum imunisasi disosialisasiksan secara luas,
kebanyakan kasus campak di negara industri terjadi pada anak usia 4-6 tahun
ataupun usia sekolah dasar dan pada anak dengan usia yang lebih muda di negara
berkembang. Cakupan imunisasi yang intensif menghasilkan perubahan dalam
distribusi umur dimana kasus lebih banyak pada anak dengan usia yang lebih tua,
remaja, dan dewasa muda.
Penelitian Casaeri dengan desain kasus kontrol di Kabupaten Kendal
menyebutkan bahwa anak dengan usia rentan yakni kurang dari 15 tahun memiliki
kemungkinan risiko 4,9 kali lebih besar untuk terinfeksi campak dibanding pada
anak umur kurang rentan.
2. Jenis Kelamin
Tidak ada perbedaan insiden dan tingkat kefatalan penyakit campak pada
wanita ataupun pria. Bagaimanapun, titer antibodi wanita secara garis besar lebih
tinggi daripada pria. Kejadian campak pada masa kehamilan berhubungan dengan
tingginya angka aborsi spontan.
Berdasarkan penelitian Suwono di Kediri dengan desain penelitian kasus kontrol
mendapatkan hasil bahwa berdasarkan jenis kelamin, penderita campak lebih
banyak pada anak laki-laki yakni 62%.
3. Umur Pemberian Imunisasi
Sisa antibodi yang diterima dari ibu melalui plasenta merupakan faktor
yang penting untuk menentukan umur imunisasi campak dapat diberikan pada
balita. Maternal antibodi tersebut dapat mempengaruhi respon imun terhadap
vaksin campak hidup dan pemberian imunisasi yang terlalu awal tidak selalu
menghasilkan imunitas atau kekebalan yang adekuat.
Pada umur 9 bulan, sekitar 10% bayi di beberapa negara masih
mempunyai antibodi dari ibu yang dapat mengganggu respons terhadap imunisasi.
Menunda imunisasi dapat meningkatkan angka serokonversi. Secara umum di
negara berkembang akan didapatkan angka serokenversi lebih dari 85% bila
vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Sedangkan di negara maju, anak akan
kehilangan antibodi maternal saat berumur 12-15 bulan sehingga pada umur
tersebut direkomendasikan pemberian vaksin campak. Namun, penundaan
imunisasi dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat
campak yang cukup tinggi di kebanyakan negara berkembang.
Penelitian kohort di Arkansas menyebutkan bahwa jika dibandingkan
dengan anak yang mendapatkan vaksinasi pada usia >15 bulan, anak yang
mendapatkan vaksinasi campak pada usia <12 bulan memiliki risiko 6 kali untuk
terkena campak. Sedangkan anak yang mendapatkan vaksinasi campak pada usia
12-14 bulan memiliki risiko 3 kali untuk terkena campak dibanding dengan anak
yang mendapat vaksinasi pada usia 15 bulan.
Sedangkan sebuah studi kasus kontrol yang juga dilakukan di Arkansas
menyebutkan bahwa anak yang mendapatkan vaksinasi campak pada usia 12-14
10
bulan memiliki kemungkinan risiko terkena campak 5,6 kali lebih besar dibanding
anak yang mendapatkan vaksin pada usia 15 bulan atau lebih.
4. Pekerjaan
Dalam lingkungan sosioekonomis yang buruk, anak-anak lebih mudah
mengalami infeksi silang. Kemiskinan bertanggungjawab terhadap penyakit yang
ditemukan pada anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua
untuk mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung
memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Frekuensi relatif
anak dari orang tua yang berpenghasilan rendah 3 kali lebih besar memiliki risiko
imunisasi terlambat dan 4 kali lebih tinggi menyebabkan kematian anak dibanding
anak yang orang tuanya berpenghasilan cukup.
5. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk
bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang
berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu
orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. Pendidikan
juga mempengaruhi pola berpikir pragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan,
dengan pendidikan lebih tinggi orang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau
masalah baru.
Penelitian Agunawan di desa Saung Naga Kecamatan Baturaja Barat dengan
desain cross sectional menyebutkan bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu
dengan kejadian penyakit campak pada balita (p=0,000).29
6. Imunisasi
Vaksin campak adalah preparat virus yang dilemahkan dan berasal dari
berbagai strain campak yang diisolasi. Vaksin dapat melindungi tubuh dari infeksi
dan memiliki efek penting dalam epidemiologis penyakit yaitu mengubah
distribusi relatif umur kasus dan terjadi pergeseran ke umur yang lebih tua.
11
Pemberian imunisasi pada masa bayi akan menurunkan penularan agen infeksi
dan mengurangi peluang seseorang yang rentan untuk terpajan pada agen tersebut.
Anak yang belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa
pernah terpajan dengan agen infeksi tersebut.
Pada campak, manifestasi penyakit yang paling berat biasanya terjadi pada
anak berumur kurang dari 3 tahun. Pemberian imunisasi pada umur 8-9 bulan
diprediksi dapat menimbulkan serokonversi pada sekurang-kurangnya 85% bayi
dan dapat mencegah sebagian besar kasus dan kematian. Dengan pemberian satu
dosis vaksin campak, insidens campak dapat diturunkan lebih dari 90%. Namun
karena campak merupakan penyakit yang sangat menular, masih dapat terjadi
wabah pada anak usia sekolah meskipun 85-90% anak sudah mempunyai
imunitas.
Sebuah penelitian kohort yang dilakukan terhadap 627 siswa di Arkansas
mendapatkan bahwa anak yang tidak mendapatkan vaksinasi berisiko 20 kali
untuk terkena campak daripada anak yang memiliki riwayat vaksinasi pada usia
15 bulan atau lebih.
Berdasarkan penelitian I Made Suardiyasa di kabupaten Tolitoli Sulawesi
Tengah menyebutkan bahwa anak yang tidak diimunisasi berisiko 29 kali untuk
terkena campak dibanding anak yang mendapat imunisasi.
7. Status Gizi
Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi malnutrisi,
tetapi belum dapat dibedakan antara efek malnutrisi terhadap kegawatan penyakit
campak dan efek yang ditimbulkan penyakit campak terhadap nutrisi yang
dikarenakan penurunan selera makan dan kemampuan untuk mencerna makanan.
Scrimshaw mencatat bahwa kematian karena campak pada anak-anak yang ada di
desa Guatemala menurun dari 1% menjadi 0,3% tiap tahunnya ketika anak-anak
tersebut diberikan suplemen makanan dengan kandungan protein tinggi.
Sedangkan pada desa yang menjadi kontrol dimana anak-anak tersebut tidak
diberikan suplemen protein, angka kematian menunjukkan angka 0,7%. Tetapi
karena hanya 27% saja dari anak-anak tersebut yang secara teratur mengkonsumsi
12
protein ekstra, dapat disimpulkan bahwa perubahan rate yang didapatkan pada
kasus observasi tidak seluruhnya disebabkan oleh suplemen makanan.
Dari sebuah studi dinyatakan bahwa elemen nutrisi utama yang
menyebabkan kegawatan campak bukanlah protein dan kalori tetapi vitamin A.
Ketika terjadi defisiensi vitamin A, kematian atau kebutaan menyertai penyakit
campak. Apapun urutan kejadiannya, kematian yang berhubungan dengan
penyakit campak mencapai tingkat yang tinggi, biasanya lebih dari 10% terjadi
pada keadaan malnutrisi.
Penelitian I Made Suardiyasa di kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah
menyebutkan bahwa risiko anak yang memiliki status gizi kurang untuk terkena
campak adalah 5,4 kali dibanding anak dengan status gizi baik.
Sedangkan penelitian Sulung di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara
Kabupaten Sumba Barat dengan desain cross sectional terhadap anak berumur 6
bulan -15 tahun mendapatkan hasil bahwa kejadian campak ada hubungannya
dengan status gizi dimana anak dengan status gizi kurang mempunyai
kemungkinan risiko 2,9 kali lebih besar untuk terkena campak.
8. ASI Eksklusif
Sebanyak lebih dari tiga puluh jenis imunoglobulin terdapat di dalam ASI
yang dapat diidentifikasi dengan teknik-teknik terbaru. Delapan belas diantaranya
berasal dari serum si ibu dan sisanya hanya ditemukan di dalam ASI/kolostrum.
Imunoglobulin yang terpenting yang dapat ditemukan pada kolostrum adalah IgA,
tidak saja karena konsentrasinya yang tinggi tetapi juga karena aktivitas
biologiknya.
IgA dalam kolostrum dan ASI sangat berkhasiat melindungi tubuh bayi
terhadap penyakit infeksi. Selain daripada itu imunoglobulin G dapat menembus
plasenta dan berada dalam konsentrasi yang cukup tinggi di dalam darah
janin/bayi sampai umur beberapa bulan, sehingga dapat memberikan perlindungan
terhadap beberapa jenis penyakit. Adapun jenis antibodi yang dapat ditransfer
dengan baik melalui plasenta adalah difteri, tetanus, campak, rubela, parotitis,
polio, dan stafilokokus.
13
14
penyuluhan
kepada
masyarakat
mengenai
pentingnya
15
16
BAB III
METODOLOGI
3.1 Wilayah Penyelidikan
Penyelidikan epidemiologi kasus campak ini dilakukan di Kota
Bukittinggi, kecamatan Pakan Labuah di Pabelokan Provinsi Sumatera
Barat tahun 2016
17
alamat,
dan
kesakitan
responden
termasuk
18
DO
Cara Ukur
Penyakit
campak
Hasil Ukur
Skala
Sakit
Ukur
Ordinal
Ordinal
demam/panas,batuk,pilek,mat
a merah dan meninggalkan
2
Status
hiperpigmentasi setelahnya
Dosis imunisasi cam
pak Wawancara
1. Tidak
Imunisasi
2. Ada
Umur
anak sebelumnya
Umur seorang anak dihitung Wawancara
3 tahun
Rasio
1. Ada
Nomina
2.Tidak Ada
Ordinal
berdasarkan
jumlah
ulang
Kontak
dibulatkan 1 tahun
Adalah
waktu
Riwayat
sebelum Wawancara
rumah
Kondisi
penderita campak
Adalah kondisi di sekitar anak Pengamatan
2. Padat
Lingkungan
yang
1. Longgar
memudahkan
tertular
19
BAB IV
HASIL PENYELIDIKAN
4.1 LOKASI KEJADIAN
20
Kota
Bukittinggi dialiri oleh 2 batang sungai, yaitu Batang Tambuo di sebelah timur
dan Batang Sianok di sebelah barat. Tanahnya yang subur akibat dari lapisan
Tuff dari lereng Gunung Marapi.
21
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
22
Sebelah Timur
cenderung positif, sehingga jika tidak diimbangi oleh sumber daya alam yang ada,
persebaran penduduk yang merata dan laju pertumbuhan yang terkendali maka
akan menimbulkan permasalahan baru. Dengan luas wilayah yang relatif tetap
23
24
Pada perempuan kelompok umur 15-19 tahun dan 20-24 tahun terlihat piramida
yang menjorok keluar. Hal ini disebabkan antara lain: dengan semakin banyaknya
berdiri
sekolah/perguruan
tinggi
yang
murid/mahasiswanya
cenderung
dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Hal ini dapat ditunjukkan oleh sex ratio
yang nilainya lebih kecil dari 100 yaitu: 93,87.
4.2 HASIL PENYELIDIKAN
Penyelidikan ini dilakukan dengan wawancara menggunakan lembar
penyelidikan terhadap 13 responden (penderita yang sakit) yang berada di Kota
Bukittinggi pada tahun 2016.
Responden dengan nama Jihan Talita beralamat di Pabelokan Pakan
Labuah dengan jenis kelamin perempuan berumur 3 tahun dengan gejala umum
yang dirasakan demam, pilek, batu, mencret kemudian timbul bintik-bintik merah
banyak pada tanggal 27 September 2016, tidak memiliki komplikasi terhadap
penyakit lain. Medapatkan pengobatan pertama kali pada tanggal 28 September
2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat Paracetamol. Pernah
mendapatkan imunisasi tetapi tidak pernah mendapatkan imunisasi maupun
suntikan campak (berdasarkan ingatan responden), Kondisi lingkungan rumah
yang padat penduduk dengan pekerjaan orang tua sebagai wiraswasta dan ibunya
sebagai ibu rumah tangga, kondisi rumah sempit dan penuh dengan barang-barang
rumah tangga.
Responden dengan nama Davis beralamat di Pabelokan Pakan Labuah
berumur 3 Tahun dengan gejala umum yang dirasakan demam panas, kemudian
timbul bintik-bintik merah pada tanggal 10 September 2016. Medapatkan
pengobatan pertama kali pada tanggal 12 September 2016 di Puskesmas Tigo
Baleh dengan pemberian obat vitamin A dan obat demam. Mendapatkan imunisasi
campak 1 kali, riwayat kontak dirumah dan tetangga rumah yang mengalami sakit
campak. Ia juga tidak menunjukkan keadaan kurang gizi. Kondisi lingkungan
rumah yang padat penduduk dengan pekerjaan orang Ibu sebagai Ibu rumah
25
tangga dan dan Ayah sebagai Wirawasta, kondisi rumah sempit dan penuh dengan
barang-barang rumah tangga
Responden dengan nama Lainan Azka beralamat di Pabelokan Pakan
Labuah berumur 9 bulan dengan gejala umum yang dirasakan demam panas,
batuk akut (infeksi pernapasan), pilek pada tanggal 30 September 2016, tidak
memiliki komplikasi terhadap penyakit lain. Medapatkan pengobatan pertama kali
pada tanggal 01 Oktober 2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat
Paracetamol, Flutamol. Tidak pernah imunisasi, riwayat kontak disekitar rumah
(tetangga Jihan). Kondisi lingkungan rumah yang padat, sempit.
Responden dengan nama Farel beralamat di Pabelokan Pakan Labuah
berumur 3 tahun dengan gejala umum yang dirasakan demam panas, batuk, pilek
pada tanggal 28 September 2016, tidak memiliki komplikasi terhadap penyakit
lain. Mendapatkan pengobatan pertama kali pada tanggal 29 September 2016 di
Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat obat demam, vitamin A. Belum
pernah mendapatkan imunisasi pada umur 2 tahun. Kondisi lingkungan rumah
yang sempit dan penuh dengan barang-barang rumah tangga.
Responden dengan nama Nabila Putri beralamat di Pabelokan Pakan
Labuah berumur 2 tahun dengan gejala umum yang dirasakan demam panas,
batuk, dan pilek pada tanggal 29 September 2016, tidak memiliki komplikasi
terhadap penyakit lain. Mendapatkan pengobatan pertama kali pada tanggal 30
September 2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat vitamin A, obat
paracetamol. Tidak pernah imunisasi
Responden dengan nama Nafisa (tetangga Jihan Talita) beralamat di
Pabelokan Pakan Labuah berumur 2 tahun tahun dengan gejala umum yang
dirasakan demam panas, batuk, mencret dan pilek pada tanggal 03 Oktober 2016,
tidak memiliki komplikasi terhadap penyakit lain. Medapatkan pengobatan
pertama kali pada tanggal 4 Oktober 2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan
pemberian obat vitamin A, obat demam dan obat mencret. Tidak pernah imunisasi.
Responden dengan nama Ikbal beralamat di Pabelokan Pakan Labuah
berumur 9 bulan dengan gejala umum yang dirasakan demam panas, batuk, pilek
pada tanggal 05 Oktober 2016. Medapatkan pengobatan pertama kali
pada
26
27
padat penduduk dengan pekerjaan orang tua sebagai ibu rumah tangga,kondisi
rumah sempit dan penuh dengan barang-barang rumah tangga.
Responden dengan nama Fitra Yunita beralamat di Pabelokan Pakan
Labuah berumur 2 tahun dengan gejala umum yang dirasakan demam panas,
batuk dan pilek pada tanggal 27 September 2016, tidak memiliki komplikasi
terhadap penyakit lain. Medapatkan pengobatan pertama kali pada tanggal 28
September 2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat demam dan
obat batu dan obat pilek. Tidak pernah imunisasi. Kondisi lingkungan rumah yang
padat penduduk dengan pekerjaan orang tua sebagai Ibu rumah tangga,kondisi
rumah sempit dan penuh dengan barang-barang rumah tangga.
Responden dengan nama Adiba Aura Zitri beralamat di Pabelokan Pakan
Labuah berumur 1 tahun dengan gejala umum yang dirasakan demam panas,
batuk dan pilek pada tanggal 26 September 2016, tidak memiliki komplikasi
terhadap penyakit lain. Medapatkan pengobatan pertama kali pada tanggal 27
September 2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat demam dan
obat batuk dan obat pilek. Tidak pernah imunisasi. Kondisi lingkungan rumah
yang padat penduduk dengan pekerjaan orang tua sebagai penjahit,kondisi rumah
tidak sempit dan tidak penuh dengan barang-barang rumah tangga.
4.2.1 Keterangan dari Responden mengenai Kejadian Campak
Daftar Nama reponden, Jenis Kelamin, Alamat, dan Umur
Identitas
Nama
Jihan Thalita
Dafis
Lainan Azka
Farel
Nabila Putri
Nafisa
Ikbal
Rifani Alkiyah
Muhammad Hakim
Fahrul Zikri
Muhammad Lutfi Azzikri
Fitra Yunita
JK
Alamat
Umur
P
L
L
L
P
P
L
P
L
L
L
P
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
3 Tahun
3 Tahun
9 Bulan
3 Tahun
2 Tahun
2 Tahun
9 Bulan
2 Tahun
2 Tahun
14 Tahun
1.5 Tahun
2 tahun
28
Pabelokan
1 tahun
Nama
identifikasi penyakit
tanggal timbul gejala
Komplikasi
1.
Davis
10 September 2016
Tidak ada
21 September 2016
Tidak ada
Jihan Thalita
26 September 2016
Tidak ada
26 September 2016
Tidak ada
Fitra Yunita
27 September 2016
Tidak ada
Farel
28 September 2016
Tidak ada
Nabila Putri
29 September 2016
Tidak ada
Lainan Azka
30 September 2016
Tidak ada
3 Oktober 2016
3 Oktober 2016
4 Oktober 2016
4 Oktober 2016
5 Oktober 2016
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak Ada
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Nafisa
Fahrur Zikri
Rifani Alkiyah
Muhammad Hakim
Ikbal
29
no
Nama
1.
Jihan thalita
Ada
Dafis
Ada
Lainan azka
Ada
Farel
Ada
Nabila putrid
Ada
Nafisa
Ada
Ikbal
Ada
Rifani alkiyah
Ada
Muhammad hakim
Ada
Fahrul Zikri
Ada
Ada
Fitra Yunita
Ada
Ada
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
30
Kasus
penyakit
campak
berdasarkan
laporam
C-1
4.2.9
Gambar (iii)
KASUS
7
6
5
KASUS
4
3
2
1
0
10 - 15 sep 16 - 20 sep 21 - 25 sep 26 - 30 sep
4.2.12
1 - 5 okt
31
4.2.13
Variabe
4.2.26
l
Riwaya
t Kontak di
4.2.34
Rumah
Riwaya
t Kontak di
Lingkungan mengenai
Campak di Kota Bukittinggi tahun 2016
4.2.23
Hasil
4.2.24
4.2.25
Ukur
4.2.27
Ada
4.2.31 Tidak Ada
4.2.28
4.2.32
0
2
4.2.29
4.2.33
0%
16%
4.2.35
Ada
4.2.39 Tidak Ada
4.2.36
4.2.40
7
4
4.2.37
4.2.41
54%
30%
Lingkungan
4.2.42
Sumber : Hasil Penyelidikan Kejadian Campak di Kota Bukittinggi taun 2016
4.2.43
Sebagian besar responden sebagian besar di
lingkungan rumah ada riwayat penyakit campak sebelumnya (54%)
sedangkan riwayat kontak di lingkungan rumah tidak ada kontak sebesar
30% sebagian besar tidak ada riwayat penyakit campak sebelumnya
(16%), tetapi hampir seimbang dengan yang ditemukan riwayat penyakit
campak sebelumnya disekitar rumah
4.2.44
4.2.45
4.2.46
4.2.47
4.2.48
4.2.49
4.2.50
4.2.51
4.2.52
4.2.53
4.2.54
32
4.2.55
4.2.56
4.2.57
4.2.58
4.2.59
BAB V
4.2.60
PEMBAHASAN
4.2.61
4.2.62
tetapi
selama
penyelidikan
hanya
diperoleh
di
lingkungan
khususnya
lingkungan
sekolah
responden
33
Kesimpulan
6.1.1
Terjadi penyakit campak
di Kota Bukittinggi
6.2
gizi
di
masyarakat
perlu
34
anak
penghuni.
4.2.78
4.2.79
4.2.80
4.2.81
4.2.82
4.2.83
4.2.84
4.2.85
4.2.86
4.2.87
4.2.88
4.2.89
4.2.90
4.2.91
4.2.92
4.2.93
4.2.94
4.2.95
4.2.96
4.2.97
yang
tinggal
di
rumah
padat
35
4.2.98
4.2.99
4.2.100
4.2.101
4.2.102 DOKUMENTASI PRAKTEK SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
KELOMPOK 38
4.2.103
36
4.2.104
37
4.2.105
4.2.106
4.2.107
4.2.108
38
4.2.109
39
4.2.110
4.2.111
4.2.112
40
4.2.113
4.2.114
4.2.115
4.2.116
41
4.2.117
42
4.2.118
43
4.2.119
44
4.2.120
45
4.2.121
4.2.122
4.2.123
4.2.124
46
4.2.125
47
4.2.126
4.2.127
4.2.128
4.2.129
48
4.2.130
4.2.131
49
4.2.132
4.2.133
50
4.2.134