Anda di halaman 1dari 50

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan
masyarakat setinggi - tingginya dapat terwujud. Dalam menentukan derajat
kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan antara,
lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan
hidup (Depkes RI, 2009).
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan
semua rakyat sehat adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan
kesehatan yang berarti setiap upaya program harus mempunyai kontribusi positif
terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan
pembangunan

kesehatan mengacu kepada konsep Paradigma Sehat, yaitu

pembangunan kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif) dibandingkan


upaya penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Menurut Undang - undang No. 36
tahun 2009 tentang kesehatan, paradigma sehat lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Salah satu
upaya tersebut dilaksanakan melalui program imunisasi (Kemenkes RI,2009).
Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
indonesia dan masih sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa ( KLB ). Penyakit
campak dikenal juga sebagai morbili atau measles, merupakan penyakit yang
sangat menular yang disebabkan karena virus, campak biasanya banyak
menyerang kelompok umur anak anak ( balita dan anak usia sekolah ) karena
kondisi tubuhnya yang masih labil sehingga rentan akan suatu penyakit.
Penyebab penyakit campak adalah paramyxoviridae jenis morbillivirus
yang mudah mati karena panas dan cahaya. Cara penularan penyakit virus adalah
penularan dari orang ke orang melalui percikan ludah dan transmisi melalui udara

dengan penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret hidung atau


tenggorokan dari orang orang yang terinfeksi (Depkes RI,2009).
Insiden Campak di Benua Eropa berdasarkan data Eurosurveillance pada
tahun 2002 yaitu, Germany 5,6 per 100.000 penduduk, Italia 8,79 per 100.000
penduduk, Spanyol 0,20 per 100.000 penduduk dan Denmark 0,60 per 100.000
penduduk Di negara-negara berkembang penyakit Campak merupakan penyakit
endemis.Di India insiden Campak tahun 2002 sebanyak 39,1 per 100.000
penduduk, di China terdapat 47,7 per 100.000 penduduk, di Malaysia terdapat
2,27 per 100.000 penduduk (Eurosurveillance, 2003).
Campak adalah penyakit yang sangat potensial untuk menimbulkan
wabah. Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi Campak. Tanpa
program imunisasi Campak Attack Rate 93,5 per 100.000 jiwa. Kasus Campak
dengan gizi buruk akan meningkatkan Case Fatalityn Rate (CFR). Masalah
kematian Campak di dunia yang dilaporkan pada tahun 2002 sebanyak 777.000
jiwa. Dari jumlah itu 202.000 diantaranya berasal dari negara ASEAN serta 15%
kematian Campak tersebut berasal dari Indonesia (Depkes RI, 2009).
Indonesia termasuk salah satu dari 47 negara dengan kasus campak
terbesar di dunia. Berdasarkan rekomendasi dari WHO, bagi Negara yang masih
banyak di temukan kasus campak, maka diharapkan untuk melaksanakan
kampanye campak. Program imunisasi campak di Indonesia dimulai sejak tahun
1982. Dan pada tahun 1991 berhasil dicapai status imunisasi dasar lengkap atau
Universal Child Imunization (UCI) secara nasional. Sejak tahun 2000 imunisasi
kesempatan kedua diberikan kepada anak sekolah kelas I-VI secara bertahap yang
kemudian dilanjutkan dengan pemberian imunisasi campak secara rutin kepada
anak sekolah dasar kelas I SD (BIAS). Untuk mempercepat tercapainya
perlindungan campak pada anak, sejak tahun 2005 sampai agustus 2007 dilakukan
kegiatan crash program campak terhadap anak usia 6-59 bulan (Kemenkes
RI,2010).
Di Indonesia, secara nasional selama tahun 2004 frekuensi Kejadian Luar
Biasa (KLB) Campak menempati urutan kedua setelah DBD. KLB Campak Tahun
2004 terjadi sebanyak 97 kali dengan jumlah kasus sebanyak 2.818 dan 44
kematian atau CFR 1,56% (Bambang, 2008).

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, diketahui bahwa


Incidens Rate penyakit Campak di Sumatera Barat tahun 2010 adalah 8,7 per
10.000 penduduk. Sementara itu, pada tahun 2011 terjadi peningkatan menjadi
10,77 per 10.000 penduduk. Pada tahun 2011 telah terjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB) Campak pada 7 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat yaitu di Kabupaten
Pesisir Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pasaman, Kabupaten
Pasaman Barat, Kabupaten Tanah Datar, dan Kota Bukittinggi.
Menurut segitiga epidemiologi, suatu penyakit akan timbul karena
dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu host, agent, dan environment. Faktor host
merupakan faktor yang terdapat di dalam diri manusia yang dapat mempengaruhi
timbulnya penyakit dan perjalanan penyakit, seperti jenis kelamin, umur, status
imunisasi, dan status gizi. Faktor agent adalah suatu substansi yang
keberadaannya mempengaruhi perjalanan penyakit.Sedangkan faktor environment
adalah semua kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan
organisme seperti lingkungan fisik dan lingkungan biologis.Campak merupakan
salah satu penyakit yang dapat timbul akibat dari interaksi 3 faktor tersebut. Para
ahli melaporkan beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian
penyakit Campak diantaranya adalah status gizi, status imunisasi, kondisi
lingkungan,serta keadaan sosial ekonomi keluarga.
Penduduk

dan

lingkungannya

terus

saling

berinteraksi

yang

memungkinkan timbulnya gangguan kesehatan atau penyakit. Kepadatan


penduduk dapat menjadisalah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses
penularan atau pemindahan penyakit dari satu orang ke orang lain. KLB Campak
sering terjadi pada daerah yang padat penduduk.Hasil penelitian Cummings(2006)
menyatakan kepadatan penduduk memiliki hubungan dengan tingginya kasus
Campak di Kamerun. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa kepadatan
penduduk sebagai faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian kasus
Campak di negara Kamerun.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, maka kami merasa
tertarik untuk melakukan penyelidikan epidemiologi tentang kasus campak di
Kota Bukittinggi tahun 2016.

1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran besarnya masalah kejadian
wabah Campak di kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat tahun
2016.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Memastikan adanya wabah campak.
2. Mengetahui gambaran wabah campak yang terjadi.
3. Melakukan identifikasi penyebab kejadian penyakit campak di
tempat tersebut.
4. Melakukan identifikasi sumber penularan.
5. Merumuskan saran dan pencegahan untuk mengurangi kejadian
campak di masa yang akan datang.
1.3 MANFAAT
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh dalam
masa perkuliahan dalam melakukan penyelidikan epidemiologi langsung di
lapangan tentang kasus campak di Kota Bukittinggi pada tahun 2016.
1.3.2 Bagi Masyarakat
Dengan penyelidikan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan kepada masyarakat khusunya ibu-ibu bagaimana sebaiknya tindakan
yang harus dilakukan agar anak terhindar dari penyakit campak khususnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Penyakit Campak

Penyakit campak adalah suatu penyakit akibat virus akut yang sangat
menular dengan gejala awal berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk, dan
bintik-bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih. Tanda khas bercak
kemerahan dikulit timbul pada hari ketiga sampai ketujuh, dimulai di daerah
muka, kemudian menyeluruh, berlangsung selama 4-7 hari, dan kadang-kadang
berakhir dengan pengelupasan kulit berwarna kecoklatan. Sering timbul
lekopenia. Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat replikasi virus atau karena
superinfeksi

bakteri

antara

lain

berupa

otitis

media,

pneumonia,

laryngotracheobronchitis (croup), diare, dan ensefalitis.


Diagnosa biasanya dibuat berdasarkan gejala klinis dan epidemiologis
walaupun konfirmasi laboratorium dianjurkan untuk dilakukan. Pemeriksaan
laboratorium dilakukan untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik campak yang
timbul pada hari ke 3-4 setelah timbul ruam atau untuk mendeteksi peningkatan
yang signifikan titer antibodi antara serum akut dan konvalesens untuk
memastikan diagnosis campak.
Teknik yang jarang digunakan antara lain identifikasi antigen virus dengan
usap mukosa nasofaring menggunakan teknik FA atau dengan isolasi virus dengan
kultur sel dari sample darah atau usap nasofaring yang diambil sebelum hari
keempat timbulnya ruam atau dari spesimen air seni yang diambil sebelum hari
kedelapan timbulnya ruam.
2.2 Infectious Agent
Agent campak adalah measles virus yang termasuk dalam famili
paramyxoviridae anggota genus morbilivirus. Virus campak sangat sensitif
terhadap temperatur sehingga virus ini menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajat
Celcius atau bila dimasukkan ke dalam lemari es selama beberapa jam. Dengan
pembekuan lambat maka infektivitasnya akan hilang.
2.3 Gejala Klinis
Penyakit campak terdiri dari 3 stadium, yaitu:
2.3.1 Stadium kataral (prodormal)

Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam,
malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium
kataral dan 24 jam sebelum timbul eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak
Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum timbul pertama kali pada
mukosa bukal yang menghadap gigi molar dan menjelang kira-kira hari ke 3 atau
4 dari masa prodormal dapat meluas sampai seluruh mukosa mulut. Secara klinis,
gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai
influenza.
2.3.2 Stadium erupsi
Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi
adalah koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum
dan palatum mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya ruam atau
eritema yang berbentuk makula-papula disertai naiknya suhu badan. Mula-mula
eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk, sepanjang rambut dan
bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit.
Rasa gatal, muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan abdomen
dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan
menghilang dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari.
2.3.3 Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain
hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik.
Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.
2.4 Penularan Campak
Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung, melalui
sekret hidung atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa penularan
berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodormal
biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal hari kedua setelah
timbulnya ruam.

2.5 Epidemiologi Campak


2.5.1 Distribusi dan Frekuensi Penyakit Campak
a. Menurut Orang
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menginfeksi
anak-anak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja dan kadang
kala orang dewasa. Campak endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai
proporsi untuk menjadi epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-40% anak
yang rentan atau belum mendapat vaksinasi. Pada kelompok dan masyarakat yang
lebih kecil, epidemi cenderung terjadi lebih luas dan lebih berat. Setiap orang
yang telah terkena campak akan memiliki imunitas seumur hidup.
b. Menurut Tempat
Penyakit campak dapat terjadi dimana saja kecuali di daerah yang sangat
terpencil. Vaksinasi telah menurunkan insiden morbilitas tetapi upaya eradikasi
belum dapat direalisasikan. Di Amerika Serikat pernah ada peningkatan insidensi
campak pada tahun 1989-1991. Kebanyakan kasus terjadi pada anak-anak yang
tidak mendapatkan imunisasi, termasuk anak-anak di bawah umur 15 bulan. Di
Afrika dan Asia, campak masih dapat menginfeksi sekitar 30 juta orang setiap
tahunnya dengan tingkat kefatalan 900.000 kematian. Berdasarkan data yang
dilaporkan ke WHO, terdapat sekitar 1.141 kasus campak di Afganistan pada
tahun 2007. Di Myanmar tercatat sebanyak 735 kasus campak pada tahun 2006.
c. Menurut Waktu
Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil pada
kelembaban dibawah 40%. Udara yang kering menimbulkan efek yang positif
pada virus dan meningkatkan penyebaran di rumah yang memiliki alat penghangat
ruangan seperti pada musim dingin di daerah utara. Sama halnya dengan udara
pada musim kemarau di Persia atau Afrika yang memiliki insiden kejadian
campak yang relatif tinggi pada musim-musim tersebut. Bagaimanapun, kejadian
campak akan meningkat karena kecenderungan manusia untuk berkumpul pada
musim-musim yang kurang baik tersebut sehingga efek dari iklim menjadi tidak
langsung dikarenakan kebiasaan manusia.

Kebanyakan kasus campak terjadi pada akhir musim dingin dan awal
musim semi di negara dengan empat musim dengan puncak kasus terjadi pada
bulan Maret dan April. Lain halnya dengan di negara tropis dimana kebanyakan
kasus terjadi pada musim panas. Ketika virus menginfeksi populasi yang belum
mendapatkan kekebalan atau vaksinasi maka 90-100% akan menjadi sakit dan
menunjukkan gejala klinis.
2.5.2 Determinan Penyakit Campak
a. Host (Penjamu)
Beberapa faktor Host yang meningkatkan risiko terjadinya campak antara lain:
1. Umur
Pada sebagian besar masyarakat, maternal antibodi akan melindungi bayi
terhadap campak selama 6 bulan dan penyakit tersebut akan dimodifikasi oleh
tingkat maternal antibodi yang tersisa sampai bagian pertama dari tahun kedua
kehidupan. Tetapi, di beberapa populasi, khususnya Afrika, jumlah kasus terjadi
secara signifikan pada usia dibawah 1 tahun, dan angka kematian mencapai 42%
pada kelompok usia kurang dari 4 tahun. Di luar periode ini, semua umur
sepertinya memiliki kerentanan yang sama terhadap infeksi. Umur terkena
campak lebih tergantung oleh kebiasaan individu daripada sifat alamiah virus.
Di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Australia, anak-anak menghabiskan
lebih banyak waktu di rumah, tetapi ketika memasuki sekolah jumlah anak yang
menderita menjadi meningkat. Sebelum imunisasi disosialisasiksan secara luas,
kebanyakan kasus campak di negara industri terjadi pada anak usia 4-6 tahun
ataupun usia sekolah dasar dan pada anak dengan usia yang lebih muda di negara
berkembang. Cakupan imunisasi yang intensif menghasilkan perubahan dalam
distribusi umur dimana kasus lebih banyak pada anak dengan usia yang lebih tua,
remaja, dan dewasa muda.
Penelitian Casaeri dengan desain kasus kontrol di Kabupaten Kendal
menyebutkan bahwa anak dengan usia rentan yakni kurang dari 15 tahun memiliki
kemungkinan risiko 4,9 kali lebih besar untuk terinfeksi campak dibanding pada
anak umur kurang rentan.

2. Jenis Kelamin
Tidak ada perbedaan insiden dan tingkat kefatalan penyakit campak pada
wanita ataupun pria. Bagaimanapun, titer antibodi wanita secara garis besar lebih
tinggi daripada pria. Kejadian campak pada masa kehamilan berhubungan dengan
tingginya angka aborsi spontan.
Berdasarkan penelitian Suwono di Kediri dengan desain penelitian kasus kontrol
mendapatkan hasil bahwa berdasarkan jenis kelamin, penderita campak lebih
banyak pada anak laki-laki yakni 62%.
3. Umur Pemberian Imunisasi
Sisa antibodi yang diterima dari ibu melalui plasenta merupakan faktor
yang penting untuk menentukan umur imunisasi campak dapat diberikan pada
balita. Maternal antibodi tersebut dapat mempengaruhi respon imun terhadap
vaksin campak hidup dan pemberian imunisasi yang terlalu awal tidak selalu
menghasilkan imunitas atau kekebalan yang adekuat.
Pada umur 9 bulan, sekitar 10% bayi di beberapa negara masih
mempunyai antibodi dari ibu yang dapat mengganggu respons terhadap imunisasi.
Menunda imunisasi dapat meningkatkan angka serokonversi. Secara umum di
negara berkembang akan didapatkan angka serokenversi lebih dari 85% bila
vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Sedangkan di negara maju, anak akan
kehilangan antibodi maternal saat berumur 12-15 bulan sehingga pada umur
tersebut direkomendasikan pemberian vaksin campak. Namun, penundaan
imunisasi dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat
campak yang cukup tinggi di kebanyakan negara berkembang.
Penelitian kohort di Arkansas menyebutkan bahwa jika dibandingkan
dengan anak yang mendapatkan vaksinasi pada usia >15 bulan, anak yang
mendapatkan vaksinasi campak pada usia <12 bulan memiliki risiko 6 kali untuk
terkena campak. Sedangkan anak yang mendapatkan vaksinasi campak pada usia
12-14 bulan memiliki risiko 3 kali untuk terkena campak dibanding dengan anak
yang mendapat vaksinasi pada usia 15 bulan.
Sedangkan sebuah studi kasus kontrol yang juga dilakukan di Arkansas
menyebutkan bahwa anak yang mendapatkan vaksinasi campak pada usia 12-14

10

bulan memiliki kemungkinan risiko terkena campak 5,6 kali lebih besar dibanding
anak yang mendapatkan vaksin pada usia 15 bulan atau lebih.
4. Pekerjaan
Dalam lingkungan sosioekonomis yang buruk, anak-anak lebih mudah
mengalami infeksi silang. Kemiskinan bertanggungjawab terhadap penyakit yang
ditemukan pada anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua
untuk mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung
memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Frekuensi relatif
anak dari orang tua yang berpenghasilan rendah 3 kali lebih besar memiliki risiko
imunisasi terlambat dan 4 kali lebih tinggi menyebabkan kematian anak dibanding
anak yang orang tuanya berpenghasilan cukup.
5. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk
bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang
berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu
orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. Pendidikan
juga mempengaruhi pola berpikir pragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan,
dengan pendidikan lebih tinggi orang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau
masalah baru.
Penelitian Agunawan di desa Saung Naga Kecamatan Baturaja Barat dengan
desain cross sectional menyebutkan bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu
dengan kejadian penyakit campak pada balita (p=0,000).29

6. Imunisasi
Vaksin campak adalah preparat virus yang dilemahkan dan berasal dari
berbagai strain campak yang diisolasi. Vaksin dapat melindungi tubuh dari infeksi
dan memiliki efek penting dalam epidemiologis penyakit yaitu mengubah
distribusi relatif umur kasus dan terjadi pergeseran ke umur yang lebih tua.

11

Pemberian imunisasi pada masa bayi akan menurunkan penularan agen infeksi
dan mengurangi peluang seseorang yang rentan untuk terpajan pada agen tersebut.
Anak yang belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa
pernah terpajan dengan agen infeksi tersebut.
Pada campak, manifestasi penyakit yang paling berat biasanya terjadi pada
anak berumur kurang dari 3 tahun. Pemberian imunisasi pada umur 8-9 bulan
diprediksi dapat menimbulkan serokonversi pada sekurang-kurangnya 85% bayi
dan dapat mencegah sebagian besar kasus dan kematian. Dengan pemberian satu
dosis vaksin campak, insidens campak dapat diturunkan lebih dari 90%. Namun
karena campak merupakan penyakit yang sangat menular, masih dapat terjadi
wabah pada anak usia sekolah meskipun 85-90% anak sudah mempunyai
imunitas.
Sebuah penelitian kohort yang dilakukan terhadap 627 siswa di Arkansas
mendapatkan bahwa anak yang tidak mendapatkan vaksinasi berisiko 20 kali
untuk terkena campak daripada anak yang memiliki riwayat vaksinasi pada usia
15 bulan atau lebih.
Berdasarkan penelitian I Made Suardiyasa di kabupaten Tolitoli Sulawesi
Tengah menyebutkan bahwa anak yang tidak diimunisasi berisiko 29 kali untuk
terkena campak dibanding anak yang mendapat imunisasi.
7. Status Gizi
Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi malnutrisi,
tetapi belum dapat dibedakan antara efek malnutrisi terhadap kegawatan penyakit
campak dan efek yang ditimbulkan penyakit campak terhadap nutrisi yang
dikarenakan penurunan selera makan dan kemampuan untuk mencerna makanan.
Scrimshaw mencatat bahwa kematian karena campak pada anak-anak yang ada di
desa Guatemala menurun dari 1% menjadi 0,3% tiap tahunnya ketika anak-anak
tersebut diberikan suplemen makanan dengan kandungan protein tinggi.
Sedangkan pada desa yang menjadi kontrol dimana anak-anak tersebut tidak
diberikan suplemen protein, angka kematian menunjukkan angka 0,7%. Tetapi
karena hanya 27% saja dari anak-anak tersebut yang secara teratur mengkonsumsi

12

protein ekstra, dapat disimpulkan bahwa perubahan rate yang didapatkan pada
kasus observasi tidak seluruhnya disebabkan oleh suplemen makanan.
Dari sebuah studi dinyatakan bahwa elemen nutrisi utama yang
menyebabkan kegawatan campak bukanlah protein dan kalori tetapi vitamin A.
Ketika terjadi defisiensi vitamin A, kematian atau kebutaan menyertai penyakit
campak. Apapun urutan kejadiannya, kematian yang berhubungan dengan
penyakit campak mencapai tingkat yang tinggi, biasanya lebih dari 10% terjadi
pada keadaan malnutrisi.
Penelitian I Made Suardiyasa di kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah
menyebutkan bahwa risiko anak yang memiliki status gizi kurang untuk terkena
campak adalah 5,4 kali dibanding anak dengan status gizi baik.
Sedangkan penelitian Sulung di Puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utara
Kabupaten Sumba Barat dengan desain cross sectional terhadap anak berumur 6
bulan -15 tahun mendapatkan hasil bahwa kejadian campak ada hubungannya
dengan status gizi dimana anak dengan status gizi kurang mempunyai
kemungkinan risiko 2,9 kali lebih besar untuk terkena campak.
8. ASI Eksklusif
Sebanyak lebih dari tiga puluh jenis imunoglobulin terdapat di dalam ASI
yang dapat diidentifikasi dengan teknik-teknik terbaru. Delapan belas diantaranya
berasal dari serum si ibu dan sisanya hanya ditemukan di dalam ASI/kolostrum.
Imunoglobulin yang terpenting yang dapat ditemukan pada kolostrum adalah IgA,
tidak saja karena konsentrasinya yang tinggi tetapi juga karena aktivitas
biologiknya.
IgA dalam kolostrum dan ASI sangat berkhasiat melindungi tubuh bayi
terhadap penyakit infeksi. Selain daripada itu imunoglobulin G dapat menembus
plasenta dan berada dalam konsentrasi yang cukup tinggi di dalam darah
janin/bayi sampai umur beberapa bulan, sehingga dapat memberikan perlindungan
terhadap beberapa jenis penyakit. Adapun jenis antibodi yang dapat ditransfer
dengan baik melalui plasenta adalah difteri, tetanus, campak, rubela, parotitis,
polio, dan stafilokokus.

13

Suatu penelitian dengan desain kohort yang dilakukan di Swedia


mendapatkan hasil bahwa pemberian ASI selama >3 bulan dapat memberi
perlindungan terhadap infeksi penyakit campak dengan kata lain pemberian ASI
merupakan faktor protektif terhadap kejadian campak (OR = 0,69).
b. Agent
Penyebab infeksi adalah virus campak, anggota genus Morbilivirus dari
famili Paramyxoviridae.
c. Lingkungan
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang dengan
cakupan vaksinasi yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut akan hilang pada
populasi yang terisolasi dan dengan jumlah penduduk yang sangat kecil yakni <
400.000 orang.
Status imunitas populasi merupakan faktor penentu. Penyakit akan
meledak jika terdapat akumulasi anak-anak yang suseptibel. Ketika penyakit ini
masuk ke dalam komunitas tertutup yang belum pernah mengalami endemi, suatu
epidemi akan terjadi dengan cepat dan angka serangan mendekati 100%. Pada
tempat dimana jarang terjangkit penyakit, angka kematian bisa setinggi 25%.
2.6 Komplikasi Penyakit Campak
Pada penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi sebagai
akibat replikasi virus atau karena superinfeksi bakteri antara lain :
2.6.1 Otitis Media Akut
Dapat terjadi karena infeksi bakterial sekunder.
2.6.2 Ensefalitis
Dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita
campak atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus
campak hidup, pada penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif
dan sebagai Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE). Angka kejadian

14

ensefalitis setelah infeksi campak adalah 1 : 1.000 kasus, sedangkan ensefalitis


setelah vaksinasi dengan virus campak hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.
SSPE jarang terjadi hanya sekitar 1 per 100.000 dan terjadi beberapa tahun
setelah infeksi dimana lebih dari 50% kasus-kasus SSPE pernah menderita
campak pada 2 tahun pertama umur kehidupan. Penyebabnya tidak jelas tetapi ada
bukti-bukti bahwa virus campak memegang peranan dalam patogenesisnya. SSPE
yang terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian.
2.6.3 Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus morbilia atau oleh Pneuomococcus,
Streptococcus, Staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan
kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita
penyakit menahun misalnya tuberkulosis, leukemia dan lain-lain.
2.6.4 Kebutaan
Terjadi karena virus campak mempercepat episode defisiensi vitamin A
yang akhirnya dapat menyebabkan xeropthalmia atau kebutaan.
2.7 Pencegahan Penyakit Campak
2.7.1 Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention)
Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang
masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat
dilakukan dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan
makanan bergizi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
2.7.2 Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah
seseorang terkena penyakit campak, yaitu :
a. Memberi

penyuluhan

kepada

masyarakat

mengenai

pentingnya

pelaksanaan imunisasi campak untuk semua bayi.


b. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan
pada semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat
melindungi sampai jangka waktu 4-5 tahun.

15

2.7.3 Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)


Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini
mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian
pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat
progrefisitas penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan
kecatatan, yaitu :
a. Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan
fisik atau darah.
b. Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk
sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak
pada ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan
melakukan pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari hari
pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash yang dapat
mengurangi keterpajanan pasien- pasien dengan risiko tinggi lainnya.
c. Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita
yakni antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika
hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi.
d. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi
terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia,
ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis yang reversibel.
2.7.4 Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada
pencegahan tertier yaitu :
a. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.
b. Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun
secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan
imunitas mereka.

16

BAB III
METODOLOGI
3.1 Wilayah Penyelidikan
Penyelidikan epidemiologi kasus campak ini dilakukan di Kota
Bukittinggi, kecamatan Pakan Labuah di Pabelokan Provinsi Sumatera
Barat tahun 2016

17

3.2 Penegakan Diagnosis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang muncul selama
kejadian berlangsung
3.3 Pengumpulan Data
Dalam penyelidikan ini data yang akan dikumpulkan berupa data primer
dan data sekunder
2.3.1
Data Primer
Data primer yang dikumpulkan dalam pelacakan ini meliputi
karakteristik responden dan faktor resiko yang berhubungan
dengan kejadian campak
1. Data karakteristik responden meliputi nama, umur, jenis
kelamin,

alamat,

dan

kesakitan

responden

termasuk

didalamnya tanggal mulai sakit dan gejala klinis yang muncul


2. Data riwayat pengobatan yng pernah dilakukan oleh
responden
3. Data yang berhubungan dengan faktor resiko kejadian campak
meliputi kondisi rumah dan kondisi lingkungan.
2.3.2
Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam pelacakan ini diambil
berdasarkan laporan kasus campak di Dinas Kesehatan Kota
Bukittinggi tahun 2016.
3.4 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif untuk
mengidentifikasi faktor resiko penyebab campak.
3.5 Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti dalam penyelidikan ini adalah status imunisasi, status
gizi, umur, riwayat kontak dan kondisi lingkungan. Data dari variabelvariabel tersebut diambil melalui pengamatan dan wawancara yang kami
lakukan.
3.6 Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui faktor resiko
yang paling berperan menyebabkan kejadian campak di wilayah tersebut.
Analisis secara deskriptif juga dilakukan sehingga data yang telah diolah
dapat disajikan dalam bentuk tabel dan grafik

18

3.7 Definisi Operasional


Definisi operasional pada laporan ini sebagai berikut :
No Variabel
1

DO

Cara Ukur

Penyakit

Penyakit dengan gejala bercak Wawancara

campak

kemerahan ditubuh didahului

Hasil Ukur

Skala

Sakit

Ukur
Ordinal

Ordinal

demam/panas,batuk,pilek,mat
a merah dan meninggalkan
2

Status

hiperpigmentasi setelahnya
Dosis imunisasi cam
pak Wawancara

1. Tidak

Imunisasi

yang bernah diterima oleh

2. Ada

Umur

anak sebelumnya
Umur seorang anak dihitung Wawancara

3 tahun

Rasio

1. Ada

Nomina

2.Tidak Ada

Ordinal

berdasarkan

jumlah

ulang

tahun terakhir pada saat sakit,


bila ada lebih enam bulat
5

Kontak

dibulatkan 1 tahun
Adalah
waktu

Riwayat

sebelum Wawancara

di menderita sakit(dua minggu)

rumah

ada bergaul/ bermain dengan

Kondisi

penderita campak
Adalah kondisi di sekitar anak Pengamatan

2. Padat

Lingkungan

yang

1. Longgar

memudahkan

tertular

oleh virus campak, (kepadatan


hunian )
3.8 Jadwal Penyelidikan
Penyelidikan dilaksanakan mulai tanggal 05-06 Oktober 2016.

19

BAB IV
HASIL PENYELIDIKAN
4.1 LOKASI KEJADIAN

20

Gambar 4.1 Peta Kota Bukittinggi tahun 2016

Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur


sepanjang Pulau Sumatera. Dilatar belakangi oleh tiga gunung yaitu: Gunung
Merapi, Gunung dan Gunung Sago, sehingga mendapat sebutan Kota Tri Arga.
Topografi permukaan bumi Kota Bukittinggi adalah berbukit-bukit dan
berlembah, terletak di ketinggian 780-950 meter di atas permukaan laut.
Di sebelah barat Kota Bukittinggi terdapat lembah yang dikenal dengan
Ngarai Sianok dengan kedalaman yang bervariasi antara 75-110 m, serta
mempunyai kemiringan 800- 900 yang menjadi daya tarik wisata.

Kota

Bukittinggi dialiri oleh 2 batang sungai, yaitu Batang Tambuo di sebelah timur
dan Batang Sianok di sebelah barat. Tanahnya yang subur akibat dari lapisan
Tuff dari lereng Gunung Marapi.

21

Nama Kelurahan di Kota Bukittinggi


Tabel (i) dan Tabel(ii)

Secara geografis, letak Kota Bukittinggi berbatasan langsung dengan


kecamatan- kecamatan di Kabupaten Agam, yaitu:
Sebelah Utara

:dengan Nagari Gadut dan Nagari Kapau (Kecamatan


Tilatang Kamang)

Sebelah Selatan

:dengan Nagari Taluak IV Suku (Kecamatan Banuhampu)

Sebelah Barat

:dengan Nagari Sianok, Nagari Guguk, Nagari Koto


Gadang (Kecamatan IV Koto)

22

Sebelah Timur

:dengan Kecamatan IV Angkat Candung

Karena terletak di daerah ketinggian maka Kota Bukittinggi berudara


sejuk. Suhu berkisar antara 16,10C-24,90C. Kelembaban udara berkisar antara
82,0% - 90,8%. Tekanan udara berkisar antara 220 C-250 C.
Kota Bukittinggi dibagi menjadi 3 kecamatan, 24 kelurahan, 106 Rukun
Warga (RW) dan 339 Rukun Tetangga (RT). Pemerintah daerah Kota Bukittinggi
secara otonomi membawahi 67 dinas/kantor/unit kerja dengan jumlah aparatur
sebanyak 3.668 orang dimana 44,55 persen adalah guru (termasuk TU dan
penjaga sekolah). Jika dibandingkan dengan tahun 2012, maka jumlah pegawai
tahun 2013 mengalami pengurangan sebanyak 96 orang (38 orang pegawai pemda
dan 58 orang tenaga guru). Unit kerja Dinas Kebersihan dan Pertamananmerupakan kantor yang mempunyai pegawai terbanyak, yaitu: 135 orang.
Sedangkan jumlah guru SLTA merupakan jumlah guru terbanyak, yaitu: 635
orang guru.
Gambar (i)

Jumlah penduduk suatu daerah sangat dipengaruhi oleh faktor kelahiran,


kematian

dan migrasi / perpindahan

penduduk. Pertumbuhannya selalu

cenderung positif, sehingga jika tidak diimbangi oleh sumber daya alam yang ada,
persebaran penduduk yang merata dan laju pertumbuhan yang terkendali maka
akan menimbulkan permasalahan baru. Dengan luas wilayah yang relatif tetap

23

maka pertambahan penduduk secara dinamis akan berdampak terhadap tingkat


kepadatan wilayah tempat tinggal penduduk. Jika tahun 2010 tingkat kepadatan
masih sekitar 4.410 orang/ km2, maka pada tahun 2013 meningkat menjadi 4607
orang/km2. Kepadatan penduduk terpusat di Kecamatan Guguk Panjang dengan
kepadatan 6.361 orang/km2, antara lain disebabkan karena banyaknya pusat
kegiatan ekonomi dan pusat pariwisata. Kemudian di Kecamatan Aur Birugo Tigo
Baleh dengan kepadatan 4.213 orang/km2. Kepadatan penduduk yang paling
jarang ada di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan yaitu 3.986 orang/km2.
Kelurahan terpadat penduduknya adalah Kelurahan Sapiran dengan kepadatan
12.556 orang/km2. Jika dilihat penyebaran penduduk per kecamatan di Kota
Bukittinggi, maka penyebaran berbanding lurus dengan luas wilayah, dimana
wilayah yang luas, maka penduduknya juga banyak. Kecamatan Mandiangin
Koto Selayan merupakan kecamatan dengan peanduduk terbanyak, dimana 40,98
persen penduduk Bukittinggi berdomisili di kecamatan tersebut. Sedangkan
persentase penduduk Kota Bukittinggi yang berdomisili di Kecamatan Guguk
Panjang dan Aur Birugo Tigo Baleh, masing- masingnya adalah 36,75 persen dan
22,27 persen. Untuk melihat distribusi usia dan jenis kelamin penduduk dalam
suatu daerah dapat digambarkan dengan suatu piramida penduduk.
Gambar (ii)

Piramida penduduk Kota Bukittinggi menunjukkan dasar piramida yang


luas dan tengah piramida menunjukkan stabilitas, yang berarti adanya angka
fertilitas penduduk yang cenderung stabil dan kurangnya angka kematian bayi.

24

Pada perempuan kelompok umur 15-19 tahun dan 20-24 tahun terlihat piramida
yang menjorok keluar. Hal ini disebabkan antara lain: dengan semakin banyaknya
berdiri

sekolah/perguruan

tinggi

yang

murid/mahasiswanya

cenderung

perempuan, banyak penduduk luar kota yang bersekolah dan tinggal di


Bukittinggi. Secara umum jumlah penduduk

perempuan lebih banyak

dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Hal ini dapat ditunjukkan oleh sex ratio
yang nilainya lebih kecil dari 100 yaitu: 93,87.
4.2 HASIL PENYELIDIKAN
Penyelidikan ini dilakukan dengan wawancara menggunakan lembar
penyelidikan terhadap 13 responden (penderita yang sakit) yang berada di Kota
Bukittinggi pada tahun 2016.
Responden dengan nama Jihan Talita beralamat di Pabelokan Pakan
Labuah dengan jenis kelamin perempuan berumur 3 tahun dengan gejala umum
yang dirasakan demam, pilek, batu, mencret kemudian timbul bintik-bintik merah
banyak pada tanggal 27 September 2016, tidak memiliki komplikasi terhadap
penyakit lain. Medapatkan pengobatan pertama kali pada tanggal 28 September
2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat Paracetamol. Pernah
mendapatkan imunisasi tetapi tidak pernah mendapatkan imunisasi maupun
suntikan campak (berdasarkan ingatan responden), Kondisi lingkungan rumah
yang padat penduduk dengan pekerjaan orang tua sebagai wiraswasta dan ibunya
sebagai ibu rumah tangga, kondisi rumah sempit dan penuh dengan barang-barang
rumah tangga.
Responden dengan nama Davis beralamat di Pabelokan Pakan Labuah
berumur 3 Tahun dengan gejala umum yang dirasakan demam panas, kemudian
timbul bintik-bintik merah pada tanggal 10 September 2016. Medapatkan
pengobatan pertama kali pada tanggal 12 September 2016 di Puskesmas Tigo
Baleh dengan pemberian obat vitamin A dan obat demam. Mendapatkan imunisasi
campak 1 kali, riwayat kontak dirumah dan tetangga rumah yang mengalami sakit
campak. Ia juga tidak menunjukkan keadaan kurang gizi. Kondisi lingkungan
rumah yang padat penduduk dengan pekerjaan orang Ibu sebagai Ibu rumah

25

tangga dan dan Ayah sebagai Wirawasta, kondisi rumah sempit dan penuh dengan
barang-barang rumah tangga
Responden dengan nama Lainan Azka beralamat di Pabelokan Pakan
Labuah berumur 9 bulan dengan gejala umum yang dirasakan demam panas,
batuk akut (infeksi pernapasan), pilek pada tanggal 30 September 2016, tidak
memiliki komplikasi terhadap penyakit lain. Medapatkan pengobatan pertama kali
pada tanggal 01 Oktober 2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat
Paracetamol, Flutamol. Tidak pernah imunisasi, riwayat kontak disekitar rumah
(tetangga Jihan). Kondisi lingkungan rumah yang padat, sempit.
Responden dengan nama Farel beralamat di Pabelokan Pakan Labuah
berumur 3 tahun dengan gejala umum yang dirasakan demam panas, batuk, pilek
pada tanggal 28 September 2016, tidak memiliki komplikasi terhadap penyakit
lain. Mendapatkan pengobatan pertama kali pada tanggal 29 September 2016 di
Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat obat demam, vitamin A. Belum
pernah mendapatkan imunisasi pada umur 2 tahun. Kondisi lingkungan rumah
yang sempit dan penuh dengan barang-barang rumah tangga.
Responden dengan nama Nabila Putri beralamat di Pabelokan Pakan
Labuah berumur 2 tahun dengan gejala umum yang dirasakan demam panas,
batuk, dan pilek pada tanggal 29 September 2016, tidak memiliki komplikasi
terhadap penyakit lain. Mendapatkan pengobatan pertama kali pada tanggal 30
September 2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat vitamin A, obat
paracetamol. Tidak pernah imunisasi
Responden dengan nama Nafisa (tetangga Jihan Talita) beralamat di
Pabelokan Pakan Labuah berumur 2 tahun tahun dengan gejala umum yang
dirasakan demam panas, batuk, mencret dan pilek pada tanggal 03 Oktober 2016,
tidak memiliki komplikasi terhadap penyakit lain. Medapatkan pengobatan
pertama kali pada tanggal 4 Oktober 2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan
pemberian obat vitamin A, obat demam dan obat mencret. Tidak pernah imunisasi.
Responden dengan nama Ikbal beralamat di Pabelokan Pakan Labuah
berumur 9 bulan dengan gejala umum yang dirasakan demam panas, batuk, pilek
pada tanggal 05 Oktober 2016. Medapatkan pengobatan pertama kali

pada

26

tanggal 06 Oktober 2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat


vitamin A, obat demam dan obat mencret.
Pernah imunisasi campak 1 kali. Kondisi lingkungan rumah yang padat penduduk
dengan pekerjaan orang tua sebagai penjahit, kondisi rumah sempit dan penuh
dengan barang-barang rumah tangga.
Responden dengan nama Rifani Alkiyah beralamat di Pabelokan Pakan
Labuah berumur 2 tahun dengan gejala umum yang dirasakan batuk dan pilek
pada tanggal 4 Oktober 2016, tidak memiliki komplikasi terhadap penyakit lain.
Medapatkan pengobatan pertama kali pada tanggal 5 Oktober 2016 di Puskesmas
Tigo Baleh dengan pemberian obat vitamin A, obat pilek dan obat batuk.Tidak
pernah imunisasi. Kondisi lingkungan rumah yang padat penduduk dengan
pekerjaan orang tua sebagai penjahit, kondisi rumah sempit dan penuh dengan
barang-barang rumah tangga.
Responden dengan nama Muhammad Hakim beralamat di Pabelokan
Pakan Labuah berumur 2 tahun dengan gejala umum yang dirasakan demam
panas, mencret dan pilek pada tanggal 04 Oktober 2016, tidak memiliki
komplikasi terhadap penyakit lain. Medapatkan pengobatan pertama kali pada
tanggal 5 Oktober 2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat vitamin
A, obat demam dan obat mencret. Tidak pernah imunisasi. Kondisi lingkungan
rumah yang padat penduduk dengan pekerjaan orang tua sebagai penjahit,kondisi
rumah sempit dan penuh dengan barang-barang rumah tangga.
Responden dengan nama Fahrul Zikri beralamat di Pabelokan Pakan
Labuh berumur 14 tahun dengan gejala umum yang dirasakan panas, batuk, pilek
pada tanggal 03 Oktober 2016. Tidak pernah mendapatkan imunisasi. Pernah
berkunjung kerumah teman yang sakit campak. Kondisi lingkungan rumah yang
padat sempit dan penuh dengan barang-barang rumah tangga.
Responden dengan nama Muhammad Luthfi Azzikri beralamat di
Pabelokan Pakan Labuah berumur 1,5 tahun dengan gejala umum yang dirasakan
demam panas, batuk,mata merah dan pilek pada tanggal 21 September 2016, tidak
memiliki komplikasi terhadap penyakit lain. Medapatkan pengobatan pertama kali
pada tanggal 22 September 2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat
demam dan obat batuk. Tidak pernah imunisasi. Kondisi lingkungan rumah yang

27

padat penduduk dengan pekerjaan orang tua sebagai ibu rumah tangga,kondisi
rumah sempit dan penuh dengan barang-barang rumah tangga.
Responden dengan nama Fitra Yunita beralamat di Pabelokan Pakan
Labuah berumur 2 tahun dengan gejala umum yang dirasakan demam panas,
batuk dan pilek pada tanggal 27 September 2016, tidak memiliki komplikasi
terhadap penyakit lain. Medapatkan pengobatan pertama kali pada tanggal 28
September 2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat demam dan
obat batu dan obat pilek. Tidak pernah imunisasi. Kondisi lingkungan rumah yang
padat penduduk dengan pekerjaan orang tua sebagai Ibu rumah tangga,kondisi
rumah sempit dan penuh dengan barang-barang rumah tangga.
Responden dengan nama Adiba Aura Zitri beralamat di Pabelokan Pakan
Labuah berumur 1 tahun dengan gejala umum yang dirasakan demam panas,
batuk dan pilek pada tanggal 26 September 2016, tidak memiliki komplikasi
terhadap penyakit lain. Medapatkan pengobatan pertama kali pada tanggal 27
September 2016 di Puskesmas Tigo Baleh dengan pemberian obat demam dan
obat batuk dan obat pilek. Tidak pernah imunisasi. Kondisi lingkungan rumah
yang padat penduduk dengan pekerjaan orang tua sebagai penjahit,kondisi rumah
tidak sempit dan tidak penuh dengan barang-barang rumah tangga.
4.2.1 Keterangan dari Responden mengenai Kejadian Campak
Daftar Nama reponden, Jenis Kelamin, Alamat, dan Umur
Identitas
Nama
Jihan Thalita
Dafis
Lainan Azka
Farel
Nabila Putri
Nafisa
Ikbal
Rifani Alkiyah
Muhammad Hakim
Fahrul Zikri
Muhammad Lutfi Azzikri
Fitra Yunita

JK

Alamat

Umur

P
L
L
L
P
P
L
P
L
L
L
P

Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan
Pabelokan

3 Tahun
3 Tahun
9 Bulan
3 Tahun
2 Tahun
2 Tahun
9 Bulan
2 Tahun
2 Tahun
14 Tahun
1.5 Tahun
2 tahun

28

Adiba Aura Zitri

Pabelokan

1 tahun

Sumber : Hasil Penyelidikan Kejadian Campak di Kota Bukittinggi taun 2016

Daftar Identitas penyakit reponden


No

Nama

identifikasi penyakit
tanggal timbul gejala
Komplikasi

1.
Davis

10 September 2016

Tidak ada

Muhammad Lutfi Azzikri

21 September 2016

Tidak ada

Jihan Thalita

26 September 2016

Tidak ada

Adiba Aura Zitri

26 September 2016

Tidak ada

Fitra Yunita

27 September 2016

Tidak ada

Farel

28 September 2016

Tidak ada

Nabila Putri

29 September 2016

Tidak ada

Lainan Azka

30 September 2016

Tidak ada

3 Oktober 2016
3 Oktober 2016
4 Oktober 2016
4 Oktober 2016
5 Oktober 2016

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak Ada

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Nafisa
Fahrur Zikri
Rifani Alkiyah
Muhammad Hakim
Ikbal

Sumber : Hasil Penyelidikan Kejadian Campak di Kota Bukittinggi tahun 2016

29

Daftar Riwayat Kontak, Alamat Rumah

no

Nama

Riwayat Kontak Ada Yang Tertular


Rumah

1.
Jihan thalita

Ada

Dafis

Ada

Lainan azka

Ada

Farel

Ada

Nabila putrid

Ada

Nafisa

Ada

Ikbal

Ada

Rifani alkiyah

Ada

Muhammad hakim

Ada

Fahrul Zikri

Ada

Muhammad Lutfi Azzikri

Ada

Fitra Yunita

Ada

Adiba Aura Zitri

Ada

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

30

4.2.2 Gambaran Kasus


4.2.3

Penyelidikan lapangan dilakukan dengan wawancara

menggunakan form penyelidikan terhadap 21 responden (prnderita yang


sakit) yang berada di wilayah Kota Bukittinggi pada tahun 2015.
4.2.4
4.2.5 Gambaran Kasus menurut Waktu, Orang, dan Tempat
4.2.6

Kasus

penyakit

campak

berdasarkan

laporam

C-1

menyatakan bahwa kasus campak bulan September Oktober 2016 di


Kota Bukittinggi. Gambaran kasus campak yang ada di Kota Bukittinggi
pada tahun 2016 menurut waktu dapat dilihat pada gambar berikut ini :
4.2.7
4.2.8

4.2.9

Gambar (iii)

Kurva Kasus Campak di Kota Bukittinggi tahun 2016


4.2.10
4.2.11

KASUS
7
6
5
KASUS

4
3
2
1
0
10 - 15 sep 16 - 20 sep 21 - 25 sep 26 - 30 sep

4.2.12

1 - 5 okt

Sumber : Hasil Penyelidikan Kejadian Campak di Kota Bukittinggi tahun 2016

31

4.2.13

Sedangkan pada gambar di bawah ini dapat kita lihat bahwa

sebagian besar penderita campak adalah perempuan (80%) sedangkan


kasus laki-laki sebanyak 20%.
4.2.14
4.2.15
4.2.16
4.2.17 Riwayat Kontak di Rumah dan Lingkungan
4.2.18 Riwayat kontak di rumah dan lingkungan responden
mengenai kejadian campak dapat dilihat pada tabel berikut ini:
4.2.19
Tabel (iv)
4.2.20
Distribusi Kasus menurut Riwayat Kontak di Rumah dan
4.2.21
4.2.22

Variabe

4.2.26

l
Riwaya

t Kontak di
4.2.34

Rumah
Riwaya

t Kontak di

Lingkungan mengenai
Campak di Kota Bukittinggi tahun 2016
4.2.23

Hasil

4.2.24

4.2.25

Ukur
4.2.27
Ada
4.2.31 Tidak Ada

4.2.28
4.2.32

0
2

4.2.29
4.2.33

0%
16%

4.2.35
Ada
4.2.39 Tidak Ada

4.2.36
4.2.40

7
4

4.2.37
4.2.41

54%
30%

Lingkungan
4.2.42
Sumber : Hasil Penyelidikan Kejadian Campak di Kota Bukittinggi taun 2016
4.2.43
Sebagian besar responden sebagian besar di
lingkungan rumah ada riwayat penyakit campak sebelumnya (54%)
sedangkan riwayat kontak di lingkungan rumah tidak ada kontak sebesar
30% sebagian besar tidak ada riwayat penyakit campak sebelumnya
(16%), tetapi hampir seimbang dengan yang ditemukan riwayat penyakit
campak sebelumnya disekitar rumah
4.2.44
4.2.45
4.2.46
4.2.47
4.2.48
4.2.49
4.2.50
4.2.51
4.2.52
4.2.53
4.2.54

32

4.2.55
4.2.56
4.2.57
4.2.58
4.2.59

BAB V
4.2.60

PEMBAHASAN
4.2.61

4.2.62

Berdasarkan hasil penyelidikan kejadian

campak yang dilakukan sejak tanggal 5-6 Oktober 2016,


jumlah kasus yang berhasil dilakukan penyelidikan adalah
sejumlah 13 kasus dengan tidak ditemukannya kematian
(CFR 0%)
4.2.63

Penyelidikan dilakukan berdasarkan data

yang diperoleh dari Laporan Kasus Campak dari Dinas


Kesehatan Kota Bukittinggi tahun 2016. Dari laporan kasus
yang diperoleh pada laporan tersebut terdapat 13 kasus
campak,

tetapi

selama

penyelidikan

hanya

diperoleh

responden sebanyak 13 orang.


4.2.64
Kelompokm umur untuk kasus campak
secara keseluruhan terbanyak terjadi pada kelompok umur
aktif. Hal ini dapat disebabkan karena pada kelompok ini
adalah kelompok dengan aktivitas yang banyak di luar
rumah dan sering bergaul dengan lingkungan. Dengan
demikian kelompok ini mempunyai faktor resiko yang tinggi
pula untuk tertular campak.
4.2.65
Penyelidikan kejadian campak di Kota
Bukittinggi tahun 2016 memberikan informasi bahwa
status gizi dan ztatus imunisasi penderita campak sudah
cukup baik. Walaupun demikian masih masih terdapat
responden yang tidak diimunisasi secara lengkap dengan
berbagai alasan. Sebagian besar penderita campak di Kota
Bukittinggi pada tahun 2016.
4.2.66
Sebagian besar responden sebagian besar di rumahnya tidak
ada riwayat penyakit campak sebelumnya (54%) sedangkan riwayat
kontak

di

lingkungan

khususnya

lingkungan

sekolah

responden

33

didapaatkan sebagian besar tidak ada riwayat penyakit campak


sebelumnya (30%), tetapi hampir seimbang dengan yang ditemukan
riwayat penyakit campak sebelumnya di sekitar rumah.
4.2.67
4.2.68
4.2.69
4.2.70
4.2.71
4.2.72
4.2.73
4.2.74
BAB VI
4.2.75 KESIMPULAN DAN SARAN
4.2.76
6.1

Kesimpulan
6.1.1
Terjadi penyakit campak

di Kota Bukittinggi

tahun 2016 selama 9 bulan pertama dan terdapat 13


kasus campak.
6.1.2
Penyebab penyakit ini adalah measles virus
6.1.3
Sebagian besar kasus adalah perempuan (54%) , umur yang
paling besar adalah kelompok umur 2 tahun 3 tahun (70%),
penderita campak berasal dari masyarakat di wilayah kerja
puskesmas Tigo Baleh(50%), dan sebagian besar ada dilakukan
imunisasi (20%) dan status gizinya baik (70%)
6.1.4
Sebagian besar kasus di rumahnya tidak ada riwayat
penyakit campak sebelumnya (54%) sedangkan riwayat kontak di
lingkungan khususnya lingkungan sekitar rumah responden
didapaatkan sebagian besar tidak ada riwayat penyakit campak
sebelumnya (52%), tetapi hampir seimbang dengan yang

6.2

ditemukan riwayat penyakit campak sebelumnya di sekitar rumah.


4.2.77
Saran
6.2.1
Kepada Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi
Pendidikan kesehatan masyarakat tentang

penyakit campak dan bahayanya.


Supaya lebih meningkatkan lagi penggalakan
upaya preventif seperti imunisasi dan upaya
peningkatan

gizi

di

masyarakat

perlu

34

dipertahankan untuk mengurangi resiko umur


6.2.2

rentan dan gizi kurang


Kepada Mayarakat
Upaya preventif seperti imunisasi lengkap dan
upaya peningkatan gizi keluarga (UPGK) perlu

dipertahankan bahkan terus ditiingkatkan


Pemanfaatan ventilasi dan jendela dengan baik
untuk mengurangi resiko terkena sakit campak
pada

anak

penghuni.
4.2.78
4.2.79
4.2.80
4.2.81
4.2.82
4.2.83
4.2.84
4.2.85
4.2.86
4.2.87
4.2.88
4.2.89
4.2.90
4.2.91
4.2.92
4.2.93
4.2.94
4.2.95
4.2.96
4.2.97

yang

tinggal

di

rumah

padat

35

4.2.98
4.2.99
4.2.100
4.2.101
4.2.102 DOKUMENTASI PRAKTEK SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
KELOMPOK 38

4.2.103

36

4.2.104

37

4.2.105

4.2.106
4.2.107
4.2.108

38

4.2.109

39

4.2.110

4.2.111
4.2.112

40

4.2.113
4.2.114
4.2.115
4.2.116

41

4.2.117

42

4.2.118

43

4.2.119

44

4.2.120

45

4.2.121

4.2.122
4.2.123
4.2.124

46

4.2.125

47

4.2.126

4.2.127
4.2.128
4.2.129

48

4.2.130

4.2.131

49

4.2.132

4.2.133

50

4.2.134

Anda mungkin juga menyukai