Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh:
Kelompok XXXI
Marhamah
PT/ 06691
Aida Ariani
PT/ 06722
PT/ 06741
PT/ 06747
PT/ 06782
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktikum Ilmu Pemuliaan Ternak disusun sebagai salah
satu syarat dalam mengikuti mata kuliah Ilmu Pemuliaan Ternak di
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Laporan Praktikum Ilmu Pemuliaan Ternak telah disahkan oleh
asisten pendamping pada tanggal
November 2016.
Disusun oleh:
Marhamah
Nama
NIM
PT/ 06691
Aida Ariani
PT/ 06722
PT/ 06741
PT/ 06747
PT/ 06782
Tanda Tangan
1.
2.
3.
4.
5.
Yogyakarta,
November 2016
Asisten Pendamping
(13/346196/PT/06432)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga atas limpahan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan
laporan Ilmu Pemuliaan Ternak semester ganjil. Penyusun mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
pembuatan laporan ini, diantaranya:
1. Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA. selaku dekan Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Ir. Sumadi, MS., Tety Hartatik, S.Pt., Ph.D., Dyah
Maharani, S.Pt., Ph.D., Prof. Dr. Ir. Jafendi Hasoloan Purba
Sidadolog, Galuh Adi Insani, S.Pt., M.Sc. selaku dosen pengampu
mata
kuliah
Ilmu
Pemuliaan
Ternak
Fakultas
Peternakan
November 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.........................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................vii
PENDAHULUAN..........................................................................................1
Latar Belakang..........................................................................................1
Tujuan Praktikum......................................................................................2
Manfaat Praktikum....................................................................................2
ACARA I. STANDARISASI..........................................................................3
Tinjauan Pustaka......................................................................................3
Materi dan Metode....................................................................................5
Hasil dan Pembahasan.............................................................................6
Kesimpulan...............................................................................................9
Daftar Pustaka........................................................................................10
ACARA II. HERITABILITAS.......................................................................11
Tinjauan Pustaka.....................................................................................11
Materi dan Metode..................................................................................13
Hasil dan Pembahasan...........................................................................15
Kesimpulan.............................................................................................17
Daftar Pustaka........................................................................................18
ACARA III. RIPITABILITAS.......................................................................19
Tinjauan Pustaka....................................................................................19
Materi dan Metode..................................................................................21
Hasil dan Pembahasan...........................................................................22
Kesimpulan.............................................................................................24
Daftar Pustaka........................................................................................25
ACARA IV. KORELASI GENETIK............................................................26
Tinjauan Pustaka....................................................................................26
Materi dan Metode..................................................................................28
Hasil dan Pembahasan...........................................................................30
Kesimpulan.............................................................................................32
Daftar Pustaka........................................................................................33
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Hasil Perhitungan Standarisasi....................................................6
Tabel 2.1 Hasil Perhitungan Heritabilitas...................................................15
Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Ripitabilitas....................................................22
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Korelasi Genetik............................................30
Tabel 5.1. Hasil perhitungan NP dengan data tunggal..............................41
Tabel 5.2. Hasil perhitungan NP dengan data berulang............................43
Tabel 6.1. Hasil perhitungan MPPA............................................................44
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Standarisasi.......................................................60
Lampiran 2. Perhitungan Heritabilitas........................................................61
Lampiran 3. Perhitungan Ripitabilitabilitas.................................................62
Lampiran 4. Perhitungan Korelasi Genetik................................................64
Lampiran 5. Perhitungan NP dan MPPA....................................................67
Lampiran 6. Perhitungan Respon Seleksi..................................................70
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak nenek moyang manusia dewasa ini telah menjinakan hewan
sebagai ternak. Posisi ternak pun diperhatikan menjadi hal yang perlukan
bagi keseharian manusia, baik sebagai ternak kerja, potong ataupun
kesayangan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani bagi
tubuh semakin meningkat seiring perbaikan sosial ekonomi masyarakat.
Hal ini menyebabkan permintaan bahan pangan yang berasal dari ternak
makin meningkat, sehingga menuntut peningkatan produksi di bidang
peternakan. Budaya manusia pun berkembang dan semakin maju. Ilmu
pemuliaan
ternak
muncul
sebagai
cabang
ilmu
yang
bertujuan
Tujuan Praktikum
Praktikum Ilmu Pemuliaan Ternak ini bertujuan agar setiap praktikan
dapat mengenal istilah, memahami dan melakukan perhitungan dalam macammacam kegiatan pemuliaan ternak, mulai dari standarisasi, heritabilitas,
ripitabilitas, korelasi genetik, nilai pemuliaan dan MPPA serta respon seleksi.
Praktikan juga diharapkan dapat mengaplikasikan dalam data yang diperoleh.
Manfaat Praktikum
Praktikum Ilmu Pemuliaan Ternak ini bermanfaat agar setiap praktikan
mampu mengenal istilah, memahami
ACARA I
STANDARISASI
TINJAUAN PUSTAKA
Fenotip pada seekor ternak ditentukan oleh faktor genetik dan non
genetik (lingkungan). Faktor genetik merupakan faktor yang mendapatkan
perhatian pemuliaan ternak, karena faktor genetik tersebut diwariskan dari
generasi tetua kepada anaknya. Selanjutnya, perlu diketahui sampai
sejauh mana fenotip seekor ternak dapat digunakan sebagai indikator
dalam menduga mutu genetik ternak. (Hardjosubroto, 1994 cit Hakim et
al., 2010).
Standarisasi digunakan untuk menyeragamkan data, sehingga
dapat mempermudah dalam analisis data yang diperoleh. Konstanta
standarisasi atau FK sendiri dapat bersifat perkalian (multiplikatif) dan
penarnbahan (aditif). Kedua macarn faktor secara efektif menyetarakan
rataan, akan tetapi FK perkalian merubah ragam dengan proporsi kuadrat
dari faktor, sebaliknya FK penambahan tidak merubah ragam. Sementara
itu, nilai FK sangat tergantung pada besarnya pengaruh lingkungan
internal atau fisiologis yang mempengaruhi performans produksi, tingkat
akurasi penaksiran, banyak data yang tersedia, serta kelengkapan
informasi pendukung lainnya (genetik dan lingkungan) (Anggraeni, 2003).
Standarisasi adalah sebuah metode dengan menggabungkan
angka rata-rata kategori spesifik ke dalam nilai KESIMPULAN tunggal
dengan mengambil rata-rata yang telah ditakar. Standarisasi menakar
angka rata-rata spesifik kategori dengan menggunakan hasil ukuran yang
berasal dari populasi standar. Standarisasi merupakan proses penakaran
dari angka rata-rata dari dua atau lebih kategori dengan susunan spesifik
dari populasi yang menjadi takaran atau perbandingan. Standarisasi
sebisa mungkin harus dilakukan guna mendapatkan data yang seragam
sehingga memudahkan didalam pengolahan data tersebut. Tujuan dari
standarisasi antara lain membuat data yang semula heterogen menjadi
4
BSterkoreksi
BSBL
100+ BL FKUI
umur
BSBL
rerata umur sapih+BL FKUI
umur
Keterangan:
BS100 = Berat sapih terkoreksi pada umur 100 hari
BS
BL
= Berat lahir
BSBL
x 100+ BL) FKUI
( Umur
Sapi h
disapih
berdasarkan
rerata
umur
sapih
dalam
populasi.
yang erat dengan bobot lahir, keduanya berkorelasi positif sehingga bobot
lahir dapat ditekankan dalam program seleksi tidak langsung, yaitu respon
seleksi bobot sapih berdasarkan bobot lahir (Prajoga, 2007).
Berat sapih merupakan indikator dari kemampuan induk untuk
menghasilkan susu dan kemampuan anak untuk mendapatkan air susu
dan tumbuh (Hardjosubroto, 1994). Subandriyo (1996) menyatakan bahwa
berat anak saat disapih dipengaruhi oleh tipe kelahirannya. Hal ini
dikarenakan terbatasnya produksi susu induk, sehingga apabila induk
mempunyai anak kembar maka jumlah susu yang terbatas tersebut harus
dibagi-bagi.
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap berat sapih, namun
pertumbuhan sebelum sapih lebih didominasi oleh faktor nutrisi yang
sepenuhnya berasal dari air susu induk. Hal ini berarti induk yang memiliki
produksi
susu
tinggi,
maka
anaknya
cenderung
akan
memiliki
pertumbuhan yang lebih baik. Produksi susu induk dipengaruhi oleh umur
dan pakan yang diberikan (Basuki et al., 1998).
Berat
sapih
adalah
berat
pada
saat
anakan
dipisahkan
pemeliharaannya dengan induknya. Penyapihan sapi di Indonesia ratarata dilakukan pada umur 10 bulan, sedagkan pada pedet rata-rata pada
umur 3 bulan. Standarisasi berat sapih pada sapi yang paling umum
adalah pada umur 205 hari, artinya pedet diasumsikan ditimbang pada
umur yang seragam, yaitu pada umur 205 hari. Sama halnya dengan
pedet, cempe paling umum disapih pada umur 100 hari, sehingga
diasumsikan ditimbang pada umur yang seragam yaitu 100 hari. Berat
terkoreksi dapat diartikan bahwa berat keseluruhan dibagi dengan jumlah
data real yang ada, sehingga nilainya lebih akurat (Hardjosubroto, 1994).
Data perhitungan yang diperoleh menunjukkan BS terkoreksi memiliki
nilai yang lebih kecil dibandingkan BS 100. Hal tersebut disebabkan BSterkoreksi
menggunakan data perhitungan yang sesuai dengan data yang dimiliki,
yaitu rata-rata dari keseluruhan data. Bobot lahir dan bobot sapih dikoreksi
terhadap jenis kelamin, umur induk dan tipe kelahiran. Berdasarkan
jumlah data yang cukup, faktor koreksi umur, jenis kelamin dan tipe
kelahiran dibuat dengan menggunakan data yang ada. Faktor koreksi
untuk tipe kelahiran dihitung dengan mengalikan bobot lahir cempe
dengan angka 1,15 untuk kelahiran kembar dan sistem pemeliharaan
kembar, 1,10 untuk kelahiran kembar dengan sistem pemeliharaan
tunggal dan 1,00 untuk kelahiran tunggal (Hardjosubroto, 1994).
Warwick et al. (1990) menyatakan bahwa korelasi genetik berat
lahir dan berat sapih domba ekor gemuk (DEG) yaitu +0,25 sampi +0,5.
Sumadi et al. (2014) menyatakan bahwa berat sapih rata-rata domba ekor
gemuk yaitu 9.801,61 kg. Perbedaan hasil perhitungan dapat disebabkan
oleh perbedaan bangsa ternak yang digunakan, jumlah populasi yang
tidak sama, dan kondisi lingkungan yang berbeda.
Berat sapih merypakan indikator dari kemampuan induk untuk
menghasilkan susu dan kemampuan anak untuk mendapatkan air susu
dan tumbuh (Hardjosubroto, 1994). Berat anakan saat disapih dipengaruhi
oleh tipe kelahirannya. Hal ini disebabkan terbatasnya produksi susu
induk, sehingga apabila induk melahirkan anak kembar maka produksinya
menjadi terbatas. Berat sapih dipengaruhi oleh banyak faktor, namun yang
paling dominan adalah faktor nutrisi yang sepenihnya berasal dari susu
induk. Produksi induk dipengaruhi oleh umur dan pakan yang diberikan
(Basuki et al., 1998). Faktor yang mempengaruhi hasil dari standarisasi
antara lain faktor koreksi, berat lahir, berat sapih, dan jumlah data yang
digunakan. Faktor koreksi yang dapat mempengaruhi antara lain umur
induk dan faktor koreksi jenis kelamin. Rerata berat sapih dalam populasi
dan umur penyapihan juga mempengaruhi hasil dari standarisasi
(Hardjosubroto, 1994).
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa bobot sapih anak jantan lebih berat dibandingkan dengan yang
betina. Standarisasi dilakukan untuk menghomogenkan data, sehingga
mengurangi eror percobaan. Perbedaan hasil perhitungan dipengaruhi
oleh perbedaan data yang diambil dan banyaknya populasi yang
digunakan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, A. 2003. Keragaman produksi susu sapi perah: kajian pada
faktor koreksi pengaruh lingkungan internal. Vol. 13 (1): 1-9.
Basuki, P., N. Ngadiyono dan G. Murdjito. 1998. Dasar ilmu potong dan
kerja. Laboratorium Ternak Potong dan Kerja. Fakultas Peternakan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Hakim, L., G. Ciptadi, dan V.M.A Nurgiartiningsih. 2010. Model recording
data performans sapi potong lokal di Indonesia. Vol. 11 (2): 61-73.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan PT
Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Kusumo, C. 2004. Estimasi heritabilitas domba ekor gemuk di Balai
Pembibitan Ternak Grahan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Noor, R. R. 2000. Genetika Ternak. Cetakan II. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Prajoga, S. B. K. 2007. Pengaruh Silang Dalam pada Estimasi Respon
Seleksi Bobot Sapih Kambing Peranakan Ettawa (PE) dalam
Populasi Terbatas. Universitas Padjajaran. Bandung.
Rothman, S. S. 2002. Lessons from the living cell: the culture of science
and thelimits of reductionism. New York: McGraw-Hill.
Subandriyo. 1996. Ettawa grade goat production of west java. Balai
Penelitian Ternak Pusat dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Sumadi., Muflikhun., I. G. S. Budisatria. 2014. Estimasi korelasi genetik
berat lahir dan berat sapih pada Domba Ekor Gemuk di UPT-HMT
Garahan, Jember, Jawa Timur. Buletin Peternakan Vol. 38(2): 65-70
Warwick, E. J, J. Maria Astuti dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan
Ternak . Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
11
ACARA II
HERITABILITAS
TINJAUAN PUSTAKA
Heritabilitas
merupakan
angka
keturunan
yang
menunjukan
penampilan
antara
anak-anak
dengan
tetuanya.
Nilai
12
13
Induk (j)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Keterangan:
S
= jumlah pejantan
=4
= total induk
= 12
n..
= total keturunan
= 36
nij
=3
ni
=9
14
Yij
9,04
9,26
9,38
9,41
9,46
9,43
9,29
9,28
9,34
9,31
9,42
9,23
Yi
27,68
28,30
27,91
27,96
Yijk2
27,24
28,39
29,39
29,52
29,84
29,65
28,77
28,71
29,08
28,89
29,58
28,39
=3
k3
=9
Data tersebut lalu dihitung faktor koreksi (FK), Sum of Square (SSS, SSD,
SSE), Mean of Square (MS S, MSD, MSE) dan dibuat tabel ANOVA,
kemudian dihitung heritabilitasnya.
15
penampilan
keturunan
yang
diuji
secara
multilokasi.
17
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
nilai heritabilitas saudara kandung dengan analisis variansi pola tersarang
dari pejantan sebesar 0,440,0047; dari induk 0,750,0282; dan dari induk
dalam pejantan sebesar 0,590,8 dipengaruhi oleh faktor genotip sebesar
59% dan faktor lingkungan 41%. Faktor yang mempengaruhi nilai
heritabilitas antara lain keragaman populasi, sampel genotip yang
dievaluasi,
metode
perhitungan,
keluasan
evaluasi
18
genotip,
DAFTAR PUSTAKA
Kurnianto, E. 2009. Pemuliaan Ternak. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Noor, R. 1996. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rachmadi, M.. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif.
Universitas Padjajaran. Bandung.
Sumadi, J. Prajayastanda, dan N. Ngadiyono. 2014. Estimasi heritabilitas
sifat pertumbuhan Domba Ekor Gemuk di Unit Pelaksana Teknis
Pembibitan Ternak Hijauan Makanan Ternak Garahan. Fakultas
Peternakan UGM. Yogyakarta.
Soeroso, Y. Duma, dan S. Mozin. Nilai heritabilitas dan korelasi genetik
sifat pertumbuhan dari silangan Ayam Lokal dengan Ayam
Bangkok. Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. Sulawesi
Tengah.
Warwick, E. J. 1995. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
19
ACARA III
RIPITABILITAS
TINJAUAN PUSTAKA
Ripitabilitas adalah konsep yang erat hubungannya dengan
heritabilitas dan berguna untuk sifat-sifat yang muncul beberapa kali
dalam hidupnya seperti produksi susu, jumlah anak sepelahiran, atau
berat anak saat disapih. Ripitabilitas merupakan bagian dari ragam
total suatu populasi yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan antar
individu yang bersifat permanen. Ripitabilitas meliputi semua pengaruh
genetik ditambah pengaruh lingkungan yang permanen. Pengaruh
lingkungan yang permanen adalah semua pengaruh yang bukan
bersifat genetik, tetapi mempengaruhi produktifitas seekor hewan
selama hidupnya. Pengaruh-pengaruh seperti penyakit atau kurang
gizi pada awal pertumbuhan, pengaruh dalam kandungan, terutama
keadaan gizi yang
sifat-sifat
pertumbuhan
diestimasi
dengan
20
tiap
individu.
Ripitabilitas
yang
digunakan
dalam
21
yaitu data
2g + 2ep
2p
Keterangan : r
= Angka pengulangan
2g = Ragam genetik
2ep
p = Ragam fenotip
22
merupakan
korelasi
fenotip
antara
performans
N
10
Hasil
0,020,33
24
KESIMPULAN
Ripitabilitas atau angka pengulangan merupakan sifat yang muncul
berkali-kali selama hidupnya seperti produksi susu, produksi telur, dan
berat sapih anak. Hasil yang didapatkan dari perhitungan estimasi nilai
ripitabilitas sifat kuantitatif berdasarkan metode korelasi antar kelas
sebesar 2% dipengaruhi oleh ragam genetik dan ragam lingkungan
permanen, dan 98% dipengaruhi oleh ragam lingkungan temporer. Angka
ripitabilitas sebesar 2% atau 0,02 termasuk dalam kategori ripitabilitas
rendah artinya kemampuan pengulangan sifatnya kecil.
25
DAFTAR PUSTAKA
Beyleto, V. Y, Sumadi, dan Hartatik, T. 2010. Estimasi parameter genetik
sifat pertumbuhan Kambing Boerawa di Kabupaten Tanggamus
Propinsi Lampung. Buletin Peternakan Vol. 32(3).
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakkan Ternak di Lapangan.
Gramedia Pustaka. Jakarta.
Noor, R. R. 2008. Genetika Ternak. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Sulastri, Sumadi, Hartatik, T., dan Ngadiyono N. 2012. Estimasi parameter
genetik dan kemampuan berproduksi performans pertumbuhan
Kambing Rambon. Jurnal AgriSains Vol 3(5).
Warwick, E.J., M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
26
ACARA IV
KORELASI GENETIK
TINJAUAN PUSTAKA
Korelasi Genetik
Korelasi adalah hubungan dua variabel atau dua parameter yang
diketahui pada pembahasan tentang sifat kuantitatif. Pembahasan korelasi
genetik berkaitan dengan hubungan antar satu sifat lain genetik, nilai
koefisien korelasi mempunyai nilai -1 sampai 1 (Kurnianto, 2009). Korelasi
genetik adalah korelasi dari pengaruh genetik aditif atau nilai pemuliaan
antar kedua sifat itu. Korelasi dapat dikatakan ada jika gen-gen yang
mempengaruhi sifat pertama juga mempengaruhi sifat kedua (Noor,
1996). Korelasi lingkungan termasuk pengaruh lingkungan dan pengaruh
genetik yang bukan aditif. Sifat-sifat korelasi genetik biasanya digunakan
untuk memperkirakan besarnya perubahan-perubahan dalam generasi
berikutnya apabila digunakan sebagai kriteria seleksi (Warwick et al.,
1995).
Korelasi genetik terjadi apabila gen yang sama mempengaruhi
ekspresi dari dua sifat atau lebih. Kelemahan korelasi yaitu data harus
besar untuk mendapatkan taksiran yang cukup tepat. Parameter genetik
yang perlu diketahui adalah nilai heritabilitas dan korelasi genetik pada
sifat-sifat produksi yang memiliki nilai ekonomis penting (Warwick et al.,
1995). Korelasi genetik dapat dimanfaatkan untuk menentukan sifat
produksi lain yang dapat dijadikan kriteria seleksi apabila sifat pertama
yang dipilih sebagai kriteria seleksi terlalu sulit atau terlalu mahal untuk
dilakukan (Martojo,1992).
Marmono (2005) mengatakan bahwa metode perhitungan korelasi
genetik adalah metode satu arah (one way layout) dan metode rancang
tersarang. Metode tersarang (nested design) adalah metode dimana
setiap pejantan dikawinkan dengan beberapa ekor anak, masing-masing
betina menghasilkan beberapa ekor anak. Falconer (1996) mengatakan
27
28
Induk (j)
307
1
0705,03
0801,01
2
0808,01
0873,03
3
0879,03
29
Anak
Bobot sapih(Y)
7,67
7,86
7,67
8,31
8,53
8,51
9,39
9,39
9,58
9,36
9,39
9,51
8,61
8,58
8,51
8,72
8,62
XY
0884,03
4
0840,02
2,50
2,80
2,90
2,85
2,80
2,90
3,00
8,89
10,15
12,23
12,19
11,25
11,28
11,20
30
seleksi
terlalu
sulit
atau
(Martojo,1992).
32
terlalu
mahal
untuk
dilakukan
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan korelasi genetik pada
domba ekor gemuk adalah 0,67. Nilai korelasi genetik tersebut termasuk
dalam kategori tinggi. Faktor yang mempengaruhi korelasi genetik faktor
genetik dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Falconer, D.S. dan T.F.C.Mackay.1996. Introduction to Quantitative
Genetics.
Kurnianto, E. 2009. Pemuliaan Ternak. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Marmono, E. A. 2005. Rancangan Percobaan. Universitas Jendral
Soedirman. Universitas Dipenogoro. Semarang.
Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Depatemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian
Bogor.
Muslimin, I. Agus, S. dan Syaiful, I. Parameter genetik pada uji klon jati
(tectona grandis l.f ) umur 5,5 tahun di Sumatra Selatan. Balai
Penelitian Kehutanan Palembang.
Noor, R. R. 2008. Genetika Ternak. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Warwick, E.J., M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
33
ACARA V
NILAI PEMULIAAN DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY
TINJAUAN PUSTAKA
Nilai Pemuliaan
Ukuran mutu genetik ternak yang dipergunakan sebagai pegangan
dalam melakukan seleksi, salah satunya adalah nilai pemuliaan (breeding
value) ternak yang bersangkutan. Nilai pemuliaan adalah penilaian dari
mutu genetik ternak untuk suatu sifat tertentu, yang diberikan secara
relatif atas dasar kedudukannya di dalam populasinya (Hardjosubroto,
1994). Nilai pemuliaan merupakan estimasi terhadap kemampuan individu
untuk menurunkan sifat tertentu (umumnya sifat unggul yang dipilih)
berdasarkan
satu
atau
lebih
pengukuran
terhadap
performans,
menggunakan nilai fenotip (sifat yang tampak) dari individu tersebut atau
dari sejumlah kerabatnya (Saunders, 2007). Rumus breeding value
diestimasi sesuai petunjuk Hardjosubroto (1994) menyatakan
bahwa
NP
nh
P )
( P
+ P
1+ ( n1 ) r
Keterangan
NP
= nilai pemuliaan
H2
sedangkan untuk estimasi breeding value calon pejantan dan calon induk
adalah sebagai berikut.
34
NP
= h2 + (P- P ) +
saudaranya.
Penggunaan
petunjuk-petunjuk
tersebut
dapat
diperkirakan sebagai true breeding value dari setiap ternak dan kemudian
ternak-ternak tersebut dapat diranking menurut Estimated Breeding value
(EBV). (Nicholas, 1987).
Most Probable Producing Ability
Warwick et al., (1990) menyatakan bahwa most probable producing
ability merupakan kemampuan bereproduksi secara riil. hal ini sesua
dengan
pendapat
menyatakan
yang
dikemukakan
oleh
Hardjosubroto
(1994)
35
relatif
dan
hanya
berlaku
untuk
peternakan
setempat.
Penggunaan nilai MPPA sebagai alat untuk menilai seekor ternak secara
umum sering digunakan pada ternak sapi perah. Hardjosubroto (1994)
menyatakan bahwa estimasi nilai MPPA menggunakan rumus sebagai
berikut.
MPPA =
nr
( P P )
+
1+ ( n1 ) r
Keterangan
MPPA = Most Probable Producing Ability
r
nilai
MPPA produksi
susu
36
yang
tinggi
diprediksi
akan
MPPA
atau
ERPA.
Perbedaannya
37
adalah
nilai
ERPA
38
Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum ilmu pemuliaan ternak
adalah kalkulator scientific dan alat tulis.
Bahan. Bahan yang digunakan untuk estimasi nilai pemuliaan dan
mppa berupa data populasi ternak yang berbeda.
Nilai Pemuliaan. Bahan yang digunakan pada praktikum ilmu pemuliaan
ternak perhitungan nilai pemuliaan tunggal adalah data berat sapih calon
indukan dan calon pejantan yang sudah terkoreksi. Bahan yang
digunakan pada praktikum ilmu pemuliaan ternak perhitungan nilai
pemuliaan berulang adalah data berat sapih terkoreksi dari empat
keluarga, setiap keluarga terdiri dari 4 domba betina hasil keturunan
setiap satu pejantan.
MPPA. Bahan yang digunakan pada praktikum ilmu pemuliaan ternak
perhitungan MPPA adalah data bobot sapih keturunan 1, 2 dan 3 dari
sekelompok Domba Ekor Gemuk yang sudah terkoreksi.
Metode
Nilai Pemuliaan. Dilakukan perhitungan estimasi nilai pemuliaan
ternak. Breeding value diestimasi menggunakan rumus sebagai berikut:
NP00
n h2
P )
( P
+ P
1+ ( n1 ) r
Keterangan
NP
= nilai pemuliaan
H2
39
= jumlah data
nr
( P P )
+
1+ ( n1 ) r
Keterangan
MPPA = Most Probable Producing Ability
r
40
NP
10.88
10.71
10.79
10.60
10.50
10.61
11.25
11.03
10.81
11.18
11.26
10.43
41
013
11.10
014
10.55
015
10.32
Berdasarkan perhitungan diperoleh rata-rata bobot sapih dalam
populasi yaitu 10.802 dengan breeding value yang berada di atas nilai
rata-rata bobot sapih populasi sebanyak 5 dari 15 data (33.33%) yaitu
data nomor ear tag ke 001, 009, 0010, 0011 dan ke 013, sedangkan 10
data lainnya memiliki
42
(2000)
43
44
memiliki daya produksi yang tinggi akan mempunyai peringkat MPPA yang
tinggi dibandingkan dengan rataan populasi. Radke (2000) menyatakan
pengeluaran ternak yang sudah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan
bibit (afkir atau culling), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut,
untuk bibit rumpun murni, 50% sapi bibit jantan peringkat terendah saat
seleksi pertama (umur sapih terkoreksi) dikeluarkan dengan di kastrasi
dan 40%nya dijual ke luar kawasan. Individu betina yang tidak memenuhi
persyaratan sebagai bibit (10%) dikeluarkan sebagai ternak afkir (culling).
Faktor yang mempengaruhi MPPA menurut Noor (2008) adalah diduga
dipengaruhi oleh faktor genetik, induk yang berbeda, dan umur sapih.
Bobot sapih dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bangsa,
jenis kelamin, umur sapih, umur induk, bobot induk, dan bobot lahir.
45
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data nilai pemuliaan tunggal
bobot sapih diperoleh rata-rata bobot sapih populasi adalah 10,802 dan
ternak yang memiliki breeding value diatas rerata populasi sebesar
33,33%. Data nilai pemuliaan berulang rerata bobot sapih populai sebesar
10,35
sebesar 50%. Data Most Probable Producing Ability untuk rerata bobot
sapih populasi sebesar 2,11 dan ternak yang memiliki nilai MPPA di atas
rerata
bobot
sapih
populasi
sebesar
25%.
Faktor-faktor
yang
46
DAFTAR PUSTAKA
Anneke Anggraeni, Kusuma Diwyant, Lisa Praharani, Akhmad Saleh dan
Chalid Talib. 2000. Evaluasi mutu genetik sapi perah induk
friesholland di daerah sentra produksi susu. Balai
Penelitian
Ternak P.O. Box 221. Bogor
Becker, W. A. 1992. Manual of Quantitative Genetics. Academic
Enterprises. Washington
Falconer, R. D. and T. F. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative
Genetiks. 4th ed. Department of Genetiks. North Canada State
University. Prince George.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan.
Grasindo. Jakarta.
Komala, I. Arifiantini, C.Sumantri1, L.I.T.A Tumbelaka. 2015. the effect of
milk production based on mppa grade with reproductive
performance. IPB Dramaga Bogor.Jurnal Ilmu Produksi dan
Teknologi Hasil Peternakan Vol. 03 No. 1, Januari 2015 Hlm: 33-39
Radke, Brian R. 2000. Profitable Culling and Replacement Strategies.
Alberta Agriculture, Canada.
Nicholas, F.W., 1987 . Veterinary Genetics . Clarendon Press . Oxford .
Noor, R.R. 2008. Genetika Ternak. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya,
Jakarta
Saunders. 2007. Comprehensive Veterinary Dictionary 3 rd ed. Elsevier,
United States.
Vijay Kumar and Chakravarty. 2014. Breeding value estimation on
selection trait of murrah buffalo. department of animal genetics and
breeding pt. deen dayal upadhyaya pashu chikitsa vigyan
vishwavidyalaya evam go anusandhan sansthan mathura. Uttar
Pradesh. India
Warwick, E. J, J. M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
47
ACARA VI
RESPON SELEKSI
TINJAUAN PUSTAKA
Hardjosubroto (1994) menyatakan seleksi adalah suatu tindakan
untuk memilih ternak yang dianggap mempunyai mutu genetik baik untuk
dikembangbiakkan lebih lanjut serta memilih ternak yang dianggap kurang
baik untuk disingkirkan dan tidak dikembangbiakkan lebih lanjut. Tindakan
pemulia untuk menentukan ternak ternak mana yang boleh bereproduksi
dan menghasilkan generasi selanjutnya dikatakan sebagai seleksi buatan,
di samping seleksi buatan, secara simultan sebenarnya juga bekerja
seleksi alam, yaitu seleksi yang bekerja akibat pengaruh kekuatankekuatan alam untuk menentukan ternak-ternak mana yang akan dapat
bereproduksi selanjutnya. Seleksi alam didasarkan kepada daya adaptasi
ternak terhadap pengaruh lingkungan dan pada umumnya mengakibatkan
perubahan yang sangat lambat. Seleksi buatan dilakukan pemulia
berdasarkan keunggulan yang dimiliki ternak sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan manusia/pasar. Hal ini dilakukan untuk mempercepat
perubahan mutu genetik ternak.
Fungsi seleksi adalah mengubah frekuensi gen, dimana frekuensi
gen-gen yang diinginkan akan meningkat sedangkan frekuensi gengen
yang tidak diinginkan akan menurun. Perubahan frekuensi gen-gen ini
tentunya akan mengakibatkan rataan fenotipe dari populasi terseleksi
akan lebih baik dibandingkan dari rataan fenotipe populasi sebelumnya.
Perbedaan antara rataan performans dari ternak yang terseleksi dengan
rataan performans populasi sebelum diadakannya seleksi disebut sebagai
diferensial seleksi, yang dinyatakan dengan rumus (Hardjosubroto,1994).
Respon seleksi adalah perubahan nilai rata-rata fenotipe dari
generasi berikutnya, sebagai akibat dari adanya seleksi terhadap
populasi. Respon seleksi (R) juga merupakan kenaikan mutu genetic
ternak, sehingga sering pula dinyatakan dengan simbol G, yang
48
langsung
(direct
selection)
adalah
seleksi
untuk
49
= intensitas seleksi=S/p
tersebut
seleksi
tidak
langsung
dapat
dilakukan
dengan
50
RY
CRY(1-2)
i.h2.p
L
i.h1.h2.rG(1-2). p(2)
L
Keterangan
RY
CRY(1-2)
= Intensitas seleksi
h2
= Heritabilitas
h1 dan h2
rG(1-2)
p(2)
= Interval generasi
51
i.h2.p
=
I
= intensitas seleksi=S/p
i.h2.p
L
CRY(1-2)
i.h1.h2.rG(1-2). p(2)
52
L
Keterangan
RY
CRY(1-2)
= Intensitas seleksi
h2
= Heritabilitas
h1 dan h2
rG(1-2)
p(2)
= Interval generasi
53
seleksi
atau
kemajuan
genetik
akibat
seleksi
seleksi
adalah
membakukan
prosedur
pengelolaan
jika
memungkinkan,
melakukan
54
pengukuran
berulang
tersebut
seleksi
tidak
langsung
dapat
dilakukan
dengan
55
56
KESIMPULAN
Nilai respon seleksi langsung adalah sebesar 0.08, sedangkan nilai
respon seleksi tidak langsung adalah sebesar 0.03. Beberapa faktor yang
mempengaruhi seleksi, yaitu lama pemeliharaan pejantan dan induk
dalam breeding, intensitas seleksi, struktur genetik dalam populasi, dan
lingkungan tempat seleksi
57
DAFTAR PUSTAKA
Alnita B, Ahmad GM, Lumatauw S. 2009. seleksi berat badan sapi bali
umur satu tahun dengan menggunakan progam simulasi gen up. J
Livest Sci. 4:83-92.
Bourdon, R. M. 1997. Understanding Animal Breeding. Prentice-Hall, Inc.
New Jersey
Daniel, L. H. 1980. Population Genetic. Perdu University. Sinauer
Associates, Inc. Sunderland, Massachusetts
Duma, Y dan M. Tanari. 2008. potensi respon seleksi sifat pertumbuhan
sapi brahman cross di ladang ternak bila river ranch
SulawesiSelatan.Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong.
Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako.
Falconer, R. D. and T. F. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative
Genetics. 4th ed. Department of Genetics. North Canada State
University. Prince George.
Hardjosubroto,
W. 1994. Aplikasi
Lapangan.Grasindo. Jakarta.
Pemuliabiakan
Ternak
di
58
PENUTUP
Kritik
Pada praktikum yang telah dilakukan, timbul adanya kritikan,
diantaranya terkait kelengkapan praktikum yang sering tidak dibawa
praktikan, seperti kalkulator.
Saran
Praktikan
yang
tidak
membawa
kalkulator
59
bisa
meminjam
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Standarisasi
1. BS100
BSterkoreksi
2. BS100
BSterkoreksi
3. BS100
BSterkoreksi
4. BS100
BSterkoreksi
5. BS100
BSterkoreksi
6. BS100
BSterkoreksi
7. BS100
BSterkoreksi
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
[
6,303,11
100+ 3,11 1,21
94
6,303,11
94+3,11 1,21
94
5,812,92
100+2,92 1,21
99
5,812,92
94+ 2,92 1,21
99
5,132,36
100+ 2,36 1,21
92
5,132,36
94+2,36 1,21
92
5,412,71
100+2,71 1,21
106
5,412,71
94+ 2,71 1,21
106
4,402,40
100+2,40 1,21
90
4,402,40
94+ 2,40 1,21
90
]
]
]
]
= 7,94
= 7,70
= 7,06
= 6,85
= 6,50
= 6,28
= 6,36
= 6,17
= 5,60
= 5,43
6,713,30
100+3,30 1,21
89
= 8,62
6,713,30
94 +3,30 1,21
89
= 8,35
5,292,50
100+2,50 1,21
96
= 6,54
5,292,50
94 +2,50 1,21
96
= 6,33
60
8. BS100
BSterkoreksi
9. BS100
BSterkoreksi
10. BS100
BSterkoreksi
=
=
=
=
=
=
[
[
[
[
[
[
6,512,83
100+2,63 1,21
94
6,512,83
98+ 2,83 1,21
94
]
]
]
]
= 8,16
= 7,88
5,753,07
100+ 3,07 1,21
98
= 7,02
5,753,07
94+3,07 1,21
98
= 6,82
4,592,26
100+2,26 1,21
86
= 6,01
4,592,26
94+ 2,26 1,21
86
= 5,81
61
= (3,00+3,07+...+3,10)2/36
= 304,21
SSS
= (27,682+28,302+27,912+27,962)/4 - (FK)
= 304,23 304,21 = 0,02
SSD
= (9,042+9,262+...+9,232)/3 3.133,85/4
= 304,26 304,23= 0,03
Df
S-1=3
SS
0,02
MS
0,00667
EMS
w+K2D+Ks
D-S=8
0,03
0,00375
w+ K1D
n-D=24
0,04
0,0025
= w
= 0,00667
SE (w)
2 (
w )2
dfw+2
= 0,006049
MSD
= w + K1D
= 0,00375
SE (D)
2 ( w ) 2 (MSD) 2
2
x
x
dfw+2
dfD +2 ( k 2 ) 2
= 0,006049
MSS
= w + K2D+ K3D
= 0,0025
SE (s)
2 ( s ) 2 (MSD) 2
2
x
x
dfs+ 2
dfD+2 ( k 2 ) 2
62
= 0,0005064
63
= 10
= 47,54
x2
=236,59
= 48,04
y2
=236,49
xy
= catatan produksi = 2
= x2 - (( x)2 / N)
= 236,59 - ((47,54)2 / 10)
= 236,59 (2260,05 / 10)
= 10,58
Ssy
= y2 - (( y)2 / N)
= 236,49 ((48,04)2 / 10)
= 236,49 (2307,84 / 10)
= 236,49 230,78
= 5,71
Spxy = xy - (( x . y) / N)
= 228,54 ((47,54 . 48,04) / 10)
= 228,54 (2283,82 /10)
= 228,54 228,38
= 0,16
x2
= SSx / (N 1)
= 10,58 / (10 1)
= 10,58 / 9
= 1,18
y2
= SSx / (N 1)
64
= 5,71 / (10 1)
= 5,71 / 9
= 0,63
3. Hitunglah r (Ripitabilitas )
r=
SPxy
(SSx)(SSy)
0,16
(10,58)(5,71)
0,16
60,41
0,16
7,77
= 0,02
S . E (r )=
2 ( 0,0064 ) (1,04)
18
0,01
18
2 ( 1r ) (1+ ( k 1 ) r)
k ( k 1 ) (N1)
2 ( 0,008 ) (1,02)
2 ( 1 ) (9)
= 0,02
65
= 59,8
Y..
= 225,4
(Xi..2)
= 904,07
(Yi..2)
= 12924,54
(Xij.2)
= 452,05
(Yij.2)
= 6465,08
(Xijk2)
= 150,75
(Yijk2)
= 2157,99
= 1700,57
(Xijk) (Yijk)
= 566,94
FK(x)
( X ..)2
n..
(59,8)2
24
SSS(x) =
i ( Xi ..)
FK =
.
= 149
904,08
149
= 1,68
6
( Xij . )2 i( Xi ..)2
i
j
SSD(x) =
nij
.
SSW(x) =
i j k (Xijk )2 i j
MSS(x) =
SS S (x)
df s
452,06 904,08
3
6
( Xij . )2
nij
1,68
3
= 0,56
MSD(x) =
SS D (x )
df D
0,01
4
= 0,0025
MSW(x) =
SSW (x)
df W
0,07
16
= 0,0044
Ragam (2)
2W(x) = MSW(x)
= 0,0044
66
150,76
= 0,01
452,06
3
= 0,07
MS D ( x ) MS W ( x )
k1
2D(x)
2S(x)
MS
2
[ S ( x )( W ( x ) +k 2 . D ( x ))]
=
k3
0,00250,0044
3
= - 0,0006
0,56(0,0044 +3.0,0006)
6
2
= 0,093
2
(Y ..)
n ..
SSs(y)
i(Yi ..)
FK
.
SSD(y)
SSW(y)
( Yij . )2
= i j k ( Yijk ) i j nij
FK(y)
225,4
24
= 2116,88
12924,54
2116,88
6
2,96
MSS(y)
SS S ( y )
df S
37,21
3
MSD(y)
SS D ( y)
df D
0,94
4
SSW ( y)
df W
2,963
16
MSW(y)
= 12,4
= 0,24
= 0,19
Ragam (2)
2W(y) = MSW(y) = 0,19
67
= 37,21
6465,08 12924,54
3
6
2157,99
= 0,94
6465,08
3
MS D ( y )MS W ( y )
k1
0,230,19
3
2D(y)
2S(y)
MS
2
[ S ( y ) ( W ( y ) + k 2 . D ( y ))]
=
k3
= 0,02
12,37(0,19+3.0,02)
6
2,03
1. Tentukan sum of cross product (SCP)
FK
( X .. ) (Y ..)
n ..
SCPS
i ( Xi .. ) (Yi ..)
.
nij
.
i j k ( Xijk ) ( Yijk )
SCPD
59,8.225,4
24
FK =
= 561,62
3401,1
561,62
= 5,23
6
1700,59 3401,1
3
6
0,01
SCPW
566,94
1700,59
3
i j ( Xij . ) (Yij . )
=
nij
= 0.08
SCP S
df S
MCPD
SCP D
df D
0,01
4
= 0,0025
MCPW
SCP W
df W
0,08
16
= 0,005
5,23
3
= 1,74
Peragam (Cov)
CovW
= MCPW = 0,005
68
CovD
=(
(MCP)D ( MCP )W
/k 1
MCP
Cov
( W + k 2 . Cov D )
=
= (1,74-(0,005+3. -0,00083))/6
s
CovS
0,29
3. Korelasi Genetik
4.Cov S
rG =
2
S
2
S
( x ) .4 ( y )
4.0,29
4.0,093 .4 .2,03
69
= 0,67
NP001 = h2 + (P001- P ) +
H2
= 0,72
= Rerata Berat Badan Populasi
=10,79
1. NP001 = h2 + (P001- P ) +
P
)+
3. NP003 = h2 + (P003- P ) +
P
)+
5. NP005 = h2 + (P005- P ) +
= 10,8
2. NP002 = h2 + (P002= 10,73
= 10,87
4. NP004 = h2 + (P004= 10,22
= 10,4
6. NP006 = h2 + (P005
P
) +
= 10,63
7. NP007 = h2 + (P007- p ) +
= 10,95
8. NP008 = h2 + (P008- P ) +
= 11,26
9. NP009 = h2 + (P009- P ) +
= d10,67
70
P
)+
= 11,51
P
)+
= 10,51
= 10,29
Nilai Pemuliaan Berulang
2
NP001 =
nh
P )
( P
1+ ( n1 ) r
NP
= Nilai Pemuliaan
= jumlah anak
H2
= 0,72
= 0,24
=4
= 10,24
= 10,4
= 10,62
=10,34
71
NP001
n h2
P )
( P
= +
1+ ( n1 ) r
4 x 0,72
1+ ( 41 ) 0,24
(10,24-10,4)+10,4
= 10,13
NP002
n h2
P )
( P
+
1+ ( n1 ) r
4 x 0,72
1+ ( 41 ) 0,24
(10,4-10,4)+10,4
= 10,4
NP003
n h2
P )
( P
+
1+ ( n1 ) r
4 x 0,722
1+ ( 41 ) 0,24
(10,62-10,4)+10,4
= 10,77
2
NP004
nh
P )
( P
+
1+ ( n1 ) r
4 x 0,722
1+ ( 41 ) 0,24
(10,34-10,4)+10,4
= 10,30
Perhitungan MPPA
MPPA =
nr
( P P )
+
1+ ( n1 ) r
72
=3
= 0,24
1. MPPA =
nr
( P P )
+
1+ ( n1 ) r
3 x 0,24
1+ ( 31 ) 0,24
(2,07-2,11)+2,11
= 2,09
2. MPPA =
nr
( P P )
+
1+ ( n1 ) r
3 x 0,24
1+ ( 31 ) 0,24
(1,73-2,11)+2,11
= 1,92
3. MPPA =
nr
( P P )
+
1+ ( n1 ) r
3 x 0,24
1+ ( 31 ) 0,24
(1,61-2,11)+2,11
= 2,36
4. MPPA =
nr
( P P )
+
1+ ( n1 ) r
3 x 0,24
1+ ( 31 ) 0,24
= 2,08
73
(2,04-2,11)+2,11
10.000 ekor
Berat sapih
7,50 kg
H2 berat sapih
0,50
Pejantan : induk
1:20
Pejantan
500 ekor
0,274
3 tahun
1,06
i.h2.p
R/th
0,274x0,50x1,06
0,15
0,15/3 = 0,05
1,25
Hs
0,5
Ht
0,53
RGST
0,48
pt
0,38
i.h1.h2.rG(1-2). p(2)
CRY(t-h)
CRY(t-h)/th
1,25x0,5x0,53x0,48x0,38
0,06
0,06/5 = 0,012
74
KARTU PRAKTIKUM
75