DisusunOleh:
1.
2.
3.
4.
Kelompok 15-A
Erie Swastika
Eva Aprillia Wullandary
Farida Puput Fikri S.
Fatimah Nur Rahma
(030216A043)
(030216A044)
(030216A045)
(030216A046)
PENATALAKSANAAN ABORTUS
Erie Swastika1, Eva Aprillia Wullandary2,
Farida Puput Fikri S.(3), Fatimah Nur
Rahma4, Ida Sofiyanti, S.SiT, M.Keb5
Universitas Ngudi Waluyo6
ABSTRAK
Perdarahan merupakan faktor
penyebab tertinggi kematian ibu khususnya
abortus. Kejadian abortus yang terjadi akan
menimbulkan
komplikasi
yang
menyebabkan
kematian
ibu
karena
perdarahan dan infeksi dan berdampak pada
aspek psikologis dan aspek sosioekonomi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui penatalaksanaan ibu hamil yang
mengalami kejadian abortus.
Metode penelitian yang digunakan
pada penelitian ini adalah literatur review
mengenai penatalaksanaan kejadian abortus.
Penelusuran artikel dilakukan dengan
google search yang dipublikasikan sejak
tahun 2010 sampai dengan 2015 yang
diakses fulltext dalam format pdf.
Artikel yang ditemukan secara
signifikan menjelaskan penatalaksanaan
pada kejadian abortus dapat dilakukan
disesuaikan berdasarkan umur kehamilan,
jenis abortus itu sendiri, dan psikologis.
Sehingga penatalaksanaan untuk abortus itu
sendiri
dilakukan
dengan
berbagai
pertimbangan.
Kata kunci:
Abortus, Penatalaksanaan, Ibu Hamil
1.
2.
3.
4.
5.
6.
PENDAHULUAN
Angka kematian ibu (AKI) di
Indonesia masih tinggi, yaitu 359 per
100.000
kelahiran
hidup
(SDKI,
2012). Angka
Kematian
Ibu
(AKI)
di Indonesia disebabkan oleh perdarahan
(28%), eklampsia (24%), infeksi (11%), dan
komplikasi masa puerperium (8%)(1), (4), (5).
Perdarahan merupakan faktor
penyebab tertinggi kematian ibu khususnya
perdarahan antepartum yaitu abortus.
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Sebagai batasan ialah
kehamilan yang kurang dari 20 minggu atau
berat janin yang kurang dari 500 gram1, 2, 3.
Persentase kemungkinan terjadinya
abortus cukup tinggi. Sekitar 15-40% angka
kejadian, diketahui pada ibu yang sudah
dinyatakan positif hamil, dan 60-75% angka
abortus terjadi sebelum usia kehamilan
mencapai
12
minggu.
Diperkirakan
frekuensi keguguran spontan berkisar antara
10-15 %(1), (3), (4).
Kejadian abortus yang terjadi dapat
menimbulkan komplikasi dan dapat
menyebabkan kematian. Komplikasi abortus
yang dapat menyebabkan kematian ibu
antara lain karena pendarahan dan infeksi.
Pendarahan yang terjadi selama abortus
dapat mengakibatkan pasien menderita
anemia, sehingga dapat meningkatkan risiko
kematian ibu. Selain dari segi medis, abortus
juga dapat menimbulkan dampak negatif
pada aspek psikologi dan aspek sosioekonomi(1), (5).
Berdasarkan RS Bali dengan kasus
abortus iminens diberikan pengobatan, KIE,
mencari penyebab, monitoring, dukungan
moril(1). Abortus kompletus dilakukan
pemberian dukungan moril dan persiapan
kehamilan berikutnya(2). Penatalaksanaan
abortus inkomplet dengan kuretase(3). RSIA
Kirana
Sidoarjo
dengan
konseling,
(4)
pemberian obat, bedrest . RS Prikasih
inkompletus dengan manual atau kuret,
kompletus
tidak
perlu
pengobatan
uterotonika, insipiens tunggu sampai
ekspulsi, dan iminens pp tes dan USG(5).
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui penatalaksanaan ibu hamil yang
mengalami kejadian abortus.
METODE PENELITIAN
HASIL
No
Judul
Metode Penelitian
1. Laporan kasus abortus Desain penelitian yang
adalah
iminens, Juni 2015 digunakan
metode
kualitatif.
Faktor
Resiko,
Patogenesis
dan
Penatalaksanaan oleh
D. Kiki Sanjaya
2..
3.
4.
5.
Dampak
psikologis
pada
wanita
yang
mengalami
abortus
tahun 2012 oleh
H. Intaglia
Perbandingan
antara
misoprosol
dan
kuretase
dalam
penatalaksanaan
abortus
inkomplet
tahun 2015 oleh Iqbal
Javedh M., dkk
Gambaran
Pekerjaan
Ibu Hamil Trimester I
dengan
Kejadian
Abortus
di
RSIA
Kirana, Sidoarjo Tahun
2015 oleh J. Reynaldis
dan Henny Juaria
Faktor-Faktor
Hasil
Pada kejadian RS Bali dengan kasus
abortus iminens umur kehamilan 9 minggu
3 hari diberikan pengobatan tokolitik dan
vitamin, analgetik dan mempertahankan
kondisi uterus KIE dan mencari penyebab,
monitoring, dukungan moril.
adalah
Kejadian Abortus di RD digunakan
Prikasih,
Jakarta analitik observasional
Selatan tahun 2013 oleh dengan case control.
R. Lisani Silmi
DISKUSI
Penatalaksanaan pada kejadian
abortus, seperti :
Tirah baring
Pekerjaan diluar rumah yang dilakukan
ibu hamil, khususnya ibu hamil trimester 1
berisiko terjadinya abortus. Pada kehamilan
trimester 1 alat reproduksi belum seberapa
kuat, karena plasenta belum terbentuk
sempurna. Apabila ibu hamil trimester 1
terlalu lelah dan kurang istirahat maka
kemungkinan akan terjadi abortus. Abortus
merupakan ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan. Sangat disayangkan bila
kehamilan sudah direncanakan dengan baik,
harus berakhir dengan abortus. Hasil survei
sebagian besar ibu hamil trimester 1 di RSIA
Kirana Sidoarjo tahun 2013 yang bekerja
sebesar 89,44 %. Penelitian ini bertujuan
mengetahui gambaran pekerjaan ibu hamil
trimester 1 dengan kejadian abortus di RSIA
Kirana Sidoarjo tahun 2013. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan
populasinya 161 orang dari semua ibu hamil
trimester 1 yang mengalami abortus. Teknik
sampling
menggunakan total sampling.
Hasil penelitian menunjukan ibu yang
bekerja lebih banyak mengalami abortus
sebesar 79,17%, dibandingkan ibu yang
tidak bekerja mengalami abortus 64,71%.
Ibu hamil trimester 1 yang bekerja beresiko
untuk terjadi abortus (4).
Salah satu komplikasi terbanyak pada
kehamilan adalah terjadinya perdarahan,
yang dapat terjadi pada setiap usia
kehamilan. Pada kehamilan muda, sering
dihubungkan dengan abortus, miscarriage,
dan
early
pregnancy
loss.Abortus
didefinisikan sebagai suatu ancaman atau
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan. Batasannya
adalah usia kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500
gram. Abortus iminens adalah perdarahan
pervaginam pada kehamilan sebelum 20
minggu tanpa disertai keluarnya hasil
konsepsi dan dilatasi uterus. Kasus:Pasien
perempuan, 31 tahun, Suku Bali datang ke
UGD rumah sakit dengan keluhan
perdarahan pervaginam.
Dikatakan
perdarahan awalnya berupa flek-flek yang
warnanya merah. Kemudian terdapat
gumpalan-gumpalan darah berwarna hitam,
tidak terdapat jaringan(1).
Penatalaksaan Medis
Abortus merupakan salah satu penyebab
kematian
ibu.
Pendekatan
etiologi
merupakan cara terbaik dalam upaya
menurunkan mortalitas dan morbiditas
akibat abortus yang kejadiannya dipengaruhi
oleh beberapa faktor risiko. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
apakah yang berhubungan dengan kejadian
abortus di Rumah Sakit Prikasih Jakarta
Selatan Tahun 2013. Penelitian ini bersifat
analitik observasional dengan desain
penelitian kasus kontrol. Pengumpulan data
diperoleh dari data rekam medis 99 pasien
abortus dan kontrol sebesar 99 ibu yang
sudah melahirkan normal. Kemudian data
dianalisa dengan uji Chi-square. Hasil
analisis menunjukkan bahwa paritas (p =
0,001) dan riwayat abortus sebelumnya (p =
0,009) merupakan faktor risiko dan
mempunyai hubungan bermakna dengan
isainsmedis.id/ojs/index.php/ISM/art
icle/view/35. Jurnal ISM, vol 3 no 1.
Akses 31 Oktober 2016
2. H. Intaglia. 2012. Dampak Psikologis
pada Wanita yang Mengalami Abortus.
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=we
b&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0ah
UKEwiz5JrB7o3QAhWFvI8KHTQs
Ai8QFgguMAI&url=http%3A%2F
%2Fejournal.gunadarma.ac.id
%2Findex.php%2Fpsiko%2Farticle
%2FviewFile
%2F373%2F313&usg=AFQjCNGk
EWNUxR_dAzo9g6PFpxWHCpmtg&bvm=bv.1379
01846,d.c2I. Akses 31 Oktober 2016
4. J. Reynaldis dan Henny Juaria. 2015.
Gambaran Pekerjaan Ibu Hamil
Trimester I dengan Kejadian Abortus di
Jurnal
Midwiferia
vol
1
no
2.
journal.umsida.ac.id/files/6.Abortus_
Reynaldis.pdf. Akses 31 Oktober
2016
RSIA
Kirana
Sidoarjo.
repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/
123456789/27175.
Akses 31
Oktober 2016