Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni


reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion
hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang
bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi
antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap
senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku
asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawasenyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
Analisis volumetri atau titrimetri merupakan suatu analisis
berdasarkan pengukuran volume larutan dengan konsentrasi yang
diketahui, yang diperlukan untuk bereaksi dengan analit (zat yang
akan ditentukan). Analisis volumetri atau titrimetri berdasarkan
pada reaksi :
aA + tT Hasil
dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T
(titran).
Jenis metode titrimetri didasarkan pada jenis reaksi kimia
yang terlibat dalam proses titrasi. Berdasarkan jenis reaksinya,
maka metode titrimetri dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
asidi-alkalimetri,

oksidimetri,

kompleksometri

dan

titrasi

pengendapan.
1. Asidimetri dan alkalimetri didasarkan pada reaksi asam basa
atau prinsip netralisasi. Larutan analit yang berupa larutan asam
dititrasi dengan titran yang berupa larutan basa atau sebaliknya.
Metode

ini

cukup

luas

penggunaannya

untuk

penetapan

kuantitas analit asam atau basa. Jika HA mewakili asam dan BOH
mewakili basa, maka reaksi antara analit dengan titran dapat
dirumuskan secara umum sebagai berikut :
HA + OH- A- + H2O (analit asam, titran basa)
BOH + H3O+ B+ + 2H2O (analis basa, titran asam)

Titran umumnya berupa larutan standar asam kuat atau basa


kuat, misalnya larutan asam klorida (HCl) dan larutan natrium
hidroksida (NaOH).
2. Kompleksometri didasarkan pada pembentukan kompleks stabil
hasil reaksi antara analit dengan titran. Misalnya reaksi antara
Ag+ dan CN- yang mengikuti persamaan reaksi :
Ag+ + 2CN-
Reaksi antara Ag+ dengan CN- dikenal sebagai metode Liebig
untuk penetapan sianida. Reagen lain adalah EDTA (etilen
diamina

tetraasetat)

yang

banyak

digunakan

sebagai

pengompleks berbagai ion logam melalui metode titrasi.


3. Oksidimetri didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi antara
analit dan titran. Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi
dengan titran yang berupa larutan standar dari oksidator atau
sebaliknya. Berbagai reaksi redoks dapat digunakan sebagai
dasar reaksi oksidimetri, misalnya penetapan ion besi(II) (Fe 2+)
dalam

analit

dengan

menggunakan

titran

larutan

standar

cesium(IV) (Ce4+) yang mengikuti persamaan reaksi :


Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+
Oksidator lain yang banyak digunakan dalam oksidimetri adalah
kalium permanganat (KMnO4), misalnya pada penetapan kadar
ion besi(II) dalam suasana asam.
4. Titrasi pengendapan didasarkan reaksi pengendapan analit oleh
larutan

standar

titran

yang

mampu

secara

spesifik

mengendapkan analit. Metode ini banyak digunakan untuk


menetapkan

kadar

ion

halogen

dengan

menggunakan

pengendap Ag+, yang reaksi umumnya dapat dinyatakan dengan


persamaan :
Ag+ + X- AgX(s) (X- = Cl-, Br-, I-, SCN-)
(M.sodiq ibnu,2005)
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan
dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi
secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan di
analisis. Contoh yang akan dianalisis dirujuk sebagai (tak diketahui,
unknown). Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-

larutan yang konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri.


Dalam

analisis

larutan

asam

dan

basa,

titrasi

melibatkan

pengukuran yang seksama volume-volume suatu asam dan suatu


basa yang tepat saling menetralkan.(keenan,1984)
Dalam titrasi juga perlu diperhatikan larutan standar primer
dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer yaitu suatu
zat

yang

sudah

diketahui

kemurniannya

dengan

pasti,

konsentrasinya dapat diketahui dengan pasti dan teliti berdasarkan


berat zat yang dilarutkan. Larutan standar sekunder adalah suatu
zat

yang

tidak

murni

atau

kemurniannya

tidak

diketahui,

konsentrasi larutannya hanya dapat diketahui dengan teliti melalui


proses standarisasi, standarisasi dilakukan dengan cara menitrasi
larutan tersebut dengan larutan standart primer. Serta faktor yang
paling penting adalah ketepatan dalam pemilihan indikator agar
kesalahan titrasi yang terjadi menjadi sekecil mungkin. (M.sodiq
ibnu,2005)
Dalam titrasi asam-basa, jumlah relatif asam dan basa yang
diperlukan

untuk

mencapai

titik

ekivalen

ditentukan

oleh

perbandingan mol asam (H+) dan basa (OH-) yang bereaksi. Untuk
reaksi antara HCl dengan NaOH titik ekivalen tercapai pada
perbandingan mol 1:1 tetapi untuk reaksi antara H 2SO4 dengan
NaOH diperlukan perbandingan mol 1:2 untuk mencapai titik
ekivalen.
H2SO4

(aq)

+ 2NaOH

(aq)

Na2SO4

(aq)

+ 2H2O

(l)

Dalam titrasi asam-basa perubahan pH sangat kecil hingga


hampir tercapai titik ekivalen. Pada saat tercapai titik ekivalen,
penambahan

sedikit

asam

atau

basa

akan

menyebabkan

perubahan pH yang besai ini seringkali dideteksi dengan zat yang


dikenal sebagai indikator. Titik atau kondisi penambahan asam atau
basa dimana terjadi perubahan warna indikator dalam suatu titrasi
dikenal sebagai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi sering disamakan
dengan titik ekivalen, walaupun diantara keduanya masih ada
selisih yang relatif kecil. Semua masalah yang berkaitan dengan
titrasi asam basa dapat dipecahkan dengan konsep stoikiometri

dan

konsentrasi

larutan

yang

dinyatakan

dengan

mol,

perbandingan mol, molaritas atau normalitas.


Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara cermat
mengamati perubahan pH, khususnya pada saat akan mencapai
titik akhir titrasi, hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan
dimana akan terjadi perubahan warna dari indikator.
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi
asam basa, yaitu :
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama
titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan
volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari
kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalent.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada
titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah
warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita
hentikan.
Pada

umumnya

cara

kedua

dipilih

disebabkan

kemudahan

pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan dan sangat praktis.


( A.Hadyana P. dan Ir.L.Setiono.1994)
( Ibnu, M. Sodiq .2005)

Larutan baku atau larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah
diketahui. Larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan
buret, yang sekaligus berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku. Larutan yang
akan ditentukan konsentrasinya atau kadarnya, diukur volumenya dengan
menggunakan pipet volumetri dan ditempatkan di Erlenmeyer. Reaksi penetralan
atau asidimetri dan alkalimetri melibatkan titrasi basa bebas.Basa yang terbentuk
karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dengan suatu asam standar
(asidimetri) dan titrasi asam bebas atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam
yang berasal dari basa lemah dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi
ini melibatkan bersenyawanya ion hidrogen untuk membentuk air. (Basset, 1994)

Larutan yang dititrasi dalam asidmetri dan alkalimetri mengalami perubahan


pH. Misalnya, bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula
rendah dan selama titrasi terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH
pada awa titrasi yakni saat belum ditambah dengan basa dan pada saat tertentu
setelah titrasi dimulai, maka pH larutan dapat dialurkan lewat grafik yang disebut
kurva titrasi. Bila suatu indikator pH kita gunakan untuk menunjukkan titik akhir
titrasi maka indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen
dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi. Perubahan warna ini harus terjadi
dengan mendadak agar tidak ada keragu-raguan tentang kapan titrasi harus
dihentikan. Bila perubahan warna mendadak sekali (yakni tetes terakhir
menyebabkan warna sama sekali lain) maka dikatakan bahwa titik akhirnya tegas
atau tajam (Harjadi, 1990).
Indikator adalah suatu zat yang warnanya berbeda-beda sesuai dengan
konsentrasi ion hydrogen. Asam atau basa indicator yang tidak terdisosiasi
mempunyai warna yang berbeda dengan hasil disosiasinya. Contohnya fenolftalein
yang tergolong asam yang sangat lemah, dalam keadaan yang tidak terionisasi
tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa, fenolftalein akan terionisasi
lebih banyak dan memberikan warna yang terang karena adanya anionnya.
(Keenan, 1984).

Anda mungkin juga menyukai