Anda di halaman 1dari 4

1.

Pengertian Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme


1. Benveniste dalam Suyatno mendefinisikan korupsi menjadi 4 jenis, yaitu :
a. Discretionary Corruption, ialah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan
dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun bersifat sah, bukanlah praktik-praktik
yang dapat diterima oleh para anggota organisasi.
Contoh :
Seorang pelayanan perizinan Tenaga Kerja Asing, memberikan pelayanan
yang lebih cepat kepada calo, atau orang yang bersedia membayar lebih ketimbang
para pemohon yang biasa-biasa saja. Alasannya karena calo adalah orang yang bisa
memberikan pendapatan tambahan. Dalam kasus ini, sulit dibuktikan tentang praktik
korupsi, walaupun ada peraturan yang dilanggar. Terlebih lagi apabila dalih
memberikan uang tambahan itu dibungkus dengan jargon tanda ucapan terima kasih
dan diserahkan setelah layanan diberikan.
b. Ilegal Corruption, ialah suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa
atau maksud-maksud hukum, peraturan, dan regulasi tertentu.
Contoh:
Di dalam peraturan lelang dinyatakan bahwa untuk pengadaan barang jenis
tertentu harus melalui proses pelelangan atau tender. Tapi karena waktunya mendesak
(karena turunnya anggaran terlambat), maka proses tender itu tidak memungkinkan.
Untuk itu pemimpin proyek mencari dasar hukum mana yang bisa mendukung atau
memperkuat pelaksanaan pelelangan, sehingga tidak disalahkan oleh inspektur.
Dicarilah pasal-pasal dalam peraturan yang memungkinkan untuk bisa dipergunakan
sebagai dasar hukum guna memperkuat sahnya pelaksanaan tender. Dari sekian
banyak pasal, misalnya ditemukanlah suatu pasal yang mengatur perihal keadaan
darurat atau force mayeur. Dalam pasal ini dikatakan bahwa dalam keadaan
darurat, prosedur atau tender dapat dikecualikan, dengan syarat harus memperoleh
izin dari pejabat yang berkompeten. Dari sinilah dimulainya illegal corruption, yakni
ketika pemimpin proyek mengartikulasikan tentang kedaan darurat. Bahkan dalam
beberapa kasus, letak illegal corruption berada pada kecanggihan memainkan katakata.
c. Mercenery Corruption, ialah jenis tindakan pidana korupsi yang dimaksud untuk
memperoleh keuntungan pribadi, melalui penyalahganunaan wewenang dan
kekuasaan.
Contoh:
Dalam sebuah persaingan tender, seorang panitia lelang memiliki kewenangan
untuk meluruskan peserta tender. Untuk itu secara terselubng atau terang-terangan dia
mengatakan bahwa untuk memenangkan tender, peserta harus bersedia memberikan
uang sogok atau semir dalam jumlah tertentu. Jika permintaan ini dipenuhi oleh
kontraktor yang mengikuti tender maka perbuatan panitia lelang sudah termasuk
dalam kategori mercenery corruption.
d. Ideology Corruption, ialah jenis korupsi ilegal maupun discretionary yang
dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.

Contoh:
Kasus skandal watergate adalah contoh ideological corruption, dimana
sejumlah individu memberikan komitmen mereka kepada presiden Nixon ketimbang
kepada undang-undang atau hukum. Penjualan aset BUMN untuk mendukung
pemenangan pemiliha umum dari partai politik tertentu adalah contoh dari jenis
korupsi ini.
2. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
a. Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
b. Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antarPenyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang
merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara.
c. Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum
yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas
kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Djaja, Ermansjah. 2010. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: Sinar Grafika

2. Sifat Korupsi (10)


Bahruddin Lopa dalam bukunya Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum membagi
korupsi menurut sifatnya dalam 2 (dua) bentuk, yaitu :
a. Korupsi yang Bermotif Terselubung
Yakni korupsi secara sepintas kelihatannya bermotif politif, tetapi secara
tersembunyi sesungguhnya bermotif mendapatkan uang semata.
Contoh :
Seorang pejabat menerima uang suap dengan janji akan menerima si pemberi
suap menjadi pegawai negeri atau diangkat dalam suatu jabatan. Namun, dalam
kenyataannya setelah menerima suap, pejabat itu tidak memperdulikan lagi janjinya
kepada orang yang memberi suap tersebut. Yang pokok adalah memberikan uang
tersebut.
b. Korupsi yang Bermotif Ganda
Yakni seseorang melakukan korupsi secara lahiriyah kelihatannya hanya
bermotifkan mendapatkan uang, tetapi sesungguhnya bermotif lain, yakni kepentingan
politik.
Contoh :
Seseorang yang membujuk dan menyogok seseorang pejabat agar dengan
menyalahgunakan kekuasaannya, pejabat itu dalam mengambil keputusannya
memberikan suatu fasilitas pada si pembujuk itu, meskipun sesungguhnya si
pembujuk (penyogok) tidak memikirkan apakah faslitas itu akan memberikan hasil
kepadanya.

3. Ciri-Ciri Korupsi (10)

Ciri-ciri korupsi dijelaskan oleh Shed Husein Alatas dalam bukunya Sosiologi
Korupsi sebagai berikut.
a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Hal ini tidak sama dengan
kasus pencurian atau penipuan. Seorang operator yang korup sesungguhnya tidak
ada dan kasus itu biasanya termasuk dalam pengertian penggelapan (fraud).
b. Korupsi padaumumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah
merajalela dan begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan mereka yang
berada di dalam lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan
perbuatannya. Namun, walaupun demikian motif korupsi tetap dijaga
kerahasiaannya.
c. Korupsi melibatka elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan
keuntungan itu tidak selalu berupa uang.
d. Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk
menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran hukum.
e. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu
untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
f. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan olah badan
publik atau umum (masyarakat).
g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.

4. Faktor Penyebab (11)


Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah :
a. Lemahnya pendidikan agama dan etika
b. Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidak menggugah kesetiaan dan
kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi
c. Kurangnya pendidikan, namun kenyataannya sekarang kasus-kasus korupsi di
Indonesia dilakukan oleh para koruptor yang memiliki kemampuan intelektual
yang tinggi, terpelajar, dan terpandang sehingga alasan ini dapat dikatakan kurang
tepat.
d. Kemiskinan, pada kasus korupsi yang merabak di Indonesia para pelakunya bukan
didasari oleh kemiskinan melainkan keserakahan, sebab mereka bukanlah dari
kalangan yang tidak mampu melainkan para konglomerat.
e. Tidak adanya sanksi yang keras
f. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelakunya antikorupsi
g. Struktur pemerintahan
h. Perubahan radikal, pada saat sistem nilai mengalami perubahan radikal, korupsi
muncul sebagai suatu penyakit transisional.
i. Keadaan masyarakat, korupsi dalam suatu birokrasi bisa mencerminkan keadaan
masyarakat secara keseluruhan.
Bentuk dan Jenis Korupsi, yakni : (j. Soewartojo, 1988) (hal. 20)
a. Pungutan liar jenis tindak pidana, yaitu korupsi uang negara, menghindari
pajak dan bea cukai, pemerasan, dan penyuapan.
b. Pungutan liar jenis pidana yang sulit dibuktikan, yaitu komisi dalam kredit
bank, komisi tender proyek, imbalan jasa dalam pemberian izin-izin, kenaikan
pangkat, pungutan terhadap uang perjalanan, pungli pada pos-pos pencegatan
di jalan, pelabuhan, dan sebagainya.

c. Pungutan liar jenis pungutan tidak sah yang dilakukan oleh Pemda, yaitu
pungutan yang dilakukan tanpa ketetapan berdasarkan peraturan daerah, tetapi
hanya dengan surat-surat keputusan saja.
d. Penyuapan, yaitu seorang pengusaha menawarkan uang atau jasa lain kepada
seseorang atau keluarganya untuk suatu jasa bagi pemberi uang
e. Pemerasan, yaitu orang yang memegang kekuasan menuntut pembayaran uang
atau jasa lain sebagaiganti atau timbal balik fasilitas yang diberikan.
f. Pencurian, yaitu orang yang berkuasa menyalahgunaan kekuasaanya dan
mencuri harta rakyat, langsung atau tidak langsung.
g. Nepotisme, yaitu orang yang berkuasa memberikan kekuasaan dan fasilitas
pada keluarga atau kerabatnya, yang seharusnya orang lain juga dapat atau
berhak bila dilakukan secara adil.
Hartanti, Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika

Anda mungkin juga menyukai