Anda di halaman 1dari 15

OBAT-OBATAN ANALGETIK

a. Obat-obatan golongan non narkotik


1. Asam mefenamat (golongan antranilat)
Asam mefenamat merupakan kelompok antiinflamasi non steroid bekerja dengan
cara menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan
menghambat enzim siklooksiginase sehingga mempunyai efek analgesik,
antiinflamasi dan antipiretik.
Uraian Kimia
Nama resmi : Acidum Mefenamicum
Sinonim : Benzoic acid, 2-[(2,3-etilfenil) amino], N-(2,3 Xyly)
anthranilic acid, ponstan.
Rumus molekul : C15H15N3NO2
Farmakodinamika
Asam mefenamat mempunyai sifat analgesik, tetapi efek antiinflamasinya lebih
sedikit dibandingkan dengan aspirin, karena terikat kuat pada protein plasma
maka interaksi terhadap antikoangulan harus diperhatikan.
Farmakokinetika
Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna, 99% obat
terikat oleh protein plasma. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2 jam setelah
pemberian oral, dan waktu paruh dalam plasma 2-4 jam.
Efek Samping dan Intoksikasi
Efek samping yang paling sering terjadi (kira-kira terjadi pada 25% dari seluruh
pasien) melibatkan sistem gastrointestinal. Biasanya berupa dispepsia atau
ketidaknyamanan gastrointestinal bagian atas, diare yang mungkin berat dan
disertai pembengkakan perut, serta perdarahan gastrointestinal. Sakit kepala,
pusing, mengantuk, tegang dan gangguan penglihatan juga umum terjadi.
Interaksi Obat
Obat-obat anti koagulan oral seperti warfarin; asetosal (aspirin) dan insulin.
Cara Penyimpanan
Simpan di tempat sejuk dan kering.
Kontraindikasi
Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan
hipersensitif terhadap asam mefenamat. Pemakaian secara hati-hati pada
penderita penyakit ginjal atau hati dan peradangan saluran cerna.
Contoh produk dipasaran
Dosis
- Untuk nyeri dosis awal 500 mg, dilanjutkan dengan dosis 250 mg, setiap 6 jam
jika
di perlukan, penggunaan sebaiknya tidak lebih dari 1 minggu.
- Untuk dismenore penggunaan saat terjadi haid, pnggunaan tidak lebih dari 2 -3
hari.

2. Parasetamol
Penemuan parasetamol sebagai senyawa analgetika dan antipiretik dari adanya

kerancuan asetanilida yang semula digunakan sebagai antipiretik kemudian


dikembangkan senyawa-senyawa yang kurang toksik sebagi antipiretik. Pada
mulanya dicobakan senyawa para-aminofenol yang merupakan komponen hasil
oksidasi asetanilida di dalam tubuh, walaupun demikian toksisitasnya tidak
berkurang.
Nama lain parasetamol adalah asetaminofen, sedangkan nama dagang dari
parasetamol adalah Panadol, Tylenol, Tempra, Nipe, derivat asetanilida
ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak digunakan sebagai
analgetika, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran karena efek
sampingnya, yaitu nefrotoksisitas dan karsinogen. Khasiatnya sebagai analgetika
dan antipiretik tetapi tidak anti radang. Dewasa ini pada umumnya dianggap
sebagai zat anti nyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi
(pengobatanSendiri) Obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa
nyeri, tanpa mempengaruhi sistem saraf pusat atau menghilangkan kesadaran.
Juga tidak menimbulkan ketagihan (adiktif). Obat anti nyeri parasetamol juga
digunakan pada gangguan demam, infeksi virus atau kuman, salesma, pilek dan
rematik atau encok walaupun jarang (Tjay dan Rahardja, 2002).
Mekanisme kerja
Paracetamol bekerja mengurangi produksi prostaglandin yang terlibat dalam
proses nyeri dan edema dengan menghambat enzim cyclooxygenase (COX).
Efek samping
Efek samping sering terjadi antara lain hipersensitivitas dan kelainan darah.
Penggunaan kronis dari 3-4 gram sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis
diatas 6 gram mengakibatkan nekrosis hati yang tidak reversibel. Overdose bisa
menimbulkan antara lain mual, muntah dan anorexia. Hanya parasetamol yang
dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui meskipun dapat mencapai air
susu. Efek iritasi, erosi dan pendarahan lambung tidak terlihat, demikian juga
gangguan pernafasan.
Farmakokinetik
Parasetamol adalah ekstensif dimetabolisme di hati dan dikeluarkan melalui urin
terutama sebagai tidak aktif dan konjugat glukuronat sulfat, Metabolit
parasetamol termasuk dihidroksilasi kecil menengah yang memiliki aktivitas
hepatotoksim, metabolit intermediate didetoksifikasi melalui konjugasi dengan
glutation, namun dapat mengakumulasi berikut overdosis parasetamol (lebih dari
150mg/kg atau total parasetamol 10g tertelan) dan jika tidak ditangani dapat
menyebabkan kerusakan hati ireversibel.
Farmakodinamika
Parasetamol adalah-aminofenol derivatif p yang menunjukkan aktivitas analgesik
dan antipiretik, tapi tidak memiliki aktivitas anti-inflamasi, Parasetamol adalah
pemikiran untuk menghasilkan analgesia yang melalui penghambatan pusat
sintesis prostaglandin.
Interaksi
- resin penukar ion, kolesteramin, menurnkan absorbs paracetamol
- antikoagulan :pengunaan paracetamol secara rutin dapat menyebabkan
peningkatan kadar warfarin.
- metoklorpropamid dan domperidon : metoklorpropamid mempercepat absorbs

paracetamol (meningkatkan efek )


Dosis :
oral : 0.5-1 gram tiap 4-6 jam hingga maksimum 4 jam perhari.
Anak 2 bulan : 60 mg pada demam pasca operasi
Dibawah usia 3 bulan hanya dengan nasehat dokter.
3 bulan-1 tahun : 60-120 mg perhari
dosis-dosis ini boleh diulang tiap 4-6jam bila diperlukan (maksimum sebanyak 4
dosis dalam waktu 24 jam )
Contoh produk yang ada dipasaran :
a. parasetamol (generik)
b. afebrin (konimex) tablet 500mg
c. afidol (afiat) tablet 500mg
d. biogesik (medifarma) sirup 150mg/5 ml dan tablet 500 mg
e. bodrex (tempo) tablet 500 mg
f. dumin (dumex) sirup 120mg/5 ml dan tablet 500 mg
g. fasidol (ifars) sirup 150mg/5 ml dan tablet 500 mg
h. itramol (itrasal) sirup 120mg/5 ml
Sumagesik Dumin Biogesik
3. Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari
salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit
atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi
(peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan
dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung.
Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika
terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia Awal mula penggunaan aspirin
sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang menggunakan ekstrak tumbuhan
willow untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian senyawa ini
dikembangkan oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa asam asetilsalisilat yang
dikenal saat ini. Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk
tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer). Dalam
menyambut Piala Dunia FIFA 2006 di Jerman, replika tablet aspirin raksasa
dipajang di Berlin sebagai bagian dari pameran terbuka Deutschland, Land der
Ideen ("Jerman, negeri berbagai ide").
Mekanisme kerja
Penghambatan sintesis prostaglandin di pusat pengatur panas dalam
hipotalamus dan periferdi daerah target. Lebih lanjut, dengan menurunkan
sintesis prostaglandin, salisilat juga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit
terhadap rangsangan mekanik dan kimiawi. Aspirin juga menekan rangsang
nyeri pada daerah subkortikal (yaitu, talamus dan hipotalamus).
Farmakodinamika
Asetosal merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai analgesic,
antipiretik dan antiinflamasi. Aspirin dosis tinggi terapi bekerja cepat dan efektif
sebagai antipiretik. Dosis toksis ini justru memperlihatkan efek piretik sehingga
pada keracunan berat terjadi demam dan hiperhidrosis.
Untuk memperoleh efek inflamasi yang baik kadar plasma perlu dipertahankan

antara 250-350 g/ml. kadar ini tercapai dengan dosis aspirin oral 4gram perhari
untuk orang dewasa. Pada penyakit demam reumatik, aspirin masih belum dapat
digantikan oleh ains yang lain dan masih dianggap sebagai standar dalam studi
banding penyakit arthiritis rheumatoid.
Farmakokinetika
Pada pemberian oral sebagian salisilat diabsorbsi dengan cepat dalam bentuk
utuh dilambung. Ttapi sebagian besar diusus halus bagian atas. Kadar tertingi
dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Kecepatan absorbsinya tergantung dri
kecepatan disintegrasi dan disolusi obat, pH permukaan mukosa dan waktu
pengosongan lambung. Setelah diabsorbsi salisilat segera menyebar keseluruh
jaringan tubuh dan cairan transellular sehingga ditemukan dalam cairan
senovial, cairan spinal, liur dan air susu. Obat ini dapat menembus sawar darah
otak dan sawar urin. Kira-kira 80% sampai dengan 90% salisilat plasma terikat di
albumin. Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat
terutama dalam hati sehingga hanya kira-kira 30 menit terdapat dalam plasma.
Efek samping
Reye's syndrome : Iritasi lambung karena bersifat asam.
Efek terhadap Sistem syaraf : Nyeri pada ujung syaraf, sakit kepala, epilepsi,
agitasi, perubahan mental, koma, paralisis, pusing, limbung, depresi,
bingung,amnesia, sulit tidur.
Efek lain : Demam, myopathy, epistaxis, kerusakan ginjal, penurunan fungsi
ginjal, meningkatkan kreatinin, hematouria, oligouria, UTI, asidosis, asidosis
metabolit, hiperfosfatemia, hipomag-nesemia, hiponatremia, hipernatremia,
hipokalemia, hiperka-lemia hiperkalsemia, abnormalitis elektrolit. Tumor lisi
sindrom sepsis, infeksi lain, Kerusakan jantung, gangguan pernafasan.
Interaksi obat
Dengan Obat Lain : Meningkatkan konsentrasi serum alopurinol sehingga dapat
meningkatkan toksisitas allopurinol.
Chlorpropamide : Meningkatkan reaksi hepatorenal, monitor hipoglikemi.
Obat lain : Cotrimoxazole : Trombositopenia Cyclosporin : Meningkatkan
konsentrasi cyclosporin dalam darah (penyesuaian dosis) .
Dengan Makanan : Makanan & susu : Menurunkan efek merugikan terhadap
saluran cerna.
Dosis
Dosis : untuk nyeri dan demam
Oral : 4 dd 0,5 1 g p.c., maksimum 4 g sehari
anak-anak sampai 1 tahun 10 mg/kg 3-4 kali sehari,
1 12 tahun 4-6 dd,
di atas 12 tahun 4 dd 320-500 mg, maksimum 2 g/hari.
Rektal : dewasa 4 dd 0,5 1 g, anak-anak sampai 2 tahun 2 dd 20 mg/kg, di atas
2 tahun 3 dd 20 mg/kg p.c.
Contoh produk yang ada dipasaran
- Aptor - Aspilets - Aspimec - Aspirin Bayer
- Astika - Bodrexin - Cardio Aspirin - Farmasal
- Procardin - Restor - Thrombo Aspilets - Ascardia
Aspirin

4. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan banyak
negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu
kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan
diminum oleh wanita hamil dan menyusui.
Indikasi
Nyeri & radang pada penyakit artritis (rheumatoid arthritis, juvenile arthritis,
osteoarthritis) & gangguan non sendi (otot kerangka), nyeri ringan sampai berat
termasuk dismenorea, paska bedah, nyeri & demam pada anak-anak
Mekanisme kerja
Menghambat sintesis prostaglandin dgn menghambat COX-1 & COX-2
Efek samping
Gangguan saluran cerna : dispepsia, heartburn, mual, muntah, diare, konstipasi,
anoreksia dll.
Gangguan sistem saraf : sakit kepala, pusing,
Gangguan pendengaran & penglihatan : tinitus, penurunan pendengaran,
gangguan penglihatan sakit kuning, kenaikan SGOT & SGPT.
Lain-lain : retensi cairan, gagal jantung kongestif, tekanan darah meningkat,
hipotensi, aritmia, reaksi hipersenstivitas, mulut kering
Interaksi obat
Dengan Obat Lain :
Antikoagulan & antitrombotik : Meningkatkan efek samping perdarahan saluran
cerna.
Aspirin : Meningkatkan efek samping & menurunkan efek kardioprotektif dari
aspirin.
Litium : Meningkatkan konsentrasi litium dalam plasma & serum dan dapat
menurunkan klirens.
Kontraindikasi
Pasien dengan hipersensitivitas, asma, urtikaria, rinitis parah, angioudema
Dosis
Artritis : 400-800 mg 3-4 kali sehari (maksimun 3.2 g/hari)
Juvenile artritis : 30-40 mg/kg berat badan per hari dalam 3-4 dosis terbagi
(maksimum 50 mg/kg berat badan)
Nyeri ringan s/d sedang : 200-400 mg tiap 4-6 jam, bila perlu (max 1,2 g/hari)
Contoh produk yang ada dipasaran
- Dofen - Dolofen Forte - Farsifen - Febryn
- Fenris - Helafen - Iprox - Nofena
- Ostarin - Profen - Proris - Ribunalm Shelrofen
- Anafen

5. Na-diklofenak
Indikasi
Nyeri paska bedah, nyeri & radang pada penyakit artritis & gangguan otot
kerangka lainnya, nyeri pada gout akut dan dismenorea.
Mekanisme kerja

Penghambatan biosintesa prostaglandin, yang telah dibuktikan pada beberapa


percobaan, mempunyai hubungan penting dengan mekanisme kerja kalium
diklofenak. Prostaglandin mempunyai peranan penting sebagai penyebab dari
inflamasi, nyeri dan demam. Pada percobaan-percobaan klinis Kalium Diklofenak
juga menunjukkan efek analgesik yang nyata pada nyeri sedang dan berat.
Dengan adanya inflamasi yang disebabkan oleh trauma atau setelah operasi,
kalium diklofenak mengurangi nyeri spontan dan nyeri pada waktu bergerak
serta bengkak dan luka dengan edema. Kalium diklofenak secara in vitro tidak
menekan biosintesa proteoglikan di dalam tulang rawan pada konsentrasi setara
dengan konsentrasi yang dicapai pada manusia.
Kontraindikasi
Pasien dengan hipersensitivitas, asma, urtikaria, rinitis parah, angioudema, tukak
lambung aktif
Efek samping
Pencernaan :gangguan pada saluran cerna bagian atas (20% pasien) tukak
lambung, perdarahan saluran cerna.
Saraf : sakit kepala (3-9% pasien), depresi, insomnia, cemas.
Ginjal :(kurang dari 1% pasien) terganggu fungsi ginjal
(azotemia,proteinuria,nefrotik sindrom dll),
Kardiovaskular: retensi cairan, hipertensi, (3-9% pasien),
Pernapasan : asma (kurang dari 1% pasien)
Darah : lekopenia, trombositopenia, hemolitik anemia (kurang dari 1% pasien)
Hati : hepatitis, sakit kuning (jarang), peningkatan SGOT
Lain-lain : ruam, pruritus, tinnitus, reaksi sensitivitas (1-3% pasien).
Interaksi
Dengan Obat Lain :
Antikoagulan : Dapat memperparah perdarahan saluran cerna.
Metotreksat : Meningkatkan konsentrasi metotreksat.
Glikosida jantung : Meningkatkan toksisitas glikosida jantung.
Diuretik : Secara bersamaan dengan HCT, meningkatkan kadar kalium dalam
serum, dengan triamterene meningkatkan resiko kerusakan ginjal.
NSAID : Penggunaan bersama aspirin dapat meningkatkan eksresi diklofenak
melalui empedu.
Siklosporin : Meningkatkan efek nefrotoksik siklosporin.
Litium :Meningkatkan konsentrasi plasma litium dan menurunkan klirens litium.
Antidiabet :Kasus hipoglikemik & hiperglikemi (jarang terjadi)
Kuinolon : Dapat meningkatkan resiko stimulasi sistem saraf pusat
Antasid : Dapat menunda absorpsi diklofenak.
Kortikosteroid : Meningkatkan resiko ulser saluran cerna
Dosis
Nyeri & dismenore :
Dosis awal : 50 mg, dilanjutkan 50 mg setiap 8 jam jika perlu
Pada pasien dengan gangguan ginjal dan hati tidak perlu penyesuaian dosis,
tetapi perlu pemantauan yang ketat
Contoh obat yang ada dipasaran
- Alflam - Atranac - Berifen SR - Cataflam

Cataflam D - Catanac - Deflamat - Dicloflam


Diclomec - Diclomec Gel - Exaflam - Fenaren
Fenavel - Flamenac - Kadiflam - Kaditic
K Diklofenak - Klotaren - Laflanac - Matsunaflam
Megatic - Merflam - Nadifen - Neuorofenac
Nichoflam - Nilaren - Potazen - Prostanac
Provoltar - Reclofen - Renadinac - Renvol
Scanaflam - Scanteran - Tirmaclo - Valto
Volmatik - Voltadex - Voltadex SR - Voltaren
Voren - X-flam - Xepathritis - Zegren
Adiflam

b. Obat-obatan golongan narkotik


Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Berdasarkan
kerjanya pada reseptor, obat golongan opioid :
1. Morfin dan Alkaloid opium
Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh tetapi dapat diansorbsi melalui kulit luka morfin
juga dapat menembus mokosa. Dengan kedua cara pemberian in absorbs morfin kecil sekali.
Morfin dapat diabsorbsi usus, tetapi efek analgetik yang timbul setelah pemberian parenteral
dengan dosis yang sama. Mula kerja semua alkaloid opioid setelah suntikan IV sangat cepat,
sedangkan setelah suntikan subkutan absorbs berbagai alkaloid berbeda-beda. Setelaah
pemberian dosis tunggal sebagian morfin mengalami kunjugasi dengan asam glukoronat di
hepar, sebagian dikleluarkan dalam bentuk bebas dan 10 % tidak diketahui nasibnya. Morfin
dapat melintasi sawar urin dan mempengaruhi janin. Ekskresi morfin terutama melalui ginjal,
sebagian kecil bebas ditemukan dalam tinja dan keringat. Morfin yang terkonyugasi
ditemukan dalam empedu, sebagian yang sangat kecilkn dikeluarkan melalui cairan lambung.
Opium atau candu adalah getah papaver somniferum L yang telah dikeringkan. Secara kimia
opium dibagi menjadi 2 golongan : 1) gol. Penantren 2) gol. Benzilisokinolin. Dari alkaloid
derivate fenantren yang alamiah telah dibuat berbagai derivate sintetik.
Farmakologi
Dari masing-masing derivat secara kualitatif sama dan bebeda secara kuantitatif dengan
morfin. Efek morfin pada susunan saraf pusat dan usus terutama di timbulkan karena morfin
bekerja sebagai agonis pada reseptor , selain itu morfin mempunya afinitas yang lebih
lemah terhadap reseptor dan K. efek berupa analgesia oleh morfin dan nakrosis dengan cara
berikatan dengan reseptor opioid yang terutama yang didapakan di SSP dan medulla spinalis
yang berperan pada transmisi dan modulasi nyeri. Agonis opioid melalui reseptor , dan K
pada ujung sinaps aferen primer nosiseptif mengurangi penglepasan tramsmiter, dan
selanjutnya menghambat saraf yang mentransmisi nyeri di komu dorsalis medulla spinalis.
Dengan demikian opioid memiliki efek analgesic yang kuat melalui pengaruh pada medulla
spinalis, selain itu agonis juga menimbulkan efek inhibisi pascasinaps melalui reseptor di

otak.
Ekskresi morfin sebagian besar melalui ginjal sebagian kecil di keluarkan melalui tinja dan
keringat
Indikasi
Diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati
dengan obat analgesic non opioid. Morfin sering digunakan nyeri yang menyertai 1) infark
miokard; 2) neoplasma; 3)kolik renal atau kolik empedu; 4) oklusio akut pembuluh darah
perifer, pulmonal atau koroner; 5) perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks spontan dan
6) nyeri akibat trauma.
Efek samping
Idiosinkrasi dan Alergi. Morfin dapat menyebabkan mual dan muntaah terutama pada wanita
berdasarkan idiosinkrasi. Bentuk idiosinkrasi lain ialah timbulnya eksitasi dengan tremor, dan
jarang-jarang dillirium lebihjarang lagi konfulsi dan insomnia. Bayi dan anak kecil tidak
lebih peka terhadap alkaloid opium, asal saja dosis diperhitungkan berdasarkan berat badan,
tetapi oranng lanjut usia dan pasien Penyakit berat agaknya lebih peka terhadap efek morfin.
Toleransi
Toleransi timbul terhadap efek depresi, tetapi tidak timbul terhadap efek eksitasi, miosis dan
efek pada usus. Toleransi silang dapat timbul antara morfin, dihidromorfinon, metopon,
kodein dan heroin. Toleransi timbul setelah pemakaian 2-3 minggu, kemungkinan timbul efek
toleransi lebih besar apabila digunakan dosis besar secara teratur.
Adiksi
Disebut juga daya untuk menimbulkan adiksi berbeda-beda untuk masing-masing obat.
Bahaya terbesar terdapat di heroin menimbulkan euphoria yang kuat yang tidak disertai mual
ddan konstipasi
Contoh nama obat gol. Opioid
No Nama 8 Nama
1 Morfin 9 Hidralorfinokodon
2 Heroin 10 Oksikodon
3 Hidromorfon 11 Nalorfin
4 Oksimorfon 12 Nalokson
5 Levorvanol 13 Naltrekson
6 Levalorfan 14 Butorfanol
7 Kodein 15 Nalbufin
16 Tebain
2. Mefiridin dan Derivat Fenilpiperidin
Farmakodinamik
Bekerja terutama kerja sebagai agonis reseptor . Obat lain yang mirip dengan meperidin
ialah piminodin, ketobemidon dan fenoperidin.
Farmakokinetik
Absorbsi meferidin setelah cara pemberian apapun langsung baik, akan tetapi kecepatan
absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma dalam 45
menit dan kadar yang dicapai sangat berfariasi antar individu. Setelah pemberian secara oral
sekitar 50 % mengalami metabolism lintas pertama dan kadar maksimal dalam plasma
tercapai dalam 11-2 jam. Setelah pemberian IV kadarnya dalam plasma menurun secara cepat
dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung dengan lambat. Kurang lebih 60 %
meferidin dalam plasma terikat protein metabolism meferidin terutama berlangsung dihati.
Farmakologi
efek dari mefiridin serupa dengan morfin.

Indikasi
Mefridin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia pada beberapa keadaan klinis
seperti tindakan diagnostic sistoskopi, pielografiretrograd dan gastroskopi. Mefiridin
digunakan jagu untuk menimbulkan analgesia obstetric dan sebagai obat praanastetik.
Efek samping
Pusing, berkeringat, euporia, mulut kering, mual, muntah, perasaan lemahl, gangguan
penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.
Sediaan dan dosis
Mefiridin : 50-100 mg ( dalam bentuk tablet dan ampul)
Alfaprodin : 60 mg ( dalam bentuk ampul 1 ml dan vial 10 ml)
Difoneksilat : 20 mg per hari dalam dosis terbagi (dalam bentuk tablet dan sirop)
Loperamid : 4 8 mg /hari
Fentanil dan Derivatnya
3. Metadon
Farmakokinetik
Setelah suntikan metadon subkutan ditemukan kadar dalam plasma yang tinggi dalam 10
menit pertama. Sekitar 90 % metadon terikat protein plasma. Metadon diabsorbsi secara baik
di usus dan dapat ditemukan diplasma setealah pemberian secara oral, kadar puncak dicapai
setelah 4 jam. Metadon cepat keluar dari darah dan menumpuk dalam paru, hati, ginjal dan
limpa. Hanya sebagian kecil yang masuk otak kadar maksimal metadon dalam otak dicapai
dalam 1-2 jam setelah pemberian parenteral dan kadar ini sejajar dengan intensitas dan lama
analgesia.
Farmakodinamik
Efek analgetik 7,5 10 mg metadon sama kuat dengan morfin, setelah pemberian berulang
kali timbul efek sedasi yang jelas, mungkin karena adanya akumulasi.
Indikasi
Analgesia : Jenis nyeri yang dapat dipengaruhi oleh metadon sama dengan jenis nyeri yang
dapat dipengaruhi morfin.
Antitusif : Metadon merupakan antitusif yang baik, efek anti tusif 1,5 -2 mg /oral sesuai
dengan 15-20 mg kodein, tetapi kemungkinan timbulnya adiksi pada metadon jauh lebih
besar dari pada kodein. Oleh karena itu sekarang metadon sudah mulai ditinggalkan sebagai
antitusif.
Efek Samping
Menyebabkan perasaan ringan, pusing, kantuk, fungsi mental terganggu, berkerigat, pruritus,
mual dan muntah. Efek samping yang jarang timbul adalah delirium, halusinasi selintas dan
urtikaria hemoragik.
Sediaan dan Dosis
Metadon : 2,5 15 mg ( dalam bentuk tablet, vial dan ampul)
4. Propoksifen
Farmakodinamik
Propoksifen terutama bekerja terikat pada reseptor meskipunkurang selektif disbandingkan
dengan morfin. Propoksifen 65-100 mg memberikan efek yang sama kuat denga 65 mg
kodein. Propoksifen menimbulka perasaan yang panas dan iritasi ditempat suntikan.
Kombinasi propoksifen dengan asetosal berefek analgesic jauh lebih baik jika masing-masing
obat diberikan secara sendiri-sendiri.
Farmakokinetik

Propoksifen diabsorbsi setelah pemberian oral maupun parenteral. Seperti kodein, efektivitas
jauh berkurang jika propoksifen diberikan secara oral. Biotransformasi propoksifen dengan
cara enbemetilasi yang terjadi dalam hati.
Indikasi
Hanya digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai nyeri sedang, yang tidak cukup baik
diredakan oleh asetosal. Kombinasi propoksifen dengan asetosal sama kuat seperti kombinasi
kodein dengan asetosal.
Efek samping
Propoksifen memberikan efek mual, anoreksia, sembelit, nyeri perut dan kantuk, kurang lebih
sama dengan kodein
Sediaan dan dosis
Propoksifen : 65 mg 4x sehari ( dalam bentuk tablet dan vial)
5. Antagonis Opioid
Obat-obat yang tergolong antagonis opioid umumnya tidak menimbulkan banyak efek
kecuali bila sebelumnya telah ada efek agonis opioid aatau bila opioid endogen edang aktif
misalnya pada keadaan stress atau syok. Nalokson merupakan prototif antagonis opioid yang
relative murni, demikian pula naltrekson yang dapat diberikan secara oral dan
memperlihatkan masa kerjalebih yang lama dari pada nalokson.
Nalorfin, levalorfan, siklazosin dan sejenisnya disamping memperlihatkan efek antagonis,
menimbulkan efek otonomik, endokrin, analgetik dan depresi nafas mirip efek yang
ditimbulkan oleh morfin. Obat-obat ini merupakan antagonis kompetitif reseptor , tetapi
juga memperlihatkan efek agonis pada reseptor-reseptor lain.
Farmakodinamik
Efek tanpa pengaruh opioid pada berbagai eksperimen bahwa nalokson memperlihatkan :
a. Menurunkan ambang nyeri pada mereka yang biasanya ambang nyerinya tinggi
b. Mengantagonis efek analgetik placebo
c. Mengantagonis analgesia yang terjadi akibat perangsangan leawat jarum akupuntur, semua
efek ini diduga berdasarkan antagonisme nalokson terhadap opioid endogen yang dalam
keadaan lebih aktif
Nalorfin dan levalorfan juga menimbulkan depresi nafas yang diduga karena kerjanya pada
reseptor K. berbeda dengan morfin, depresi nafas ini tidak bertambah dengan bertambahnya
dosis, kedua obat ini bekerja memperberat depresi nafas oleh morfin dosis kecil, tetapi
mengantagonis depresi nafas akibat morfin dosis besar.
Efek dengan pengaruh opioid frekuensi nafas meningkat dalam 1-2 menit setelah pemberian
IV, IM nalokson pada pasien dengan depresi nafas akibat agonis opioid, efek sedatef dan efek
terhadap tekanan darah juga segera dihilangkan. Antagonis nalokson terhadap efek agonis
opioid sering disertai dengan terjadinya fenomena overshoot misalnya berupa penigkatan
frekuensi nafas melebihi frekuensi sebelum dihambat oleh opioid. Fenomena ini diduga
berhubungan dengan terungkapnya (unmasking) ketergantungan fisik akut yang timbul 24
jam setelah morfin dosis besar.
Indikasi
Antagonis opioid ini diindikasikan untuk mengatasi depresi nafas akibat takar kajak opioid,
pada bayi yang dilairkan oleh ibu yang mendapat opioid sewaktu perdalinan atau akibat
tentamen suicide dengan suatu opioid. Dalam hal ini alokson merupakan obat pilihan untuk
kasus ini.
Sediaan dan Dosis
Nalorfin HCL : 0,2 mg /ml unutuk anak, 5 mg/ml untuk dewasa
Levalorvan : 1 mg/ml
Nalokson : 0,4 mg/ml
6. Agonis Parsial

a. Pentazosin
Farmakodinamik
Obat ini merupakan antagonis lemah pada reseptor tetapi merupakan agonis yang kuat pada
reseptor K dan sehingga tidak mengantagonis depresi nafas oleh morfin. Efeknya terhadap
SSP mirip dengan efek opioid yaitu nyebabkan analgesi, sedasi dan depresi nafas. Analgesi
yang timbul agaknya karna efek pada reseptor K, karena sifatnya berbeda dengan analgesi
akibat morfin. Analgesi timbul lebih dini dan hilang lebih cepat daripada morfin, setelah
pemberian secara IM analgesi mencapai maksimal dalam 30 60 menit dan berakhir setelah
2-3 jam. Setelah pemberian oral efek maksimal dalam 1 3 jam dan lama kerja agak panjang
darimpada setelah pemberian IM. Depresi nafas yang ditiimbulkannya tidak sejalan dengan
dosis, pada dosis 60-90 mg obat ini menyebabkan disporia dan efek psikotomimetik mirip
dengan morfin yang hanya dapat di antagomnis oleh aloksan. Diduga timbulnya disporia dan
efek psikotomimetik karena kerjanya pada reseptor .
Farmakokinetik
Pentazosin diserap baik melalui pemberian apa saja, tetapi karena mengalami metabolism
lintas pertama, bioavailabilytas per oral cukup berpariasi. Obat ini dimetabolisme secara
intensif di hati untuk kemmudian di ekskresi sebagai metabolit melalui urin. Pada penderita
sirosis hepatis bersihannya sangat kuat.
Indikasi
Pentazosin diindikasikan untuk mengatasi nyeri sedang tetapi kurang efektif dibandingkan
morfin untuk nyeri berat. Obat ini juga digunakan untuk medikasi pre anastetik. Bila
digunnakan untukk analgesi opstertik pentazosin dapat mengakibatkan depresi nafas yang
sebanding meferidin.
Sediaan dan Dosis
Pentazosin : 30 mg (secara IV/IM) dapat diulang tiap 3-4 jam, dosis total maksimal 360 mg/
hari
Untuk analgesi optaltik diberikan dosis tunggal 20 atau 30 mg secara IM.
Sediaan : vial 1, 1,5, 2 dan 10 ml
b. Butorfanol
Secara kimia mirip levorfanol akan tetapi profil kerjanya mirip pentazosin. Pada penderita
paska beda, suntikan 2 -3 mg butorfanol menimbulkan analgesi dan depresi nafas menyerupai
efek akibat suntikan 10 mg morfin atau 80 mg meferidin. Seperti pentazisin dan obat lain
yang dihipotesiskan bekerja pada reseptor K dan , peningkatan dosis juga disertai
memberatnya depresi nafas dan menonjol.
Farmakodinamik
Efek farmakodinamik butorfenol sama seperti pentazosin.
Efek Samping
Butorfanol menyebabkan ngantuk, mual, berkeringat kadang-kadang terjadi gangguan
kardiocaskular yaitu kalpitasi dan gangguan kulit rash.
INDIKASI butarfanol efektif mengatasi nyeri akut pasca operasi sebanding dengan morfin
eferidin atau pentazosin. Demikian pula butorfanol sama efektif dengan mefiridin untuk
medikasi preanastetik akantetapi efek sedasinya lebih kuat.
Sediaan dan dosis
Butorfanol : dewasa 1-4 mg IM atau 0,5 2 mg IV dan dapapt diulang sampai dengan 2-4
jam

KESIMPULAN
Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapetik meringankan atau menekan rasa nyeri,
tanpa memiliki kerja anestesi umum. Kesadaran akan perasaan sakit terdiri atas dua tahap
yaitu tahap penerimaan perangsang sakit dibagian otak besar dan tahap reaksi emosional dari
individu terhadap perangsang ini.
No Nama obat Dosis Indikasi Efek samping
1 Gol.non-Narkotik
-Asam mefenamat
dosis aawal 500 mg, dilanjutkan dengan dosis 250 mg, setiap 6 jam jika
digunaUntuk dismenore penggunaan saat terjadi haid, pnggunaan tidak lebih dari 2 -3 hari.
Nyeri ringan sampai sedang Dyspepsia, diare, perdarahan gastrointestinal. Sakit kepala,
pusing, mengantuk.
-Parasetamol oral : 0.5-1 gram sehari
Anak 2 bulan : 60 mg pada demam pasca operasi
Usia < 3 bulan hanya dengan nasehat dokter.
3 bulan-1 tahun : 60-120 mg perhari Nyeri ringan Hipersensitivitas dan kelainan darah.
Penggunaan kronis dari 3-4 gram/hari, kerusakan hati, pada dosis > 6gram nekrosis hati.
Overdose bias mual, muntah dan anorexia.
-Aspirin Oral : 4 dd 0,5 1 g p.c., maksimum 4 g sehari
anak-anak 1 tahun 10 mg/kg 3-4 kal/hari
1 12 tahun 4-6 dd,
> 12 tahun 4 dd 320-500 mg, maksimum 2 g/hari.
Rektal : dewasa 4 dd 0,5 1 g, anak-anak sampai 2 tahun 2 dd 20 mg/kg, di atas 2 tahun 3 dd
20 mg/kg p.c. Nyeri ringan sampai sedang, pada dosis rendah sebagai anti koagulan. Reye's
syndrome : Iritasi lambung karena bersifat asam.
Efek terhadap Sistem syaraf : Nyeri pada ujung syaraf, sakit kepala, epilepsi, agitasi,
perubahan mental, koma, paralisis, pusing, limbung, depresi, bingung,amnesia, sulit tidur.
-Ibuprofen
Artritis : 400-800 mg 3-4 kali sehari (maksimun 3.2 g/hari)
Juvenile artritis : 30-40 mg/kg BB/hari dalam 3-4 dosis terbagi (maksimum 50 mg/kg berat

badan)
Nyeri ringan s/d sedang : 200-400 mg tiap 4-6 jam, bila perlu (max 1,2 g/hari) Nyeri ringan
sampai sedang Dispepsia, heartburn, mual, muntah, diare, konstipasi, anoreksia dll. sakit
kepala, pusing,
tinitus, penurunan pendengaran, gangguan penglihatan sakit kuning, kenaikan SGOT &
SGPT
-Na.diklofenak
Dosis awal : 50 mg, dilanjutkan 50 mg setiap 8 jam jika perlu Nyeri ringan sampai sedang
gangguan pada saluran cerna
,tukaklambung,perdarahansalurancerna.
sakit kepala (3-9% pasien), depresi, insomnia, cemas.
(kurang dari 1% pasien) terganggu fungsi ginjal (azotemia,proteinuria,nefrotik sindrom dll),
retensi cairan, hipertensi,(3-9%pasien),asma (kurang dari 1% pasien) lekopenia,
trombositopenia, hemolitik anemia (kurang dari 1% pasien),hepatitis, sakit kuning (jarang),
peningkatan SGOT
Golongan narkotik
- Morfin dan alkaloid opium
Mefiridin : 50-100 mg
Diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati
dengan obat analgesic non opioid Pusing, berkeringat, euporia, mulut kering, mual, muntah,
perasaan lemahl, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi
2. - Metadon 2,5 15 mg (dalam bentuk tablet, vial dan ampul) Jenis nyeri yang sama dengan
nyeri pada morfin Menyebabkan perasaan ringan, pusing, kantuk, fungsi mental terganggu,
berkerigat, pruritus, mual dan muntah. Efek samping yang jarang timbul adalah delirium,
halusinasi selintas dan urtikaria hemoragik.
3. -Propoksifen
65 mg 4x sehari (dalam bentuk tablet dan vial) Hanya digunakan untuk mengobati nyeri
ringan sampai nyeri sedang Propoksifen memberikan efek mual, anoreksia, sembelit, nyeri
perut dan kantuk, kurang lebih sama dengan kodein
4. - Antagonis Opioid
Nalorfin HCL : 0,2 mg /ml unutuk anak, 5 mg/ml untukdewasa
Levalorvan : 1 mg/ml
Nalokson : 0,4 mg/ml
Antagonis opioid ini diindikasikan untuk mengatasi depresi nafas akibat ngantuk, mual,
berkeringat kadang-kadang
5. - Agonis Parsial Pentazosin: 30 mg (IV/IM) dosis total maksimal 360 mg/ hari
analgesi optaltik diberikan dosis tunggal 20 atau 30 mg secara IM. Nyeri sedang tetapi
kurang efektif dibandingkan morfin untuk nyeri berat. untuk medikasi pre anastetik. Bila
digunnakan untukk analgesi opstertik pentazosin dapat mengakibatkan depresi nafas yang
sebanding meferidin. Ngantuk, mual, berkeringat kadang-kadang terjadi gangguan
kardiocaskular yaitu kalpitasi dan gangguan kulit rash

DAFTAR PUSTAKA
1. Tan HT, dan Rahardja K. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya.
Edisi V. PT. Alex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta. 2002.
2. Tim penyusun, 2008, ISO Farmakoterapi,ISFI, Jakarta
3. Campbell, W.B. (1991). Lipid-Derived Autacoids : Eicosanoids and Platelet-Activating
Factor. Dalam: Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics. Ed 8.
Editor: Gilman, A.G. et al. New York: Pergamon Press. Vol. I. Halaman 600-602, 605-606, 61
1.
4. Pamela C, dkk, Farmakologi Ulasan Bergambar, Edisi 2. PT. widya medika : Jakarta
5. Ganiswarna, Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. 1995. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta
Diposkan oleh bie-bie di 08.12
Reaksi:
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Link ke posting ini
Buat sebuah Link
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Mengenai Saya

bie-bie
berlari dari ke gelapan menju tempat yang terang benderang, lari dari tempat yang
gersang ke tempat yang indah untuk merubah langkah hidup, melawan ketakutan
dengan segelintir keberanian, menuju kedamaian dan ketenangan
Lihat profil lengkapku

Pengikut
Daftar Blog Saya

obie
HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS OBAT ANTIKANKER
5 tahun yang lalu

Arsip Blog

2011 (8)
o Februari (5)

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS OBAT ANTIKANKER

SERVIKS

OBAT DIURETIK

ANTIBIOTIKA

OBAT-OBAT ANALGETIK

o Januari (3)

2010 (9)

2009 (42)

Ferdi DL

Anda mungkin juga menyukai