Anda di halaman 1dari 8

Pemerintah Sepakat Bentuk Enam

Holding BUMN
Pertamina, Inalum, Dana Reksa, Perumnas, Hutama Karya, dan Perum
Bulog akan menjadi induk usaha BUMN di masing-masing sektor.

Presiden Jokowi memimpin rapat terbatas mengenai pembahasan pembentukan holding BUMN di Kantor
Presiden, Jakarta, Jumat 12 Agustus 2016 EDI | BIRO PERS SEKRETARIAT KEPRESIDENAN
Sabtu, 13 Agustus 2016 | 12:00 WIB

Pemerintah Siapkan Kontrak Khusus untuk Blok East Natuna

Tolak Holding Migas, Serikat Pekerja PGN Dukung Holding Energi

Pertamina Selesaikan Proses Akuisisi Maurel & Prom

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui usulan Menteri Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) Rini soemarno untuk membentuk enam induk usaha (holding) BUMN. Hal ini
disepakati dalam rapat terbatas kabinet tentang holding BUMN di Kantor Presiden, Jakarta,
Jumat (12/8).
Pembentukan holding dilakukan berdasarkan sektor usaha BUMN yang sejenis. Enam sektor
ini adalah pertambangan, minyak dan gas bumi (migas), perumahan, jalan tol, jasa keuangan,
serta pangan.
PT Pertamina (Persero) akan dijadikan sebagai holding company atau perusahaan induk di
sektor migas. PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. akan menjadi anak usahanya.

Sedangkan anak usaha Pertamina yang berbisnis gas, yakni PT Pertamina Gas, akan dijadikan
anak usaha Perusahaan Gas Negara (PGN).
(Baca: Hapus Kementerian BUMN, Rini Mau Bentuk Superholding di 2019)
Di sektor pertambangan, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) yang akan
menjadi holding. Perum Bulog akan menjadi induk dari beberapa BUMN sektor pangan,
seperti PT Sang Hyang Seri (Persero), PT Pertani (Persero), dan PT Perusahaan Perdangan
Indonesia (Persero). Sementara PT Dana Reksa (Persero) akan menjadi holding dari BUMN
jasa keuangan, termasuk perbankan.
Tadi dalam Ratas Holding BUMN juga ditekankan oleh wakil Presiden, bahwa dana reksa
ini direksinya akan berubah. Karena akan menjadi bentuk holding, direksinya tentu yang
harus mampu menjadi holding di sektor jasa keuangan, kata Rini usai ratas tesebut.
Perum Perumnas menjadi perusahaan induk dari BUMN perumahan seperti PT Pembangunan
Perumahan (Persero) Tbk. dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Untuk sektor konstruksi jalan
tol, PT Hutama Karya akan ditunjuk sebagaiholdingnya.
Perlu ada penekanan bahwa holding company adalah perusahaan yang 100 persen milik
negara, ujarnya. Sementara kepemilikan Holding Companyterhadap perusahaan di
bawahnya tidak boleh berkurang dari 51 persen dan saham seri A harus tetap ada. Sehingga
kontrol negara atas perusahaan-perusahaan ini masih tetap ada.
Rini menargetkan ada beberapa holding yang sudah bisa terbentuk tahun ini. Kemungkinan
besar holding yang terbentuk lebih dulu adalah migas dan pertambangan. Perusahaanperusahaan yang akan masuk dalam holdingtersebut sudah cukup intensif melakukan
koordinasi.
Sebelum menggabungkan BUMN dan membentuk induk usahanya, hal paling utama yang
harus dilakukan adalah harmonisasi terhadap peraturan-peraturan yang ada. Dalam rapat,
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sudah menjelaskan beberapa
aturan dan pasal-pasalnya yang perlu disesesuaikan.
(Baca: Holding BUMN Tunggu Revisi Aturan Penyertaan Modal Negara)
Salah satu aturan yang disinggung adala Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang
Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.
Perlu ada revisi PP tersebut dengan memasukan skema holding. Jadi nanti per holding ini
akan ada PP. Tapi sebelum itu harus ada harmonisasi dari PP yang sebelumnya sudah keluar
dan perlu ada penyesuaian.
Rini mengaku saat ini pihaknya telah menandatangani draf PP untuk holdingmigas. Tinggal
menunggu kementerian lain untuk menandatangani draf tersebut sebelum disahkan menjadi
PP oleh Presiden Jokowi. Kementerian BUMN berharap PP tersebut bisa rampung bulan ini.

Agar pembentukan holding bisa segera dilakukan, perlu adanya komunikasi yang intensif dari
semua kementerian, dan lembaga negara, termasuk DPR. Dalam rapat tersebut, Jokowi pun
sudah memerintahkan semua kementerian untuk mendukung rencana holding ini.
Jokowi pun menjawab pertanyaan dan kekhawatiran beberapa pihak bahwa penggabungan
dan pembentukan holding dianggap sebagai upaya untuk melepas BUMN. "Pembentukan
holding BUMN bukan privatisasi. Ini beda, tidak menghilangkan status BUMN pada
Perseroan yang menjadi anak perusahaan yang sahamnya di-imprint-kan, kata Jokowi.
Lebih lanjut, Jokowi juga menjelaskan bahwa pemisahan kekayaan negara dalam
pembentukan holding, bukanlah peralihan hak negara kepada BUMN. Kekayaan negara yang
dipisahkan itu masih tetap menjadi kekayaan negara sebagai pemegang saham.
(Baca: Holding Pertamina-PGN Membuat Harga Gas Lebih Murah)
Menurutnya penggabungan BUMN dalam satu holding sektor ini bukan semata-mata
memperkuat BUMN sebagai penggerak perekonomian. Dengan penggabungan ini, BUMN
akan semakin efisien dan lebih mudah mencari pendanaan untuk membiaya program
pembanguan.
"Pembentukan holding justru ingin memperkuat, sehingga BUMN bisa keluar kandang,"
ujarnya.

Menhub: Proyek Tol Laut Butuh


Penyempurnaan

KOMPAS.com/ENI MUSLIMAHKM

Mutiara Sentosa III siap angkut penumpang mudik Lebaran 2016 melalui jalur tol
laut Pelabuhan Panjang-Tanjung Priok.

JAKARTA, KOMPAS.com - Bagi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi,


keberadaan pelabuhan dan pengadaan kapal belumlah menandakan kehadiran
negara dalam konektivitas. Konektivitas itu, kata dia, berarti jika kapal-kapal itu bisa
dijalankan dengan frekuensi teratur, pelabuhan-pelabuhan berfungsi, dan disparitas
harga antar wilayah menurun.
Pemerintah Joko Widodo sejak awal terbentuk telah menggaungkan semangat
konektivitas melalui pembangunan "Tol Laut". Namun, Budi menilai, keberadaan Tol
Laut ini masih belum mencapai tujuan konektivitas.
Budi mengatakan, pemerintah membangun "Tol Laut" dengan tujuan menurunkan
disparitas harga secara konsisten. Namun, ia menyampaikan, laporan dari Pelni
menyebutkan bahwa harga barang-barang di daerah-daerah yang dilintasi Tol Laut
turun 30 persen, tetapi tidak konsisten.

"Karena katakanlah barang datang sebulan sekali atau dua kali. Barang itu bisa
diakuisisi oleh pedagang di sana (spekulan). Sehingga dalam beberapa hari,
harganya bisa naik lagi," kata Budi seusai kunjungan di Kalibaru, Jakarta, Sabtu
(27/8/2016).
Selain itu, masalah lain yang muncul dari "Tol Laut" ini adalah persaingan dengan
swasta. Budi mengatakan, banyak swasta yang komplain jalur trayeknya "dipotong"
oleh kapal-kapal dari Jakarta. Misalnya, kata dia, trayek Jakarta-Papua via Makassar
oleh Pelni.
"Swasta komplain, kan sudah ada swasta Jakarta ke Makassar. Dan, coba dilihat
harga beras di Jakarta dan Makassar sama atau tidak? Jika sama, maka jalur Pelni
mulainya bukan dari Jakarta, tetapi dari Makassar ke Papua. Sehingga tol yang
sudah dibuat swasta bisa menjadi lebih besar," ujar mantan bos Angkasa Pura II itu.
Contoh lain, jalur pelayaran dari Jakarta ke Natuna. Budi melihat ada baiknya Pelni
belayar dari Pontianak ke Natuna, sebab sudah banyak swasta yang melayani rute
Jakarta-Pontianak.
"Tanpa bermaksud mengatakan apa yang dilakukan dulu itu kurang, memang
dibutuhkan penyempurnaan tol laut. Dalam kesempatan di Danau Toba juga Pak
Presiden berharap dilakukan perbaikan-perbaikan," pungkas Budi.

Pemerintah Luncurkan Tol Laut di


Pelabuhan Tanjung Priok

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan bersama dengan Menteri Perdagangan Thomas Lembong
meresmikan peluncuran Tol Laut di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (4/11/2015). (Foto:
Ilyas Istianur/Liputan6.com)
Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perhubungan Ignasius Jonan bersama dengan Menteri
Perdagangan Thomas Lembong meresmikan peluncuran Tol Laut di Terminal Penumpang,
Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (4/11/2015).
Tol laut merupakan program nasional Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) yang
ditatarbelakangi karena adanya disparitas harga yang cukup tinggi antara wilayah barat dan
timur. Konsep tol laut adalah menghubungkan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia dengan kapal.
Pertumbuhan ekonomi yang terpusat di Pulau Jawa mengakibatkan transportasi laut di
Indonesia tidak efisien dan mahal karena tidak adanya muatan balik dari wilayah-wilayah yang
pertumbuhan ekonominya rendah, khususnya di Kawasan Timur Indonesia.

"Program tol laut itu tidak hanya pelabuhan, tapi yang lebih penting program angkutan melalui
jalur laut, kita selama ini bahwa indikator ekonomi sering disebutkan nasional, padahal disparitas
antar daerah besar," kata Jonan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (4/11/2015).
Ditambahkan Jonan, pada prinsipnya tot laut merupakan penyelenggaraan angkutan laut secara
tetap dan teratur yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan hub disertai feeder dan Sumatera
hingga ke Papua dengan menggunakan kapal-kapal berukuran besar sehingga diperoleh
manfaat ekonomisnya.

Diharapkan dengan adanya program pelayaran kapal yang terjadwal ini dapat menurunkan
disparitas harga untuk wilayah Indonesia Timur dengan wilayah produksi yang sebagian besar
ada di wilayah Indonesia bagian Barat.
Dalam rangka petaksanaan program tot laut ini, maka pemerintah dalam hal ini Kementerian
Perhubungan memberikan penugasan kepada PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Persero).
Penugasan tersebut tertuang datam Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Pubtik untuk Angkutan Barang Dalam Rangka
Pelaksanaan Tol Laut yang diikuti dengan terbitnya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.
161 Tahun 2015 tanggal 16 Oktober 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan
Publik untuk Angkutan Barang di Laut dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 168 Tahun
2015 tentang Tanrif Angkutan Barang Dalam Negeri dan Bongkar Muat Dalam Rangka
Pelaksanaan Tol Laut. (Yas/Gdn)

Anda mungkin juga menyukai