Anda di halaman 1dari 7

Perumahan di jawa beserta tanah-tanah perkarangannya yang satu sama lain

dipisah-pisah dengan pagar-pagar bambu atau tumbuh-tumbuhan, ada diantara


rumah-rumah itu dilengkapi dengan lumbung padi, kandang-kandang ternak,
yang dibangun di dekat-dekat rumah atau halaman pekarangannya. Selain
rumah-rumah tersebut yang tampak berkelompok dan yang sebagian berjajar
menghadap jalan desa itu, ada juga balai desa, tempat pemerintahan desa
berkumpul atau mengadakan rapat-rapat desa, yang diadakan tiap 35 hari
sekali. Untuk menampung kegiatan-kegiatan pendidikan keagamaan dan sosial
ekonomi rakyat, biasanya ada sekolah-sekolah, langgar atau mesjid. Kecuali itu
ada pasar yang kelihatan ramai pada hari pasaran. Adapun kuburan desa berada
di lingkungan wilayah salah sebuah dukuh, sedangkan tanah pertanian berupa
sawah-sawah atau ladang-ladang terbentang di sekeliling desa.
Dipandang dari bahan dan bentuknya, maka ada beberapa macam rumah. Ada
rumah yang dibangun memakai kerangka dari bambu, glugu (batang pohon
nyiur) atau kayu jati; kemudian dinding-dindingnya dibuat dari gedek (anyaman
belahan bambu), papan atau tembok, dan atapnya berupa anyaman daun kelapa
kering (blarak), atau dari genting. Rumah tersebut didirikan menurut sistem
kerangka tertentu, sehingga membentuk sebuah bangunan persegi. Bagian
dalam rumah itu, dibagi-dibagi menjadi ruangan-ruangan kecil yang satu sama
lain dipisah-pisahkan dengan gedek yang dapat digeser atau dipindahkan, dan
pintunya ialah pintu seret, sedangkan jendela-jendela tidak ada. Sinar matahari
dapat masuk melalui lubang dari atas atap dan celah-celah dindingnya.
Adapun mengenai bentuk rumah itu yang ditentukan oleh bangun atapnya, ada
yang dinamakan rumah limasan, rumah serotong, rumah joglo, rumah
panggangepe, rumah daragepak, rumah macan njerum, rumah klabang nyander,
rumah tajuk, rumah kutuk ngambang, dan rumah sinom. Dari sekian macam
bentuk rumah tersebut rumah limasan, adalah yang paling sering ditemui dan
menjadi tempat kediaman keturunan penetap desa pertama, di samping rumah
serotong. Adapun rumah joglo adalah prototipe rumah bangsawan. Untuk
sekarang ini sudah banyak orang yang membuat rumah dengan memakai bahan
bangunan yang sepadan dengan rumah-rumah orang di kota-kota. Besar dan
gaya atap suatu rumah itu sering menjadi tanda gengsi dan kedudukan sosial.

Manusia dan Kebudayaan di Indonesia


Koentjaraningrat dkk
Cet. Ke-20
Jakarta: Djambatan 2004 (penerbit)
Percetakan Sapdodadi
Senjata jawa Tengah

Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada
kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara
bagian barat dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata
tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali
bilahnya berkelok-kelok, dan banyak di antaranya memiliki pamor (damascene),
yaitu terlihat serat-serat lapisan logam cerah pada helai bilah. Jenis senjata
tikam yang memiliki kemiripan dengan keris adalah badik.

CELURIT

SENJATA

KHAS

MASYARAKAT

MADURA,

JAWA

TIMUR

Bagi masyarakat Madura, Celurit tak dapat dipisahkan dari budaya dan tradisi mereka hingga
saat ini. Senjata tradisional ini memiliki bilahnya berbentuk melengkung bentuk bilah inilah
yang menjadi ciri khasnya. Celurit menjadi senjata khas suku Madura yang biasa digunakan
sebagai senjata carok.
Senjata ini melegenda sebagai senjata yang biasa digunakan oleh tokoh bernama Sakera.
Masyarakat Madura biasanya memasukkan khodam, sejenis makhluk gaib yang menempati
suatu benda, ke dalam celurit dengan cara merapalkan doa-doa sebelum carok. Walaupun
demikian, pada dasarnya fungsi utama senjata ini merupakan salahsatu dari alat pertanian.
Sejarah dan Mitos

Celurit diyakini berasal dari legenda Sakera, seorang mandor tebu dari Pasuruan yang
menjadi salah satu tokoh perlawanan terhadap penjajahan belanda pada abad 18 M. Ia dikenal
tak pernah meninggalkan celurit dan selalu membawa/mengenakannya dalam aktivitas
sehari-hari, dimana saat itu digunakan sebagai alat pertanian/perkebunan. Ia berasal dari
kalangan santri dan seorang muslim yang taat menjalankan ajaran agama Islam.
Sakera melakukan perlawanan atas penidasan penjajah. Setelah ia tertangkap dan dihukum
gantung di Pasuruan, Jawa Timur. Ia kemudia dimakamkan di Kota Bangil. Atau tepatnya di
wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari, daerah paling selatan Kota Bangil.
Tindakan penjajah tersebut memimbulkan kemarahan orang-orang Madura sehingga timbul
keberanian melakukan perlawanan terhadap penjajah dengan senjata andalan meraka adalah
celurit. Oleh karena itu, celurit mulai beralih fungsi menjadi simbol perlawanan, simbol harga
diri serta strata sosial.
Jenis dan Ukuran Celurit

Berdasarkan bentuk bilahnya, celurit dapat dibedakan menjadi :


- Clurit Kembang Turi
- Clurit Wulu Pitik/Bulu Ayam
Sedangkan ukuran clurit dikenal dengan ukuran 5 (paling kecil) sampai ukuran 1 (paling
besar)
Struktur Celurit Umumnya clurit memiliki hulu (pegangan/gagang) terbuat dari kayu,
adapun kayu yang digunakan cukup beraneka ragam, di antaranya kayu kembang, kayu
stingi, kayu jambu klutuk, kayu temoho, dan kayu lainnya. Pada ujung hulu terdapat tali
sepanjang 10-15 cm yang berguna untuk mennggantung/mengikat clurit. Pada bagian ujung
hulu biasanya terdapat ulir/cerukan/cungkilan sedalam 1-2 cm.

Sarung clurit terbuat dari kulit, biasanya berasal dari kulit kebo yg tebal atau kulit sapi serta
kulit lainya. Sarung Kulit dibuat sesuai dengan bentuk bilah yang melengkung, dan memiliki
ikatan pada ujung sarung dekat dengan gagang sebagai pengaman. Sarung clurit hanya dijahit
3/4 dari ujung clurit, agar clurit dapat dengan mudah dan cepat di tarik/dicabut dari
sarungnya. Umumnya sarung dihiasi dengan ukiran/ornamen sederhana.
Bilah Clurit menggunakan berbagai jenis besi, untuk yang kualitas bagus biasanya digunakan
besi stainless, besi bekas rel kereta api, besi jembatan, besi mobil. Sedangkan untuk kualitas
rendah menggunakan baja atau besi biasa. Bilah Clurit memiliki ikatan yang melekat pada
gagang kayu serta menembus sampai ujung gagang. Sebagaian dari clurit juga dibuat ulir
setengah lingkaran mengikuti bentuk bilahnya. Terkadang pada bilahnya terdapat ornamen
lingkaran sederhana sepanjang bilah clurit.
Proses Pembuatan Sebelum mengerjakan sebilah celurit, Pandai besi biasa berpuasa terlebih
dahulu. Bahkan saban tahun, tepatnya pada bulan Maulid, dilakukan ritual kecil di bengkel
pandai besi. Ritual ini disertai sesajen berupa ayam panggang, nasi dan air bunga. Sesajen itu
kemudian didoakan di mushala. Baru setelah itu, air bunga disiramkan ke bantalan tempat
menempa besi. Diyakini Kalau ada yang melanggar (mengganggu), ia akan mendapatkan
musibah sakit-sakitan. Hingga kini, tombuk atau bantalan menempa besi pantang dilangkahi
terlebih diduduki oleh orang.
Hal pertama yang selalu dilakukan dalam pembuatan, adalah memilih besi yang diinginkan.
Untuk clurit berkualitas terbaik digunakan besi rel atau besi mobil/jeep. Batangan besi pilihan
itu tersebut kemudian dibelah dengan ditempa berkali-kali untuk mendapatkan
lempengannya. Setelah memperoleh lempengan yang diinginkan, besi pipih itu lantas
dipanaskan hingga mencapai titik derajat tertentu.
Logam yang telah membara itu lalu ditempa berulang kali sampai membentuk lengkungan
sesuai dengan jenis celurit yang diinginkan. Penempaan dilakukan dengan ketelitian. Setelah
mencapai kelengkungan yang diinginkan, clurit digerinda dan dihaluskan bilahnya. Setelah
dimasukkan/ditancapkan ke gagang yang telah disiapkan terlebih dahulu. Dan diteruskan
dengan memberikan ikatan tali pada gagang tersebut. Terakhir bilah yang sudah jadi
dibuatkan sarungnya dengan menggunakan kulit kebo/sapi dan telah diukir/tatah, dimana
ukurana sarung disesuaikan dengan bentuk bilah tersebut. Untuk membuat clurit yang
berkualitas
terbaik
membutuhkan
waktu
2
sampai
4
minggu.
Celurit dan Pencak Silat Di Madura, banyak dijumpai perguruan pencak silat yang
mengajarkan cara menggunakan celurit. Walaupun hanya sebuah benda mati, celurit memiliki
beragam cara penggunaannya. Ini tergantung dari niat pemakainya. Dimana perguruan silat
menggajarkan penggunaan celurit tidak sekadar diajarkan untuk melumpuhkan lawan.
Namun seorang pesilat harus memiliki batin yang bersih dengan berlandaskan agama.
http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1296/celurit
Makanan
Khas Jawa Tengah
Dawet ayu, gudeg, mie ongklok, teh poci, dll

Khas Jawa Timur


Rawon, rujak petis, rujak cingur, dll
Pakaian
Pakaian Adat Jawa Timur terlihat mirip dengan pakaian adat dari Jawa Tengah.
Hal tersebut mungkin disebabkan adanya pengaruh budayaan serta adat Jawa
Tengah yang cukup banyak dalam kebudayaan Jawa Timur. Akan tetapi, tetap
saja berbeda, sebab jika pakaian adat Jawa Tengah mengambarkan akan perilaku
dari masyarakat Jawa Tengah yang terkesan santun yang berbalutkan filosofi
dalam kain batik. Sementaar pada Pakaian Adat Jawa Timur tercermin filosofi
ketegasan serta kesederhanaan dari budaya Jawa Timur.

Selain itu, yang membuat pakaian adat Jawa Timur berbeda dengan pakaian adat
Jawa Tengah adalah pada penutup kepala yang dipakainya yang disebut Odheng.
Arloji rantai dan sebum dhungket atau tongkat. Pakaian adat Jawa Timur
biasanya disebut dengan nama Mantenan. Hal itu karena pada umumnya
pakaian ini digunakan pada saat acara perkawinan atau pernikahan oleh
masyarakat jawa Timur. Selain pakaian Mantenan, pakaian khas Madura pun
termasuk dalam pakaian adat Jawa Timur. Pakaian khas Madura sendiri disebut
dengan pesaan. Pakaian pesa'an terkesan sederhana sebab hanya berupa kaos
dengan garis merah putih serta celana longgar. Sementara ntuk wanita biasanya
memakai kebaya.

Ciri khas dari pakaian kebaya Madura adalah pemakaian kutang polos berwarna
cerah yang tampak mencolok, sehingga keindahan tubuh dari pemakai akan
tampaknya jelas. Hal tersebut adalah nilai budaya Madura yang begitu
menghargai keindahan tubuh seseorang. Bukannya sebagai sarana por*grafi.
Warna-warni mencolok serta kuat yang digunakan dalam busana Madura
menunjukan karakter dari masyarakat Madura yang tak pernah ragu-ragu,
berani, terbuka serta berterus terang. Sementara untuk para bangsawan
memakai jas tutup polos dengan kain yang panjang. Lengkap dengan odeng
yang akan menunjukan derajat kebangsawanan seseorang. Seperti juga Rumah
Adat Jawa Timur, Pakaian Adat Jawa Timur memang tampak sederhana.

pakaian adat Jawa Tengah beserta kelengkapannya. Kebanyakan yang terlihat di stasiun
TV adalah jenis pakaian adat suku jawa Tengah yang terlihat sederhana dan bersahaja. Yang
wanita ada yang menggunakan baju atasan kebaya dipadu dengan rok jarik atau lilitan kain
jarik batik, dililit menggunakan stagen atau kain berwarna cerah. Ada juga yang
menggunakan kemben jarik yang dipakai hingga menutupi ketiak dan dililit oleh stagen
berwarna warni. Fungsi stagen adalah sebagai pengikat atau pengencang yang dililitkan di
perut agar kain kemben yang menutupi tubuh tidak mudah lepas.

Pakaian Adat Jawa Tengah Wanita

Untuk acara-acara resmi, wanita Jawa menggunakan pakaian adat Jawa Tengah yang
menggunakan peniti renteng, dipadukan dengan kain batik sebagai bawahannya. Rambut
wanita Jawa yang panjang digelung atau dikonde, dan dilengkapi dengan tusuk rambut yang
sesuai macamnya dengan perhiasan lain yang dia kenakan, seperti kalung, gelang, cincin, tak
lupa juga kipas sebagai pelengkap aksesoris yang mereka pakai.
Pada pakaian adat Jawa Tengah bagi wanita, baju kebaya dipakai dengan kain jarik yang
diwiru atau dilipat kecil-kecil dan dililitkan ke kiri dan ke kanan. Jarik lalu ditutup dengan
menggunakan stagen atau kain yang dililit di perut agar jarik tidak mudah lepas. Untuk
menutup stagen, wanita Jawa Tengah memakai selendang berwarna pelangi dari kain tenun
berwarna semarak/cerah. Pakaian mereka biasanya dilengkapi dengan aksesoris seperti
cincin, gelang, kalung, subang (anting) dan tusuk konde yang berwarna dan bertema senada.
Pakaian Pria
Bagi priyayi keraton, baju beskap bermotif bunga merupakan pakaian adat Jawa Tengah yang
harus mereka pakai dalam kesehariannya. Di kepala, mereka memakai blangkon atau biasa
disebut destar, dan bawahan yang kurang lebih bermodel sama seperti pakaian adat bagi
wanita: kain jarik yang pemakaiannya dilapisi stagen agar tidak mudah terlepas. Mereka juga
menggunakan alas kaki yang disebut cemila dana membawa keris yang disematkan pada
stagen mereka di bagian punggung atau belakang di stagen. Pakaian pria Jawa yang seperti
ini disebut sebagai pakaian Jawi Jangkep, atau pakaian adat Jawa lengkap dengan kerisnya.

Sedangkan di kalangan rakyat selain para priyayi, para lelaki menggunakan celana pendek
selutut atau celana kolor yang berwarna hitam dengan baju atasan lengan panjang. Di
samping itu mereka juga mengenakan ikat pinggang yang berukuran besar, ikat di kepala, dan
kain sarung. Untuk mengetahui lebih banyak keterangan tentang pakaian adat, anda bisa
mencari gambar pakaian adat Jawa Tengah dan pakaian adat provinsi Jawa Tengah

http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1296/celurit

Anda mungkin juga menyukai