Anda di halaman 1dari 20

BAB I

Pendahuluan
1. Latar Belakang
Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung pada konteks pada saat
komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang, komunikasi merupakan pertukaran informasi
diantara dua orang atau lebih, atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya
antara lain: berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis, menari, bercerita
dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala bentuk upaya penyampaian pikiran
kepada orang lain, tidak hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi juga gerakan tubuh atau
gesture (non-verbal), adalah komunikasi.

Komunikasi merupakan suatu proses karena

melalui komunikasi seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal
ini mempunyai dua tujuan, yaitu: mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi.
Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau
berguna (berbagi informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan
atau tidak berguna (menghambat/blok penyampaian informasi atau perasaan). Keterampilan
berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu
hubungan, baik itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan
atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang
menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui
komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan merasakan
kebahagiaan.
Effendy O.U (2002) dalam Suryani (2005) menyatakan lima komponen dalam komunikasi
yaitu; komunikator, komunikan, pesan, media dan efek. Komunikator (pengirim pesan)

menyampaikan pesan baik secara langsung atau melalui media kepada komunikan (penerima
pesan) sehingga timbul efek atau akibat terhadap pesan yang telah diterima. Selain itu,
komunikan juga dapat memberikan umpan balik kepada komunikator sehingga terciptalah suatu
komunikasi yang lebih lanjut.
Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh perawat,
karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang digunakan untuk mengumpulkan data
pengkajian, memberikan pendidikan atau informasi kesehatan-mempengaruhi klien untuk
mengaplikasikannya dalam hidup, menunjukan caring, memberikan rasa nyaman,
menumbuhkan rasa percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga
disimpulkan bahwa dalam keperawatan, komunikasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan. Seorang perawat yang berkomunikasi secara efektif akan lebih mampu dalam
mengumpulkan data, melakukan tindakan keperawatan (intervensi), mengevaluasi pelaksanaan
dari intervensi yang telah dilakukan, melakukan perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan
mencegah terjadinya masalah- masalah legal yang berkaitan dengan proses keperawatan.
Proses komunikasi dibangun berdasarkan hubungan saling percaya dengan klien dan
keluarganya. Komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam menciptakan hubungan
antara perawat dan klien. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menegaskan
bahwa seorang perawat yang beragama, tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli terhadap
pasien, seseorang (perawat) yang tidak care dengan orang lain (pasien) adalah berdosa.
Seorang perawat yang tidak menjalankan profesinya secara profesional akan merugikan orang
lain (pasien), unit kerjanya dan juga dirinya sendiri. Komunikasi seorang perawat dengan pasien
pada umumnya menggunakan komunikasi yang berjenjang yakni komunikasi intrapersonal,
interpersonal dan komunal/kelompok. Demikian pula ditegaskan dalam Poter dan Perry (1993)

bahwa komunikasi dalam prosesnya terjadi dalam tiga tahapan yakni komunikasi intrapersonal
(terjadi dalam diri individu sendiri), interpersonal (interaksi antara dua orang atau kelompok
kecil) dan publik (interaksi dalam kelompok besar).

BAB II
Pembahasan
1.

. Pengertian
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini

komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan
harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya
seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi
terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi.
Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau
keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan
psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.

Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan


interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh
pengalaman belajar

bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.

Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan


kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam
membina hubungan intim yang terapeutik.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper)
untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.
2. Fungsi
Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi yang dilakukan oleh perawat adalah
komunikasi yang berjenjang. Masing-masing jenjang komunikasi tersebut memiliki fungsi
sebagai berikut:
1. Komunikasi Intrapersonal
Digunakan untuk berpikir, belajar, merenung, meningkatkan motivasi, introspeksi diri.

2. Komunikasi Interpersonal
Digunakan untuk meningkatkan hubungan interpersonal, menggali data atau masalah,
menawarkan gagasan, memberi dan menerima informasi.
3. Komunikasi Publik
Mempengaruhi orang banyak, menyampaikan informasi, menyampaikan perintah atau
larangan umum (publik).
3. Tujuan

Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih
positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:
1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang
menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam dirinya, ia
tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan gambaran diri, penurunan
harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan
saling bergantung dengan orang lain.
Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain.
Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat
meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, 2000).
Rogers (1974) dalam Abraham dan Shanley (1997) mengemukakan bahwa hubungan mendalam
yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area untuk
mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping.

3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta


mencapai tujuan yang realistis.
Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang merasa
kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu
yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri.

4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.


Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya
diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat
membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.
4.Sikap Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik
Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik untuk
menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia
definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang
berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika
menunjukkan kehadiran secara fisik :
1. Berhadapan dengan lawan bicara
Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (saya siap untuk anda).
2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung
terciptanya komunikasi.
3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicaramendengar).

4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural


Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan
komunikasi.
5. Bersikap tenang

Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa
tubuh yang natural.
5. Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa komunikasi mempunyai lima komponen,
demikian pula dalam komunikasi terapeutik. Proses terjadinya sebuah komunikasi terapeutik
antara perawat dan klien dimulai dari penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan
baik secara verbal maupun non verbal, dengan menggunakan media atau tidak. Pesan yang
diterima oleh komunikan kemudian akan diproses oleh komunikan, proses ini disebut
dengan decoding. Setelah komunikan memahami pesan yang diterimanya, ia pun melakukan
proses encoding (transformasi informasi menjadi sebuah bentuk pesan yang dapat disampaikan
kepada orang lain) dalam dirinya untuk menyampaikan umpan balik (feedback) terhadap pesan
yang diterimanya. Demikian proses ini akan terus berulang sampai pada akhirnya tujuan dari
komunikasi yang dilakukan tercapai oleh keduanya.
6. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan
yang konstruktif diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik
mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan.
Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi
terapeutik berikut ini;
1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan, didasarkan pada prinsip humanity of nurses and clients. Hubungan ini
tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya,
tetapi hubungan antara manusia yang bermartabat (Dult-Battey,2004).

2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter,


memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang
keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.
3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi
maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan
harga diri klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus
dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif
pemecahan masalah (Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien
adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK MENURUT SURYANI
1. Hubungan perawat dan klien saling menguntungkan
2. Perawat harus menghargai keunikan klien
3. Perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya
(trust)
PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK MENURUT PURWANTO
1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
2. Tingkah laku professional
3. Membuka diri
4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
5. Kerahasiaan klien harus dijaga
6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman

7. Implementasi intervensi berdasarkan teori


8. Memelihara interaksi yang tidak menilai
9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya
secara rasional
10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari
perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang
sangat menarik klien.
PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK MENURUT DE VITO
1. Keterbukaan
2. Empati
3. Sifat mendukung sikap positif
4. Kesetaraan
7. TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
a.

Mendengar(Listening)

Tujuan: memberi rasa aman klien dalam mengungkapkan perasaannya dan menjaga
kesetabilan emosi/psikologis klien.
b.

Pertanyaan Terbuka(Broad Opening)

TeKnik ini memberi kesempatan klien utuk mengungkapkan perasaan sesuai kehendak tanpa
dibatasi.
c.

Mengulang(Restarting)

Untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan
klien.
d.

Klarifikasi

Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu
mengemukakan informasi.
e.

Refleksi

Reaksi perawat-klien selama berlangsungnya komunikasi. Refleksi ini ada dua macam, yaitu:
1. Refleksi isi: memvalidasi apa yang didengar.
2. Refleksi perasaan: memebri respon pada perasaan klien

f.

Memfokuskan

Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga
pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas, dan berfokus pada realitas.
g.

Membagi Persepsi

Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan.
h.

Identifikasi Tema

Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan.
i.

Diam(Silence)

Tujuannya untuk memberi kesempatan klien untuk berpikir dan memotivasi klien untuk
bicara.
j.

Informing

Tujuannya untuk memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan bagi klien.
k.

Saran

Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah.


8. Hubungan Perawat dan Klien/Helping Relationship

Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan komunikasi
terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain itu komunikasi
bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk suatu hubungan
helping relationship. Helping relationship adalah hu
bungan yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling
memberikan dan menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan
antara perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai
penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk
mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien.
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik
seorang helper(perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan
saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan
mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara
yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan katakata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi
perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut
tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa
juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif

Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal
perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan
menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam
membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat,
penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan
dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu
diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa
aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison
P,1991 dalam Suryani,2005).

4. Empati bukan simpati


Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat
akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat
memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya
mencari penyelesaian masalah secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien

Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis
dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang
sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus
memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan
perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan
menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan
pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian

menunjukkan sikap caring sehingga

memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.


6. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal
(Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau
diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi
maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan
terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien
perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun
perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada
saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.

9. Faktor-faktor yang berhubungan dalam proses komunikasi


Sumber pesan
Meliputi hal-hal berikut.
Bahasa yang digunakan
Faktor tekhnis adalah cara kita memperoleh informasi dari berbagai sumber.
Contohnya adalah internet dan birokrasi.
Ketersediaan dan keterjangkauan sumber adalah memanfaatkan fasilitas yang ada.
Contohnya surat kabar, televisi, internet, dan buku.
Komunikator.
Komunikator atau orang yang menyampaikan pesan harus berusaha merumuskan isi pesan
yang akan disampaikan. Sikap dari komunikator harus empati, jelas. Kejelasan kalimat dan
kemudahan bahasa akan sangat mempengaruhi penerimaan pesan oleh komunikan. Hal-hal yang
harus diperhatikan adalah sebagai berikut.
a. Penampilan dan sikap
b. Penguasaan masalah
c. Penguasaan bahasa
d. Kesempatan adalah adanya waktu dan tempat serta suasana psikologis yang
memungkinkan terlaksananya komunikasi secara dinamis.
e. Saluran. Yang dimaksud adalah alat indera sebagai komunikator dalam mendapatkan dan
menyampaikan pesan. Misalnya dengan pasien tuna rungu, kita menggunakan bahasa isyarat.
Pesan
Meliputi hal-hal berikut.
a. Teknik penyampaian pesan yang digunakan yaitu faktor bahasa dan faktor tekhnis

b. Bentuk pesan disampaikan dapat bersifat informatif, persuasif dan koersif (memaksa
dengan menggunakan sanksi-sanksi, misal: perintah, instruksi)
c. Pesan sesuai kebutuhan
d. Jelas
e. Simple adalah isi pesan tidak terlalu banyak dan berbelit-belit.
Media
Media adalah sarana atau saluran dari komunikasi. Bisa berupa media cetak, audio, visual
dan audio-visual. Gangguan atau kerusakan pada media akan mempengaruhi penerimaan pesan
dari komunikan.
Umpan balik
Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan
yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Umpan balik langsung
disampaikan komunikan secara verbal, yaitu dengan kalimat yang diucapkan langsung dan
nonverbal melalui ekspresi wajah atau gerakan tubuh. Umpan balik secara tidak langsung dapat
berupa perubahan perilaku setelah proses komunikasi berlangsung, bisa dalam waktu yang
relative singkat atau bahkan memerlukan waktu cukup lama.
Komunikan
Komunikan adalah penerima pesan. Seorang penerima pesan harus tanggap atau peka dgn
pesan yg diterimanya dan harus dapat menafsirkan pesan yang diterimanya. Satu hal penting
yang harus diperhatikan adalah persepsi komunikan terhadap pesan harus sama dengan persepsi
komunikator yang menyampaikan pesan.
Efek

Efek adalah hasil akhir apakah komunikasio itu berhasil atau tidak, tersampainya pesan atau
tidak.
10. Tahapan Komunikasi Terapeutik
Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam
prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap
pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.
1. Tahap Persiapan/Pra-interaksi
Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi
tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat merancang strategi
untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan
mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum
melakukan komunikasi terapeutik dengan klien.
Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang
lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh adanya
kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat
merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien dengan baik
(Brammer,

1993

dalam

Suryani,

2005)

sehingga

tidak

mampu

melakukan active

listening (mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian).


Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
1. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi
kecemasan.

2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.


3. Mengumpulkan data tentang klien.
4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.

2. Tahap Perkenalan/Orientasi
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan dalam
tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan
keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart.G.W, 1998).
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.
2. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan)
bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang
telah disepakati bersama.
3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang
umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.
4. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.
Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini
merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.
3. Tahap Kerja
Tahap

kerja

merupakan

inti

dari

keseluruhan

proses

komunikasi

terapeutik

(Stuart,G.W,1998). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik
karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk
menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun pesan

komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat
mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu klien untuk
mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan
mengevaluasinya.
Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan
klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal
penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama
(Murray,B. & Judith,P,1997 dalam Suryani,2005). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan
oleh perawat maka klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah
disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.
4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua
yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara adalah
akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih
akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah
disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan
seluruh proses keperawatan.
Tugas perawat dalam tahap ini adalah:
1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi
objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan bahwa meminta klien untuk
menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat
berguna pada tahap ini.

2. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah


berinteraksi dengan perawat.
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut
yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan
interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi
pada pertemuan berikutnya.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat. Komunikasi
terapeutik bukanlah hanya salah satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung
proses keperawatan yang diberikan kepada klien. Untuk dapat melakukannya dengan baik dan
efektif diperlukan latihan dan pengasahan keterampilan berkomunikasi sehingga efek terapeutik
yang menjadi tujuan dalam komunikasi terapeutik dapat tercapai.
Ketika seorang perawat berusaha untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ia miliki untuk
melakukan komunikasi terapeutik, ia pada akhirnya akan menyadari bahwa komunikasi

terapeutik yang ia lakukan tidak hanya memberikan khasiat terapeutik bagi pasiennya tetapi juga
bagi dirinya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Hilton. A.P.(2004).Fundamental Nursing Skills. USA: Whurr Publisher Ltd
Kozier,et.al.(2004). Fundamentals of nursing ; concepts, process and practice Seventh
edition. United States: Pearson Prentice Hal

Anda mungkin juga menyukai