Anda di halaman 1dari 5

PERCEPATAN PEMULIHAN DAS SIAK

DENGAN UNDANG UNDANG KONSERVASI TANAH DAN AIR


Oleh: Dwi Prabowo YS
Tenaga Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Indragiri-Rokan

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mencanangkan program


percepatan (quick wins) pemulihan 4 daerah aliran sungai (DAS) kritis yaitu DAS
Ciliwung dan DAS Citarum di Jawa, DAS Kapuas di Kalimantan dan DAS Siak
untuk wilayah Sumatera. Pemilihan DAS Siak sebagai salah satu DAS yang harus
dipulihkan ini bukannya tanpa alasan, mengingat cukup tingginya degradasi
lingkungan yang telah terjadi. Rencana Pengelolaan DAS Terpadu DAS Siak yang
disusun oleh Balai Pengelolaan DAS Indragiri-Rokan menyatakan bahwa degradasi
lingkungan tersebut timbul dikarenakan adanya beberapa permasalahan yang belum
tuntas antara lain ancaman banjir dan pencemaran Sungai Siak, masih terjadinya
kerusakan hutan dan tingginya konversi lahan, konflik pengelolaan sumberdaya alam
dan belum adanya sinkronisasi tata ruang, masih rendahnya partisipasi masyarakat
dalam pelestarian DAS Siak, kelembagaan urusan DAS yang belum optimal.
Undang-undang No. 37 tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air (UU
KTA) yang baru disahkan memberikan tambahan darah baru bagi upaya-upaya
penyelamatan lingkungan hidup. Semangat dari UU KTA adalah melindungi tanah
dan air sebagai sumberdaya alam yang tidak terbarukan, sehingga manfaatnya dapat
didayagunakan secara berkelanjutan. Bagaimana UU KTA mendorong program
percepatan pemulihan DAS Siak?

Peran vegetasi dan tanah dalam DAS


Issue utama yang selalu menjadi momok dalam pengelolaan DAS adalah tidak
stabilnya tata air, serta tingginya laju erosi dan sedimentasi sungai. Sebelum
membahas keterkaitan antara UU KTA dan percepatan pemulihan DAS Siak, ada
baiknya kita mengetahui bagaimana peranan vegetasi dan tanah, sebagai dua unsur
yang akan dikonservasi dalam menjaga kestabilan tata air dalam suatu DAS.
Disamping itu akan disinggung juga peranannya dalam mengendalian laju erosi dan
sedimentasi sungai.
Air yang mengalir di sungai, yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan seperti air baku, pertanian dan lain-lain, dipasok dari jaringan anak-anak
sungai yang ada di bagian hulu dari sungai utamanya. Jaringan sungai tersebut pada
umumnya dibatasi oleh punggung-punggung perbukitan atau pegunungan, sedemikian
rupa sehingga membentuk suatu daerah aliran sungai atau sering juga disebut dengan
daerah tangkapan air (catchment area).
Ciri dari sebuah sungai yang sudah terganggu kestabilan airnya adalah, adanya
perbedaan yang mencolok antara aliran di musim penghujan dan musim kemarau.
Dengan kata lain terjadi luapan banjir di musim penghujan dan tidak ada aliran air di
musim kemarau. Kestabilan pasokan air yang masuk ke badan sungai sangat
ditentukan oleh seberapa besar kapasitas daerah tangkapan air untuk menahan air
hujan yang jatuh diatasnya (water holding capacity). Faktor yang menentukan
kapasitas menahan air adalah kedalaman perakaran dari vegetasi yang tumbuh di
daerah tangkapan air tersebut dan kondisi fisik tanahnya. Vegetasi yang memiliki
kedalaman perakaran yang dalam misalnya tutupan lahan hutan, khususnya yang
berada pada tanah dengan tekstur yang berpasir akan memiliki kapasitas yang jauh
lebih tinggi dari vegetasi dengan perakaran yang dangkal seperti lahan pertanian

semusim terutama yang berada diatas tanah dengan tekstur halus. Perpaduan kondisi
kedalaman perakaran dan kondisi fisik tanah ini yang memiliki peran sebagai
pengatur tata air. Di musim penghujan air hujan akan terserap dan tersimpan sebagai
pada air tanah dangkal. Air yang tersimpan pada lapisan tanah ini akan terlepas pada
pada musim kemarau, sehingga kuantitas aliran sungai akan tetap terjaga sepanjang
tahun. Dengan demikian jelas bahwa perubahan tutupan lahan hutan menjadi lahan
bukan hutan, apalagi yang bersifat kurang bersahabat dalam menyimpan air, sudah
seharusnya dilarang dengan keras.
Banjir sebagai ciri dari sudah terganggunya vegetasi dan tanah sebagai
pengatur tata air juga disebabkan karena menurunnya daya tampung sungai, sehingga
terjadi luapan aliran sungai. Menurunnya data tampung sungai ini antara lain
disebabkan oleh penyempitan dan pendangkaan alur sungai akibat tingginya laju
sedimentasi. Ketika berbicara sedimentasi sungai, maka harus dikaitkan dengan faktor
penyebabnya yaitu erosi di hulu sungainya. Tingginya erosi yang terjadi di daerah
tangkapan air, disebabkan karena butiran hujan yang jatuh, langsung menghantam
permukaan tanah. Kondisi ini akan lebih parah jika tidak ada tanaman penutup tanah
atau seresah yang melindungi permukaan tanah. Butiran tanah yang terlepas akan
terangkut oleh aliran permukaan, masuk ke jaringan sungai dan mengendap. Untuk
mengurangi besarnya energi kinetik dari hantaman butiran hujan ini maka keberadaan
vegetasi dan seresah-seresahnya yang menutupi permukaan tanah merupakan faktor
penting yang dapat menurunkan laju erosi. Adanya tanaman penutup dan seresah juga
dapat meningkatkan laju penyerapan air kedalam tanah.

Upaya konservasi tanah dan air yang lebih serius.


Dari gambaran singkat diatas terlihat bahwa keberadaan tutupan vegetasi dan
lapisan tanah di daerah tangkapan air sebuah sungai memiliki peranan yang sangat
penting dalam mengatur tata air dan mencegah erosi serta sedimentasi sehingga laju
degradasi DAS dapat berkurang. UU KTA adalah instrumen yang mengatur
bagaimana fungsi tanah dan juga vegetasi dalam sebuah DAS dilindungi, dipulihkan,
ditingkatkan dan dipelihara sehingga manfaatnya dapat didayagunakan secara lestari
dan berkelanjutan.
Program percepatan penyelamatan DAS Siak seyogyanya dilakukan secara
terpadu, tidak hanya terfokus kepada badan Sungai Siak saja, namun juga harus
memperhatikan upaya-upaya pelestarian dan atau peningkatan daya dukung daerah
tangkapan airnya. Seperti yang disebutkan dalam UU KTA bahwa salah satu tujuan
penyelenggaraan KTA adalah untuk meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai
atau daerah tangkapan air. Hal ini dilakukan dengan menyelenggarakan metodemetode konservasi tanah yaitu menejemen, vegetatif, agronomi, sipil teknis dan/atau
metode lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Koordinasi yang intensif antara Kementerian Pupera yang menggawangi pengelolaan
sungai, danau dan rawa dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau
kementerian atau lembaga lain yang terkait dengan KTA harus ditingkatkan.
Sebuah daerah tangkapan air, karena merupakan sebuah area dengan batasbatas tertentu memiliki berbagai bentuk pemanfaatan dan peruntukan lahan. Maka
tidak heran jika konflik kepentingan berkaitan dengan pemanfaatan lahan ini juga
terkadang mengemuka di daerah tangkapan air. Dalam hal ini pemerintah baik pusat
maupun daerah harus bersikap tegas dan konsisten untuk melindungan kelestarian
fungsi sungai, karena manfaat yang diberikan oleh sungai tersebut tidak hanya untuk

masyarakat lokal, tetapi menjangkau wilayah yang lebih luas. Masyarakat, khususnya
pemilik lahan-lahan pertanian di daerah tangkapan air, juga memegang peranan yang
sangat besar dalam melestarikan fungsi sungai. Kesadaran masyakarat akan arti
penting konservasi tanah dan air juga harus semakin ditingkatkan.

Anda mungkin juga menyukai