Anda di halaman 1dari 12

Filsafat Ilmu

A. Pengertian Filsafat Ilmu


Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat
ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun
(2001)
Robert Ackerman philosophy of science in one aspect as a critique of current
scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of
science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice. (Filsafat
ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah
dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari
pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian
cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
Lewis White Beck Philosophy of science questions and evaluates the methods of
scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific
enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode
pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai
suatu keseluruhan)
A. Cornelius Benjamin That philosopic disipline which is the systematic study of the
nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and
its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan
filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metodemetodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya
dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
Michael V. Berry The study of the inner logic if scientific theories, and the relations
between experiment and theory, i.e. of scientific methods. (Penelaahan tentang
logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan
teori, yakni tentang metode ilmiah.)
May Brodbeck Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral
analysis, description, and clarifications of science. (Analisis yang netral secara etis
dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan landasan ilmu.

Peter Caws Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for


science what philosophy in general does for the whole of human experience.
Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about
man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other,
it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action,
including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error.
(Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa
yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat
melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang
manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi
keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal
yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan,
termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan
dan kesalahan
Stephen R. Toulmin As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to
elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational
procedures, patens of argument, methods of representation and calculation,
metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their
validity from the points of view of formal logic, practical methodology and
metaphysics. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama
menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedurprosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan
perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya
menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika
formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan
telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau
dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu
merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji
hakikat ilmu, seperti :
Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut?
Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang
membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan
pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu?

Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam


mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan
antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana
penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana
kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah
dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S.
Suriasumantri, 1982)
B. Fungsi Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu
kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan
filsafat lainnya.
Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek
kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari
Agraha Suhandi (1989)
Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan
landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan
membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa
filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya
mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation
yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.
C.Substansi Filsafat Ilmu
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat
bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran
(truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi.

1.Fakta atau kenyataan


Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang
filosofis yang melandasinya.
Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara
yang sensual satu dengan sensual lainnya.
Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan
ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi
antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas,
kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik
dengan skema rasional, dan
Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi
antara empiri dengan obyektif.
Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta
ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek
kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi
terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi
fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis.
Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari
bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu
deskripsi ilmiah.
2. Kebenaran (truth)
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara
tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik
(Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran
dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif,
kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya
satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)
a. Kebenaran koherensi

Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain
dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik
berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau
pun pada dataran transendental.
b.Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan
dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau
berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief
yang diyakini, yang sifatnya spesifik

c.Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan
apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang
mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat
diaktualkan dalam tindakan.
d.Kebenaran pragmatik
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan
praktis.
e.Kebenaran proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang
dari yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila
proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai
dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa
proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya.
f.Kebenaran struktural paradigmatik
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari
kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis
statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya.

Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan
mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
3.Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau
memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi
absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi,
postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan
asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan
untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun
reflektif.

4.Logika inferensi
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika
matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran
korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara
yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih
bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi
penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren
antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran
koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper menampilkan
kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjir mengenalkan
realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik moral
transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan
baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu,
yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu
logika induksi dan logika deduksi.
D. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu
Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:

Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta
ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means.
Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide
manusia.
Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai
salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan
praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik
dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampil
memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah
human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi
tidak merusak lingkungan.

MENGENAL FILSAFAT ILMU


A. Mengapa Manusia berfilsafat

Pertanyaan tersebut diatas , menjadi basis dan titik awal manusia berfilsafat. Dalam
kaitan ini perlu dijelaskan bahwa sepajang sejarah kefilsafatan dikalangan filsuf
terdapat 3 hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu :
1. Kekaguman atau keheranan , seorang filsuf mulai berfilsafat karena adanya rasa
kagum atau rasa heran dalam pikirannya . Dalam hal ini dialami oleh Plato (filsuf
Yunani) yang mengatakan bahwa Mata kita memberi pengamatan tentang
bintang-bintang, matahari dan langit. Pengamatan ini member dorongan kepada
kita untuk menyelidiki , dan dari penyelidikan ini maka awal mulai berfilsafat.
2. Keraguan atau kegensian , Agustinus dan Rene des Cartes, memulai berfilsafat
keraguan atau kegensian , sebagai sumber utama. Manuisia heran, tetapi
kemudian ia ragu-ragu, apakah ia tidak ditipu oleh panca indranya yang sedang
heran ?.
Rasa heran dan meragukan ini mendorong manusia untuk berpikir lebih
mendalam menyeluruh dan kritis untuk memperoleh kepastian dan kebenaran

yang hakiki. Berpikir secara men dalam, menyeluruh dan kritis seperti ini disebut
berfilsafat.
3. Kesadaran atau keterbatasan , Pada diri manusia, berfilsafat kadang-kadang
dimulai apabila manusia menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah
terutama dalam menghadapi kejadian-kejadian alam. Apabila seseorang merasa
bahwa ia sangat terbatas dan terikat , terutama pada waktu mengalami
penderitaan
atau keagagalan, maka dengan adanya kesadaran akan
keterbatasan dirinya tadi, maka m anusia mulailah berfilsafat.
Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas pasti ada sesuatu yang
tidak terbatas, dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran hakiki.
B. Persoalan Filsafat
Ada 6 persoalan yang selalu menjadi perhatian para filsuf yaitu, :
1. Persolan tentang Ada (being), Menghasilkan cabang filsafat metafisika, istilah
ini berasal dari bahasa Yunan yaitu Meta berarti dibalik dan physika berarti
benda-benda fisik, pengetian sederhana dari metafisika yaitu kajian tentang sifat
paling dalam dan radkikal dari kenyataan . Dalam kajian ini para filsut tidak
menyatu kepada ciri-ciri khusus dari benda-benda tertentu akan tetapi para filsuf
mengacu pada ciri-ciri universal dan semua benda. Metafisika sebagai salah satu
cabang filsafat mencakut persoalan ontology, kosmologi dan antropologis , ketiga
hal tersebut memiliki titik sentral kajian tersendiri
Ontologi merupakan teori tentang sifat dasar dari kenyataan yang radikal dan
sedalam dalamnya.
Kosmologi merupakan teori tentang pearkembangan kosmos (alam semesta)
sebagai suatu sistim yang teratur.
2. Persoalan tentang pen getahuan ( Knouwledge) menghasilkan cabang filsafat
Epistemologi yaitu filsafat pengetahuan , istilah ini berasal dari akar kata
Episteme dan Logos .
Episteme berarti pengtahuan dan Logos berarti teori. Dalam rumusan yang lebih
rinci disbutkan bahwa Epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang
meangkaji seacara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan
,struktur, metode dan validitas pengetahuan
3. Persoalan tentang metode (method), istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu,
metodos dengan unsur meta berarti cara, perjalanan, sesudah . Sedangkan
Hodos berarti cara perjalanan, arah.Pengertian metodologi secara umum ialah

kajian atau telaah dari penyusunan secara sistimatik dari beberapa proses yang
asas-asas logis , percobaan yang sistimatik yang menuntun suatu penilitian dan
kejian ilmiah atau sebagai penyusun ilmu-ilmu vak.
4. Persoalan tentang Penyimpulan ialah menghasilkan cabang filsafat logika
(logis),logika berasal dari istilah Yunani yaitu Logos yang berarti uraia, nalar.
Secara umum pengertian logika ialah telaah mengenai aturan-aturan penelaran
yang benar. Logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir tepat
dan benar. Berpikir adalah kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Logika dapat
di bagi menjadi : logika ilmiah dan logika kodratiah. Logika merupakan suatu
upaya untuk menjawab pertanyaan pertanyaan : adakah metode yang dapat
digunakan untuk meniliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud
pendapat yang benar? Apa yang membedakan antara alasan yang benar dan
alas an yang salah?
5. Persoalan Tentang Moralitas (Morality) ini menghasilkan cabang filsafat Etika
(Ethies) istilah etika berasal dari bahasa yunani yaitu ETHOS yang berarti adat
kebiasaan, etika sebagai salah satu cabang filsafat yang menghendaki adanya
ukuran yang bersifat universal. Hal tersebut berlaku untuk semua orang dan
setiap saat, jadi tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
6. Persoalan tentang Keindahan menghasilkan cabang filsafat Estetika (aesthetics)
yang berasal dari istilah yunani aesthekos yang maknanya berhubungan dengan
panca indra. Estetika merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan
ketidak indahan dalam pengertian yang lebih luas dalam masaalah seni dan
rasa, norma-norma nilai dalam seni.
C. Ciri dan Sifat Permasalahan Filsafat
1. Tidak menyangkut fakta. Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan tidak
merupakan pertanyaan tentang hal-hal yang bersifat factual
2. Menyangkut keputusan-keputusan tentang nilai. Pertanyaan-pertanyaan atau
persoalan filsafat yang merupakan pertanyaan yang berhubungan dengan
keputusan keputusan tentang nilai-nilai. Dalam kaitan ini dapat dirumuskan
bahwa filsafat bukanlah memikirkan tentang fakta-fakta, akan tetapi suatu
aktivitas untuk memcapai kebijaksanaan.
3. Pertayaan filsafat bersifat kritis. Salah satu tugas utama filsuf adalah
mengkaji dan menilai asumsi-asumsi mengungkapkan makna asumsi-asumsi
dan menentukan batas-batas aplikasinya.

4. Pertayaan kefilsafatan bersifat spekulatif. Pertayaan-pertayaan kefilsafatan


melampaui batas-batas pengetahuan ,para filsuf berusaha untuk menduga
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi yang berada diluar
pengetahuan saat ini.
5. Pertayaan kefilsafatan yang bersifat sinoptik atau wholistik, dengan pertayaan
seperti ini berarti filsafat memandang suatu masalah secara integral.
Pemikiran kefilsafatan berusaha menyatupadukan dan mengeneralisasikan
segi-segi dari benda-benda atau hal-hal tertentu.
D. Karakteristik Pemikiran Kefilsafatan
Pemikiran kefilsafatan memiliki ciri-ciri khas (karakteritik) tertentu , sebagian besar
filosof berbeds pendapat mengenai karakteristik pemikiran kefilsafatan . Apabila
perbedaan pandangan tersebut dipahami secara teliti dan mendalam, maka
karekteristik pemikiran kefilsafatan tersebut terdiri dari : Integralistik (menyeluruh) ,
mendasar (fundamental) , dan spekulatif .
1. Menyeluruh , artinya pemikiran yang luas , pemikiran yang meliputi beberapa
sudut pandangan . Pemikiran kefilsafatan meliputi beberapa cabang ilmu , dan
pemikiran semacam ini ingin mengetahui hubungan antara cabang ilmu yang
satu dengan yang lainnya. Integritas pemikiran kefilsafatan juga memikirkan
hubungan ilmu dngan moral, seni an pandangan hidup.
2. Mendasar , artinya pemikiran mendalam sampai kepada hasil yang fundamental
(keluar dari gejala) . Hasil pemikiran tersebut dapat dijaadikan dasar berpijak
segenap nilai dan masalah-masalah keilmuan (science)
3. Spekulatif , artainya hasil pemikiran yang diperoleh dijadikan dasar bagi
pemikiran pemikiran selanjutnya dan hasil pemikirannya selalu dimaksudkan
sebagai medan garapan (objek) yang baru pula.
E. Cabang-cabang Filsafat menurut para ahli.
1. Louis O Kattsoff ,menyebutkan bahwa cabang cabang filsafat ada 11 yaitu.
Logika, metodologi, Metafisika, Epistimologi , Filsafat biologi, Filsafat antrolplogi,
Filsafat Sosiologi, Etika, Estetika dan Filsafat Agama.
2. The Liang Gie ,menbagi filsafat sistimatis menjadi Filsafat tentang ada
(metafisika) ,Teori pengetahuan (epistimologi) , Teori tentang metode
(metodologi) , Teori tentang penyimpulan (logika) , Filsafat tentang moral
(etika) ,Filsafat tentang keinfahan (estetika) , danSejarah Filsafat.

3. Ir Poedjawijatna, membagi filsafat ini menjadi 7 bagian yaitu : Metafisika ,


ontologia, Antropologia, ethica, aesthetica, Logica mayor, Logica minor.
4. Plato, membedakan lapangan filsafat kedalam 3 hal yaitu : Dialektika , Fisika ,
dan, etika.
5. Aristoteles , merumuskan pembagian filsafat kedalam 4 macam, yaitu : Logika,
bagi aristoteles adalah ilmu pendahuluan bagi filsafat. Filsafat teoritis baginya
ada 3 hal yaitu ilmu fisika yang mempersoalkan dunia materi , ilmu matematika
yang mempersoalkan benda-benda alam dalam kuantitasnya , ilmu metafisika
yang mempersoalkan tentang segala sesuatu. Filsafat Praktis menurutnya
cabang filsafat ini dibagi menjadi 3, yaitu Ilmu etika, yang mengatur kesusilaan
dan kebehagiaan dalam hidup perseorangan, ilmu Ekonomi yang mengatur
kesusilaan dan kemekmuran dalam keluarga, ilmu Polotik yang mengatur
tentang kesusilaann dan kemakmuran dalam Negara.
Daftar Pustaka
Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan
Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung: PPS-IKIP Bandung.
Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan,
Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah.
Agraha Suhandi, Drs., SHm.,(1992), Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya, (Diktat Kuliah),
Bandung : Fakultas Sastra Unpad Bandung.
Filsafat_Ilmu, <http://members.tripod.com/aljawad/artikel/filsafat_ilmu.htm>
Ismaun, (2001), Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.
Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar
Harapan.
Mantiq, <http://media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm>.
Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia
Muhammad Imaduddin Abdulrahim, (1988), Kuliah Tawhid, Bandung : Yayasan Pembina Sari
Insani (Yaasin)

=================
Tulisan terkait:

Pengertian Filsafat

Idealisme dalam Filsafat Pendidikan

Filsafat Pendidikan Islam

Islamisasi Sains

Teori Nilai

Pengetahuan Manusia

Anda mungkin juga menyukai