Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN

A.

PENGERTIAN ISTISHNA
Istishna' ( )adalah bentuk ism mashdar dari kata dasaristashna'a-yastashni'u (
- ). Artinya meminta orang lain untuk membuatkan sesuatu untuknya.
Dikatakan : istashna'a fulan baitan, meminta seseorang untuk membuatkan rumah untuknya.
[1][1]
Sedangkan menurut sebagian kalangan ulama dari mazhab Hanafi, istishna' adalah (
) . Artinya,sebuah akad untuk sesuatu yang tertanggung dengan
syarat mengerjakaannya. Sehingga bila seseorang berkata kepada orang lain yang punya
keahlian dalam membuat sesuatu,"Buatkan untuk aku sesuatu dengan harga sekian dirham",
dan orang itu menerimanya, maka akad istishna' telah terjadi dalam pandangan mazhab ini.[2]
[2]
Senada dengan definisi di atas, kalangan ulama mazhab Hambali menyebutkan (
) . Maknanya adalah jual-beli barang yang tidak (belum)
dimilikinya yang tidak termasuk akad salam. Dalam hal ini akad istishna' mereka samakan
dengan jual-beli dengan pembuatan () .[3][3]
Namun kalangan Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengaitkan akad istishna' ini
dengan akad salam. Sehingga definisinya juga terkait, yaitu () ,
yaitu suatu barang yang diserahkan kepada orang lain dengan cara membuatnya. [4][4]
Jadi secara sederhana, istishna' boleh disebut sebagai akad yang terjalin antara
pemesan sebagai pihak 1 dengan seorang produsen suatu barang atau yang serupa sebagai
pihak ke-2, agar pihak ke-2 membuatkan suatu barang sesuai yang diinginkan oleh pihak 1
dengan harga yang disepakati antara keduanya.

B. PERBEDAAN PENDAPAT TERHADAP ISTISHNA'


Ulama' fiqih sejak dahulu telah berbeda pendapat dalam permasalahan ini ke dalam
beberapa pendapat:

Pendapat pertama: Istishna' ialah akad yang tidak benar alias batil dalam syari'at islam.
Pendapat ini dianut oleh para pengikut mazhab Hambali dan Zufar salah seorang tokoh
mazhab Hanafi. (Al Furu' oleh Ibnu Muflih 4/18, Al Inshaf oleh Al Murdawi 4/300, Fathul
Qadir oleh Ibnul Humaam 7/114 & Al Bahrur Raa'iq oleh Ibnu Nujaim 6/185). Ulama'
mazhab Hambali melarang akad ini berdalilkan dengan Hadits Hakim bin Hizam radhiallahu
'anhu:


"Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu." (Riwayat Ahmad, Abu Dawud,
An Nasa'i, At Tirmizy, Ibnu Majah, As Syafi'i, Ibnul Jarud, Ad Daraquthny, Al Baihaqy 8/519
dan Ibnu Hazem)
Pada akad istishna' pihak ke-2 yaitu produsen telah menjual barang yang belum ia
miliki kepada pihak pertama, tanpa mengindahkan persyaratan akad salam. Dengan
demikian, akad ini tercakup oleh larangan dalam hadits di atas. (Al Furu' oleh Ibnu Muflih
14/18 & Al Bahrur Raa'iq oleh Ibnu Nujaim 6/185.)
Sebagaimana mereka juga beralasan: Hakikat istishna' ialah menyewa jasa produsen agar ia
mengolah barang miliknya dengan upah yang disepakati. (Fathul Qadir oleh Ibnul Humaam
7/114)
Pendapat kedua: Istishna' adalah salah satu bentuk akad salam, dengan demikian akad ini
boleh dijalankan bila memenuhi berbagai persyaratan akad salam. Dan bila tidak memenuhi
persyaratan salam, maka tidak dibenarkan alias batil. Ini adalah pendapat yang dianut dalam

mazhab Maliki & Syafi'i. (Mawahibul Jalil oleh Al Hatthab 4/514, Al Muqaddmat Al
Mumahhidaat 2/193, Al Muhazzab oleh As Syairozi 1/297, Raudhatut Thalibin oleh An
Nawawi 4/26.) Ulama' yang berfatwa dengan pendapat kedua ini berdalilkan dengan dalildalil yang berkaitan dengan akad salam.

Bila demikian adanya, berdasarkan pendapat ke dua ini, maka dapat disimpulkan bahwa bila
pihak 1 (pemesan) tidak mendatangkan bahan baku, maka berbagai persyaratan salam harus
dipenuhi.

Akan tetapi bila pihak 1 (pemesan) mendatangkan bahan baku, maka yang terjadi adalah
jual/sewa jasa dan bukan salam, maka berbagai persyaratan pada akad sewa jasa harus
dipenuhi, diantaranya yang berkaitan dengan tempo pengkerjaan, dan jumlah upah.

Pendapat ketiga: Istishna' adalah akad yang benar dan halal, ini adalah pendapat
kebanyakan ulama' penganut mazhab Hanafi dan kebanyakan ulama' ahli fiqih zaman
sekarang. (Al Mabsuth oleh As Sarakhsi 12/138, Fathul Qadiroleh Ibnul Humaam 7/114,
& Al Bahrur Raa'iq oleh Ibnu Nujaim 6/185, Suq Al Auraaq Al Maaliyah Baina As Sayari'ah
Al Islamiyyah wa An Nuzhum Al Wad'iyyah oleh Dr Khursyid Asyraf Iqbal 448)

C. RUKUN DAN SYARAT AKAD ISTISHNA


Berikut ini adalah rukun dan syarat-syarat akad istishna :
1.

Transaktor
Transaktor adalah pihak pemesan yang diistilahkan denganmustashni' ()

sebagai pihak pertama. Pihak yang kedua adalah pihak yang dimintakan kepadanya

pengadaaan atau pembuatan barang yang dipesan, yang diistilahkan dengan sebutan shani' (
).
Kedua transaktor disyaratkan memiliki kompetensi berupa akil baligh dan memiliki
kemampuan untuk memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa dan lain-lain
yang sejenis. Adapun dengan transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan
pantauan dari walinya. Terkait dengan penjual, DSN mengharuskan penjual agar penjual
menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
Penjual dibolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang telah disepakati dengan
syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menunutut
tambahan harga.
Dalam hal pesanan sudah sesuai dengan kesepakatan, hukumnya wajib bagi pembeli
untuk menerima barang istishna dan melaksanakan semua ketentuan dalam kesepakatan
istishna. Akan tetapi, sekiranya ada barang yang dilunasi terdapat cacat atau barang tidak
sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan
atau membatalkan akad.
2.

Objek Istishna
Barang yang diakadkan atau disebut dengan al-mahal ( )adalah rukun yang kedua

dalam akad ini. Sehingga yang menjadi objek dari akad ini semata-mata adalah benda atau
barang-barang yang harus diadakan. Demikian menurut umumnya pendapat kalangan mazhab
Al-Hanafi.[5][10]
Namun menurut sebagian kalangan mazhab Hanafi, akadnya bukan atas suatu barang,
namun akadnya adalah akad yang mewajibkan pihak kedua untuk mengerjakan sesuatu sesuai
pesanan. Menurut yang kedua ini, yang disepakati adalah jasa bukan barang.[6][11]
Syarat-syarat objek akad menurut Fatwa DSN MUI, yaitu :
a.

Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.

b.

Penyerahannya dilakukan kemudian.

c.

Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan

d.

Pembeli (mustashni) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.

e.

Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan

f.

Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati

g.

Barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi pemesan, bukan barang missal.

3.

Shighah (ijab qabul)


Ijab qabul adalah akadnya itu sendiri. Ijab adalah lafadz dari pihak pemesan yang

meminta kepada seseorang untuk membuatkan sesuatu untuknya dengan imbalan tertentu.
Dan qabul adalah jawaban dari pihak yang dipesan untuk menyatakan persetujuannya atas
kewajiban dan haknya itu.
Pelafalan perjanjian dapat dilakukan dengan lisan, isyarat (bagi yang tidak bisa
bicara), tindakan maupun tulisan, bergantung pada praktik yang lazim di masyarakat dan
menunjukan keridhaan satu pihak untuk menjual barang istishna dan pihak lain untuk
membeli barang istishna. Istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi[7][12] :
a.

Kedua belah pihak setuju untuk membatalkannya

b.

Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi

pelaksanaan atau penyelesaian akad.


Berakhirnya akad istishna
Kontrak istishna bias berakhir berdasarkan kondisi kondisi berikut:
1.

Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah piahk,

2.

Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kotrak

3.

Pembatalan hokum kontrak ini jika muncul sebab yang masuk akal untuk mencegah

dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing masing pihak bisa menuntut
pembatalannya.

D.

DASAR HUKUM ISTISHNA


Akad istishna' adalah akad yang halal dan didasarkan secara sayr'i di atas petunjuk AlQuran, As-Sunnah dan Al-Ijma' di kalangan muslimin.
Al-Quran

Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (Qs. Al Baqarah: 275)
Berdasarkan ayat ini dan lainnya para ulama' menyatakan bahwa hukum asal setiap
perniagaan adalah halal, kecuali yang nyata-nyata diharamkan dalam dalil yang kuat dan
shahih.
As-Sunnah

.

.
:.
Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja non-Arab, lalu
dikabarkan kepada beliau bahwa raja-raja non-Arab tidak sudi menerima surat yang tidak
distempel. Maka beliau pun memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak.
Anas menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan
beliau." (HR. Muslim)
Perbuatan nabi ini menjadi bukti nyata bahwa akad istishna' adalah akad yang
dibolehkan. [8][5]
Al-Ijma'
Sebagian ulama menyatakan bahwa pada dasarnya umat Islam secara de-facto telah
bersepakat merajut konsensus (ijma') bahwa akad istishna' adalah akad yang dibenarkan dan
telah dijalankan sejak dahulu kala tanpa ada seorang sahabat atau ulamakpun yang
mengingkarinya. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk melarangnya. [9][6]

Kaidah Fiqhiyah
Para ulama di sepanjang masa dan di setiap mazhab fiqih yang ada di tengah umat
Islam telah menggariskan kaedah dalam segala hal selain ibadah:

Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan akan
keharamannya.
Logika
Orang membutuhkan barang yang spesial dan sesuai dengan bentuk dan kriteria yang
dia inginkan. Dan barang dengan ketentuan demikian itu tidak di dapatkan di pasar, sehingga
ia merasa perlu untuk memesannya dari para produsen.
Bila akad pemesanan semacam ini tidak dibolehkan, maka masyarakat akan
mengalamai banyak kesusahan. Dan sudah barang tentu kesusahan semacam ini sepantasnya
disingkap dan dicegah agar tidak mengganggu kelangsungan hidup masyarakat.[10][7]

E. HAKEKAT AKAD ISTISHNA


Ulama mazhab Hanafi berbeda pendapat tentang hakekat akad istishna' ini. Sebagian
menganggapnya sebagai akad jual-beli barang yang disertai dengan syarat pengolahan barang
yang dibeli, atau gabungan dari akad salam dan jual-beli jasa (ijarah).[11][8] Sebagian
lainnya menganggap sebagai 2 akad, yaitu akad ijarah dan akad jual beli. Pada awal akad
istishna', akadnya adalah akad ijarah (jualjasa). Setealh barang jadi dan pihak kedua selesai
dari pekerjaan memproduksi barang yang di pesan, akadnya berubah menjadi akad jual beli.
[12][9]
Nampaknya pendapat pertama lebih selaras dengan fakta akad istishna'. Karena pihak
1 yaitu pemesan dan pihak 2 yaitu produsen hanya melakukan sekali akad. Dan pada akad itu,

pemesan menyatakan kesiapannya membeli barang-barang yang dimiliki oleh produsen,


dengan syarat ia mengolahnya terlebih dahulu menjadi barang olahan yang diingikan oleh
pemesan.

F.

HAK dan KEWAJIBAN PIHAK ISTISHNA

1.

Pihak pertama dalam hal ini PENJUAL wajib dan dengan ini menyetujui untuk
memberikan ganti rugi kepada pihak kedua dalam hal ini PEMBELI atas segala kerugian
apabila terdapat cacat pada barang pesanan sebagai kelalaian pihak pertama.

2.

Pihak kedua dalam hal ini PEMBELI wajib dan menyetujui untuk melakukan pembayaran
cicilan kepada pihak pertama dalam hal ini PENJUAL untuk membayar cicilan tepat waktu
dan besaran cicilan, misalnya sebesar Rp. 2.500.000/minggu selama dua bulan.

3.

Pihak Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas:
1.

Jumlah yang telah di bayarkan dan

2. Penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepatwaktu.

G.

DIALOG BERISTISHNA
Dialog beristishna sama halnya seperti akad istishna, akad istishna adalah akad jual
beli dimana seorang pembeli memesan suatu barang kepada prosuden yang juga bertindak
sebagai penjual, dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang di sepakati, dan harga barang
tidak dapat berubah selama jangka waktu akad dengan cara pembayarannya dapet berupa
pembayaran dimuka, cicilan, atau dapat ditangguhkan dalam jangka waktu tertentu.
Begitu akad disepakati, maka akan mengikat para pihak yang bersepakat dan pada dasarnya
tidak dapat dibatalkan, kecualimemenuhi kondisi:
1.

Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya, atau

2.

Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi

pelaksanaan atau penyelesaian akad.

H. ISI KONTRAK ISTISHNA


CONTOH SURAT PERJANJIAN
SEWA MENYEWA RUMAH TOKO (RUKO)
Yang bertanda tangan di bawah ini:
1. Nama : Muhammad Idris
Umur : 23 th
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jalan Ahmad Yani Barat
Nomer KTP / SIM : 3504016207930009
Telepon : 082 345 678 001
Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA
2. Nama : Nur Aini
Umur : 21 th
Pekerjaan : Penyanyi
Alamat : Jalan Panglima Sudirman
Nomer KTP / SIM : 3754016207930049
Telepon : 087 745 678 021
Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebut +
PIHAK PERTAMA telah setuju untuk menyewakan kepada PIHAK KEDUA tanah berikut
bangunan berupa rumah toko (ruko) berlantai [( 2 ) ( dua )] yang berdiri di atasnya yang
terletak di ( Jalan Kh.Wakhid Hasyim ) dengan luas tanah [( 600 ) ( enam ratus)] meter

persegi dengan sertifikat hak milik Nomer ( 2.341.678.0045 ), gambar situasi Nomer
( 456.987 ) tanggal ( 22 oktober 2013 ).
Selanjutnya kedua belah pihak telah bersepakat untuk mengadakan perjanjian yang tertulis
dalam 15 (lima belas) pasal, sebagai berikut:
Pasal Pertama
Perjanjian antar kedua belah pihak ini berlaku sah untuk jangka waktu [( ------ ) ( ---jumlah
dalam huruf --- )] tahun, terhitung sejak tanggal ------ tanggal, bulan, dan tahun ------ )
sampai

dengan

------ tanggal,

bulan,

dan

tahun ------

dimana PIHAK

PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat untuk menentukan harga kontrak atas ruko berikut
tanah pekarangannya tersebut di atas dengan nilai harga [(Rp. ------------,00) (------ jumlah
uang dalam huruf ------ )] untuk jangka waktu [( ------ ) ( --- jumlah dalam huruf --- )] tahun.
Pasal Dua
PIHAK KEDUA telah memberikan uang muka atau DP (Down Payment) sebagai tanda jadi
sewa sebesar [(------ ) % ( --- jumlah dalam huruf ---)] persen atau sejumlah [(Rp.
------------,00) (------ jumlah uang dalam huruf ------ )] pada hari ( ------------ ) tanggal
( --- tanggal, bulan, dan tahun --- ) dan sisa pembayaran sejumlah [(Rp. ------------,00)
(------ jumlah uang dalam huruf ------ )] akan dibayarkan pada waktu penandatanganan Surat
Perjanjian ini.
Pasal Tiga
1. PIHAK PERTAMA selaku pemilik sah bangunan ruko berikut pekarangannya di
( --- alamat lengkap ruko --- ) menjamin bahwa tanah dan bangunan ruko berikut semua
fasilitas yang terdapat di dalamnya adalah hak milik sahnya dan bebas dari semua tuntutan
hukum

dan

persoalan-persoalan

yang

dapat

mengganggu PIHAK

pemakaiannya dalam jangka waktu berlakunya surat perjanjian ini.

KEDUA

atas

2. Semua kerugian yang timbul akibat kelalaian PIHAK PERTAMA dalam memenuhi
kewajibannya tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab PIHAK PERTAMA.
Pasal Empat
Sebelum jangka waktu kontrak seperti yang tertulis pada pasal satu Surat Perjanjian ini
berakhir, PIHAK PERTAMA tidak dibenarkan meminta PIHAK KEDUA untuk mengakhiri
jangka waktu kontrak dan menyerahkan kembali rumah tersebut kepada PIHAK
PERTAMA kecuali telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Pasal Lima
Selama waktu waktu berlakunya Surat Perjanjian ini, PIHAK KEDUA sama sekali tidak
dibenarkan

untuk

mengalihkan

hak

atau

mengontrakkan

kembali

kepadaPIHAK

KETIGA dengan dalih atau alasan apa pun juga tanpa ijin dan persetujuan tertulis
dari PIHAK PERTAMA.
Pasal Enam
1. PIHAK PERTAMA bertanggung jawab seluruhnya akibat dari kerusakan maupun kerugian
yang disebabkan oleh kesalahan struktur dari bangunan ruko tersebut.
Yang dimaksudkan dengan struktur adalah sistim konstruksi bangunan yang menunjang
berdirinya bangunan, seperti: pondasi, balok, kolom, lantai, dan dinding.
2. PIHAK KEDUA tidak diperbolehkan mengubah struktur dan instalasi dari unit ruko
tersebut tanpa ijin dan persetujuan dari PIHAK PERTAMA.
3. PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas kerusakan struktur sebagai akibat pemakaian.
4. PIHAK KEDUA tidak bertanggung jawab atau dibebaskan dari segala ganti rugi atau
tuntutan dari PIHAK PERTAMA yang terjadi akibat kerusakan pada bangunan ruko yang
diakibatkan oleh force majeure.

Yang dimaksud dengan Force majeure adalah hal-hal yang disebabkan oleh faktor extern
yang tidak dapat diatasi maupun dihindari, seperti: banjir, gempa bumi, tanah longsor, petir,
angin topan, kebakaran, huru-hara, kerusuhan, pemberontakan, dan perang.
Pasal Tujuh
Dalam perjanjian sewa-menyewa ini sudah termasuk hak bagi PIHAK KEDUAuntuk
menggunakan semua fasilitas yang telah terpasang sebelumnya pada bangunan ruko yang
disewa.
Fasilitas-fasilitas tersebut adalah:
1. Listrik,
2. Saluran nomor telepon,
3. Saluran air dari PDAM.
Pasal Delapan
PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas berlakunya peraturan-peraturan Pemerintah yang
menyangkut perihal pelaksanaan perjanjian ini, misalnya: Pajak-pajak, Iuran Retribusi
Daerah (IREDA), dan lain-lainnya.
Pasal Sembilan
PIHAK KEDUA berkewajiban untuk menjaga keamanan, ketertiban dan ketenteraman
lingkungan.
Pasal Sepuluh
Setelah berakhir jangka waktu kontrak sesuai dengan pasal satu Surat Perjanjian ini,PIHAK
KEDUA diharuskan

segera

mengosongkan

rumah

dan

menyerahkannya

kembali

kepada PIHAK PERTAMA serta telah memenuhi kewajibannya sesuai dengan pasal tujuh
dan delapan dari Surat Perjanjian ini.
Pasal Sebelas

Apabila PIHAK

PERTAMA dan PIHAK

KEDUA bermaksud

melanjutkan

perjanjian

kontrak, maka masing-masing pihak harus memberitahukan terlebih dahulu minimal [( ------ )
( --- jumlah dalam huruf --- )] bulan sebelum jangka waktu kontrak berakhir.
Pasal Dua Belas
PIHAK KEDUA mendapat prioritas pertama dari PIHAK PERTAMA untuk memperpanjang
masa penyewaan berikutnya sebelum PIHAK PERTAMAmenawarkan kepada calon-calon
penyewa lainnya.

Pasal tiga Belas

PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA bersepakat untuk menempuh jalan musyawarah dan
mufakat untuk menyelesaikan hal-hal atau perselisihan yang mungkin timbul sehubungan
dengan Surat Perjanjian ini. Apabila jalan musyawarah dianggap tidak berhasil untuk
mendapatkan penyelesaian yang melegakan kedua belah pihak, kedua belah pihak bersepakat
untuk menempuh upaya hukum dengan memilih domisili pada ( ------ Kantor Kepaniteraan
Pengadilan Negeri ------ ).
Pasal Empat Belas
Surat Perjanjian ini dibuat oleh kedua belah pihak dengan dasar akal sehat dan pikiran sehat
tanpa adanya paksaan maupun tekanan dari pihak-pihak manapun.
Pasal Lima Belas
Surat Perjanjian ini ditandatangani di ( --- tempat --- ) pada hari ( --------------- ) ( ---tanggal,
bulan, dan tahun ---- ) dan berlaku mulai tanggal tersebut sampai dengan tanggal
( --- tanggal, bulan, dan tahun ---- ).
( --- tempat, tanggal, bulan, dan tahun ---)
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA
[ ------------------------- ] [ ------------------------ ]
SAKSI-SAKSI:
[ --------------------------- ] [ --------------------------- ]

I. KONSEKUENSI AKAD ISTISHNA'


Imam Abu Hanifah dan kebanyakan pengikutnya menggolongkan akad istishna' ke
dalam jenis akad yang tidak mengikat. Dengan demikian, sebelum barang diserahkan
keduanya berhak untuk mengundurkan diri akad istishna'; produsen berhak menjual barang
hasil produksinya kepada orang lain, sebagaimana pemesan berhak untuk membatalkan
pesanannya.

Sedangkan Abu Yusuf murid Abu Hanifah, memilih untuk berbeda pendapat dengan gurunya.
Beliau menganggap akad istishna' sebagai salah satu akad yang mengikat. Dengan demikian,
bila telah jatuh tempo penyerahan barang, dan produsen berhasil membuatkan barang sesuai
dengna pesanan, maka tidak ada hak bagi pemesan untuk mengundurkan diri dari
pesanannya. Sebagaimana produsen tidak berhak untukmenjual hasil produksinya kepada
orang lain. (Fathul Qadir oleh Ibnul Humamm 7/116-117 & Al Bahru Ar Raa'iq oleh Ibnu
Nujaim 6//186).
Menurut hemat saya, pendapat Abu Yusuf inilah yang lebih kuat, karena kedua belah
pihak telah terikat janji dengan saudaranya. Bila demikian, maka keduanya berkewajiban
untuk memenuhi perjanjiannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Kaum muslimin senantiasa memenuhi persyaratan mereka." (Riwayat Abu Dawud, Al


Hakim, Al Baihaqy dan dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Al Albany)

J. ISTISHNA PARAREL
Dalam sebuah kontrak bai al-istishna, bisa saja pembeli mengizinkan pembuat
menggunakan subkontrakator untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian,
pembuat dapat membuat kontrak istishna kedua untuk memenuhi kewajibannya kepada
kontrak pertama. Kontrak baru ini di kenal sebagai istishna pararel. Istishna pararel dapat di
lakukan dengan syarat:(a) akad kedua antara bank dan subkontraktor terpisah dari akad
pertama antara bank dan pembeli akhir dan (b) akad kedua di lakukan setelah akad pertama
sah. Ada beberapa konsekuensi saat bank Islam menggunakan kontrak pararel. Diantaranya
sebagai berikut.

1. Bank Islam sebagai pembuat kontrak pertama tetap merupakan satu-satunya pihak
yang bertanggung jawab terhadap pelaksaaan kewajibannya. Istishna pararel atau
subkontrak untuk sementara harus di anggap tidak ada. Dengan demikian sebagai
shani pada kontrak pertama, bank tetap bertanggung jawab atas setiap kesalahan,
kelalaian atau pelanggaran kontrak yang berasal dari kontrak pararel.
2. Penerima subkontrak pembuatan pada istishna pararel bertanggung jawab terhadap
Bank Islam sebagai pemesan. Dia tidak mempunyai hubungan hukum secara langsung
dengan nasabah pada kontrak pertama akad. Bai al-istishna kedua merupakan
kontrak pararel, tetapi bukan merupakan bagian atau syarat untuk kontrak pertama.
Dengan demikian kedua kontraktersebut tidak memunyai kaitan hukum samasekali.
3. Bank sebagai shani atau pihak yang siap untuk membuat atau mengadakan barang,
bertanggungjawab kepada nasabah atas pelaksanaan subkontraktor dan jaminan yang
timbul darinya. Kewjiban inilah yang membenarkankeabsahan istishna pararel, juga
menjadi dasar bahwa bank boleh memungut keuntungan kalau ada.

K. PERBEDAAN ANTARA SALAM DAN ISTISHNA


Menurut jumhur fuqaha, jual beli istisna itu sama dengan salam, yakni jual beli
sesuatu yang belum ada pada saat akad berlangsung (bay al-madum). Menurut fuqaha
Hanafiah, ada dua perbedaan penting antara salam dengan istisna, yaitu :
1. Cara pembayaran dalam salam harus di lakukan pada saat akad berlangsung,
sedangkan dalam istisna dapat di lakukan pada saat akad berlangsung, bisa di angsur
atau bisa di kemudian hari.

2. salam mengikat para pihak yang mengadakan akad sejak semula, sedangkan istisna
menjadi pengikat untuk melindungi produsen sehingga tidak di tinggalkan begitu saja
oleh konsumen yang tidak bertanggungjawab.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Insitut Bankir Indonesia mendefinisikan
istisna sebagai akad antara pemesan dengan pembuat barang untuk suatu pekerjaan tertentu
dalam tanggungan atau jual beli suatu barang yang baru akan di buat oleh pembuat barang.
Dalam istisna, bahan baku dan pekerjaan penggarapannya menjadi kewajiban pembuat
barang. Jika bahan baku di sediakan oleh pemesan, maka akad tersebut berubah menjadi
ijarah.
L. APLIKASI ISTISHNA DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (LKS)
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya
untuk mengadakan berbagai transaksi ekonomi, salah satunya adalah jual beli yang
melibatkan dua pelaku, yaitu penjual dan pembeli. Biasanya penjual adalah produsen ,
sedangkan pembeli adalah konsumen konsumen.
Pada kenyataannya, konsumen kadang memerlukan barang yang belum di hasilkan
sehingga konsumen melakukan transaksi jual beli dengan produsen dengan cara pesanan. Di
dalam perbankan syariah, jual beli Istishna lazim di tetapkan pada bidang konstruksi dan
manufaktur.
Contoh Kasus
CV. Selayang Pandang yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu
memperoleh order untuk memebuat sepatu anak sekolah SMU senilai RP. 60.000.000,-.dan
mengajukan permodalan kepada Bank Syariah Plaju. Harga perpasang sepatu yang di ajukan
adalah Rp.85.000,- dan pembayarannya di angsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu

di pasaran sekitar rp. 90.000,-. Dalam hal ini Bank Syariah Plaju tidak tahu berapa biaya
pokok produksi. CV.Selayang Pandang hanya memberikan keuntungan Rp. 5.000,- perpasang
atau keuntungan keseluruhan adalah RP. 3.529.412,-yang diperoleh dari hitungan Rp.
60.000.000/Rp. 85.000xRp. 5.000 = rp. 3.529.412.
Bank Syariah Plaju dapat menawar harga yang diajukan oleh CV. Selayang Pandang dengan
harga yang lebuh murah, sehingga dapat di jual kepada masyarakat dengan harga yang lebih
murah pula. Katakanlah misalnya Bank Syariah Plaju menawar harga Rp. 86.000,-per pasang,
sehingga masih untung Rp. 4.000,- perpasang dengan keuntungan keseluruhan adalah:
Rp. 60.000.000/Rp. 86.000xRp. 4.000 = Rp. 2.790.697

M. TABEL PERBEDAAN ISTISHNA DENGAN SALAM


SUBJEK
Pokok Kontrak

SALAM
Muslam Fiih

ISTISHNA

ATURAN

&

Mashnu

KETERANGAN
Barang

Di

Tangguhkan
Harga

Dibayar
Kontrak

Dengan

Spesifikasi
Saat Bisa Saat Kontrak, Cara
Penyelesaian
Bias Di Angsur, Bias Pembayaran
Di Kemudian Hari

Merupakan Perbedaan
Utama Antara Salam

Sifat Kontrak

Mengikat
Asli

Secara Mengikat
Ikutan

Dan Istishna
Secara Salam
Mengikat
Semua Pihak Sejak
Semula,

Sedangkan

Istishna

Menjadi

Pengikat

Untuk

Melindungi Produsen
Sehingga
Ditinggalkan

Tidak
Begitu

Saja Oleh Konsumen


Secara
Kontrak Pararel

Salam Pararel

Istishna Pararel

Tidak

Bertanggung Jawab
Baik Salam Pararel
Maupun

Istishna

Pararel Sah Asalkan


Kedua Kontrak Secara
Hokum Terpisah
N. JENIS-JENIS PEMBIAYAAN ISTISHNA
1) BNI iB kelayakan usaha.
2) BNI iB usaha kecil.
3) BNI iB wirausaha.
4) BNI iB griya indent.

O. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMBIAYAAN ISTISHNA


1. Maksimum Pembiayaan
Maksimum pembiayaan sebesar 80% dari harga barang dan self fnancing disesuaikan
dengan jenis pembiayaan masing-masing.
2. Jangka Waktu
1) Jangka waktu pembiayaan harus dibedakan antara jangka waktu pada saat masa
pembuatan atau pemesanan atau pembangunan dengan jangka waktu pada saat penyerahan

barangsampai dengan jangka waktu berakhirnya akad yang disesuaikan dengan jenis
pembiayaan masing-masing.
2) Jangka waktu masa pembuatan atau pemesanan atau pembangunan disesuaikan
dengan kondisi atau jenis barang yang dipesan yaitu maksimal 2 tahun. Namun untuk BNI
griya indent maksimal 1 tahun.
3. Penetapan Angsuran
Penetapan angsuran pembiayaan istishna ditentukan oleh jangka waktu dan margin
saat pembuatan atau pemesanan atau pembangunan serta nilai tunai dan margin saat
penyerahan barang serta jangka waktu pada saat penyerahan barang sampai dengan jangka
waktu berakhirnya akad istishna.
Contoh:
Developer membangun rumah senila Rp. 500.000.000,- sesuai dengan pesanan dan
spesifikasi teknis khusus. Nasabah tidak mempunyai kemampuan membayar sekaligus,
namun nasabah sanggup membayar uang muka sebesar 20% dan sisanya secara angsuran
sampai jangka waktu 10 tahun depan. Dengan tarif istishna 9% flat pertahun. Untuk
membangun rumah diperlukan waktu 12 bulan. Maka:
Harga rumah Rp. 500.000.000,Uang muka Rp. 100.000.000,Pembiayaan yang diajukan Rp. 400.000.000,Margin selama masa pembuatanberdasarkan perhitungan manual anuitas Rp. 56.787.067,nilai tunai saat penyerahan Rp. 456.787.067,nilai akad 10 tahun
(9% x 10 thn x 400.000.000) Rp. 760.000.000,Angsuran nasabah bulan ke-1 sampai ke-12 Rp. 6.333.333,-

Angsuran nasabah bulan ke-13 samapi ke-120 Rp. 6.333.333,4. Margin Dan Pengakuan Pendapatan
Mengacu kepada tarif margin minimum flat yang diterbitkan KKAS sesuai jenis
pembiayaan masing-masing dan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad dengan
metode pengakuan pendapatan berdasarkan margin efektif anuitas.
Contoh perhitungan margin
Data
1

Pokok

400.000.0

Rp

Jangka

120

Bulan

Margin

9%

Pa

Margin

14,5079%

Pa

00
waktu
3
flat
4
efektif

(ctm

table

konversi)

5. Agunan Pembiayaan
Mengacu kepada ketentuan jenis pembiayaan masing-masing barang yang di pesan
nasabah sebagai agunan pokok, namun apabila diperlukan dengan pertimbangan resiko
selama masa pembangunan, nilai agunan harus mengcover fasilitas yang dicairkan. Dan
apabila tidak mencukupi bank bank dapat meminta tambahan agunan. Pengikatan agunan
agar berpedoman kepada buku pedoman pembiayaan kecil syariah.
6. Asuransi
Asuransi kerugian pada pembiayaan produktif ditutup asuransi kerugian pada
perusahaan asuransi syariah yang ditunjuk dan masuk dalam perusahaan rekanan BNI yang
dikelola oleh DRK dengan beban nasabah mengacu kepada ketentuan yang berlaku pada
masing-masing jenis pembiayaan.

Untuk pembiyaan konsumtif nasabah ditutup asuransi jiwa pada perusahaan asuransi
yang ditunjuk dan masuk dalam daftar perusahaan rekanan BNI yang dikelola oleh DRK dan
premi menjadi beban nasabah.
Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo (PSJT)
Apabila nasabah akan melunaskan pembiayaan sebelum jatuh tempo maka
perhitungan total kewajiban yang harus dibayar nasabah mengacu kepada ketentuan
mengenai PPTM dan tidak diperjanjikan di dalam akad.
Lain-Lain
Kebajikan pembiayaan yang ada mengacu kepada ketentuan jenis pembiayaan
masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Yaya, Rizal dan Ahim Abrurahman. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik
Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat.
Sarwat, Ahmad. 2009. Seri Fiqh Islam Kitab Muamalat. Kampus Syariah
Kasmir. 2002. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sutedi, Adrian. 2009. Perbankan Syariah, Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Syafii Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah, Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema
Insani
http://ramayamakmur.files.wordpress.com/2010/01/pengelolaan-modal-yg-di-syariatkan.pdf
http://etd.eprints.ums.ac.id/954/1/I000050027.pdf
http://harisdianto.files.wordpress.com/2010/02/muamalat.doc
http://www.slideshare.net/lukmanul/salam-istishna-dan-murabahah

Anda mungkin juga menyukai