Anda di halaman 1dari 32

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH

LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN


PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BAB III
KLASIFIKASI MASSA BATUAN

3.1. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi massa pada batuan
2. Untuk mengetahui kegunaan pengklasifikasian massa batuan pada system
tambang bawah tanah
3. Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor untuk menentukan system
tambang bawah tanah dengan metode pembobotan
4. Untuk mengetahui dan memahami dari perhitungan metode pembobotan
karakteristik massa batuan
5. Untuk dapat mengaplikasikan

hasil

perhitungan

metode

pembobotan

terowongan tambang bawah tanah.


3.2.

Dasar Teori

Massa batuan adalah susunan blok-blok material batuan yang dipisahkan


oleh berbagai tipe ketidak menerusan geologi. Mekanika batuan merupakan ilmu
yang mempelajari sifat-sifat mekanik batuan dan massa

batuan. Hal ini

menyebabkan mekanika batuan memiliki peran yang dominan dalam operasi


penambangan, seperti pekerjaan penerowongan, pemboran,

penggalian,

peledakan dan pekerjaan lainnya. Di dalam geoteknik, klasifikasi massa batuan


yang pertama diperkenalkan sekitar 60 tahun yang lalu yang ditujukan untuk
terowongan dengan penyanggaan menggunakan penyangga baja. Kemudian
klasifikasi dikembangkan untuk penyangga non-baja untuk terowongan, lereng,
dan pondasi 3 pendekatan desain yang biasa digunakan untuk penggalian pada
batuan yaitu: analitik, observasi, dan empirik. Salah satu yang

paling banyak

digunakan adalah pendekatan desain dengan menggunakan metode empiric.


Klasifikasi massa batuan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang
timbul di lapangan secara cepat dan tidak ditujukan untuk mengganti studi analitik,
observasi lapangan, pengukuran, dan engineering judgement. Klasifikasi massa
batuan menguntungkan pada tahap studi kelayakan dan desain awal dimana
sangat sedikit informasi yang tersedia mengenai massa batuan, tegangan, dan
hidrogeologi. Secara sederhana, klasifikasi massa batuan digunakan sebagai

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
sebuah check-listuntuk meyakinkan bahwa semua informasi penting telah
dipertimbangkan.Satu atau lebih sistem klasifikasi dapat digunakan untuk
memperkirakan komposisi dan karakteristik massa batuan,
kebutuhan

penyangga.

Perkiraan

kekuatan

dan

sifat

perkiraan awal
deformasi

massa

batuan.Harus diingat bahwa klasifikasi massa batuan tidak dimaksudkan untuk


menggantikan pekerjaan desain rinci. Adapun Tujuan dari klasifikasi massa batuan
adalah untuk:
1. Mengidentifikasi parameter-parameter yang mempengaruhi kelakuan/sifat
massa batuan.
2. Membagi massa batuan ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai
kesamaan sifat dan kualitas.
3. Menyediakan pengertian dasar mengenai sifat karakteristik setiap kelas massa
batuan.
4. Menghubungkan berdasarkan pengalaman kondisi massa batuan di suatu
tempat dengan kondisi massa batuan di tempat lain
5. Memperoleh data kuantitatif dan acuan untuk desain teknik.
6. Menyediakan dasar acuan untuk komuniukasi antara geologist dan engineer.
Keuntungan dari digunakannya klasifikasi massa batuan:
7. Meningkatkan kualitas penyelidikan lapangan berdasarkan data masukan
sebagai parameter klasifikasi.
8. Menyediakan informasi kuantitatif untuk tujuan desain.
9. Memugkinkan kebijakan teknik yang lebih baik dan komunikasi yang lebih
efektif pada suatu proyek.
Dikarenakan kompleknya suatu massa batuan, beberapa penelitian
berusaha untuk mencari hubungan antara desain galian batu dengan parameter
massa batuan. Beberapa klasifikasi massa batuan yang dikenal saat ini adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
3.2.1.

Metode klasifikasi beban batuan (rock load)


Slope Mass Rating (SMR)
Rock Structure Rating (RSR)
Rock Mass Rating (RMR)
Q-system
Mining Rock Mass Rating (MRMR)
Rock Mass Rating (RMR)
Bieniawski (1976) mempublikasikan suatu klasifikasi massa batuan yang

disebut Klasifikasi Geomekanika atau lebih dikenal dengan Rock Mass Rating
(RMR). Setelah bertahun-tahun, klasifikasi massa batuan ini telah mengalami
penyesuaian

dikarenakan

adanya

penambahan

data

masukan

sehingga

Bieniawski membuat perubahan nilai rating pada parameter yang digunakan untuk
penilaian klasifikasi massa batuan tersebut. Pada penelitian ini, klasifikasi massa

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
batuan yang digunakan adalah klasifikasi massa batuan versi tahun 1989
(Bieniawski, 1989). Batas dari daerah struktur tersebut biasanya disesuaikan
dengan kenampakan perubahan struktur geologi seperti patahan, perubahan
kerapatan kekar, dan perubahan jenis batuan. RMR ini dapat digunakan untuk
terowongan.lereng, dan pondasi. Parameter yang digunakan dalam klasifikasi
massa batuan menggunakan Sistim RMR yaitu:
a. Kuat tekan uniaxial batuan utuh
Untuk menentukan nilai kuat tekan batuan utuh dapat dilakukan dengan
pengujian laboratorium dan pengujian langsung di lapangan.
1) Uji laboratorium
Untuk pengujian kuat tekan batuan dengan uji laboratorium dapat
dengan Uniaxial Compressive Test (UCS) dan Point Load Index (PLI)
a) Uniaxial Compressive Test (UCS) Sample batuan yang diuji berasal dari core
yang dipilih berdasarkan kenampakan yang masih utuh tanpa gangguan
diskontinuitas dan dipilih litologi yang mewakili daerah penelitian. Sample ini
diuji dalam bentuk silinder dengan perbandingan tinggi dan diameter (l/D)
tertentu dimana perbandingan ini akan sangat berpengaruh pada nilai UCS
yang dihasilkan. Semakin besar perbandingan panjang terhadap diameter,
kuat tekan akan semakin kecil. Sample kemudian ditekan dari satu arah
(uniaxial) menggunakan mesin.
b) Point Load Index (PLI) Pengujian ini menggunakan mesin uji point load
dengan sampel berupa silinder atau bentuk lain yang tidak

beraturan.

Sampel yang disarankan untuk pengujian ini adalah batuan berbentuk


silinder dengan diameter kurang lebih 50mm. Dari pengujian ini didapatkan
nilai point load index (Is) yang akan menjadi patokan untuk menentukan nilai
kuat tekan batuan.
2) Uji langsung di lapangan
Hoek and Brown, 1980 memberikan index classification of rock material
untuk mengestimasi kisaran nilai kuat tekan batuan di lapangan dengan
menggunakan kuku, pisau, dan palu geologi. Schmidt hammer adalah suatu alat
yang dapat digunakan untuk mengetahui kuat tekan batuan langsung di lapangan.
Metode pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban tumbukan pada
permukaan

batuan

yang

akan

memberikan

indikasi

kekerasan

setelah

dikalibrasikan. Pada sisi luar alat terdapat skala bacaan yang akan menunjukkan
nilai pantulan dari batuan tersebut. Operator bisa melakukan pengujian dengan
arah horizontal atau vertikal (masing-masing posisi akan diberikan faktor koreksi
Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
yang berbeda). Hasil dari pengujian Schmidt hammer ini diasumsikan sebagai nilai
uji UCS pada batuan.

Gambar 3.1
Skala bacaan Schimdt Hammer
Tabel 3.1
Rating Tingkat Kekerasan Batuan
Deskripsi Kualitatif
Sangat kuat sekali (exceptionally strong)
Sangat kuat (very strong)
Kuat (strong)
Sedang (average)
Lemah (weak)
Sangat lemah (very weak)

UCS (MPa)
>250
100-250
50-100
25-50
5-25
1-5

Sangat lemah sekali (extremely weak)

<1

PLI (MPa)
>10
4-10
2-4
1-2
Penggunaa
n UCS lebih
dianjurkan

Rating
15
12
7
4
2
1
0

b. Rock Quality Designatian (RQD)


Pada tahun 1967 D.U. Deere memperkenalkan Rock Quality Designation
(RQD) sebagai sebuah petunjuk untuk memperkirakan kualitas dari massa batuan
secara kuantitatif. Sama seperti parameter UCS, terdapat 2 metode untuk
mendapatkan nilai RQD yaitu dengan hasil core atau pengamatan langsung pada
scanline.
Tabel 3.2
Rating Rock Quality Designation
RQD (%)
Kelompok XV

Kualitas Batuan

Rating

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
<25
25-50
50-75
75-90
90-100

Sangat Jelek
Jelek
Sedang
Baik
Sangat Baik

3
8
13
17
20

Dalam menghitung nilai RQD, metode hasil core digunakan apabila core
logs tersedia. Tata cara untuk menghitung RQD menurut Deere 1967, hanya
bagian yang utuh dengan panjang lebih besar dari 100 mm (4 inchi) yang
dijumlahkan kemudian dibagi panjang total pengeboran (core run). Selama
pengukuran panjang core pieces, pengukuran harus dilakukan sepanjang garis
tengahnya. Core yang retak akibat aktivitas pengeboran harus digabungkan
kembali dan dihitung sebagai satu bagian utuh. Ketika ada keraguan
apakahretakan diakibatkan oleh pengeboran atau karena alami, pecahan itu bisa
dimasukkan kedalam bagian yang terjadi secara alami. Semua retakan yang
bukan terjadi secara alami tidak diperhitungkan pada panjang core untuk RQD
(Deere, 1967). Panjang total pengeboran (core run) yang direkomendasikan
adalah lebih kecil dari 1,5 m.

RQD=

panjang core 10 cm
100
panjang total core

........(3.1)

Selain metode langsung dengan hasil core dalam menghitung nilai RQD
dengan melihat scanline yang digunakan apabila core log tidak tersedia. Menurut
Priest and Hudson, 1976 yaitu:

RQD=100 e0,1 (0,1 +1)


Dimana, = jumlah total kekar per scanline

Sumber: : http://ilmubatugeologi.blogspot.co.id

Gambar 3.2
Scanline
c. Spasi bidang dikontinyu
Kelompok XV

................................(3.2)

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Jarak antar (spasi) bidang diskontinu didefinisikan sebagai jarak tegak
lurus antara dua diskontinuitas berurutan sepanjang garis pengukuran yang dibuat
sembarang. Menurut ISRM, jarak antar (spasi) diskontinuitas adalah jarak tegak
lurus antara bidang diskontinu yang berdekatan dalam satu set diskontinuitas

Sumber : : http://ilmubatugeologi.blogspot.co.id

Gambar 3.3
Discontinuitas Spacing
Pengukuran Jarak atau spasi kekar bidang diskontinuitas dapat dilakaukan
dengan metode scanline. Scanline pada permukaan lereng atau bukaan tambang
minimal 50 m dengan menyesuaikan kondisi medan yang terdapat di lapangan
dan ketersediaan alat. Pada pengukuran dilapangan kebanyakan jarak kekar yang
terukur pada scanline merupakan jarak semu.
Tabel 3.3
Jarak Spasi Antar Kekar
Deskripsi
Sangat lebar (very wide)
Lebar (wide)
Sedang (moderate)
Rapat (close)
Sangat rapat (very close)

Spasi Kekar (m)


2
0,6 - 2
0,2 0,6
0,006 0,2
< 0,006

Rating
20
15
10
8
5

d. Kondisi bidang diskontinyu


Ada lima karakteristik kekar yang masuk dalam pengertian kondisi kekar,
meliputi kemenerusan (persistence), jarak antar permukaan kekar atau celah
(separation), kekasaran kekar (roughness), material pengisi kekar (infilling), dan
tingkat pelapukan (weathering).
1) Kemenerusan, merupakan kemenerusan dari sebuah bidang diskontinu atau
juga dapat diartikan sebagai panjang dari suatu bidang diskontinu.
2) Jarak antar permukaan kekar, merupakan jarak antara kedua permukaan
bidang kekar. Jarak ini biasanya diisi oleh material lainnya (infilling) atau bisa
juga diisi oleh air. Makin besar jarak ini, semakin lemah bidang kekar tersebut.
Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
3) Kekasaran kekar, dapat dilihat dari bentuk gelombang permukaannya.
Gelombang ini diukur relatif dari permukaan datar dari kekar.Semakin besar
kekasaran dapat menambah kuat geser kekar dan dapat juga mengubah
kemiringan pada bagian tertentu dari kekar tersebut.
4) Material pengisi kekar, filling material atau material pengisi antara dua
permukaan bidang diskontinu akan mempengaruhi stabilitas bidang diskontinu.
Filling yang lebih tebal dan memiliki sifat mengembang bila terkena air dab
berbutir sangat halus akan menyebabkan bidang diskontinu menjadi lemah.
5) Tingkat pelapukan, menunjukkan derajat kelapukan suatu batuan. Batuan yang
tidak terlapukkan memiliki tanda butiran kristal jelas dan terang sedangkan yang
terlapukkan memiliki tanda kehitaman pada batuan yang terdekomposisi
meyerupai tanah.

Tabel 3.4
Kondisi Kekar
Discontinuit
y length
(persistence
)

<1m

1-3m

3 - 10 m

10 - 20 m

> 20

Rating

Separation
(aperture)

None

< 0.1 mm

0.1 - 1.0 mm

1 - 5 mm

> 5 mm

Rating

Roughness

Very rough

Rough

Slightly
rough

Smooth

Slickensided

Rating

Infilling
(gouge)

None

Hard filling
< 5 mm

Hard filling
> 5 mm

Soft filling
< 5 mm

Soft filling
> 5 mm

Rating

Weathering
Ratings

Unweathere
d

Slightly
weathered

Moderately
weathered

Highly
weathere
d

Decompose

Rating

e. Kondisi air tanah


Debit aliran air tanah atau tekanan air tanah akan mempengaruhi kekuatan
massa batuan. Oleh sebab itu, perlu diperhitungkan dalam klasifiikasi massa

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
batuan. Pengamatan terhadap kondisi air tanah ini dapat dilakukan dengan 3 cara
yaitu:
1) Inflow per 10 tunnel length, menunjukkan banyak aliran air yang teramati setiap
10 m panjang terowongan. Semakin banyak aliran air maka nilai RMR akan
semakin kecil.
2) Joint water pressure, semakin besar nilai tekanan air yang terjebak dalam kekar
(bidang diskontinu) maka nilai RMR akan semakin kecil.
3) General condition, mengamati atap dan dinding terowongan secara visual
sehingga secara umum dapat dinyatakan dengan keadaan umum di lapangan
seperti kering, lembab, basah, menetes, atau mengalir. Cara ketiga ini yang
paling umum digunakan.
Kondisi air tanah yang ditemukan pada pengukuran kekar diidentifikasikan
seperti kering (dry), lembab (damp), basah (wet), terdapat tetesan air (dripping),
atau terdapat aliran air (flowing) sehingga diberi pembobotan berdasarkan tabel
berikut:

Tabel 3.5
Kondisi Air Tanah
Kondisi Umum

Terdapat

Terdapat

tetesan air

aliran air

10 25 m

25 125 m

>125 m

<0,1

0,1 0,2

0,2 0,5

>0,5

10

Kering

Lembab

Basah

None

<10 m

0
15

Debit air tiap 10 m


panjang
terowongan
Tekanan pada
kekar
Rating
f.

Orientasi atau arah bidang diskontinyu


Parameter ini merupakan penambahan terhadap kelima parameter

sebelumnya. Bobot yang diberikan untuk parameter ini sangat tergantung pada
hubungan antara orientasi kekar-kekar dengan metode penggalian yang dilakukan.
Oleh karena itu bobot parameter ini biasanya diperlakukan terpisah dengan 5
parameter lainnya. Arah umum dari bidang diskontinu berupa strike dan dip akan
mempengaruhi kestabilan lubang bukaan. Hal ini ditentukan oleh sumbu dari
lubang bukaan tersebut, apakah searah dip atau berlawanan arah dengan dip
bidang diskontinu.
Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Setelah nilai bobot masing-masing parameter diperoleh, maka jumlah
keseluruhan bobot tersebut menjadi nilai total RMR. Nilai RMR ini dapat digunakan
untuk mengetahui kelas dari massa batuan, memperkirakan kohesi dan sudut
geser dalam untuk setiap massa batuan seperti tabel dibawah ini:
Tabel 3.6
Kelas Massa Batuan, Kohesi, dan Sudut Geser dalam Nilai RMR
Profil Massa
Batuan
Rating
Kelas Massa
Batuan
Kohesi

100-81

80-61

60-41

40-21

Sangat Baik

Baik

Sedang

Jelek

300 400

200 300

100 200

kPa

kPa

kPa

35 45 o

25 35 o

15 - 25 o

>400 kPa

Sudut Geser
dalam

Deskripsi

>45o

20-0
Sangat
Jelek
<100 kPa
< 25 o

RMR dapat digunakan sebagai panduan memilih penyangga terowongan.


Panduan ini tergantung pada beberapa faktor seperti kedalaman lubang bukaan
dari permukaan, ukuran dan bentuk terowongan serta metode penggalian.
Tabel 3.7
Rekomendasi Penyangga (Bieniawski, 1989)
Rock Support

Ground
class

Excavation (drill & blast)

Very
good
rock
81-100

Full face:
3m advance

Good
rock
61-80

Full face:
1.0-1.5m advance;
Complete support 20 m
from face

Fair
rock
41-60

Top heading and bench:


1.5 - 3m advance in top
heading;
Commence support after
each blast;
Commence support 10 m
from face

Kelompok XV

Rock Bolt

Shotcrete

Steelset
s

No support
Locally
bolts in
crown, 3m
long,
spaced
2.5m with
occasional
wire mesh
Systematic
bolts 4m
long,
spaced 1.5
- 2m in
crown and
walls with
wire mesh
in crown

50mm in
crown
where
required

None

50 - 100mm
in crown,
and 30mm
in sides

None

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Poor
rock
21-40

Top heading and bench:


1.0 - 1.5m advance in top
heading; Install support
concurrently with
excavation - 10 m from
face

Systematic
bolts 4 - 5m
long,
spaced 1 1.5m in
crown and
walls with
wire mesh

100 150mm in
crown and
100mm in
sides

Light ribs
spaced
1.5m
where
required

Medium to
heavy ribs
Multiple drifts:
150 spaced
200mm in 0.75m with
0.5 - 1.5m advance in top
Very
crown,
steel
heading; Install support
poor
150mm
in
lagging
concurrently with
rock
sides, and
and
excavation; shotcrete as
< 21
50mm on
forepoling
soon as possible after
face
if required.
blasting
Close
invert
Sedangkan untuk menentukan kestabilan lubang bukaan dapat ditentukan
Systematic
bolts 5 - 6m
long,
spaced 1 1.5m in
crown and
walls with
wire mesh.
Bolt invert

melalui stand-up time dari nilai RMR menggunakan grafik span terhadap stand-up
time. Keakuratan dari stand-up time ini menjadi diragukan karena nilai stand-up
time sangat dipengaruhi oleh metode penggalian, ketahanan terhadap pelapukan
(durability), dan kondisi tegangan in-situ yang merupakan parameter penting yang
tidak tercakup dalam metode klasifikasi RMR. Oleh karena itu, sebaiknya grafik ini
digunakan hanya untuk perbandingan semata.
(Anonim, 2016)

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

*Sumber: wikimedia.org/wikipedia/commons/

Gambar 3.4
Grafik stand-up time RMR

Parameter
Strength
Of

Range of Values
Point Load Strength
>10 Mpa

4-10 Mpa

2-4 Mpa

1-2 Mpa

Index

compressive test is

Intact Rock Material


Uniaxial

>250 Mpa

100-250 Mpa

50-100 Mpa

25-50 Mpa

Comp. Strength
2
3
4

Rating
15
Drill core Quality RQD
90% - 100%
Rating
20
Spacing of discontinuities
>2m
Rating
20
Condition
of
Very rough surfaces
Discontinuitties
Not continuous
(see E)
No separation
Unweathered wall rock

Kelompok XV

Rating
Ground

For this low range - uniaxial

30
Inflow per 10 m

None

12
75%-90%
15
0.6-2 m
15
Slickensided
surfaces
or Gouge < 5
mm thick
or Separation
1-5 mm
Continuous
25
<10

7
50%-75%
10
200-600 mm
10
Slightly rough
surfaces
Separation < 1 mm
Highly weathered
walls
20
10-25

4
25%-50%
8
60-200 mm
8
Slickensided
surfaces
or Gouge < 5 mm
thick
or Separation 1-5
mm
Continuous
10
25-125

preferred
5-25
Mpa
2

1-5

<1 Mpa

Mpa
1
<25%
3
<60 mm
5

Soft gouge >5 mm thick


or Separation > 5 mm
Continuous
0
>125

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
tunnel length (l/m)
Water

(Joint water press)/


(Major principal)
General conditions

<0.1

0.1-0.2

0.2-0.5

>0.5

Completely dry

Damp

Wet

Dripping

Flowing

15

10

Rating

B. RATING ADJUSTMENT FOR DISCONTINUITY ORIENTATIONS (See F)


Strike and dip orientations
Very Favourable
Favourable
Rating
Tunels& Mines
0
-2
Foundation
0
-2
Slopes
0
-5
C. ROCK MASS CLASSES DETERMINED FROM TOTAL RATINGS
Rating
100 - 81
80 - 61
Class number
I
II
Description
Very good rock
Good rock
D. MEANING OF ROCK CLASSES
Class number
I
II
20 yrs for 15 m
Average stand-up time
1 year for 10 m span
span
Cohesion of rock mass (kPa)
> 400
300 - 400
Friction angle of rock mass (deg)
> 45
35 - 45
E. GUIDELINES FOR CLASSIFICATION OF DISCONTINUITY conditions
Discontinuity length (persistence)
<1m
1-3m
Rating
6
4

Fair
-5
-7
-25

Unfavourable
-10
-15
-50
60 - 41
III
Fair rock

Very Unfavourable
-12
-25

40 21
IV
Poor rock

< 21
V
Very Poor rock

III

IV

1 week for 5 m span

10 hrs for 2.5 m span

30 min for 1 m span

200 - 300
25 - 35

100 200
15 25

< 100
< 15

3 - 10 m
2

10 - 20 m
1

> 20
0
> 5 mm
0
Slickensided
0
Soft filling > 5 mm
0
Decomposed

Separation (aperture)
Rating
Roughness
Rating
Infilling (gouge)
Rating

None
6
Very rough
6
None
6

< 0.1 mm
5
Rough
5
Hard filling < 5 mm
5

0.1 - 1.0 mm
4
Slightly rough
3
Hard filling > 5 mm
3

1 - 5 mm
1
Smooth
1
Soft filling < 5 mm
2

Weathering
Ratings

Unweathered
6

Slightly weathered
5

Moderately weathered
3

Highly weathered
1

F. EFFECT OF DISCONTINUITY STRIKE AND DIP ORIENTATION IN TUNNELLING**


Strike perpendicular to tunnel axis

Strike parallel to tunnel axis

Drive with dip - Dip 45 - 900

Drive with dip - Dip 20 - 450

Dip 45 900

Dip 20 - 450

Very favourable

Favourable

Very Unfavourable

Fair

Drive against dip - Dip 45-900

Drive against dip - Dip 20-450

Dip 0-20 - Irrespective of strikeq

Fair

Unfavourable

Fair

Tabel 3.8
Parameter Rock Mass Rating

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
3.2.2. Q-System
Q-system diperkenalkan oleh Barton pada tahun 1974. Nilai Q
didefinisikan sebagai istilah Rock Tunneling Quality Index untuk keperluan
perancangan penyangga penggalian bawah tanah. Q-System digunakan dalam
klasifikasi massa batuan sejak tahun 1980 di Iceland. Sistem ini pertama kali
dikembangkan oleh Barton, dkk di 1974 berdasarkan pengalaman pembuatan
terowongan terutama di Norwegia dan Finlandia. Dalam sistem ini, diperhatikan
diskontinuitas dan joints. Angka dari Q bervariasi dari 0.001-1000 dan dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut ini:

Q=

RQD Jr
Jw

Jn
Ja SRF

................................(3.3)

Dimana:
RQD adalah Rock Quality Designation
Jn adalah jumlah set kekar
Jr adalah nilai kekasaran kekar
Ja adalah nilai alterasi kekar
Jw adalah faktor air tanah SRF adalah faktor berkurangnya tegangan
RQD/Jn Menunjukkan struktur massa batuan.
Jr/Ja merepresentasikan kekasaran dan karakteritik gesekan diantara bidang
kekar stsu material pengisi.
Jw/SRF merepresentasikan tegangan aktif yang bekerja.
Dalam menjelaskan keenam parameter yang digunakan untuk menghitung
nilai Q, Barton (1974) membagi enam parameter tersebut menjadi tiga bagian :
a. RQD/Jn mempresentasikan dari struktur massa batuan, menunjukka ukuran
dari blok batuan. Untuk klasifikasi massa batuan Q-system, RQD dapat pula
dihitung menggunakan persamaan:

RQD=100,43,68 ................................(3.4)
Dimana, = frekuensi kekar (1/spasi). Sedangkan untuk pembobotan joint set
number (Jn) dapat dilihat pada tabel

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Tabel 3.9
Pembobotan Joint Set Number
A
B
C
D
E
F
G
H

Joint Set Number


Massive, no or few joints
One joint set
One joint set plus random joints
Two joint sets
Two joint set plus random joints
Three joint sets
Three joint set plus random joints
Four joint set, random, heavily jointed ,

Jn
0.5 1
2
3
4
6
9
12
15

etc
Crushed rock, earthlike

20

b. Jr/Ja menunjukkan kekerasan (roughness) dan karakteristik geser dari


permukaan bidang diskontinu atau filling material dari bidang diskontinu
tersebut. Suatu bidang diskontinu dengan permukaan yang kasar dan tidak
mengalami alterasi dan mengalami kontak dengan permukaan bidang lainnya,
akan mempunyai kuat geser yang tinggi dan menguntungkan untuk
kesetabilan lubang bukaan. Adanya lapisan mineral clay pada permukaan
kontak antara kedua bidang diskontinu tersebut, akan mengurangi kuat geser
secara signifikan. Selanjutnya kontak antar permukaan bidang diskontinu yang
mengalami pergeseran juga akan mempertinggi failure pada lubang bukaan.
Dengan kata lain, Jr/Ja menunjukkan shear strength atau kuat geser antar
blok batuan.
Tabel 3.10
Joint Roughness Number
Joint roughness number
a) Rock-wall contact before 10 cm shear
A
Discontinous joints
B
Rough or irregular, undulating
C
Smooth, undulating
D
Slickensided, undulating
E
Rough or irregular planar
F
Smooth, planar
G
Slickensided, planar
b) No rock contact when sheared
Zone containing clay mineral thick
H
enough to prevent rock wall contact
Sandy, gravely or crushed rock zone
J
thick enough to prevent rock wall contact

Kelompok XV

Jr
4
3
2
1.5
1.5
1
0.5
1
1

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
c. Jw/SRF terdir dari dua parameter stress. Parameter Jw adalah ukuran
tekanan air yang dapat mempengaruhi kuat geser dari bidang diskontinu.
Tabel 3.11
Joint Water Reduction
Approx.
Description

Value

water press.

Notes

(kgf/cm2)
A

Dry excavation inflow i.e. , 5 l/m

locally
Medium

occasional outwash of joint fillines


Large inflow or high pressure in

D
E

competent
Rock with unfilled joint
Large inflow or high pressure
Exceptionally
high
inflow

inflow

or

pressure,

high

inflow

< 1,0

0,66

1,0 2,5
Factor C or F are crude

0,5

2,5 10,0

estimates; increase Jw
if drainage is installed

or

pressure at blasting, decaying with


time
Exceptionally

1,0

0,33
0,2

2,5 10,0
>10

0,1

Special problems
caused by ice formation
are not considered

or

pressure

Sedangkan parameter SRF dapat dianggap sebagai parameter total stress


yang dipengaruhi oleh letak dari lubang bukaan yang dapat mereduksi
kekuatan massa batuan. Secara empiris Jw/SRF mewakili active stress yang
dialami batuan.
(Anonim, 2016)

Tabel 3.12
Parameter SRF
Description
SRF
Weakness zones intersecting excavation, which may cause

Notes
Reduce these values of SRF

loosening of rock mass when tunnel is excavated


Multiple occurences of weakness zones

by 25 50% but only if the

B
C
D
E

containing clay or chemically disintegrated


rock, very louse surrounding rock (any depth)
Single weakness zones containing clay or
chemically disintegrated rock (depth < 50 m)
Single weakness zones containing clay or
chemically disintegrated rock (depth > 50 m)
Multiple shear zone zones in competent rock
(clay free), loose surrounding (any depth)
SIngle shear zone zones in competent rock
(clay free), loose surrounding (depth < 50 m)

Kelompok XV

relevant shear zones


10,0

influence do not intersect the


excavation

5,0
2,5
7,5
5,0

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

F
G

SIngle shear zone zones in competent rock


(clay free), loose surrounding (depth > 50 m)
Loose open joints, heavily jointed or sugar
cube (any depth)

2,5
5,0

Menurut Barton,dkk parameter Jn, Jr dan Ja memiliki peranan yang lebih


penting dibandingkan pengaruh orientasi pada bidang diskontinu. Oleh karena itu
dalam Q-system tidak terdapat parameter adjustment terhadap orientasi bidang
diskontinu. Nilai Q yang didapat dihubungkan dengan kebutuhan penyangga
terowongan dengan menetapkan dimensi ekivalen (equivalent dimension) dari
galian. Dimensi ekivalen merupakan fungsi dari ukuran dan kegunaan dari galian,
didapat dengan membagi span, diameter atau tinggi dinding galian dengan harga
yang disebut Excavation Support Ratio (ESR).

Dequivalen =

Span atauTinggi
ESR

.....................................(3.5)

Tabel 3.11
Excavation Support Ratio (Barton ET AL., 1974)
Excavation category ESR
A. Temporary mine openings

3-5

B. Permanent mine openings, water tunnels for hydro power


(excluding high pressure penstocks), pilot tunnels, drifts and
headings for large excavations.

1,6

C. Storage rooms, water treatment plants, minor road and railway


tunnels, surgechambers, access tunnels.

1,3

D. Power stations, major road and railway tunnels, civil defence


chambers,portal intersections.

1,0

E. Underground nuclear power stations, railway stations, sports and


publicfacilities, factories.

0,8

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Hutchinson dan Diederichs (1996) memperkenalkan grafik hubungan
antara nilai Q dan span maksimum untuk berbagai macam nilai ESR yang akan
menentukan kelas batuan dan juga rekomendasi penyanggaan.

*Sumber : Engineering Rock Mass Classifications, 1989

Gambar 3.5
Rock classes
Barton et al. (1980) memberikan informasi tambahan terhadap panjang
rockbolt, span maksimum, dan tekanan penyangga atap untuk melengkapi
rekomendasi penyangga pada publikasi yang diterbitkan tahun 1974. Panjang L
dari rockbolt ditentukan dari lebar penggalian (B) dan nilai
persamaan :

Panjang Rock Bolt=2+

0,15 B
ESR

ESR melalui

.........................(3.6)

Span maksimum yang tidak disangga dapat dihitung dengan persamaan :


...................................................
(3.7)
Maximum
Unsuported
Span = dapat
2 ESR diperoleh
Q0.4
Penentuan stand-up
time
pada Q system
dari hubungan
antara maximum unsupported span dan nilai Q, dapat dilihat pada grafik di bawah
ini.

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

*Sumber : Engineering Rock Mass Classification, 2011

Gambar 3.6
Stand-up time
(A Realistic Approach to Estimate Stand-up time, Rammammurthy T, 2007)
Grimstad dan Barton (1993) memberikan hubungan antara nilai Q dengan
tekanan penyangga atap permanen Proof melalui persamaan:

2 ( Jn ) Q 1 /3
P roof =............................................................... (3.8)
3 Jr
Jika jumlah dari joint kurang dari 3, maka memakai persamaan :
.....................................................................(3.9)
2.0 1/ 3

P roof

Jr

Beberapa ahli telah melakukan penelitian untuk mengetahui korelasi antara


dua sistem klasifikasi RMR dan Q-system. Korelasi ini dikembangkan di lokasi
yang bermacam-macam dengan karakteristik batuan yang berbeda-beda. Oleh
karena itu hasil yang didapat juga berbeda-beda.
Pada tabel 2.13 terdapat beberapa korelasi antara RMR dan Q System
serta ahli yang mengusulkannya dan daerah tempat korelasi tersebut diturunkan.
Tabel 3.13
Korelasi antara RMR dan Q-System

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Correlation

Author, Year

RMR = 13.5 log Q + 43

Tunnels

RMR = 9 ln Q + 44

Bieniawski, 1976

Tunnels

RMR = 12.5 log Q + 55.2

Tunnels

RMR = 5 ln Q + 60.8

Cameeron, 1981

Tunnels

RMR = 5.9 ln Q + 43

Rutlege & Preston,


1978

RMR = 8.7 ln Q + 38

Tunnels, sedimentary
rock

RMR = 10 ln Q + 39

Mining hard rock

RMR = 5.4 ln Q + 55.2

Moreno, 1980

RMR = 12.11 log Q +

Comments

Mining hard rock

RMR = 10.5 ln Q + 41.8

Mining soft rock

RMR = 43.89 - 9.19 ln Q

Mining soft rock

50.81

*Sumber : Engineering Rock Mass Clasification, 1989

Gambar 3.7
Grafik Korelasi antara RMR dan Q-system (Bieniawski, 1989)
3.3. Alat dan Bahan

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum klasifikasi massa
batuan, yaitu :
1. Simulator Struktur Kekar
2. Kompas Geologi
3. Meteran
4. Penggaris
5. Clip Board
6. Schmidt Hammer
3.4. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum klasifikasi massa batuan yaitu
meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
1. Bentangkan meteran pada simulator struktur kekar
2. Hitung dip dan dip direction structure, yang memotong bentang meteran dengan
kompas geologi, dengan cara menaruh clipboard pada kekar, lalu tempelkan
sisi west pada clipboard untuk pengukuran dip. Selanjutnya tempelkan sisi
south pada bidang struktur batuan yang akan diukur, kemudian masukkan
gelembung yang ada apa bull eyes, agar berada disisi tengah, dengan cara
menggeser-geserkan kompas dan menjaga agar sisi south tetap menempel
pada bidang yang diukur. Setelah gelembung berada ditengah maka baca
angka yang ditunjukkan oleh jarum utara. Angka tersebut dapat menunjukkan
nilai dari dip direction.
4. Ukur jarak antar kekar yang memotong garis scanline menggunakan meteran
5. Tentukan tingkat kekasaran kekar, jarak antar permukaan kekar (aperture),
kemenerusan kekar (persintence), jumlah kekar ()

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
3.5.

Hasil Scanline
Dari hasil pengukuran kekar yang dilaksanakan dilapangan didapat data

seperti berikut ini :


Tabel 3.14
Pengukuran kedudukan kekar heading
No

Dip

Dip direction

Strike

.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Jarak antar
kekar (cm)

Jarak bukaan
kekar (cm)

Panjang
kekar (cm)

63
55
62
43
61
51
22
40
51

N 242 E
N 245 E
N 245 E
N 239 E
N 233 E
N 134 E
N 130 E
N 123 E
N 141 E

N 152 E
N 155 E
N 155 E
N 149 E
N 143 E
N 44 E
N 50 E
N 33 E
N 51 E

34,9
41,4
27,8
52,3
9,9
7
37
16
0

0,5
0,7
0,5
0,4
0,6
0,8
0,6
0,5
0,7

68
73,7
68
80
55
96
106
114
94,5

Tabel 3.15
Pengukuran kedudukan kekar wall
No

Dip

Dip direction

Strike

.
1
2
3
4
5
6
7
8

Jarak antar
kekar (cm)

Jarak bukaan
kekar (cm)

Panjang
kekar (cm)

50
46
44
45
39
13
33
28

266
269
252
248
251
271
259
270

176
179
162
158
161
181
169
180

0,08
0,33
0,46
0,3
0,27
0,23
0,39
0,13

0,4
0,5
0,3
0,6
0,3
0,6
0,3
0,7

78
86
9
85
71
158
108
65

Tabel 3.16
Form Scanline
Parameter
Arah garis pengukuran
Panjang Scanline

Kelompok XV

Lokasi Pengukuran
Heading
Wall
N3E
N 176 E
2,5 m
2,5 m

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Jenis Batuan
Schmidt Hammer Test
Jumlah kekar
Jumlah pasangan kekar
Jarak antar kekar

Kuarsit
62,8 mPa
9
2
0,2514 m

Kuarsit
45,4 mPa
9
2
0,27 m

Lebar bukaan kekar

5,89 mm

4,625 mm

Kekasaran bidang kekar

Smooth

Rough

Panjang kekar

0,8391 m

0,920 m

Material pengisi kekar


Tingkat pelapukan kekar

Hard Filling < 5mm


Moderately

None
Unweathered

Rock Quality Designation (RQD)

94,89 %

99,962 %

Keadaan Air Tanah

Wet

Completely Dry

Arah Orientasi Kekar

N 155 E/62

N 162 E/44

(Perpendicular)

(Parallel)

Kondisi
Kekar

Gambar 3.8
Sketsa Scanline Heading

Gambar 3.9
Sketsa Scanline Wall
2. Pengolahan data
Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
a) Rock Mass Rating (RMR)
1) Rock Mass Rating (RMR) heading
Dari hasil pengukuran kedudukan kekar dilapangan kemudian akan
dilakukan perhitungan untuk menentukan kelas massa batuan yang terdapat
pada batuan yang diuji.

Gambar 3.10
Arah Umum Penyebaran Kekar Heading
Tabel 3.17
Nilai RMR untuk heading
Parameter

Measurement

Schmidt Hammer Test

Value
62,8 MPa

Rating
7

RQD

94,89 %

20

Spacing of discontinuity
Discontinuity Length
Separation
Discontinuit
Roughness
y Condition
Infilling
Weathering

0,2514 m
0,8391 m
5,89 mm
Smooth
Hard Filling < 5mm
Moderately

10
6
1
1
5
3

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Ground water
Discontinuity Orientation
Total Rating
Rock Mass Classes
Meaning of Rock Classes

Wet
N 155 E/62
(Perpendicular)
-

7
-12
48
III (Fair Rock)
-

2) Stand-up time RMR heading


Penentuan Stand-up time (waktu maksimum terowongan untuk bertahan
tanpa penyangga) dapat diperoleh dari hubungan antara RMR dan lebar span,
dapat dilihat pada grafik berikut :

Gambar 3.11
Grafik hubungan antara span, stand-up time dan RMR
(after Bieniawski, 1989 & 1993)
Pada lokasi heading tersebut memiliki lebar maksimum lubang bukaan
sebesar 2,5 m yang mampu bertahan tanpa adanya bantuan sistem
penyanggaan buatan selama kurang lebih 13,1 hari.
3) RMR (Rock Mass Rating) wall
Dari hasil pengukuran kedudukan kekar dilapangan kemudian akan
dilakukan perhitungan untuk menentukan kelas massa batuan yang terdapat
pada batuan wall yang diuji.

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Gambar 3.12
Arah Umum Penyebaran Kekar Wall
Tabel 3.18
Nilai RMR untuk wall
Parameter

Measurement

Schmidt Hammer Test

Value
45,4 mPa

Rating
7

RQD

99,962 %

20

Spacing of discontinuity
Discontinuity Length
Separation
Discontinuit
Roughness
y Condition
Infilling
Weathering
Ground water
Discontinuity Orientation
Total Rating

0,27 m
0,962 m
4,625 mm
Rough
None
Unweathered
Completed dry
N 162/44 (parallel)
-

Rock Mass Classes

20
6
1
5
6
6
6
-5
81
I (Very Good

Kelompok XV

rock)

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Meaning of Rock Classes

4) Stand-up time RMR wall


Penentuan Stand-up time (waktu maksimum terowongan untuk bertahan
tanpa penyangga) dapat diperoleh dari hubungan antara RMR dan lebar span,
dapat dilihat pada grafik berikut :

Gambar 3.13
Grafik hubungan antara span, stand-up time dan RMR
(after Bieniawski, 1989 & 1993)
Pada lokasi wall tersebut memiliki lebar maksimum lubang bukaan
sebesar 2,5 m yang mampu bertahan tanpa adanya bantuan sistem
penyanggaan buatan selama kurang lebih dari 142,8 hari.
5) Rekomendasi penyanggaan berdasarkan RMR
Berdasarkan table 3.7 rekomendasi penyangga (Bieniawski, 1989) dengan
nilai RMR yang didapat dari hasil perhitungan pembobotan tiap-tiap parameter
batuan yaitu untuk heading sebesar 48 yang merupakan klasifikasi batuan
sedang atau medium (fair rock), maka untuk penggaliannya sendiri dapat
dilakukan secara top heading and bench dengan kemajuan 1,0 1,5 m.
Kemudian diperlukan adanya penyanggaan setelah peledakan dan 10 m dari
face. Penyangga batuan dengan menggunakan rock bolt yang dipasang di atas
dengan panjang 4 m, spasi 1,5 - 2 m dengan wire mesh yang tidak permanen
Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
maupun shotcrete 50 - 100 mm di atas dan 30 mm di sisinya. Dan untuk wall
sebesar 81 dengan klasifikasi batuan sangat baik (very good rock), maka untuk
penggaliannya sendiri dapat dilakukan secara full face dengan kemajuan 3 m.
Penyanggaan rock bolt, shotcrete, steelsets tidak diperlukan untuk dinding
terowongan ini karena sangat baiknya kelas massa batuan tersebut.
b) Q-System
Dari hasil pengukuran kedudukan kekar di lapangan kemudian akan
dilakukan perhitungan untuk menentukan kelas massa batuan.
1) Q-System untuk Heading
Tabel 3.19
Nilai Q-System untuk Heading
Heading

Parameter

Nilai

Bobot

94,89 %

94,89

Smooth, undulating

Tidak Teralterasi

Wet

0,5

RQD
Jumlah Pasang Kekar (jn)
Tingkat Kekasaran Kekar
(jr)
Joint Alteration
Joint Water Reduction
(Jw)
Stress Reduction Ratio

Q=

Multiple shear zone In


competent rock

RQD Jr Jw
x x
Jn
Ja SRF

Maximum Unsuported Span = 2 ESR Q0.4


= 2 (1,6) (3,1630,4)
= 5,07 m

Kelompok XV

7,5

3,163

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Gambar 3.14
Stand-up Time Q-System Heading
Pada lokasi heading tersebut memiliki lebar maksimum lubang bukaan
sebesar 5,07 m dan nilai Q sebesar

3,163 mampu bertahan tanpa adanya

bantuan sistem penyanggaan selama kurang lebih dari 125,8 jam atau 5,3 hari.

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Gambar 3.15
Kelas Massa Batuan Q-system Heading

D equivalen =

Span atauTinggi
ESR
=

5,07
1,6

= 3,17
Dari pembacaan grafik pada gambar 3.15 dapat diketahui dengan nilai D eq
sebesar 3,17 dan nilai Q sebesar 3,163 dapat diketahui bahwa heading
terowongan tersebut merupakan kelas massa batuan D (poor). Dari pembacaan
grafik juga didapatkan bahwa heading tersebut tidak perlu dilakukan penyanggan
buatan (unsupported) dan untuk spasi rock bolt sebesar 1,5 m.

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2) Q-System untuk Wall
Tabel 3.20
Nilai Q-System untuk Wall
Wall

Parameter

Nilai

Bobot

99,962 %

99,96

Jumlah Pasang Kekar (jn)

Tingkat Kekasaran Kekar

Rough or irregular,

(jr)
Joint Alteration
Joint Water Reduction (Jw)

undulating
Tidak Teralterasi
Completely Dry
Multiple shear zone In

RQD

Stress Reduction Ratio

Q=

competent rock

RQD Jr Jw
x x
Jn
Ja SRF

Maximum Unsuported Span = 2 ESR Q0.4


= 2 (1,6) (9,990,4)
= 8,03 m

Gambar 3.16
Stand-up Time Q-System Wall

Kelompok XV

3
1
1
7,5

9,99

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Pada lokasi wall tersebut memiliki lebar maksimum lubang bukaan sebesar
8,03 m yang mampu bertahan tanpa adanya bantuan sistem penyanggaan buatan
selama kurang lebih dari 398,1 jam atau 16,6 hari.

Gambar 3.17
Kelas Massa Batuan Q-System Wall

D equivalen =

Span atauTinggi
ESR
=

8,03
1,6

= 5,02
Dari pembacaan grafik pada gambar 3.17 dapat diketahui dengan nilai D eq
sebesar 1,56 dan nilai Q sebesar 3,163 dapat diketahui bahwa wall terowongan
tersebut merupakan kelas massa batuan C (fair). Dari pembacaan grafik juga
didapatkan bahwa wall tersebut tidak perlu dilakukan penyanggan buatan
(unsupported) dan untuk spasi rock bolt sebesar 2,0 m.

Kelompok XV

PRAKTIKUM TAMBANG BAWAH TANAH


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
3.5. Pembahasan
Dari hasil pengolahan data maka didapatkan kelas massa batuan dengan
sistem Rock Mass Rating (RMR) dan Q-system. Untuk klasifikasi massa batuan
dengan sistem RMR dapat diketahui bahwa untuk heading merupakan kelas
massa batuan yang tergolong jelek (fair rock) dan untuk wall merupakan kelas
massa batuan yang sangat baik. Bagian heading perlu penggalian secara top
heading dan bench dengan kemajuan 1,0 1,5 m. Kemudian penyanggaannya
diperlukan setiap habis dilakukan peledakan dan 10 m dari face terowongan.
Penyangga batuan dengan menggunakan rock bolt yang dipasang di atas dengan
panjang 4 m, spasi 1,5 - 2 m dengan wire mesh yang tidak permanen maupun
shotcrete 50 - 100 mm di atas dan 30 mm di sisinya. Stand-up time dari heading
hanya dapat bertahan kurang lebih 13 hari tanpa penyanggaan. Bagian wall
sendiri karena merupakan kelas massa batuan yang sangat baik sehingga dapat
dilakukan penggalian secara full face 3 m dan tidak perlu perkuatan seperti rock
bolt, shotcrete, dan sebagainya. Stand-up time dari bagian wall sendiri dapat
bertahan kurang lebih 142 hari tanpa penyanggaan.
Dari hasil pengolahan data q-system diketahui heading terowongan
tersebut memiliki lebar maksimum lubang bukaan sebesar 5,07 m dan nilai Q
sebesar 3,163 mampu bertahan tanpa adanya bantuan sistem penyanggaan
buatan selama kurang lebih dari 5 hari. Dari hasil pengolahan data juga diketahui
bahwa heading tersebut merupakan kelas massa batuan D (poor). Dari
pembacaan grafik juga didapatkan bahwa heading tersebut tidak perlu dilakukan
penyanggan buatan (unsupported), namun untuk perkuatan rock bolt dengan spasi
1,5 m pada lokasi heading tersebut. Sedangkan untuk bagian wall dengan lebar
maksimum lubang bukaan sebesar 8,03 dan nilai Q sebesar 9,99 didapatkan
stand-up time selama 16 hari. Bagian wall tersebut merupakan kelas massa
batuan C (fair rock), tidak perlu adanya penyanggaan buatan namun perlu
dilakukan perkuatan menggunakan rock bolt dengan spasi 2,0 m.
Dari dua parameter klasifikasi massa batuan yang telah dilakukan yaitu
sistem RMR dan Q-system terdapat perbedaan dalam hal jenis perkuatan atau
penyanggaan serta stand-up time yang didapatkan. Sehingga disarankan untuk
memilih klasifikasi massa batuan yang perhitungannya didapatkan nilai yang lebih
kecil untuk meningkatkan safety dari massa batuan tersebut, namun harus
menggunakan 2 atau lebih jenis klasifikasi massa batuan sebagai perbandingan.

Kelompok XV

Anda mungkin juga menyukai