PENDAHULUAN
Masalah keamanan vaksin sebetulnya sudah sejak lama menjadi perhatian para
klinis tetapi tampaknya pada masa belakangan ini menjadi lebih menonjol karena
sering kali sering kali di hubungkan dengan mordibitas berbagai penyakit tertentu.
Sampai akhir tahun 1980an di Indonesia tidak banyak terdengar laporan kejadian
yang terhubung dengan vaksin tetapi semakin lama hal itu semakin sering
ditemukan dengan semakin luasnya cakupan program imunisasi, terlebih lagi
dengan adanya program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dengan cakupan dan
publikasi yang begitu luas pada pertengahan tahun 1990 maka masalah mordibitas
yang dihubungkan dengan imunisasi semakin menjadi perhatian masyarakat
luas.1,2
Faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan vaksin
adalah keseimbangan antara imunogenitas (daya pembentuk kekebalan) dan
reaktogenitas (reaksi simpang vaksin). Untuk mencapai imunogenitas yang tinggi
vaksin harus berisi antigen yang efektif untuk merangsang respons imun resipien
sehingga tercapai nilai antibody diatas ambang pencegahan untuk jangka waktu
yang cukup panjang. Vaksin harus diupayakan agar tidak menimbulkan efek
simpang yang berat, dan jauh lebih ringan dibandingkan dengan gejala klinis
penyakit secara alami. Pada kenyataannya tidak ada vaksin yang benar-benar
ideal, namun dengan kemajuan bioteknologi saat ini telah dapat dibuat vaksin
yang efektif dan relative aman.2
Karena faktor kekurangtahuan serta informasi yang tidak memadai maka
mulai timbul berbagai kekhawatitran serta keengganan orang tua untuk mengikut
serta kan anak nya dalam program imunisasi. kekhawatiran tersebut akhirnya
tidak saja ditujukan pada efek samping vaksin yang memang merupakan bagian
dari mekanisme kerja vaksin tetapi telah meluas pada semua morbiditas serta
kejadian yang terjadi pada imunisasi yang sangat mungkin sebetulnya tidak
terhubung dengan vaksin dan tindakan imunisasi. Dalam menghadapi hal tersebut
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi KIPI
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (KN PP
KIPI), KIPI adalah semua kejadian semua kejadian medik yang berhubungan
dengan imunisasi yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi, baik
berupa efek vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek
farmakologis, atau akibat kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan,
atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Pada keadaan tertentu lama
pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca
vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus campak vaccine-strain
pada pasien imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan polio paralitik serta
infeksi virus polio vaccine-strain pada resipien non imunodefisiensi atau
resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).
Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan
reaksi simpang (adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat
efek langsung vaksin. Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek
farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi
idoisinkrasi,
dan
reaksi
alergi
yang
umumnya
secara
klinis
sulit
melalui fase uji klinis yang lazim, yaitu fase 1,2,3 dan 4. Uji klinis fase 1
dilakukan pada binatang percobaan sedangkan fase selanjutnya pada manusia.
Uji klinis fase 2 untuk mengetahui kemanan vaksin (reactogenicity dan
safety), sedangkan pada fase 3 selain keamanan juga dilakukan uji efektivitas
(imunogenitas) vaksin.1,2
Pada jumlah penerima vaksin yang terbatas mungkin KIPI belum
tampak, maka untuk menilai KIPI diperlukan uji klinis fase 4 dengan sampel
besar yang dikenal sebagai post marketing surveillance (PMS), tujuan PMS
adalah untuk memonitor dan mengetahui keamanan vaksin setelah pemakaian
yang cukup luas di masyarakat. Data PMS dapat memberikan keuntungan bagi
program apabila semua KIPI dilaporkan, dan masalahnya segera diselesaikan.
Sebaliknya akan merugikan apabila program tidak segera tanggap terhadap
masalah KIPI yang timbul sehingga terjadi keresahan masyarakat terhadap
efek samping vaksin dengan segala akibatnya.1,2
Menurut National Childhood Vaccine Injury dari Committee of the
Institute of Medikine (IOM) di USA sangat sulit mendapatkan data KIPI oleh
karena :
Mekanisme biologis gejala KIPI kurang dipahami
Data KIPI yang dilaporkan kurang rinci dan akurat
Surveilans KIPI belum luas dan menyeluruh
Surveilans KIPI belum dilakukan untuk jangka panjang
Publikasi KIPI dalam jumlah kasus yang masih kurang
Mengingat hal tersebut, makan sangat sulit menentukan jumlah kasus
KIPI yang sebenarnya. Kejadian ikutan pasca imunisasi dapat ringan sampai
berat, terutama pada imunisasi masal atau setelah penggunaan lebih dari
10.000 dosis.
3. Etiologi
Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian
besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk
menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai:
1. Besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu
2. Sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik
3. Derajat sakit resipien
4. Apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti
4
Penyimpanan vaksin
kontra
indikasi,
indikasi
khusus,
perhatian
khusus,
imunitas
Orang tua diajarkan menangani reaksi vaksin yang ringan dan
dianjurkan sefera kembali apabila reaksi vaksin yang ringan dan
belum
dapat
2. Klasifikasi Kausalitas2
Vaccine Safety Comitttee 1994 membuat klasifikasi KIPI yang sedikit
berbeda dengan laporan Committee Institute of Medikine (1991) dan
menjadi dasar klasifikasi saat ini, yaitu :
1.
Tidak terdapat bukti hubungan kasusal (unrelated)
2.
Bukti tidak cukup untuk menerima atau menolak
hubungan kausal (unlikely)
3.
Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal
(possible)
4.
5.
Bukti
memastikan
hubungan
kausal
(very
like/certain)
4. Gejala klinis
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat
dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi
lainnya. Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.
Baku keamanan suatu vaksin dituntut lebih tinggi daripada obat. Hal ini
disebabkan oleh karena pada umumnya produk farmasi diperuntukkan orang
sakit sedangkan vaksin untuk orang sehat terutama bayi. Karena itu toleransi
terhadap efek samping vaksin harus lebih kecil daripada obat obatan untuk
orang sakit. Mengingat tidak ada satu pun jenis vaksin yang aman tanpa efek
samping, maka apabila seorang anak telah mendapat imunisasi pelru
diobservasi selama 15 menit.1,2,3
Tabel 2. Gejala klinis KIPI menurut lokasinya
Reaksi KIPI
Lokal
Gejala KIPI
Abses pada tempat suntikan
Limfadenitis
Reaksi lokal lain yang berat, misalnya
selulitis, BCG-itis
Kelumpuhan akut
SSP
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Lain-lain
Kejang
Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis,
edema
Reaksi anafilaksis
Syok anafilaksis
Artralgia
Demam tinggi >38,5C
Episode hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit yang terus menerus
(3jam)
Sindrom syok septik
Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek
samping, maka apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu
diobsevasi beberapa saat, sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat).
Berapa lama observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya
Tabel 3. Gejala Klinis menurut jenis vaksin dan saat timbulnya KIPI1,2
Jenis Vaksin
Toksoid Tetanus
Neuritis brakhial
2-28 hari
tidak tercatat
dan kematian
Syok anafilaksis
4 jam
(DPwT)
Ensefalopati
72 jam
tidak tercatat
dan kematian
Syok anafilaksis
4 jam
Ensefalopati
5-15 hari
tidak tercatat
dan kematian
7-30 hari
Trombositopenia
6 bulan
Campak
tidak tercatat
dan kematian
Polio hidup (OPV)
Polio paralisis
30 hari
6 bulan
imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan
Hepatitis B
BCG
dan kematian
Syok anafilaksis
4 jam
tidak tercatat
dan kematian
BCG-it is
4.6 minggu
menganalisis
kejadian,
10
BAB III
KESIMPULAN
11
KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1
bulan setelah imunisasi. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat
mencapai masa 42 hari (misalnya pada arthritis kronik pasca vaksinasi rubella).
Menurut WHO Western Pacific (1999), ada 5 klasifikasi lapangan penyebab KIPI,
yaitu Reaksi vaksin, kesalahan Program/ Programatic error, reaksi suntikan,
kebetulan/ Co insidensi dan tidak diketahui.
KIPI
merupakan
risiko
program
imunisasi,
sehingga
untuk
12
DAFTAR PUSTAKA
13
14