Anda di halaman 1dari 7

AGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN 2010 BAB I

PENDAHULUAN Cholangitis akut merupakan infeksi bakteri dari sistem duktus bilier,
yang bervariasi tingkat keparahannya dari ringan dan dapat sembuh sendiri sampai
berat dan dapat mengancam nyawa. Pertama kali dikemukakan pada tahun 1877 oleh
Charcot, ia mempostulatkan bahwa penyakit ini berhubungan dengan proses patologi
berupa obstruksi bilier dan infeksi bakteri. Cholangitis merupakan salah satu komplikasi
dari batu pada ductus choledochus. Penyakit ini perlu diwaspadai karena insidensi batu
empedu di Asia Tenggara cukup tinggi, serta kecenderungan penyakit ini untuk terjadi
pada pasien berusia lanjut, yang biasanya memiliki penyakit penyerta yang lain yang
dapat memperburuk kondisi dan mempersulit terapi. Penting bagi dokter umum untuk
mengetahui penyakit ini, agar dapat menegakkan diagnosis secara tepat, melakukan
penanganan pertama, memberikan penjelasan yang baik kepada pasien, dan merujuk
secara tepat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Kolangitis akut merupakan
superimposa infeksi bakteri yang terjadi pada obstruksi saluran bilier, terutama yang
ditimbulkan oleh batu empedu, namun dapat pula ditimbulkan oleh neoplasma ataupun
striktur. Patofisiologi Faktor utama dalam patogenesis dari cholangitis akut adalah
obstruksi saluran bilier, peningkatan tekanan intraluminal, dan infeksi saluran empedu.
Saluran bilier yang terkolonisasi oleh bakteri namun tidak mengalami pada umumnya
tidak akan menimbulkan cholangitis. Saat ini dipercaya bahwa obstruksi saluran bilier
menurunkan pertahanan antibakteri dari inang. Walaupun mekanisme sejatinya masih
belum jelas, dipercaya bahwa bakteria memperoleh akses menuju saluran bilier secara
retrograd melalui duodenum atau melalui darah dari vena porta. Sebagai hasilnya,
infeksi akan naik menuju ductus hepaticus, menimbulkan infeksi yang serius.
Peningkatan tekanan bilier akan mendorong infeksi menuju kanalikuli bilier, vena
hepatica, dan saluran limfatik perihepatik, yang akan menimbulkan bacteriemia (25%40%). Infeksi dapat bersifat supuratif pada saluran bilier. Saluran bilier pada keadaan
normal bersifat steril. Keberadaan batu pada kandung empedu (cholecystolithiasis) atau
pada ductus choledochus (choledocholithiasis) meningkatkan insidensi bactibilia.
Organisme paling umum yang dapat diisolasi dalam empedu adalah Escherischia coli
(27%), Spesies Klebsiella (16%), Spesies Enterococcus (15%), Spesies Streptococcus
(8%), Spesies Enterobacter (7%), dan spesies Pseudomonas aeruginosa (7%).
Organisme yang ditemukan pada kultur darah sama dengan yang ditemukan dalam
empedu. Patogen tersering yang dapat diisolasi dalam kultur darah adalah E coli (59%),
spesies Klebsiella (16%), Pseudomonas aeruginosa (5%) dan spesies Enterococcus
(4%). Sebagai tambahan, infeksi polimikrobial sering ditemukan pada kultur empedu
(30-87%) namun lebih jarang terdapat pada kultur darah (6-16%). Saluran empedu
hepatik bersifat steril, dan empedu pada saluran empedu tetap steril karena terdapat
aliran empedu yang kontinu dan keberadaan substansi antibakteri seberti
immunoglobulin. Hambatan mekanik terhadap aliran empedu memfasilitasi kontaminasi
bakteri. Kontaminasi bakteri dari saluran bilier saja tidak menimbulkan cholangitis secara
klinis; kombinasi dari kontaminasi bakteri signifikan dan obstruksi bilier diperlukan bagi
terbentuknya cholangitis. Tekanan bilier normal berkisar antara 7 sampai 14 cm. Pada
keadaan bactibilia dan tekanan bilier yang normal, darah vena hepatica dan nodus
limfatikus perihepatik bersifat steril, namun apabila terdapat obstruksi parsial atau total,
tekanan intrabilier akan meningkat sampai 18-29 cm H2O, dan organisme akan muncul
secara cepat pada darah dan limfa. Demam dan menggigil yang timbul pada cholangitis

merupakan hasil dari bacteremia sistemik yang ditimbulkan oleh refluks


cholangiovenososus dan cholangiolimfatik. Penyebab tersering dari obstruksi bilier
adalah choledocholithiasis, striktur jinak, striktur anastomosis bilier-enterik, dan
cholangiocarcinoma atau karsinoma periampuler. Sebelum tahun 1980-an batu
choledocholithiasis merupakan 80% penyebab kasus cholangitis yang tercatat. Insidensi
Di Amerika Serikat, Cholangitis cukup jarang terjadi. Biasanya terjadi bersamaan
dengan penyakit lain yang menimbulkan obstruksi bilier dan bactibilia (misal: setelah
prosedur ERCP, 1-3% pasien mengalami cholangitis). Resiko tersebut meningkat
apabila cairan pewarna diinjeksikan secara retrograd. Insidensi Internasional cholangitis
adalah sebagai berikut. Cholangitis pyogenik rekuren, kadangkala disebut sebagai
cholangiohepatitis Oriental, endemik di Asia Tenggara. Kejadian ini ditandai oleh infeksi
saluran bilier berulang, pembentukan batu empedu intrahepatik dan ekstrahepatik,
abses hepar, dan dilatasi dan striktur dari saluran empedu intra dan ekstrahepatik.
Mortalitas/Morbiditas Mortalitas dari cholangitis tinggi karena predisposisinya pada
penderita dengan penyakit penyerta yang lain. Pada zaman dahulu, tingkat
mortalitasnya mencapai 100%. Dengan ditemukannya Endoscopic retrograde
cholangiography, sphincterotomy terapeutik secara endoskopik, ekstraksi batu dan
stenting bilier, tingkat mortalitas telah menurun sampai kira-kira 5-10%. Pasien-pasien
dengan karakteristik berikut berhubungan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang
lebih tinggi: o Hipotensi o Gagal ginjal akut o Abses hepar o Sirosis o Inflammatory
bowel disease o Striktur karena malignansi o Radiologic cholangitis post percutaneus
transhepatic cholangiography o Jenis kelamin perempuan o Usia lebih tua dari 50 tahu o
Kegagalan merespon terhadap terapi antibiotik dan konservatif. Usia lanjut, masalah
medis penyerta, dan keterlambatan dekompresi bilier meningkatkan tingkat kematian
operatif yang timbul (17-40%). Tingkat mortalitas dari pembedahan elektif setelah
stabilisasi keadaan pasien lebih rendah secara signifikan (kira-kira 3%). Pada masa lalu,
cholangitis suppurativa diduga meningkatkan morbiditas; namun, studi prospektif tidak
menunjukkan bahwa dugaan tersebut benar. Cholangitis seringkali terjadi secara
sekunder karena batu empedu yang mengobstruksi ductus choledochus, oleh karena itu
memiliki faktor resiko yang sama dengan cholelithiasis. Prevalensi batu empedu tertinggi
terdapat pada orang-orang berkulit terang keturunan Eropa utara, juga pada populasi
Hispanik, Suku-suku asli amerika, dan Indian Pima. Sebagai tambahan, populasi Asia
tertentu dan penduduk negara dimana insidensi parasit intestinal tinggi juga memiliki
resiko yang lebih tinggi. Orang Asia lebih mungkin memiliki batu primer karena infeksi
bilier kronis, parasit, stasis bilier, dan striktur bilier. Cholangitis pyogenik Rekuren jarang
terjadi di Amerika Serikat. Orang kulit hitam dengan penyakit sickle cell anemia memiliki
resiko yang lebih tinggi. Walaupun batu empedu lebih sering terjadi pada wanita
daripada pada pria, rasio pria-wanita sama pada cholangitis. Pasien berusia lanjut
dengan batu empedu asimtomatik lebih mungkin mengalami komplikasi serius dan
cholangitis. Cholangitis pada pasien tua yang datang dengan sepsis dan perubahan
status mental harus selalu dipikirkan, pasien tua lebih rentan terhadap batu kandung
empedu dan batu saluran empedu, dan oleh karena itu, cholangitis. Usia median
presentasi cholangitis adalah antara usia 50-60 tahun. Pemeriksaan klinis Riwayat Pada
tahun 1877, Charcot menjelaskan cholangitis sebagai triad yang ditemukan pada
pemeriksaan fisik berupa: nyeri kuadran kanan atas, demam, dan Jaundice. Pentad
Reynolds menambahkan perubahan status mental dan sepsis pada triad tersebut.

Terdapat berbagai spektrum cholangitis, mulai dari gejala yang ringan sampai sepsis.
Apabila terdapat shock septik, diagnosis cholangitis mungkin dapat tidak terduga.
Pikirkan cholangitis pada setiap pasien yang nampak septik, terutama pada pasienpasien tua, mengalami jaundice, atau yang mengalami nyeri abdomen. Riwayat nyeri
abdomen atau gejala kolik bilier dapat merupakan petunjuk bagi penegakkan diagnosis.
Triad Charcot terdiri dari demam, nyeri abdomen kanan atas, dan Jaudice. Dilaporkan
terjadi pada 50%-70% pasien dengan cholangitis. Namun, penelitian yang dilakukan
baru-baru ini mengemukakan bahwa gejala tersebut terjadi pada 15%-20% pasien.
Demam terjadi pada kira-kira 90% kasus. Nyeri abdomen dan jaundice diduga terjadi
pada 70% dan 60% pasien. Pasien datang dengan perubahan status mental pada 1020% kasus dan hipotensi terjadi pada 30% kasus. Tanda-tanda tersebut , digabungkan
dengan triad Charcot, membentuk pentad Reynolds. Banyak pasien yang datang
dengan ascending cholangitis tidak memiliki gejala-gejala klasik tersebut. Sebagian
besar pasien mengeluhkan nyeri pada abdomen kuadran lateral atas; namun sebagian
pasien (misal: pasien lansia) terlalu sakit untuk melokalisasi sumber infeksi. Gejalagejala lain yang dapat terjadi meliputi: Jaundice, demam, menggigil dan kekakuan
(rigors), nyeri abdomen, pruritus, tinja yang acholis atau hypocholis, dan malaise.
Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu. Contohnya riwayat dari keadaankeadaan berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis: o Batu kandung empedu atau
batu saluran empedu o Pasca cholecystectomy o Manipulasi endoscopik atau ERCP,
cholangiogram o Riwayat cholangitis sebelumnya o Riwayat HIV atau AIDS: cholangitis
yang berhubungan dengan AIDS memiliki ciri edema bilier ekstrahepatik, ulserasi, dan
obstruksi bilier. Etiologinya masih belum jelas namun dapat berhubungan dengan
cytomegalovirus atau infeksi Cryptosporidium. Penanganannya akan dijelaskan di
bawah, dekompresi biasanya tidak diperlukan. Pemeriksaan Fisik Pada umumnya,
pasien dengan cholangitis nampak sakit cukup berat dan cukup sering datang dalam
keadaan shock septik tanpa sumber infeksi yang jelas. Pemeriksaan fisik dapat
ditemukan keadaan sebagai berikut: o Demam (90%) walaupun pasien tua dapat tidak
mengalami demam o Nyeri abdomen kuadran lateral atas (65%) o Hepatomegali ringan
o Jaundice (60%) o Perubahan status mental (10-20%) o Sepsis o Hipotensi (30%) o
Takikardia o Peritonitis (jarang terjadi, dan apabila terjadi, harus dicari diagnosis
alternatif yang lain) Penyebab Pada negara-negara barat, Choledocholithiasis
merupakan penyebab utama cholangitis akut, diikuti oleh ERCP dan tumor. Setiap
kondisi yang menimbulkan stasis atau obstruksi saluran bilier pada ductus choledochus,
termasuk striktur jinak atau ganas, infeksi parasit, ataupun kompresi ekstrinsik yang
ditimbulkan oleh pancreas, dapat menimbulkan infeksi bakteri dan cholangitis. Obstruksi
parsial memiliki tingkat infeksi yang lebih tinggi daripada infeksi komplit. Batu saluran
empedu merupakan predisposisi bagi cholangitis. Kira-kira 10-15% pasien dengan
cholecystitis memiliki choledocholithiasis, kira-kira 1% pasien pasca cholecystectomy
memiliki choledocholithiasis yang tersisa. Sebagian besar choledocholithiasis bersifat
simtomatik, sementara sebagian dapat bersifat asimtomatik selama bertahun-tahun.
Tumor yang bersifat obstruktif dapat menyebabkan cholangitis. Obstruksi parsial
berhubungan dengan peningkatan tingkat infeksi dibandingkan dengan obstruksi
neoplastik total. Tumor-tumor yang dapat menyebabkan cholangitis adalah: o Kanker
pancreas o Cholangiocarcinoma o Kanker ampulla vateri o Tumor porta hepatis atau
metastasis Penyebab lain yang dapat menimbulkan cholangitis adalah: o Striktur atau

stenosis o Manipulasi CBD secara endoskopik o Choledochocele o Sclerosing


cholangitis (dari sklerosis bilier) o AIDS cholangiopathy o Infeksi cacing Ascaris
lumbricoides. Diagnosis Diferential o Cholecystitis dan kolik Bilier o Penyakit Divertikuler
o Hepatitis o Iskemia mesenterika o Pancreatitis o Shock Septik Diagnosis lain yang
perlu dipertimbangkan: o Sirosis o Liver Failure o Abses hepar o Appendicitis accuta o
Ulcus pepticum yang mengalami perforasi o Pyelonephritis o Diverticulitis colon kanan
Pemeriksaan Penunjang Uji Laboratorium Pemeriksaan darah rutin: Leukositosis: Pada
pasien dengan cholangitis, 79% memiliki sel darah putih melebihi 10.000/mL, dangan
angka rata-rata 13.600. Pasien sepsis dapat leukopenik. Pemeriksaan elektrolit dengan
fungsi ginjal dapat dilakukan. Pemeriksaan kadar kalsium darah diperlukan untuk
memeriksa kemungkinan pancreatitis, yang dapat menimbulkan hipokalsemia, dicurigai.
Tes fungsi liver kemungkinan besar konsisten dengan keadaan cholestasis,
hiperbilirubinemia terdapat pada 88-100% pasien dan peningkatan kadar alkali fosfatase
pada 78% pasien. SGOT dan SGPT biasanya sedikit meningkat. PTT dan aPTT
biasanya tidak meningkat kecuali bila terdapat sepsis yang menimbulkan Koagulasi
intravaskuler diseminata (DIC) atau apabila terdapat sirosis pada pasien tersebut.
Pemeriksaan koagulasi tersebut diperlukan apabila pasien memerlukan intervensi
operatif. Golongan darah, screening darah dan crossmatch biasanya dilakukan apabila
pasien memerlukan cadangan darah untuk operasi. Kadar C-reactive protein dan LED
pada umumnya meningkat. Kultur darah (2 set): antara 20% dan 30% kultur darah
memberikan hasil yang positif, banyak diantaranya menunjukkan infeksi polimikrobial
Hasil urinalisis biasanya normal Lipase: keterlibatan ductus choledochus bagian bawah
dapat menimbulkan pancreatitis dan peningkatan kadar lipase. Sepertida dari pasien
mengalami sedikit peningkatan pada kadar lipase. Peningkatan enzim pankreas
menunjukkan bahwa batu saluran empedu menimbulkan cholangitis, dengan ataupun
tanpa gallstone pancreatitis (pancreatitis yang disebabkan oleh batu empedu). Kultur
empedu: kultur empedu dilakukan apabila pasien mengalami drainase bilier oleh
interventional radiology atau endoscopy. Studi Pencitraan Studi pencitraan penting untuk
mengkonfirmasi keberadaan dan penyebab obstruksi bilier dan untuk menyingkirkan
kondisi yang lain. Ultrasonografi dan CT scan merupakan pemeriksaan yang paling
sering dilakukan. Ultrasonografi sangat baik untuk melihat batu empedu dan
cholecystitis. Pemeriksaan ini sangat sensitif dan spesifik untuk memeriksa kandung
empedu dan menilai dilatasi saluran bilier, namun pemeriksaan ini sering melewatkan
batu yang terdapat pada ductus biliaris distal. Ultrasonografi transabdominal merupakan
pemeriksaan awal pilihan. Ultrasonografi dapat membedakan obstruksi intrahepatik dari
obstruksi ekstrahepatik dan memperlihatkan dilatasi ductus. Pada sebuah penelitian,
hanya 13% choledocholithiasis dapat diamati pada USG, namun dilatasi CBD terdapat
pada 64% kasus. Keuntungan USG adalah dapat dilakukan secara cepat di UGD
(dengan USG portabel), kemampuan untuk melihan struktur lain (aorta, pancreas, liver),
kemampuan untuk mengidentifikasi komplikasi (misal perforasi, empyema, abscess) dan
tidak terdapatnya resiko radiasi Kerugian dari USG adalah hasil pemeriksaan yang
bergantung pada kemampuan operator dan pasien (kadar lemak pasien dll), tidak
mampu untuk melihat ductus cysticus, dan penurunan sensitivitas bagi batu saluran
empedu distal. Hasil USG yang normal tidak dapat menyingkirkan diagnosis cholangitis.
Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) merupakan pemeriksaan
yang bersifat diagnostik dan terapeutik, dan merupakan kriteria standar bagi pencitraan

sistem bilier. ERCP hanya dilakukan bagi pasien yang memerlukan intervensi terapeutik.
Pasien dengan kecurigaan klinis yang tinggi bagi cholangitis sebaiknya segera dilakukan
ERCP. ERCP memiliki tingkat keberhasilan yang besar (98%) dan dianggap lebih aman
daripada intervensi bedah dan percutaneus. Penggunaan ERCP sebagai alat diagnostik
memiliki tingkat komplikasi sebesar 1,38% dan tingkat mortalitas sebesar 0,21%.
Komplikasi utama dari ERCP terapeutik sebesar 5,4% dan tingkat mortalitasnya sebesar
0,49%. Komplikasinya meliputi pancreatitis, perdarahan, dan perforasi. Pemeriksaan CT
bersifat tambahan dan dapat menggantikan USG. CT helical atau spiral dapat
meningkatkan pencitraan saluran bilier. CT cholangiography mempergunakan zat
kontras yang diambil oleh hepatosit dan disekresi menuju saluran bilier. Hal ini
meningkatkan kemampuan untuk memvisualisasikan batu radioluscent dan
meningkatkan tingkat deteksi dari patologi bilier lain. Ductuc intrahepatik dan
ekstrahepatik dan inflamasi saluran bilier dapat terlihat pada CT scan. Batu empedu
tidak dapat terlihat dengan baik pada CT Scan biasa, Keuntungan dari CT adalah:
Kemampuan untuk melihat proses patologis lain yang merupakan penyebab ataupun
komplikasi dari cholangitis (misal: tumor ampulla, cairan pericholecystic, abses hepar).
Diagnosis diferential juga kadang dapat terlihat (misal: diverticulitis kolon kanan,
nekrosis papilla, sebagian bukti pyelonephritis, iskemia mesenterium, dan appendix
yang ruptur. Deteksi patologi bilier dengan CT cholangiography lewat pendekatan ERCP.
Kerugian dari CT meliputi kemampuan pencitraan batu empedu yang buruk, reaksi
alergi terhadap kontras, paparan terhadap radiasi, dan kurangnya kemampuan untuk
memvisualisasikan saluran bilier dengan kadar bilirubin serum yang meningkat.
Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) merupakan studi noninvasif
yang semakin sering dipergunakan untuk diagnosis batu bilier dan patologi bilier lain.
MRCP akurat untuk mendeteksi choledocholithiasis, neoplasma, striktur, dan dilatasi
sistem bilier. Keterbatasan MRCP meliputi ketidakmampuan untuk melakukan tes
diagnostik invasif seperti pengambilan sample empedu, uji sitologis, pengambilan batu,
ataupun stenting. Pemeriksaan MRCP memiliki keterbatasan dalam melihat batu
dengan ukuran kecil (<6mm> Kontraindikasi absolutnya sama dengan MRI tradisional,
termasuk keberadaan alat pacu jantung (pacemaker), klip aneurisma serebral, implan
okuler atau cochlear, dan benda asing pada okuler. Kontraindikasi relatif meliputi
terdapatnya prosthesa katup jantung, neurostimulator, prosthese logam dan implan pada
penis. Resiko MRCP pada kehamilan masih belum diketahui. Pada umumnya, foto polos
abdomen tidak banyak membantu pada diagnosis cholangitis akut. Ileus dapat diamati
pada kasus tersebut. Antara 10-30% batu empedu memiliki cincin kalsium, sebagai
akibatnya bersifat radioopak. Foto abdomen dapat menunjukkan udara dalam saluran
bilier setelah manipulasi endoscopik apabila pasien mengalami cholecystitis
emphysematosa, cholangitis, ataupun fistula cholecystic-enteric. Udara dalam dinding
kandung empedu mengindikasikan cholecystitis emphysematosa. Pemeriksaan lain
Scintigrafi bilier (hepatic 2,6-dimethyliminodiacetic acid [HIDA] dan diisopropyl
iminodiacetic acid [DISIDA]). Scan HIDA dan DISIDA merupakan uji fungsional dari
kandung empedu. Obstruksi CBD menimbulkan nonvisualisasi dari usus kecil. Scan
HIDA pada obstruksi total dari saluran bilier tidak memperlihatkan saluran bilier.
Keuntungannya adalah kemampuan untuk menilai fungsi empedu dan hasilnya dapat
positif dapat muncul sebelum pembesaran ductus dapat dilihap melalui USG.
Kerugiannya adalah apabila terdapat kadar bilirubin yang tinggi (>4,4) dapat

menurunkan sensitifitas pemeriksaan ini. Keadaan baru makan atau tidak makan
selama 24 jam juga dapat mempengaruhi pemeriksaan ini, selain itu pencitraan
anatomis bagi struktur-struktur lain selain saluran bilier tidak memungkinkan.
Pemeriksaan ini memerlukan waktu beberapa jam, sehingga tidak direkomendasikan
pada pasien kritis atau pada pasien yang tidak stabil. Penanganan Leukositosis,
hiperbilirubinemia, dan peningkatan fosfatase alkali dan transaminase cukup sering
terjadi, dan apabila terjadi, mendukung diagnosis klinis dari cholangitis. USG berguna
apabila pasien belum pernah didiagnosa dengan batu empedu, karena USG dapat
memperlihatkan batu kandung empedu, memperlihatkan ductus yang berdilatasi, dan
dapat menentukan lokasi obstruksi. Tes diagnostik definitif adalah ERCP. Pada kasus
dimana ERCP tidak dapat dilakukan, PTC diindikasikan. ERCP dan PTC akan
menunjukkan tingkat obstruksi, namun penyebabnya tidak dapat ditentukan dengan cara
ini. ERCP dan PTC dapat memungkinkan kultur empedu, memungkinkan pengangkatan
batu (apabila ada), dan drainase saluran empedu dengan kateter drain atau stent.
Pengobatan pertama pada pasien dengan cholangitis meliputi antibiotik intravena dan
resuscitasi cairan. Antibiotik cephalosporin (misal cefazolin, cefoxitin) merupakan obat
pilihan pada kasus-kasus ringan sampai sedang. Apabila kasusnya berat atau
memburuk secara progresif, obat-obatan aminoglikosida ditambah clindamycin ataupun
metronidazole sebaiknya ditambahkan pada regimen pengobatan. Pasien tersebut
mungkin memerlukan pemantauan di ICU dan dukungan vassopressor. Sebagian besar
pasien akan merespon terhadap tindakan ini. Namun, saluran empedu yang mengalami
obstruksi harus didrainase sesegera mungkin setelah pasien stabil. Sekitar 15% pasien
tidak akan merespon terhadap terapi antibiotik intravena dan resusitasi cairan, dan
dekompresi bilier darurat mungkin diperlukan. Dekompresi bilier dapat diakukan melalui
endoskopi, melalui rute transhepatic percutaneus, ataupun secara bedah. Pemilihan
prosedur tersebut sebaiknnya berdasarkan pada tingkat dan sigat obstruksi bilier.
Pasien dengan choledocholithiasis atau keganasan periampuler paling baik ditangani
menggunakan pendekatan endoskopik, dengan sphincterotomy dan pengangkatan batu,
atau dengan penempatan stent bilier secara endoskopi. Pada pasien dengan obstruksi
yang lebih proksimal atau terletah pada perihiler, atau penyakitnya disebabkan striktur
pada anastomosis enterik-bilier, atau apabila usaha melalui jalur endoskopi mengalami
kegagalan, drainase transhepatik perkutaneus dipergunakan. Apabila ERCP atau PTC
tidak memungkinkan, operasi darurat dan dekompresi ductus choledochus dengan T
tube mungkin diperlukan untuk menyelamatkan nyawa. Namun perlu diingat bahwa
mortalitas pasien yang diobati dengan terapi bedah lebih tinggi daripada pasien yang
berhasil diobati dengan endoskopi. Secara keseluruhan tingkat kematian pada pasien
dengan cholangitis karena batu empedu sebesar 2% dan kematian pada pasien dengan
toxic cholangitis adalah sebesar 5%. Terapi operasi definitif sebaiknya ditunda sampa
cholangitis selesai ditangani dan diagnosis yang tepat ditegakkan. Pasien dengan stent
yang terpasang dan mengalami cholangitis biasanya memerlukan uji pencitraan
berulang dang penggantian stent dengan guidewire. Intervensi segera (misal:
sphincterotomy endoscopik, PTC, atau operasi dekompresi) diperlukan pada 10%
pasien dengan cholangitis akut. 90% sisanya pada akhirnya akan diobati dengan
pembedahan elektif atau sphincterotomy endoskopik setelah terapi antibiotik dan
evaluasi diagnostik yang seksama. Cholangitis akut berhubungan dengan tingkat
mortalitas total sebesar 5%. Saat terdapat gagal ginjal, gangguan jantung, abses hepar

dan keganasan, tingkat mortalitas dan morbiditasnya jauh lebih tinggi. Pengobatan Lain
Extracorporeal shock-wave lihotripsy (ESWL) pertama kali dipergunakan untuk
menghancurkan batu ginjal. Teknik ini telah dikembangkan untuk pengobatan batu
empedu, baik pada kandung empedu maupun pada saluran empedu. Pengobatan ini
sering dikombinasikan dengan prosedur endoskopik untuk memudahkan lewatnya batu
yang telah terfragmentasi atau pengobatan oral yang dapat melarutkan fragmen
tersebut. Kadang kala, batu dapat dilarutkan dengan mempergunakan berbagai bahan
kimia yang dimasukkan langsung pada slauran bilier, BAB III KESIMPULAN Pasienpasien dengan gejala nyeri abdomen kuadran kanan atas, jaundice, demam patut
dicurigai menderita Cholangitis, terutama apabila mempunyai riwayat batu empedu.
Karena penyakit ini berhubungan dengan obstruksi saluran bilier. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan meliputi pemeriksaan darah rutin, fungsi hati (SGOT & SGPT), alkali
fosfatase, dan bilirubin serum, dan kultur bakteri dari sampel darah. Studi pencitraan
yang dapat membantu adalah USG, ERCP, PTC, CT scan Helical dengan kontras, dan
MRCP. Penanganan pertama adalah antibiotik intravena dan resusitasi cairan untuk
stabilisasi pasien, kadangkala diperlukan dekompresi darurat pada kasus-kasus berat.
Pada pasien yang dapat distabilisasi dengan antibiotik dan cairan IV, terapi elektif untuk
dekompresi dapat dilakukan kemudian. Terapi dapat dilakukan secara endoskopik,
dengan PTC, ataupun dengan pembedahan. DAFTAR PUSTAKA
http://emedicine.medscape.com/article/774245-overview FC Brunicardi, DK Andersen et
al., 2007. Schwartz Principles of Surgery, 8th Ed. Mc Graww Hill Companies. CM
Townsend, RD Beauchamp et al., 2004. Sabiston Textbook of Surgery, Biological basis
of modern surgical practice, 17th Ed, Elsevier-Saunders CT Albanese, JT Anderson et
al., 2006. Current surgery diagnosis and treatment. Mc Graww Hill Companies.
Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

Anda mungkin juga menyukai