Anda di halaman 1dari 4

Alat-alat yang Biasa digunakan dalam Proses Pengalengan

Blancher
Blancher adalah alat yang digunakan untuk melakukan pemanasan atau blanching
pada makanan sebelum proses pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Proses blanching
ini dilakukan pada suhu kurang dari 100o C selama beberapa menit dengan menggunakan air
panas atau uap. Tujuan blanching tergantung dari proses yang akan dilakukan selanjutnya,
diantaranya: (1) menginaktivasi enzim, (2) membersihkan bahan mentah dan mengurangi
jumlah mikroba awal, (3) menghilangkan gas selular, mengurangi korosi pada kaleng, dan
mencapai tingkat kevakuman headspace yang sesuai selama pengalengan, (4) melunakkan
bahan sehingga memudahkan pengisian ke dalam wadah, (5) menghilangkan lendir, dan (6)
memperbaiki tekstur terutama pada pangan yang didehidrasi. Namun, Blanching juga
memiliki beberapa kelemahan, di antaranya dapat merusak vitamin yang tidak tahan terhadap
panas dan nutrisi yang larut air. Selain itu, blanching yang berlebihan juga dapat
menyebabkan kerusakan tekstur
Menurut Brennan et al. (1981), Blanching dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
blanching dengan menggunakan air panas dan blanching dengan menggunakan uap panas.
Blanching dengan air panas dapat dilakukan dengan merendam bahan dalam air tersebut. Hal
ini dapat dilakukan secara batch maupun kontinyu dengan menggunakan drum yang berotasi
pada tangki penampung air, tipe sekrup, atau pipa. Air panas yang digunakan bisa
diresirkulasi lagi. Perlakuan blanching dengan air panas ini dapat menyebabkan komponen
bahan banyak yang terlarut dalam air sehingga air tersebut dapat mengubah flavor dari bahan.
Alat yang digunakan dalam proses ini adalah blancher. Prinsip kerjanya adalah panas
yang disuplai oleh boiler dialirkan melalui pipa ke dalam bak yang berfungsi sebagai tempat
pemanasan. Pengoperasian blancher yaitu mula-mula kran pada bagian bawah bak blancher
ditutup, kemudian bak diisi dengan air sampai melewati pipa aliran panas pada bak. Kran
aliran panas pada blancher dibuka. Uap panas dari boiler dialirkan ke dalam blancher dengan
cara membuka kran uap panas boiler.
Pengaturan suhu dengan mengatur kran aliran panas pada bak dan ditentukan waktu
prosesnya (Fellow, 1998). Blanching dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mempergunakan
uap dan air (Frazier, 1998). Masing-masing cara mempunyai kelebihan dan kekurangan
tersendiri. Blancher uap menjamin kehilangan komponen gizi larut air lebih rendah, limbah
sedikit, kemudahan membersihkan alat. Tapi disisi lain memiliki kekurangan, yaitu
pembersih produk yang kurang baik, biaya kapital tinggi, kurang homogen, dan kurangnya
efisien energi. Sedangkan blancher air mempunyai kelebihan yaitu biayanya lebih murah,
efisiensi energi tinggi, tetapi mempunyai kekurangan adalah kemungkinan kehilangan zat gizi
terlarut, limbah buangan air banyak, dan resiko kontaminasi terutama oleh bakteri termofilik.
Bahan yang akan di blanching dimasukkan ke dalam keranjang bahan dan dimasukkan ke
dalam air pada bak blancher. Kran uap panas pada boiler ditutup. Setelah proses selesai, air
pada bak dibuang dengan cara membuka kran pada bagian bwah bak. Kran aliran uap panas
pada bak blancher ditutup, alat dibersihkan. Fungsi blanching dalam pengalengan adalah
untuk melayukan jaringan tanaman agar mudah dikemas, menghilangkan gas dari dalam
jaringan (mengusir gelembung udara yang terperangkap dalam bahan), menginaktifkan enzim
dan menaikkan suhu awal bahan sebelum disterilisasi. Jika terlalu banyak udara yang

tertinggal dalam kaleng, suhu yang diinginkan mungkin tidak tercapai selama proses
sterilisasi dan kemungkinan mikroorganisme masih hidup di dalam kaleng. Hampir semua
bahan pangan yang berupa sayuran di blanching dengan cara dicelup dalam air mendidih atau
diuapi, proses ini biasanya dilakukan dengan cara melewatkan bahan dalam suatu lorong uap
dengan injeksi uap ke dalam. Pada beberapa macam sayuran tidak dibutuhkan blanching
tetapi kebanyakan bahan pangan memerlukan proses ini. Memang lebih baik dilakukan
blanching, tetapi perlu diperhatikan bahwa blanching yang kurang sempurna
(underblanching)dapat lebih merusak dari pada tidak dilakukannya blanching. Panas yang
diberikan tidak cukup untuk menginaktivasi enzim tetapi lebih merusak jaringan sehingga
enzim dan substrat tercampur dan kerusakan enzimatis terjadi. Beberapa jenis enzim yang
dimaksud antara lain lipoksigenase, polifenoloksidase, poligalakturonase, dan klorofilase.
Juga ada enzim yang tahan panas seperti katalase dan peroksidase. Oleh karena itu harus
diperhatikan waktu blanching, ukuran bahan pangan, waktu proses, dan metode pemanasan.

Gambar 1. Blanching Machine

Retort
Retort adalah alat untuk mensterilisai bahan pangan yang sudah dikalengkan.
Sterilisasi adalah proses termal yang dilakukan pada suhu tinggi >1000C dengan tujuan utama
memusnahkan spora patogen dan pembusuk. Suatu produk dikatakan steril bila tidak ada
satupun mikroba yang dapat tumbuh pada produk tersebut. Spora bakteri lebih tahan panas
dibandingkan dengan sel vegetatifnya
Prinsip kerja retort yaitu elemen pemanas pada retort akan memanaskan air
membentuk uap panas. Uap panas ini akan mengusir udara dari dalam retort, sehingga

terbentuk uap panas murni. Uap panas murni tersebut digunakan untuk memanaskan bahan
yang terdapat dalam wadah. Jumlah panas yang diperlukan untuk sterilisasi yang memadai
tergantung beberapa faktor antara lain ukuran kaleng dan isinya serta pH bahan
makanan.Sterilisasi makanan lebih tepat disebut sterilisasi komersial, artinya suatu proses
untuk membunuh semua jasad renik yang dapat menyebabkan kebusukan makanan. Pada
kondisi penyimpanan renik tahan proses sterilisasi, tetapi tidak mampu berkembang biak
pada suhu penyimpanan normal yang ditetapkan untuk makanan tersebut. Sterilisasi
komersial mempunyai dua tipe yaitu tipe sterilisasi dalam kemasan (in batch sterilization),
dimana bahan dan kemasan disterilisasi bersama-sama setelah bahan dikalengkan, dan tipe
aseptic (in flow sterilization), dimana bahan dan kemasan disterilkan secara terpisah
kemudian bahan dimasukkan ke dalam kemasan dalam ruangan steril atau kondisi aseptis.
Pasteurisasi, sebagaimana halnya blanching adalah proses termal yang dilakukan pada
suhu kurang dari 1000C. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi tergantung dari tinggi suhu
yang digunakan (Belitz, 1999). Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat waktu yang
diperlukan untuk pemanasannya. Tujuan utama proses termal dalam pasteurisasi adalah untuk
menginaktifkan sel-sel vegetatif dari mikroba pathogen.Alat untuk melakukan pasteursasi
adalah pasteurizer yang memiliki prinsip kerja sebagai berikut : bahan berupa cairan dialirkan
ke heat exchanger sehingga terjadi pindah panas. Panas melalui plate dipindahkan dari air
pemanas ke bahan. Air pemanas berasal dari tangki air yang dipanaskan dengan heat electric,
kemudian dialirkan dengan arah yang berlawanan dengan arah aliran bahan. Lama
pemanasan pada produk terjadi selama produk mengalir dalam holding tube. Jika proses
dianggap kurang, maka bahan akan dikembalikan ke heat exchanger dan holding tube. Bahan
keluar dari siklus dan masuk penampung produk jika proses sudah dianggap cukup.
Pengaturan aliran dilakukan melalui katup pengatur. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan
menggunakan air panas yang dialirkan secara terputus (batch) dengan sistem suhu rendah dan
waktu yang lama (Low Temperature Long Time), atau dengan menggunakan aliran air panas
yang kontinyu dengan sistem suhu tinggi dan waktu yang singkat (High Temperature Short
Time).
Pada kasus proses sterilisasi dengan retort bertekanan, media pemanas yang
digunakan adalah uap jenuh. Perlu dipastikan bahwa seluruh bagian di dalam retort telah
terisi dengan uap jenuh, dan tidak ada lagi udara yang terperangkap di dalam retort. Apabila
retort masih memiliki kantong-kantong udara, efisiensi pemanasan akan berkurang dan suhu
yang terjadi di dalam setiap bagian retort tidak merata, yang pada akhirnya berakibat pada
tidak terpenuhinya kecukupan panas yang dialami oleh bahan pangan selama proses
sterilisasi.
Dalam hal ini, prosedur venting dan jadwal venting serta waktu tercapainya come up
time sangat penting diperhatikan. Dengan melakukan prosedur venting yang benar, dapat
dijamin bahwa retort telah benar-benar terisi uap jenuh secara merata dan memiliki suhu
pemanasan yang sama pada setiap bagian di dalam retort. Dengan melakukan pengujian
distribusi panas, akan diketahui profil pemanasan pada setiap bagian retort pada saat proses
venting dan pemanasan berlangsung. Sehingga melalui pengujian distribusi panas ini dapat
ditentukan waktu venting dan come up time yang mencukupi untuk menjamin distribusi panas
yang merata di dalam retort. Terjadinya distribusi panas yang merata dipengaruhi juga oleh
faktor-faktor antara lain volume uap jenuh yang disuplai, kondisi bagian penyebar uap (steam
spreader), serta kondisi peralatan dan perpipaan lainnya pada retort.

Gambar 2. Retort

Gambar 3. Alat Pasteurisasi

Anda mungkin juga menyukai