Perbandingan Efek dari Clonidine dan Adrenalin dengan Lignocaine
selama anastesi infiltrasi rahang atas selama proses pencabutan gigi
Introduksi Lignocaine adalah anastesi yang sering digunakan di kedokteran gigi. Banyak praktisi yang menambahkan adrenalin dengan lignocaine, untuk infiltrasi lokal dan blok nervus selama anastesi. Perubahan denyut jantung dan tekanan darah dapat berubah signifikan saat larutan diinjeksikan mengandung adrenalin dalam berbagai konsentrasi. Praktisi lainnya menambahkan clonidine dengan lignocaine dibandingkan dengan adrenalin. Clonidine adalah - 2 adrenoreceptor agonist dengan cara kerja central dan periferal. Cara ini berfungsi untuk menurunkan tekanan darah dan juga vasokonstriksi dari pembuluh darah perifer . Clonidine juga digunakan pada pasien ASA I dan ASA II. Onset dari anastesi kurang lebih sama dalam penggunaan adrenalin dan clonidine. Penelitian kali ini membandingkan lignocaine digunakan tanpa vasokonstriktor, lignocaine dengan adrenalin dan lignocaine dengan clonidine. Tujuan Penelitian Untuk mengevaluasi keuntungan dan kerugian dari penggunaan lignocaine tanpa vasokonstriktor, lignocaine dengan adrenalin dan lignocaine dengan clonidine. Prosedur penelitian. Penelitian dilakukan dengan sampel acak, dengan persetujuan dari institusi komite etik diperoleh. Tujuh puluh lima pasien dengan indikasi pencabutan rahang atas gigi molar menjadi partisipan dan studi dilakukan dari November 2013 hingga Mei 2014 di departemen Bedah Mulut dan Maxillofasial, Fakultas Kedokteran Gigi dan Rumah Sakit Tagore, Chennai, India. Kriteria Inklusi Penelitian ini melibatkan pasien berumur 35-45 tahun, tanpa adanya penyakit morbiditas seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma, kelainan darah, dll; dan pasien yang tidak memiliki alergi selama penelitian. Gigi didiagnosa menderita karies dengan periodontitis apikal, abses periapikal, pulpitis kronis, gigi yang tidak dapat direstorasi dan pasien yang menolak perawatan konservasi. Kriteria Ekslusi Wanita hamil, penderita hipertensi, pasien anak, pasien dengan infeksi lokal, ibu menyusui dan pasien berkebutuhan khusus tidak masuk kedalam kriteria. Pasien dengan gigi impaksi ataupun impaksi parsial gigi molar juga tidak masuk dalam kriteria. Pasien dengan perawatan saluran akar, gigi rapuh dan gigi goyang tidak masuk dalam kriteria. Informed consent telah didapat dari 75 pasien. Data menurut umur, jenis kelamin dan diagnosis klinis telah dikumpulkan sebagai langkah awal penelitian. Pasien dibagi menjadi tiga grup. Sampel acak dilakukan dengan sistem undian, dan partisipan diminta untuk mengambil urutan.
Kelompok I dianastesi menggunakan 1ml dari 2% lignocaine tanpa
vasokonstriktor. Kelompok II dianastesi menggunakan 1ml dari 2% lignocaine menggunakan 10 g/ml adrenaline. Setiap ampul mengandung 1ml = 1 mg setara dengan 1000 g adrenalin. 1ml dari 1mg konsentrasi diencerkan menjadi 10 ml dengan ditambahkan 9ml dari 2% lignocaine. Sekarang setiap ml dari larutan mengandung 1ml = 100 g dari adrenalin. Persiapan akhir dari 10 g/ml adrenalin dengan 2% lignocaine adalah mengambil 1ml dari larutan dan diencerkan kembali dengan 9ml dari 2% lignocaine. Larutan ini bertahan dalam 6 jam dan sisa larutan dibuang. Kelompok III dianastesi dengan menggunakan 1ml dari 2% lignocaine dengan 15 g/ml clonidine. Lidocaine dengan clonidine dicampur dengan syarat setiap ampul terdiri dari 150 g clonidine. 1ml dari clonidine dicampur dengan 9 ml dari 2% lidocaine untuk mendapatkan konsentrasi 15 g clonidine per ml larutan. Larutan dapat bertahan dalam enam jam dan sisa larutan dibuang. Seluruh pasien diberi sedasi dengan pemberian Lorazepam oral 1mg saat dua jam sebelum tindakan untuk mengurangi kecemasan. Seluruh proses ekstraksi dilakukan oleh dokter yang sama. Total dari larutan anastetikum sama diberikan pada setiap grup yaitu 1ml. Infiltrasi yang dilakukan pada aspek bukal dan palatal. Aspirasi dilakukan untuk menghindari kesalahan operator. Pengawasan hemodinamik dilakukan selama infiltrasi dan hasilnya dicatat. Satu menit setelah proses infiltrasi, dilakukan tes onset anastesi dengan tes sakit. Waktu yang dibutuhkan hingga pasien tidak merasa sakit dicatat. Skala numerik digunakan untuk mengukur rasa sakit yang diterima. Parameter hemodinamik: pengawas bukan dokter bedah, dan tidak terlibat dalam prosedur, dan diawasi menggunakan Philips Multipara monitor untuk detak jantung, sistole dan diastole. Pengukuran pertama diperoleh sebelum anastesi. Reaksi dicatat 5 menit setelah anastesi, selama prosedur, dan 10 menit setelah prosedur selesai. Pendarahan intraoperasi dihitung dengan berat dari gauze pad. Analisis Statistik Data dari kelompok I, II dan III dimasukkan dalam analisis statistik. Analisis dilakukan menggunakan SPSS 16. Kalkulasi sampel dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya, dimana minimal 17 pasien dibutuhkan pada setiap kelompok untuk mendapat akurasi sekitar 80%. Rata-rata, simpangan baku dan simpangan kesalahan baku dihitung pada data deskriptif dengan kepercayaan 95%. Setiap kelompok dilakukan tes ANOVA. Perbandingan ganda antar kelompok dilakukan menggunakan tes Post Hoc Tukey HSD dan penghitungan signifikan. Tes normalitas seperti tes Shapiro-Wilk juga dilakukan. P<0.05 menandakan data memiliki perbedaan yang signifikan.