PEMERIKSAAN PENDENGARAN
PENYUSUN:
Soraya Alamudi
030.11.277
PEMBIMBING:
Dr. Renie Augustine, Sp. THT
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya referat dengan
judul Pemeriksaan Pendengaran ini dapat terselesaikan penyusunannya tepat waktu dalam
rangka memenuhi salah satu tugas sebagai Ko-asisten yang sedang menjalani kepaniteran
klinik di bagian THT RSUD Budhi Asih periode 1 Februari 5 Maret 2016.
Dengan selesainya referat ini tidak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada dr.
Renie Augustine, Sp. THT-KL. Sebagai pembimbing dalam penyusunan referat juga sebagai
pembimbing selama kepaniteraan dalam klinik THT ini.
Sepenuhnya saya menyadari bahwa referat ini sangat jauh dari sempurna dan masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat saya harapkan untuk perbaikan referat ini dalam pembuatan selanjutnya.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga referat ini berguna bagi kita semua.
Penyusun
LEMBAR PENGESAHAN
Pemeriksaan Pendengaran
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan THT RSUD Budhi Asih periode 1 Februari 5 Maret 2016
Disusun oleh
Soraya Alamudi
030.11.277
Jakarta, . 2016
Mengetahui
SIP : 2.2.01.3172.0830/40.01/05.11.1
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 2
2.1 Anatomi....................................................................................................... 2
2.2 Fisiologi hidung.......................................................................................... 4
2.3 Definisi epistaksis....................................................................................... 5
2.4 Epidemiologi............................................................................................... 6
2.5 Etiologi....................................................................................................... 6
2.5.1 Lokal................................................................................................. 6
2.5.2 Sistemik............................................................................................ 8
2.6 Patofisiologi................................................................................................ 13
2.7 Diagnosis.................................................................................................... 14
2.7.1 Anamnesis......................................................................................... 14
2.7.2 Pemeriksaan fisik.............................................................................. 15
2.7.3 Pemeriksaan penunjang.................................................................... 16
2.8 Tatalaksana.................................................................................................. 17
2.9 Komplikasi.................................................................................................. 20
2.10 Diagnosis banding.................................................................................... 21
2.11 Pencegahan............................................................................................... 21
2.12 Prognosis................................................................................................... 22
BAB III KESIMPULAN...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
20
21
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi hidung...........................................................................................
Gambar 2.2 Anatomi vaskuler suplai darah septum nasi. Pleksus Kiesselbachs........... 3
Gambar 2.3 Regio mukosa.............................................................................................. 5
Gambar 2.4 Gambaran sagital MR pada solitary fibrous tumor dengan masa tumor dan
epistaksis dan gambaran angiogram angiofibroma juvenil dengan obstruksi hidung dan
epistaksis.........................................................................................................................
Gambar 2.5 Perdarahan telangiektasis cavum nasi sinistra............................................
Gambar 2.6 a. Pembekuan darah normal........................................................................
Gambar 2.6b. Pembekuan darah tidak normal................................................................
Gambar 2.7. Epistaksis anterior......................................................................................
Gambar 2.8. Epistaksis posterior....................................................................................
Gambar 2.9 rinoskopi anterior........................................................................................
Gambar 2.10 Endoskopi pada epistaksis posterior.........................................................
Gambar 2.11 Algoritma tatalaksana epistaksis...............................................................
7
9
9
9
14
14
16
17
20
BAB I
PENDAHULUAN
merupakan timbangan pertama yang dilakukan dalam sejam setiap kelahiran bayi. Berat
badan lahir yang rendah (BBLR) merupakan berat bayi lahir yang kurang dari 2500g.
(WHO). Menurut penelitian yang dikendalikan oleh Cone-Wesson et.al (2000), sebanyak
11 per 535 bayi iaitu 2% bayi yang BBLSR menderita gangguan pendengaran.
Sedangkan penelitian Ari-Even Roth et.al (2006) sebanyak 49 per 337 bayi BBLSR yang
mempunyai gangguan pendengaran. Korres studi et.al (2005) 6 per 19 bayi BBLSR
mempunyai gangguan pendengaran. Kedua -dua penelitian mengenai gangguan
pendengaran sensorineuronal juga melakukan penelitian terhadap pusat pengolahan
auditori si pasien, menurut penelitian tersebut sekitar 2,6% pasien anak BBLR
mangalami kesulitan untuk mengimbas kembali informasi auditori apabila mereka
dibebani dengan kalimat yang terlalu panjang. Gangguan ini secara tidak langsung akan
mempengaruhi kemampuan IQ, membaca, mengeja dan mengira serta menyukarkan anak
untuk bersosialasi. (R Cristobal, J S Oghalai)Prevalensi neonatus BBLSR yang mendapat
refer pada skrinning pendengaran adalah lebih tinggi berbanding neonatus yang berat
lahirnya normal karena neonatus BBLSR mengalami kadar pengumpulan cairan di
telinga tengah yang lebih tinggi dari neonatus normal dan gangguan pendengaran ini
dikatakan hanya berlangsung sementara. Justeru itu, deteksi dini skrinning pendengaran
pada neonatus dengan BBLR dapat mencegah dari gangguan pendengaran lanjutan.(R
Cristobal,
Oghalai)Pada
tahun
1933
National
Institute
of
Health
mengenai hasil pemeriksaan awal emisi otoakustik pada neonatus berat badan lahir
rendah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga
luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral dari membran timpani.Daun
telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke arah liang telinga
lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateral, dua pertiga lainnya
liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat erat dan berhubungan dengan
membran timpani. Bentuk daun telinga dengan berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk
liang telinga yang lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan terjadinya resonansi
bunyi sebesar 3500 Hz.
Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga tengah terbagi atas tiga
bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak di atas dari batas atas membran timpani,
mesotimpanum disebut juga kavum timpani terletak medial dari membran timpani dan
hipotimpanum terletak kaudal dari membran timpani.Organ konduksi di dalam telinga tengah
ialah membran timpani, rangkaian tulang pendengaran, ligamentum penunjang, tingkap lonjong
dan tingkap bundar.Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah
anteromedial, mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam, sehingga besar energi
suara yang masuk dibatasi.
Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal dari telinga luar
kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea bunyi akan diamplifikasi melalui
perbedaan ukuran membran timpani dan tingkap lonjong, daya ungkit tulang pendengaran dan
bentuk spesifik dari membran timpani. Meskipun bunyi yang diteruskan ke dalam koklea
mengalami amplifikasi yang cukup besar, namun efisiensi energi dan kemurnian bunyi tidak
mengalami distorsi walaupun intensitas bunyi yang diterima sampai 130 Db. Aktifitas dari otot
stapedius disebut juga reflek stapedius pada manusia akan muncul pada intensitas bunyi diatas
80 dB (SPL) dalam bentuk reflek bilateral dengan sisi homolateral lebih kuat. Reflek otot ini
berfungsi melindungi koklea, efektif pada frekuensi kurang dari 2 khz dengan masa latensi 10
mdet dengan daya redam 5-10 dB. Dengan demikian dapat dikatakan telinga mempunyai filter
terhadap bunyi tertentu, baik terhadap intensitas maupun frekuensi.
utrikulus. Di bawah eliptical recess terdapat lubang kecil akuaduktus vestibularis yang
menyalurkan duktus endolimfatikus ke fossa kranii posterior diluar duramater.
Di belakang spherical recess terdapat alur yang disebut vestibular crest. Pada ujung
bawah alur ini terpisah untuk mencakup recessus kohlearis yang membawa serabut saraf kohlea
kebasis kohlea. Serabut saraf untuk utrikulus, kanalis semisirkularis superior dan lateral
menembus dinding tulang pada daerah yang berhubungan dengan N. Vestibularis pada fundus
meatus akustikus internus. Di dinding posterior vestibulum mengandung 5 lubang ke kanalis
semisirkularis dan dinding anterior ada lubang berbentuk elips ke skala vestibuli koklea.
Kanalis lateralis kedua telinga terletak pada bidang yang hampir sama yaitu bidang
miring ke bawah dan belakang dengan sudut 30 derajat terhadap bidang horizontal bila orang
berdiri. Kanalis lainnya letaknya tegak lurus terhadap kanal ini sehingga kanalis superior sisi
telinga kiri letaknya hampir sejajar dengan posterior telinga kanan demikian pula dengan kanalis
posterior telinga kiri sejajar dengan kanalis superior teling kanan.
Koklea membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang sekitar 35
mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala timpani dan skala
vestibuli berisi cairan perilimfa dengan konsentrasi K+ 4 mEq/l dan Na+ 139 mEq/l. Skala media
berada dibagian tengah, dibatasi oleh membran reissner, membran basilaris, lamina spiralis dan
dinding lateral, berisi cairan endolimfa dengan konsentrasi K + 144 mEq/l dan Na+ 13 mEq/l.
Skala media mempunyai potensial positif (+ 80 mv) pada saat istirahat dan berkurang secara
perlahan dari basal ke apeks.
Gambar 3 Kohklea
Organ corti terletak di membran basilaris yang lebarnya 0.12 mm di bagian basal dan
melebar sampai 0.5 mm di bagian apeks, berbentuk seperti spiral. Beberapa komponen penting
pada organ corti adalah sel rambut dalam, sel rambut luar, sel penunjang Deiters. Sel-sel rambut
tersusun dalam 4 baris, yang terdiri dari 3 baris sel rambut luar yang terletak lateral terhadap
terowongan yang terbentuk oleh pilar-pilar Corti, dan sebaris sel rambut dalam yang terletak di
medial terhadap terowongan. Sel rambut dalam yang berjumlah sekitar 3500 dan sel rambut luar
dengan jumlah 12000 berperan dalam merubah hantaran bunyi dalam bentuk energi mekanik
menjadi energi listrik.
2.1.1
Fisiologi Pendengaran
Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran adalah membran
tektoria, sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga struktur penting tersebut sangat
berperan dalam proses mendengar. Pada bagian apikal sel rambut sangat kaku dan terdapat
penahan yang kuat antara satu bundel dengan bundel lainnya, sehingga bila mendapat stimulus
akustik akan terjadi gerakan yang kaku bersamaan. Pada bagian puncak stereosillia terdapat
rantai pengikat yang menghubungkan stereosilia yang tinggi dengan stereosilia yang lebih
rendah, sehingga pada saat terjadi defleksi gabungan stereosilia akan mendorong gabungangabungan yang lain, sehingga akan menimbulkan regangan pada rantai yang menghubungkan
stereosilia tersebut. Keadaan tersebut akan mengakibatkan terbukanya kanal ion pada membran
sel, maka terjadilah depolarisasi. Gerakan yang berlawanan arah akan mengakibatkan regangan
pada rantai tersebut berkurang dan kanal ion akan menutup. Terdapat perbedaan potensial antara
intra sel, perilimfa dan endolimfa yang menunjang terjadinya proses tersebut. Potensial listrik
koklea disebut koklea mikrofonik, berupa perubahan potensial listrik endolimfa yang berfungsi
sebagai pembangkit pembesaran gelombang energi akustik dan sepenuhnya diproduksi oleh sel
rambut luar.
Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan dengan amplitudo
maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi stimulus yang diterima. Gerak
gelombang membran basilaris yang timbul oleh bunyi berfrekuensi tinggi (10 kHz) mempunyai
pergeseran maksimum pada bagian basal koklea, sedangkan stimulus berfrekuensi rendah (125
kHz) mempunyai pergeseran maksimum lebih kearah apeks. Gelombang yang timbul oleh bunyi
berfrekuensi sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian apeks, sedangkan bunyi berfrekuensi
sangat rendah dapat melalui bagian basal maupun bagian apeks membran basilaris. Sel rambut
luar dapat meningkatkan atau mempertajam puncak gelombang berjalan dengan meningkatkan
gerakan membran basilaris pada frekuensi tertentu. Keadaan ini disebut sebagai cochlear
amplifier.
Audiometri
Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran
seseorang. Audiometri tidak hanya dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi
juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan
gangguan pendengaran. Uji audiometri terdiri dari beberapa macam, antara lain:
1. Pure tone Audiometry (Audiometri nada murni)
Pada pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal seperti ini, nada
murni, bising NB (narrow band) dan WN (white noise), frekuensi, intensitas bunyi,
ambang dengar, nilai nol audiometrik, standar ISO dan ASA, notasi pada audiogram,
jenis dan derajat ketulian serta gap dan masking.
Untuk membuat audiogram diperlukan alat audimeter. Bagian dari audiometer tombol
pengatur intensitas bunyi, tombol pengatur frekuensi, headphone untuk memeriksa AC
(hantaran udara), bone conductor untuk memeriksa BC (hantaran tulang).
Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus
penuh (intesitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan
garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa : 250-4000 Hz). Untuk telinga kiri
dipakai warna biru, sedangkan telinga kanan, warna merah.
BC normal atau < 25 dB, atau > 25 dB, atau antara AC dan BC
terdapat gap
o Tuli campur
BC > 25 dB, atau AC > BC terdapat gap
2. Play Audiometri (Audiometri Anak)
Bertujuan untuk menilai ambang pendengaran berdasarkan respons yang telah
dilatih (conditioned) melalui kegiatan bermain terhadap stimulus bunyi.
Stimulus bunyi diberikan melalui ear phone sehingga dapat diperoleh ambang
pada masing-masing frekuensi (frequency-specific) dan masing- masing telinga (ear
specific). Dengan teknik ini, dapat ditentukan jenis dan derajat ganggguan
pendengaran. Dilakukan untuk anak usia 30 bulan - 5 tahun.. Prosedur Pemeriksaan
yaitu, terlebih dahulu anak dilatih
memberikan respons melalui kegiatan bermain, misalnya memasukkan sebuah balok ke
dalam kotak; bila anak mendengar suara dengan intensitas (kekerasan bunyi) tertentu.
Selanjutnya intensitas diturunkan sampai diperoleh intensitas terkecil di mana anak
masih memberikan respons terhadap bunyi. Bila suara diganti dengan ucapan (katakata) dapat juga ditentukan speech reception threshold (SRT).
Langkah-langkah CPA:
1. Dengan bantuan pemeriksa, anak memegang benda misalnya balok,
berdekatan dekat dengan telinga namun tidak sampai menyentuh.
2. Stimulus auditori yang telah diketahui di atas ambang anak diberikan dan
pemeriksa mengarahkan tangan anak untuk membuat respon seperti
menjatuhkan balok dalam suatu kontainer. Pada awalnya stimulus dapat
diberikan intensitas tinggi dari headset portabel. Hadiah diberikan bila anak
dapat berespon.
3. Kondisi ini berlanjut terus sampai anak memperlihatkan perilaku (jatuhnya
balok pada kontainer atas keinginan sendiri).
4. Earphone digunakan pada anak dan tes dilanjutkan dengan 500 dan 2000 Hzuntuk
yang pertama, kemudian 1000 dan 4000 Hz untuk setiap telinga.
Sedang
Berat
Berat
tidak ada respon ynag terlihat pada intensitas rendah, stimulus yang intens
harus dilakukan untuk merangrang respon kaget.
Keterbatasan BOA yaitu tidak dapat menentukan threshold
(ambang pendengaran). Prosedur Behavioral Obsevation Test sama dengan
BOA,
tetapi menggunakan stimulus yang tidak terukur frekuensi dan
intensitasnya
(misalnya bertepuk tangan)
Langkah-langkah VRA :
1. Ruangan tes diatur dengan meletakan speaker berwarna hitam di sudut
ruangan. Di dalam speaker tersebut dapat muncul ilumiasi cahaya yang
bergerak (misal pergerkan boneka menabuh gendang yang mengeluarkan
cahaya dan suara).
2. Anak didudukan sendirian pada kursi atau pangkuan orang tua diantara dua
speaker. Anak dialihkan perhatiannya dengan melihat gambar atau bermain
dengan mainan yang tidak bersuara.
2.3.2
3. Tes Toynbee
Perasat
Toynbee
menimbulkan
tekanan
negatif.
ini
dilakukan
dengan meminta pasien untuk menelan sementara hidung
ditutup.
Ini menarik udara dari telinga tengah ke dalam nasofaring dan
menyebabkan gerakan kedalam membran timpani yang diverifikasi
dengan pemeriksaan otoskopi atau dengan mikroskop.
4. Tympanometri
Pada tes ini, tekanan positif dan negatif diberikan pada liang telinga
luar dan pasien menelan berulang-ulang. Kemampuan tuba
menyeimbangkan tekanan positif dan negatif yang menandakan
fungsi tuba normal. Tes dapat dilakukan pada pasien dengan
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Khariwala SS, Weber PC. 2014. Anatomy and Physiology of
Hearing. Dalam: Johnson JT, Rosen CA, Bailey BJ, penyunting. Bailey's
Head and Neck Surgery--otolaryngology.Edisi ke 5: Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins.
2. Helmi. Fisiologi telinga tengah dan fungsi pendengaran pada b
eberapa
kelainan telinga tengah. Jakarta: Balai penerbit FK UI; 2005.
p. 42-68.
3. Olusanya BO, Somefun AO, Swanepoel DW. 2008. The Need for
Standardization of Methods for Worldwide Infant Hearing Screening: A
Systematic Review. The Laryngoscope.118(10):1830-6
4. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan
RI. 2010. Buku Panduan Tatalaksana Bayi Baru Lahir Di Rumah Sakit.
Jakarta
5. Halloran DR, Hardin JM, Wall TC. 2009. Validity of pure-tone
hearing screening at well-child visits. Arch Pediatr Adolesc
Med.163(2):158-63.
6. Bashiruddin J. 2014. Perkembangan bicara dan bahasa pada anak.
Pada Continuing Professional Development Program (CPDP IX) Course
and Workshop. Penatalaksanaan Gangguan Pendengaran & Perkembangan
Berbicara pada Anak. Kelompok Studi Neurotologi PP PERHATI-KL &
departemen THT FKUI-RS DR. Cipto Mangunkusumo. Jakarta
7. Abiratno SF. 2014. Tes fungsi persepsi wicara pada anak. Pada
Continuing Professional Development Program (CPDP IX) Course and
Workshop. Penatalaksanaan Gangguan Pendengaran & Perkembangan
Berbicara pada Anak. Kelompok Studi Neurotologi PP PERHATI-KL &
departemen THT FKUI-RS DR. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.
8. Gelfand SA. 2011. Assessment of Infant and Children. Dalam:
Gelfand SA, penyunting. Essentials of Audiology.Edisi ke 3. New York:
Thieme. h. 261-80
9. Faisa S. Deteksi Dini Gangguan Pendengaran Pada Anak. Melalui:
http://hearing.kasoem.co.id/pendengaran/32-deteksi-dini-gangguanpendengaran-pada-anak-1-?showall=1. Journal [serial on the Internet]. Date.
10. American Speech-Language Hearing Association. Guidelines for the audiologic
assessment of children from birth to 5 years of age [homepage on the internet]. c2004 [updated
2005 Jul 17; cited 2006 Feb 25]. Available from: http://www.asha.org/members/deskref
journals/deskref/default.
11. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli). In:
In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin
J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung
, Tenggorok, Kepala & Leher, Edisi Ketujuh.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
12. Amundsen GA. Audiometry. In: Pfenininger JL, editor. Pfenninger and Fowlers Procedures
for Primary Care, Third Edition. Missouri: Mosby; 2011.
13. Campbell KCM, Mullin G. Impedance audiometry (homepage in internet) last update
2006 June 22 (cited 2008 December 25); (35 screens). Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/specialties
.
14.
Attias J, Al-Masri M., Abu Kader. The prevalence of congenital and early onset hearing
loss in Jordanian and Israeli infants. International journal of audiology 2006; 45: 528-36.