Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Jaringan Periodontal
Jaringan periodontal terdiri dari gingiva, ligament periodontal, sementum

dan tulang alveolar. Bagian terluar dari jaringan periodontal yang melekat pada
tulang alveolar serta menutupi dan mengelilingi leher gigi adalah gingiva, terdiri
dari gingiva tepi, gingiva cekat dan papilla interdental. Gingiva tepi merupakan
gingiva yang paling luar, mengelilingi gigi dan tidak melekat pada gigi,
berkedudukan sebagai gingiva lunak pembentuk sulkus gingiva. Gingival cekat
terletak di sebelah apikal gingiva tepi dan melekat erat pada sementum dan tulang
alveolar (Suryono, 2014).
Di daerah gingiva bebas terdapat sulkus gingiva yaitu celah dangkal yang
mengelilingi gigi dan dibatasi oleh dinding sebelah dalam dari gingiva bebas.
permukaan gigi dan bagian koronal dari epitel cekat. Sulkus gingiva merupakan
kondisi normal, tetapi bila diperdalam oleh migrasi apical dari epitel junction dan
ditambah kerusakan ligamen periodontal serta tulang alveolar, maka terbentuklah
poket periodontal (Suryono, 2014).

2.2

Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal merupakan suatu keadaan patologis yang mengenai

jaringan pendukung gigi.

Secara

garis

besar faktor

penyebab penyakit periodontal

dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu :


1. Faktor Lokal
a. Plak
Faktor inisial bakteri plak merupakan penyebab utama terjadi penyakit
periodontitis,

bakteri

plak

nila

berkumpul

dalam

subgingiva

menyebabkan inflamasi gingiva (Suryono, 2014).


b. Non Plak
Dapat muncul karena fungsional, misalnya bruxism, clenching dan
tapping dimana gerakan oklusal akan merusak ligament periodontal
dan tulang alveolar, bisa diakibatkan juga karena adanya traumatic
oklusi karena restorasi yang salah, atau cara menggosok gigi yang
keliru (Suryono, 2014).
2. Faktor Sistemik
a. Frenulum Tinggi
Perlekatan frenulum yang tidak mengalami migrasi selama proses
pertumbuhan dan perkembangan menyebabkan terjadinya struktur
anatomi jaringan periodontal yang abnormal, perlekatan tinggi terjadi
bila insersipita terletak pada margin gingiva atau terjadi perluasan pada
daerah palatinal (Suryono, 2014).

b. Pendalaman Sulkus Gingiva


- Poket Gingiva (Relative or false pocket/ pseudo pocket)
Poket gingiva terbentuk karena adanya pembesaran gingiva tanpa
-

disertai migrasi epithel cekat kearah apikal.


Poket Periodontal (Absolut or True pocket)
Poket yang disertai dengan kerusakan jaringan periodontal. Poket
periodontal terjadi pada periodontitis dimana terjadi inflamasi

kronik ditandai dengan adanya migrasi ke apikal epithel jucntional


dari lokasi/tempat yang normal di CEJ (Suryono, 2014).
2.3 Periodontitis Kronis
Gingivitis apabila dibiarkan melanjut tanpa perawatan, keadaan ini akan
merusak jaringan periodonsium yang lebih dalam. Cemento enamel junction
menjadi rusak, jaringan gingiva lepas dan terbentuk periodontal pocket. Pada
beberapa keadaan

sudah terlihat ada peradangan dan pembengkakan dengan

keluhan sakit bila tersentuh. Bila keparahan telah mengenai tulang rahang maka
gigi menjadi goyang dan lepas dari socket nya (Carranza, 2002).
Periodontitis khronik merupakan penyakit yang umum ditemukan pada
hampir semua populasi orang dewasa. Gejala klinik yang penting pada penyakit
ini adalah terjadinya pocket

periodontal, yang terjadi karena pergerakan ke

koronal gingiva margin dan perpindahan ke apikal epithelial attachment, oleh


karena

itu

perawatan

penyakit

periodontal

banyak

diarahkan

untuk

menghilangkan atau mengurangi terjadinya pocket periodontal tersebut.


Keberhasilan perawatan pocket periodontal ditandai dengan terjadinya perlekatan
kembali epithelial attachment dan pergeseran free gingiva margin ke apikal karena
pengkerutan dinding gingiva setelah hilangnya peradangan (Carranza, 2002).
2.4

Pengertian Poket
Ruang yang memisahkan gingiva tapi dengan permukaan gigi yang disebut

dengan sulkus gingiva, pada kondisi sehat sulkus gingiva memiliki kedalaman 1-3
mm dengan dasar sulkus berupa epitel cekat yang berlekatan pada cemento
enamel juncton (CEJ). Pada kondisi patologis kedalaman sulkus bisa mengalami

perubahan, dmana ada dua perubahan yang bisa terjadi yaitu peningkatan
kedalaman tidak disertai dengan perpindahan epitel cekat kearah apikal dan
peningkatan kedalaman yang disertai dengan perpindahan epitel cekat kearah
apikal, keadaan ini dikenal dengan istilah poket (Suryono, 2014).
Poket adalah perluasan kedalaman sulkus gingiva karena proliferasi jaringan
ikat/ epitel kearah coronal atau karena kerusakan jaringan periodontal diikuti
dengan migrasi epitel cekat kearah apikal gigi. Poket jaringan periodontal atau
dapat disebut dengan poket dapat dibedakan menjadi : 1) atau poket gingiva, yaitu
poket yang terjadi karena pembesaran atau enlargement gingiva tanpa disertai
oleh kerusakan jaringan periodontal, 2) absolud pocket/true pokcet atau pocket
periodontal, yaitu poket yang terjadi akibat migrasi dari gingiva cekat ke arah
apikal sepanjang akar gigi dan disertai adanya kerusakan jaringan periodontal
(Suryono, 2014).
2.4.1 Klasifikasi Poket
Berdasarkan ada tidaknya perpindahan epitel cekat kearal apikal, poket pada
gigi dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1. Gingival Poket
Penambahan kedalam sulkus terjadi karena adanya pergeseran
margin gingiva kearah incisal, pada kondisi ini tidak terjadi perubahan
pada dasar sulkus/ tidak ada migrasi epitekl cekat kearah apikal. Kondisi
edema karema peradangan atau iritasi kronis bisa menyebabkan terjadinya
gingiva poket, begitu juga kondisi sistemik yang berakibat enlargement

gingiva pada pemakaian nifedipine cyclosporine, dilantin karena tidak


adanya migrasi dasar poket maka gingiva poket sering disebut pula dengan
pseudo poket atau relatif poket. Poket ini timbul karena pembesaran atau
enlargement gingiva tanpa disertai oleh kerusakan jaringan periodontal
(Suryono, 2014).
2. Periondontal Poket
Poket Periondontal adalah adalah pendalaman siklus gingiva karena
kerusakan jaringan periondontal yang ditandai dengan migrasi epitel cekat
kearah apikal gigi dan proses prtoses selanjutnya terjadi kerusakan tulang
alveolar. Poket periondontal terjadi bila dasar poket yaitu epitel cekat yang
berada pada sementoenamel junction mengalami perpindahan ke arah
apikal, kondisi ini dikenal dengan istilah true poket, periondontal poket
berdasarkan letak dasar poket terhadap puncak tulang alveolaris
dikelompokkan menjadi supraboni dan infraboni (Suryono, 2014).
Poket periondontal yang tidak mendapatkan perawatan akan
menyebabkan kerusakan lebih lanjut antara lain resopsi tulang alveolar,
nekrose smentum, resopsi akar gigi perubahan pantologis pulpa karena
inveksi yang berasal dari poket periondontal dan karies akar karena adanya
penetrasi bakteri ketubulus dentinalis. Poket periondontal akan menjadi
tempat berkembangnya bakteri , yang menyebabkan terbentuknya pus,
akibat dari peradangan kronis dan berakumulasinya sumber inveksi.
Banyak akibat buruk yang ditimbulkan karena adanya poket, oleh sebab
itu harus segera dilakukan perawatan. Terdapat dua tipe poket periondontal
yaitu :
1. Poket supraboni

Poket periondontal pada koronal tulang alveonar dengan ciri-ciri


sebagai berikut :
a. Dasar poket berada disebelah koronal tulang alveolar
b. Pola kerusakan tulang horizontal
c. Daerah interproksimal serabut transeptal pada kerusakan penyakit
periondontal terlihat horizontal pada ruang antara dasar poket dan
tulang alveolar
d. Pada daerah faisial dan bukal serabut ligamen periondontal posisi
horizontal oblique (Suryono, 2014).

2. Poket Infraboni
Poket periodontal dengan dasar poket pada apikal tulang alveolar.
Dinding lateral pocket terletak antara permukaan gigi dan tulang
alveolar. Poket ini ditandai dengan ciri-ciri :
a. Dasar poket berada di sebelah apikal tulang alveolar.
b. Pola kerusakan tulang vertical anguler
c. Daerah interproksimal : serabut transeptal lebih oblik, perluasan
sementum dibawah dasar poket dan diatas pertemuan sementum
gigi
d. Dasar fasial dan bukal serabut jaringan periodontal mengikuti pola
2.4.2

anguler (Suryono, 2014).


Keluhan dan Tanda Klinis Poket
Pada umumnya poket periodontal menimbulkan gejala-gejala atau keluhan

sebagai berikut :
a. Rasa sakit yang terlokalisir akibat tekanan saat oklusi/ mengunyah
b. Timbul rasa yang tidak enak pada region tersebut
c. Sisa makanan sering masuk melalui ruang interproksimal
d. Rasa sakit menekan hingga mencapai tulang
e. Rasa gatal pada gingiva
f. Keluhan gigi terasa goyah

g. Gigi sensitive terhadap rasa panas dan dingin, gigi tersa sakit meskipun
tidak ada karies (Suryono, 2014).

Tanda-tanda klinis poket periodontal :


a. Gingiva tepi mengalami pembesaran, berwarna kemerahan dengan
kontur membulat dan terpisah dari permukaan gigi
b. Daerah merah kebiruan meluas hingga gingiva cekat dan kadangkadang sampai mukosa alveolar
Terjadi diskontinuitas gingiva interdental
Gingiva bengkak dan mengkilat karena terbukanya permukaan akar
Perdarahan gingiva
Eksudat purulent gingiva tepi yang tampak dengan adanya penekanan

c.
d.
e.
f.

pada gingiva tepi bagian lateral (Suryono, 2014).


2.5. Fase Perawatan Periodontitis
Perawatan Periodontitis dapat dibagi menjadi 4 fase:
1. Fase 1
Fase

terapi

inisial,

merupakan

fase

dengan

cara

menghilangkanbeberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa


melakukan tindakan bedah periodontal atau meloakukan perwatan
restoratif dan prostetik. Beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I :
a. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak,
b.
c.
d.
e.
f.

Scaling dan root planning.


Perawatan karies dan lesi endodontic.
Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging.
Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment).
Splinting temporer.
Perawatan ortodontik.

g. Evaluasi respon terapi fase I, korelasi terhadap deformitas anatomikal


seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi
(Carranza, 2002).
2. Fase 2
Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas
anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni
oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan
menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal.
Beberapa prosedur yang dilakukan pada fase ini :
a. Bedah periodontal untuk mengeliminasi poket dengan cara kuretase
gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal.
b. Rekonturing tulang (bedah tulang).
c. Prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft ).
d. Penempatan Implant serta perawatan endodontic (Carranza, 2002).
3. Fase 3
Fase restoratif dengan melakukan :
a. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang
hilang.
b. Evaluasi respon terhadap terapi fase III dengan pemeriksaan periodontal
(Carranza, 2002).

4. Fase 4
Fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan pada penyakit periodontal sehingga perlu dilakukan kontrol
periodik. Beberapa prosedur dalam fase ini:
a. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien.

b. Re-evalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat skor


plak.
c. Ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.
d. Melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan
tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
e. Skaling dan polishing tiap 6 bulan sekali, tergantung dari efektifitas
kontrol plak kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan
kalkulus.
f. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies.
g. keinginan dan kemampuan pasien dalam memelihara diri
sendiri selamafase perawatan merupakan langkah yang paling
penting (Carranza, 2002).
2.6

Skeling dan Penghalusan Akar


Skeling dan penghalusan akar gigi sejak lama merupakan suatu kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan untuk perawatan penyakit periodontal. skeling


merupakan bagian dan prosedur perawatan yang penting untuk menghilangkan
endapan yang lunak dan keras pada daerah koronal dan epitel perbatasan
(junctional

epithelium).

skeling

saja

sebenarnya

sudah

cukup

untuk

membersihkan kalkulus dan permukaan email, tetapi apabila pasien telah


menderita penyakit periodontal diperlukan juga penghalusan permukaan akar,
karena permukaan akar merupakan tempat timbunan bakteri yang dapat masuk
dalam tubuli dentin (Manson, 1993).
Penghalusan permukaan akar yang sempurna, yang meliputi pembersihan
bakteri dan toksinnya, pembersihan kalkulus serta semen dan dentin yang sakit,
dapat menghasilkan permukaan akar yang secara biologis masih dapat diterima.

Meskipun demikian anggapan tersebut masih perlu dipertanyakan karena


penghalusan permukaan akar dengan sempurna secara taktil belum menjamin
kebersihan secara mikroskopis. Oleh karena itu dalam beberapa dasawarsa
terakhir ini di samping melakukan skeling dan penghalusan permukaan akar,
dianjurkan juga mengevaluasi efektivitas dan hasil penghalusan sisa akar tersebut
dengan melihat secara visual kondisi jaringan, apabila setelah skeling dan
penghalusan permukaan akar kesembuhan jaringan belum sempurna, hal ini dapat
dipakai sebagai salah satu indikator bahwa penghalusan permukaan akar juga
kurang sempurna (Carranza, 2002).
Untuk menghilangkan plak dan dental deposit dilakukan perawatan skeling
dan Root planning. Diharapkan setelah perawatan skeling akan terjadi proses
penyembuhan berupa hilangnya keradangan dalam jaringan ikat gingiva dan
terbentuknya long junctional epithelium. Proses penyembuhan ini secara
histologis tidak menunjukkan adanya perlekatan jaringan ikat baru (Manson,
1993).
2.7

Kuretase
Kuretase adalah tindakan perawatan poket yang dilakukan dengan

menghilangkan atau membersihkan jaringan granulasi atau jaringan yang


meradang dari gingiva merupakan dinding poket, pengambilan epitel tepi, epitel
cekat, jaringan granulasi terinflamasi pada dinding poket sebelah dalam dapat
dilakukan dengan menggunakan kuret manual maupun dengan ultrasonic baik
dengan metode tertutup maupun terbuka, prosedur ini dilakukan dengan
menggunakan anestesi local untuk menghilangkan nyeri pada saat kuretase.

Kuretase ditujukan untuk menghilangkan jaringan nekrosis, granulasi, dan


membentuk perlekatan kembali (Suryono, 2014).
2.7.1 Indikasi Kuretase
a. Suprabony poket dengan dinding yang edematous
b. Beberapa jenis gingivitis kecuali gingival enlargement
2.7.2 Kontraindikasi Kuretase
a. Poket dengan dinding gingiva yang fibrotik. Bila dinding gingiva
menunjukkan tanda-tanda fibrotik maka setelah kuretase tidak terjadi
pengkerutan jaringan gingiva.
b. Poket yang dalam, dimana lapangan penglihatan kita akan terbatas pada
waktu

melakukan

skaling

dan

kuretase.

Keterbatasan

tersebut

menyebabkan kemungkinan tertinggalnya sisa-sisa kalkulus/nekrotik


semen atau jaringan granulasi dalam poket tersebut (Suryono, 2014).
2.7.3 Prosedur Kuretase
a. Anastesi local
b. Skaling subgingival untuk membersihkan kalkulus, plak dan sementum
yang lunak, dengan cara alat skaling ditempatkan di poket dengan bevel
membentuk sudut antara 45o dan 90o terhadap gigi dan digerakan dengan
gerakan vertical, obliq, atau horizontal.
c. Kuret yang tajan kemudian ditempatkan kedalam poket dan tepi yang
tajam menghadap jaringan lunak. Alat kuret yang dipakai Gracey nomor
13-14 untuk permukaan mesial dan Gracey no 11-12 untuk permukaan
distal. Juga dapat dilakukan dengan menggunakan 4R-4L kuret Universal
Colombia. Tekanan jari untuk menahan jaringan gingiva meningkatkan
efisiensi pemotongan kuret jaringan nekrosis pada dinding poket. Kuret

digerakan biasanya dengan gerakan sirkuler atau horizontal dengan gerak


menyongkel untuk membuang jaringan yang terinflamasi. Epitel sulkus
dan perlekatan epitel dibuang terlebih dahulu.
d. Kemudian jaringan ikat yang terinflamasi pada dinding poket bagian
dalam dan diatas puncak tulang alveolar dibuang.
e. Pada akhir prosedur, area yang kemerahan dan semua jaringan yang
berlebihan dibuang. Penekanan dengan jari diaplikasikan untuk
menjamin adpatasi jaringan yang tepat pembentukan bekuan darah.
Daerah

pembedahan

harus

dibersihkan

dengan

saline,

untuk

menghilangkan kotoran dan kontaminasi. Dapat dilakukan suturing


apabila tidak terjadi bekuan darah dan papilla telah ikut dipisahkan
pendekatannya dari daerah interdental
f. Periodontal dressing dibutuhkan pada akhir prosedur ini.
g. Kontrol 1 minggu dilakukan untuk pembukaan periodontal dressing, atau
pengambilan jahitan bila ada (Suryono, 2014).
2.8. Splin Periodontal
Splin periodontal merupakan alat yang digunakan untuk memobilisasi atau
mestabilkan gigi-gigi yang mengalami kegoyangan dan memberikan hubungan
yang baik antara tekanan oklusal dengan jaringan periodontal, dengan cara
membagi tekanan oklusal ke seluruh gigi secara merata sehingga dapat mencegah
kerusakan lebih lanjut akibat kegoyangan tersebut (Octavia, 2012). Tujuan dari
penggunaan splinting adalah berfungsi sebagai rest dimana memungkinkan
terjadinya pemulihan luka dan membantu fungsi dimana jaringan tidak dapat
berfungsi sepenuhnya (Manson, 1993).

Splin periodontal digunakan jika kapasitas adaptasi periodonsium telah


terlampaui dan derajat kegoyangan gigi tidak compatible dengan fungsi
pengunyahan. Pemakaian splin periodontal dapat dilakukan saat sebelum, selama,
atau setelah dilakukan perawatan jaringan periodontal pada gigi goyang (Octavia,
2014).
2.8.1 Persyaratan Splin
Menurut Mason (1993), ada beberapa tipe splin, yaitu splin sementara dan
splin permanen. Namun setiap tipe splint harus tetap memenuhi persyaratan
berikut ini:
1. Splin harus melibatkan gigi yang stabil sebanyak mungkin untuk mengurangi
beban tambahan yang mengenai gigi-gigi individual seminimal mungkin.
2. Splint harus dapat menahan gigi dengan kuat dan tidak memberikan stress
torsional pada gigi penyangganya.
3. Splin harus diperluas ke sekitar

lengkung

rahang,

sehingga

tekanananteroposterior dan tekanan fasiolingual yang terjadi dapat saling


dinetralkan
4. Splin tidak boleh menghalangi oklusi
5. Splin tidak boleh mengiritasi jaringan pulpa
6. Splint tidak boleh mengiritasi jaringan lunak, gingival, pipi, bibir, ataupun
lidah.
7. Splin harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah
dibersihkan. Daerah embrasure interdental tidak boleh tertutup oleh splin.
2.8.2. Kalsifikasi Splin
1. Splin sementara (provisional) merupakan bagian dari terapi awal atau fase 1
saat sebelum pembedahan periodontal (Octavia, 2014). Splin sementara
digunakan untuk membantu pemulihan setelah terjadinya trauma atau setelah

perawatan operasi. Splin sementara tidak boleh digunakan lebih dari 2 bulan,
jilka stabilitas yang didapatkan kurang sesuai setelah waktu tersebut maka
perlu digunakan splin yang lebih permanen. Macam-macam splint sementara
(Mason, 1993):
a. Splin kawat dan akrilik
b. Band Ortodonti
c. Splint intrakoronal
2. Splin permanen terbagi menjadi dua yaitu cekat dan lepasan. Splin cekat
memberikan bentuk immobilisasi yang dapat diandalkan tetapi membutuhkan
preparasi gigi yang cukup besar, splin cekat terdiri dari dua macam yaitu inlay
dan mahkota yang saling dihubungkan. Sedangkan splin lepasan tidak
membutuhkan preparasi jaringan gigi, kontruksi yang dibuat lebuh mudah
serta dapat dirubah atau diganti-ganti. Namun splin lepasan ini dapat juga
berfungsi sebagai retensi plak dan merupakan sumber iritasi dari gingival
kecuali bila pasien dapat menjaga kondisi mulutnya dengan baik (Mason,
1993).

Daftar Pustaka
Manson, J.D., dan B.M. Eley. 1993. Buku Ajar Periodonti. Jakarta : Hipokrates
Octavia, dkk. 2014. Adjuctive Intracoronal Splint in Periodontal Treatment :
repost of two cases. Journal. Jakarta : UI
Caranza, F.A., Jr. 2002. Clinical Periodontology 12th edition. Philladhelphia : WB.
Sauders Co.
Suryono. 2014. Bedah Dasar Periodonsia. Yogyakarta : Deepublish

Anda mungkin juga menyukai