TIDAKMENULAR:PENYAKITJANTUNGKORONER
1.
Epidemiologi
Peningkatan dalam sistem kesehatan masyarakat (misalnya, meningkatnya kebersihan, nutrisi dan
imunisasi) dan peningkatan sistem pengobatan (misalnya, antibiotik) berhasil menurunkan insidensi
dan prevalensi penyakit menular. Dengan menurunnya menyakit menular, posisinya sebagai penyebab
kematian digantikan oleh penyakit kronis seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK), kanker dan stroke
(Schneider dan Speers, 2001). Dari sekian banyak penyakit tidak menular, data WHO menunjukkan
bahwa PJK merupakan penyebab kematian utama di dunia. Diperkirakan 17,3 juta orang meninggal
karena PJK di tahun 2008, angka ini mencapai 30% dari seluruh kematian. Dari jumlah tersebut 7,3
juta meninggal akibat PJK dan 6,2 juta meninggal karena stroke. Negara negara yang sedang
berkembang berperan besar dalam menyumbang kematian akibat PJK, bahkan 80% dari seluruh kasus
kematian akibat PJK berada di negara negara tersebut. Pada tahun 2030 diperkirakan 23,6 juta orang
meninggal karena PJK dan kebanyakan karena penyakit jantung dan stroke.
Di Indonesia prevalensi penyakit jantung koroner menjai semakin tinggi. Suvey Kesehatan
Nasional yang dilakukan secara berkala oleh Kemenkes menunjukkan bahwa Tahun 2003 jantung
koroner telah menempati urutan pertama dalam deretan penyebab utama kematian di Indonesia yaitu
sebesar 26,4%. Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di
negara kita.
Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat
alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak, meskipun kadang bisa dicegah
atau dihindari. Konsep sehat sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor di luar kenyataan
klinis yang mempengaruhi terutama faktor sosial budaya.
Sejak pertengahan abad ke-20, berbagai faktor risiko, termasuk faktor psikososial dan gaya hidup
telah berhasil diidentifikasi. Dengan munculnya pengetahuan tersebut maka mulai banyak muncul
penelitian penelitian untuk mencari perjalanan penyakit, termasuk intervensi faktor psikososial dan
gaya hidup sebagai upaya menurunkan kesakitan dan kematian karena penyakit kronis.
2.
Akar Masalah
Sumber dari faktor faktor risiko pada penyakit tidak menular adalah perilaku, fisiologis atau genetik, lingkungan dan
sosial. Faktor risiko adalah pengalaman, perilaku, tindakan atau aspek aspek pada gaya hidup, yang dapat memperbesar
peluang terkenanya atau terbentuknya suatu penyakit, kondisi, cedera, gangguan, ketidakmampuan, atau kematian. Faktor
risiko dapat terbentuk akibat kondisi, karakter, atau pajanan risiko yang kuat. Faktor risiko juga mengacu pada perilaku yang
berisiko, kondisi penguat atau faktor faktor predisposisi. Banyak faktor risiko yang berkaitan dengan gaya hidup, pekerjaan,
lingkungan dan perilaku terbentuk dari sejumlah pengaruh dan sumber yang tidak selalu dapat dijelaskan, termasuk pilihan
dalam gaya hidup, kondisi kehidupan, pengaruh sosial dan pajanan lingkungan.
Berbagai teori perilaku berkembang untuk menjelaskan masalah masalah kesehatan, salah satunya adalah teori yang
dikembangkan oleh R.G Evans dan G.L. Stoddart tahun 1990.
Gambar model determinan kesehatan oleh R.G Evans dan G.L. Stoddart tahun 1990.
Dalam model tersebut dijelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang, faktor sosial,
faktor fisik dan genetik turut mempengaruhi determinan biologis dan perilaku kesehatan individu. Poin pentingnya adalah
perilaku bukan merupakan pilihan individual, tapi terbentuk dari berbagai tekanan dari berbagai lebel organisasi. Individu
dipengaruhi oleh keluarga, hubungan sosial, organisasi tempat mereka berinteraksi (tempat bekerja, sekolah, organisasi
keagamaan), komunitas tempat mereka tinggal, dan lingkungan sosial disekitar mereka.
Tingginya jumlah penderita penyakit jantung saat ini telah lama menjadi sorotan para peneliti. Banyak faktor yang
berkaitan dengan peningkatan prevalensi PJK, diantaranya adalah terjadinya transisi epidemiologi, yaitu keadaan dimana usia
harapan hidup meningkat. Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan kematian bayi, anak dan remaja karena peningkatan
mutu pelayanan kesehatan, penanganan masalah nutrisi yang lebih baik, berkurangnya penyakit infeksi, peningkatan status
ekonomi, serta meningkatnya peran dan pendidikan wanita. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup, maka semakin
meningkat pula jumlah penduduk berusia dewasa dan lanjut usia, dan semakin tinggi pula risiko untuk mengalami PJK.
Namun diantara sekian banyak faktor yang mempengaruhi, faktor yang paling dominan adalah gaya hidup. Seiring dengan
berkembangnya sistem kehidupan, industrialisasi dan urbanisasi terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan. Jumlah
konsumsi sayuran, buah buahan dan sumber serat mulai berkurang, digantikan dengan peningkatan konsumsi daging, dan
makanan tinggi lemak lainnya. Sebuah penelitian di China menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi lemak pada
masayarakat kelas atas dari 22,8% di tahun 1983 menjadi 66,6% di tahun 1993. Hal yang sama juga terjadi di kalangan
menengah dan menengah ke bawah, peningkatannya dari 19% hingga 36,4% di tahun 1993. Di beberapa negara Asia yang
sebelumnya makanan pokoknya adalah makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak, saat ini mulai mengalami perubahan
pola makan menjadi penurunan konsumsi karbohidrat dan peningkatan konsumsi lemak. Globalisasi produksi makanan dan
pemasaran makanan juga berperan dalam meningkatkan konsumsi makanan rendah serat dan rendah mikronutrien.Kondisi ini
semakin diperburuk oleh pengaruh dari media dan iklan.
Globalisasi juga mendorong kemajuan teknologi. Hampir setiap sendi kehidupan manusia dibantu oleh keberadaan
teknologi. Kemajuan teknologi membantu mengurangi beban kerja manusia, sayangnya hal ini juga berarti semakin
berkurangnya aktivitas fisik. Saat ini, orang lebih memilih untuk menggunakan lift dibandingkan tangga, mengendarai mobil
dibandingkan berjalan kaki, sementara kegiatan olahraga semakin berkurang, bahkan mulai ditinggalkan karena kesibukan
bekerja atau aktivitas lainnya. Hal ini jelas menimbulkan implikasi buruk terhadap kesehatan, salah satunya adalah munculnya
risiko untuk mengalami penyakit jantung.
Peningkatan konsumsi tembakau atau rokok di beberapa negara berkembang juga mempengaruhi peningkatan kasus PJK.
WHO menyatakan bahwa, di tahun 2010, rokok akan menjadi penyebab kematian utama, 12,3% dari seluruh kematian di
dunia. Kematian terjadi akibat penyakit jantung yang disebabkan oleh konsumsi tembakau. Tembakau adalah penyebab utama
kematian akibat PJK, padahal sebenarnya faktor ini adalah faktor yang bisa dicegah.
3.
Kebijakan
Promosi dan pencegahan PTM dilakukan pada seluruh fase kehidupan, melalui pemberdayaan
berbagai komponen di masyarakat seperti organisasi profesi, LSM, media
upaya-upaya
yang
1.
Indikator
Untuk mengetahui sampai seberapa jauh keberhasilan pelaksanaan strategi penanggulangan PTM,
ada beberapa patokan yang dapat dipergunakan untuk monitoring dan evaluasi melalui sistem
pencatatan
dan
pelaporan
kegiatan
pencegahan
dan
penanggulangan
PTM.
Indikator keberhasilan strategi promosi dan pencegahan PTM yaitu :
Indikator Umum
Menurunnya angka kematian (mortalitas) penderita PTM utama.
Menurunnya angka kesakitan (morbiditas) penderita PTM utama.
Menurunnya angka kecacatan (disabilitas) penderita PTM utama.
Menurunnya angka faktor risiko bersama PTM utama.
2.
Indikator Khusus
Penurunan 3 faktor risiko utama PTM (merokok, kurang aktvfitas fisik dan konsumsi
rendah serat).
Penurunan proporsi penduduk yang mengalami obesitas, penyalahgunaan alcohol dan
BBLR.
Peningkatan kebijakan dan regulasi lintas sector yang mendukung penanggulangan PTM.
Peningkatan bina suasana melalui kemitraan dalam pemberdayaan potensi masyarakat.
Tersedianya model-model intervensi yang efektif dalam promosi dan pencegahan PTM.
Peningkatan pelaksanaan promosi dan pencegahan di institusi pelayanan.
4.
bagi mereka, setidaknya orang tersebut akan berpegang teguh pada pendapat itu dan akan mengikuti
perilaku yang dihasilkan. Empat asumsi dasar health belief modelyang telah diadaptasikan untuk
penyakit kronis :
a.
Individu atau populasi harus yakin bahwa kesehatannya telah dipertaruhkan.
b.
Individu atau populasi harus menyadari keseriusan suatu penyakit, kondisi atau gangguan atau
faktor risiko yang berkontribusi pada kejadian tersebut, dengan tujuan untuk menghentikannya.
c.
Individu atau populasi harus merasa dirinya rapuh terhadap penyakit, menganggap diri mereka
rentan terhadap penyakit itu, dan yakin bahwa manfaat yang didapat dari perubahan yang dapat
menekan biaya dan kesulitan.
d.
Individu atau populasi harus yakin bahwa rindakan yang dilakukan pasti membawa hasil dan
penyembuhan yang bermakna guna memotivasi orang tersebut untuk memberikan suatu respons.
Berdasarkan pendekatan tersebut, maka dapat dilakukan :
a.
Pemberian promosi kesehatan kepada individu atau populasi melalui penyuluhan langsung
dengan memanfaatkan acara yang terus dilakukan secara rutin di masyarakat yang melibatkan
populasi target, misalnya saat pengajian atau arisan.
b.
Menggunakan pendekatan positive deviance (penyimpangan positif) untuk melihat apakah ada
kearifan lokal atau perilaku menyimpang positif dari salah satu anggota masyarakat yang bisa
dijadikan contoh dan teladan untuk anggota populasi lain. Diharapkan masyarakat lebih mau
menerima dan mempertahankan perilaku positif karena hal tersebut berasal dari komunitas mereka
sendiri.
c.
Mencanangkan program olahraga rutin di berbagai level organisasi, seperti melakukan senam
jantung sehat untuk lansia dengan memaksimalkan peran posyandu lansia, senam rutin di hari
Jumat di semua kantor swasta, instansi pemerintah dan sekolah sekolah.
d.
Mensosialisasikan dan melaksanakan UU Kesehatan yang berkaitan dengan pelarangan merokok
di tempat umum.
e.
Mengubah bungkus rokok, bungkus rokok dengan gambar akibat dari kebiasaan merokok seperti
yang dilakukan di negara lain diharapkan lebih efektif untuk meingkatkan keyakinan bahwa
perilaku merokok memberikan pengaruh yang sangat buruk untuk kesehatan.
f.
Mengubah pendekatan kepada populasi tentang perilaku merokok, telah lama dilakukan
pelarangan merokok, sosialisasi akibat merokok, dll namun terbukti tidak efektif untuk menurunkan
angka perokok, berkaitan dengan krisis ekonomi dan kesulitan jika pendekatan promosi diubah ke
pendekatan ekonomi seperti berapa banyak biaya yang dihabiskan untuk merokok dalam sebulan,
berapa uang yang bisa disimpan dengan tidak membeli rokok dan berapa kebutuhan pokok yang
bisa dibeli diharapkan masyarakat bisa lebih sadar akan bahaya ekonomi yang disebabkan oleh
merokok dan secara langsung akan mengurangi perilaku merokok.
Posted by Nae's personal blog at 23:04