Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ENDOMETRIOSIS
Oleh :
Ricko Yorinda Putra
1102012244
Pembimbing :
dr. Dhanny Primantara Johari Santoso, SpOG., M.Kes
DAFTAR HALAMAN
Definisi ..................................................................................................... 4
2.2.
Epidemiologi ............................................................................................ 4
2.3.
Etiopatogenesis ......................................................................................... 5
2.4.
2.5.
Klasifikasi ............................................................................................... 10
2.6.
Diagnosis ................................................................................................ 11
2.7.
Penatalaksanaan ...................................................................................... 20
2.8.
2.9.
Prognosis ................................................................................................ 27
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan
kemampuan kepada penyusun sehingga penyusunan Referat yang berjudul
ENDOMETRIOSIS ini dapat diselesaikan.
Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Obsetri dan Ginekologi di RSU Dr.Slamet
Garut. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada :
1.
2. Para Bidan dan Pegawai di Bagian SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD
Dr.Slamet Garut.
3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr.Slamet Garut.
Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan
tulisan yang lebih baik di kemudian hari.
Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca,
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Endometriosis didefinisikan sebagai tumbuhnya jaringan endometrium yang
berupa kelenjar atau stroma diluar kavum uteri atau myometrium. Endometriosis
sering ditemukan pada wanita remaja dan usia reproduksi dari seluruh etnis dan
kelompok masyarakat walaupun tidak tertutup kemungkinan ditemukannya kasus
pada wanita perimenopause, menopause dan pasca menopause. Gejala-gejalanya dapat
mempengaruhi fisik, mental, dan kehidupan sosial. Oleh karena itu, sangat penting
untuk memperhatikan keluhan dan memberikan waktu kepada mereka yang dicurigai
menderita endometriosis untuk mengungkapkan keluh-kesah mereka. Akan tetapi,
terkadang wanita penderita endometriosis mungkin tidak menunjukkan gejala sama
sekali. Pasien dengan endometriosis mengeluhkan adanya nyeri panggul, dismenore,
dan dispareunia.
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan angka
kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15% dapat ditemukan di semua
operasi pelvik. Usia rata-rata 50% gadis atau wanita muda berusia kurang dari 20
tahun. Kebanyakan kasus yang terjadi pada wanita muda berusia kurang dari 17 tahun
berkaitan dengan anomali duktus mullerian dan gangguan servik atau vagina. Di
Indonesia sendiri, ditemukan 15-25% perempuan infertil disebabkan oleh
endometriosis, sedangkan prevalensi endometriosis pada perempuan infertil idiopatik
mencapai 70-80%. Penanganan endometriosis yang baik memerlukan penanganan
yang tepat. Penanganan endometriosis terdiri atas pencegahan, pengawasan, terapi
hormonal, pembedahan, dan radiasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih
berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri dari kelenjar-kelenjar
dan stroma terdapat di dalam myometrium ataupun di luar uterus, bila jaringan
endometrium terdapat di dalam myometrium disebut adenomiosis. Endometriosis
paling sering ditemukan pada wanita yang melahirkan diatas 30 tahun disertai dengan
gejala menoragia dan dismenorea yang progresif. Kejadian adenomiosis bervariasi
antara 8-40% dijumpai pada pemeriksaan dari semua specimen histerektomi. Dari 30%
pasien ini diketemukan adanya endometriosis dalam rongga peritoneum secara
bersamaan.
Insidensi endometriosis di Amerika 5-10 % dari wanita usia reproduksi. Di
Indonesia sendiri, ditemukan 15-25% perempuan infertil disebabkan oleh
endometriosis, sedangkan prevalensi endometriosis pada perempuan infertil idiopatik
mencapai 70-80%. Endometriosis selama 30 tahun terakhir ini menunjukkan angka
kejadian yang meningkat yaitu antara 5-15% dapat ditemukan diantara semua operasi
pelvik.
Lokasi Endometrosis
Berdasarkan urutan tersering endometrium ditemukan ditempat-tempat sebagai
berikut :
1) Ovarium;
2) Peritoneum dan ligamentum sakrouterinum, kavum Douglasi, dinding
belakang uterus, tuba Fallopi, plika vesiko uterina, ligamentum rotundum,
dan sigmoid.
3) Septum rektovaginal;
4) Kanalis inguinalis;
5) Apendiks;
6) Umbilikus;
7) Serviks
uteri,
vagina,
8) Parut laparotomi;
9) Kelenjar limfe; dan
10) Walaupun sangat jarang, endometriosis dapat ditemukan di lengan, paha,
pleura, dan perikardium.
2.2. Epidemiologi
Keseluruhan prevalensi endometriosis masih belum diketahui secara pasti, terutama
karena operasi merupakan satu-satunya metode yang paling dapat diandalkan untuk
diagnosis pasti endometriosis. Selain itu, operasi umumnya tidak dilakukan tanpa
gejala atau ciri-ciri fisik yang mengacu pada dugaan endometriosis. Prevalensi
endometriosis tanpa gejala didapat sekitar 4% pada wanita yang pernah menjalani
operasi sterilisasi. Kebanyakan perkiraan prevalensi endometeriosis berkisar antara
5% - 20% pada para wanita penderita nyeri pelvik, dan antara 20% - 40% pada wanita
subfertil. Prevalensi umum berkisar antara 3% - 10%, terutama pada wanita dalam usia
reproduktif.
Usia rata-rata wanita yang menjalani diagnosis bervariasi antara 25 30 tahun.
Endometriosis jarang ditemui pada gadis yang berada pada tahap menjelang haid
(premenarcheal), tetapi dapat diidentifikasi pada minimal 50% gadis atau wanita muda
berusia kurang dari 20 tahun yang mempunyai keluhan-keluhan seperti nyeri pelvik
dan dyspareunia. Kebanyakan kasus yang terjadi pada wanita muda berusia kurang
dari 17 tahun berkaitan dengan anomali duktus mullerian dan gangguan servik atau
vagina. Kurang dari 5% wanita postmenopause membutuhkan operasi endometriosis,
dan kebanyakan wanita pada usia tersebut telah menerima terapi estrogen. Di sisi lain,
prevalensi endometriosis tanpa gejala mungkin lebih rendah pada wanita berkulit
hitam dan lebih tinggi pada wanita berkulit putih di wilayah Asia.
2.3. Etiopatogenesis
Mekanisme terjadinya endometriosis belum diketahui secara pasti dan sangat
kompleks, berikut ini beberapa etiologi endometriosis yang telah diketahui :
a. Teori retrograde menstruasi
Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori
implantasi jaringan endometrium yang viable (hidup) dari John Sampson (1921). Teori
ini didasari atas 3 asumsi :
-
serius dan berpusat pada organ reproduksi dan daerah pelvik (panggul).
Penyakit ini dimulai tanpa keluhan, tersembunyi tetapi membahayakan
sehingga tidak diperhatikan pada awal mulanya. Berangsur-angsur timbul
keluhan nyeri berkaitan dengan haid. Selama haid, sejumlah darah haid ada
yang berbalik masuk melalui Tuba Falloppii atau saluran telur mengalir ke
dalam rongga panggul dan selaput rongga perut (peritoneum). Di dalam darah
haid tersebut terbawa serta debris dan sel endometrium masuk ke dalam rongga
perut menempel di atas organ-organ panggul dan selaput rongga perut. Akibat
dari keadaan tersebut terjadi proses inflamasi dengan peningkatan leukosit dan
defek imunologi dengan peningkatan aktivitas makrofag di dalam zalir
peritoneum (DHooghe, 1996). Terjadi penyimpangan ekspresi dari berbagai
sitokin oleh aktivitas makrofag antara lain interleukin-1 (IL-1), interleukin-6
(IL-6), interleukin-8 (IL-8). Tumor Necrosis Factors-a (TNF-a) dalam zalir
peritoneal kesemuanya itu merubah lingkungan zalir peritoneal yang
memungkinkan sel endometrium berimplantasi dan bertumbuh menjadi
endometriosis.
Keluhan nyeri pada endometriosis dapat berupa dismenorea (nyeri
sebelum, selama dan sesudah haid), nyeri pelvis atau nyeri panggul terasa pada
perut bagian bawah. Keluhan nyeri baik dismenorea maupun nyeri pelvis dapat
menetap atau hilang timbul atau semakin lama semakin hebat. Keluhan
tersebut akan terasa lebih sakit pada saat perempuan beraktivitas seperti
9
berjalan dan berdiri terlalu lama. Nyeri panggul dapat berupa Iritable Bowel
Syndrome (IBS) biasanya terasa sesudah makan.
Nyeri pada endometriosis dapat pula terasa berhubungan dengan lokasi
endometriosis di dalam tubuh penderita. Endometriosis yang terletak pada
ligamentum sakrouterinum atau serabut saraf presakral akan menimbulkan
keluhan nyeri punggung, nyeri tungkai bawah, tungkai atas, menjalar sampai
ke pangkal paha
dan nyeri saat bersanggama.
2. Dispareunia (nyeri saat bersanggama) merupakan gejala yang sering
mencegah
medika
mentosa.
Angka
kejadian
endometriosis
pada
2.5. Klasifikasi
Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan lokasi dan tipe
lesi, yaitu :
a. Peritoneal endometriosis
Pada awalnya lesi di peritoneum akan banyak tumbuh vaskularisasi sehingga
menimbulkan perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif akan menyebabkan
timbulnya perdarahan kronik rekuren dan reaksi inflamasi sehingga tumbuh jaringan
fibrosis dan sembuh. Lesi berwarna merah dapat berubah menjadi lesi hitam tipikal
dan setelah itu lesi akan berubah menjadi lesi putih yang kurang vaskularisasi dan
ditemukan debris glandular.
b. Ovarian endometrial cyst (Endometrioma)
11
setelah
penimbunan
debris
mesntruasi
dari
perdarahan
jaringan
endometriosis. Kista endometrium bisa besar (>3cm) dan multilokus, dan bisa tampak
seperti kista coklat karena penimbunan darah dan debris ke dalam rongga kista.
c. Deep nodular endometriosis
Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi septum
rektovaginal atau struktur fibromuskuler pelvis seperti uterosakral dan ligamentum
utero-ovarium. Nodul-nodul dibentuk oleh hiperplasia otot polos dan jaringan fibrosis
di sekitar jaringan yang menginfiltrasi. Jaringan endometriosis akan tertutup sebagai
nodul, dan tidak ada peradarahan secara klinis yang berhubungan dengan
endometriosis nodular dalam.
2.6. Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan
dipastikan dengan pemeriksaan laparoskopi. Kuldoskopi kurang bermanfaat terutama
jika kavum Douglasi ikut serta dalam endometriosis. Pada endometriosis yang
ditemukan pada lokasi seperti forniks vaginae posterior, perineum, parut laparotomi,
dan sebagainya, biopsi dapat memberi kepastian mengenai diagnosis.
2.6.1. Anamnesis
Keluhan utama pada endometriosis adalah nyeri. Nyeri pelvik kronis yang
disertai infertilitas juga merupakan masalah klinis utama pada endometriosis.
Endometrium pada organ tertentu akan menimbulkan efek yang sesuai dengan fungsi
organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga.
Riwayat dalam keluarga sangat penting untuk ditanyakan karena penyakit ini
bersifat diwariskan. Kerabat jenjang pertama berisiko tujuh kali lebih besar untuk
mengalami hal serupa. Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara
perempuan monozigot daripada dizigot. Rambut dan nevus displastik telah
diperlihatkan berhubungan dengan endometriosis.
Endometriosis juga dijumpai ekstrapelvik, sehingga menimbulkan gejala yang
tidak khas. Dispareunia juga dirasakan pada daerah kavum douglas dan nyeri pinggang
yang semakin berat selama haid nyeri rektum dan saat defekasi juga dapat terjadi
12
invasif untuk mengenali implan endometriosis yang besar dan endometrioma. Tetapi
hal ini tidak dapat menilai luasnya endometriosis. Bagaimanapun, cara-cara tersebut
masih penting untuk menetapkan sisi lesi atau menilai dimensinya, yang mungkin
bermanfaat untuk menentukan pilihan teknik pembedahan yang akan dilakukan.
Laparoskopi
Merupakan gold standar yag harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis
laparoskopi, tetapi retraksi usus halus dapat mengarah pada adanya invasi yang dalam.
Dua hal yang harus diperhatikan pada saat dilakukan laparoskopi :
Seluruh permukaan ovarium harus terlihat dengan cara memutar ovarium, agar
fossa ovarika dan bagian yang tersembunyi terlihat.
15
Biopsi
Inspeksi visual biasanya adekuat tetapi konfirmasi histologi dari salah satu lesi
interleukin, dan TNF- mempunyai peran dalam pathogenesis endometriosis. Hal ini
dilihat dari meningkatnya sitokin dalam cairan peritoneal pada pasien dengan
endometriosis. Pemeriksaan IL-6 telah digunakan untuk membedakan wanita dengan
atau tanpa endometriosis, dan untuk mengidentifikasi derajat dari endometriosis.
Pada penelitian yang dilakukan pada 95 wanita, yang dibagi dalam kelompok
kontrol (30 orang), dan kelompok pasien dengan endometriosis (65) yang terbagi
dalam 2 derajat nyeri yaitu, ringan-sedang (MM) dan berat (MS), didapatkan bahwa
serum IL-6 dan TNF- secara signifikan meningkat pada pasien dengan endometriosis
dibandingkan dengan kontrol (P < 0,001). Serum IL-6 dan TNF- secara signifikan
meningkat pada pasien dengan endometriosis MM, dibandingkan dengan pasien
kontrol (P < 0,001) dan dengan pasien endometriosis derajat MS (P < 0,006).
Sedangkan serum CA-125, Hs-CRP dan VEGF secara signifikan meningkat pada
pasien dengan endometriosis dengan endometriosis derajat MS dibandingkan dengan
pasien derajat MM (P <0,01).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa IL-6 dan TNF- merupakan penanda yang
baik untuk diagnosis endometriosis gejala ringan-sedang, karena penanda tersebut
meningkat pada derajat awal endometriosis. Sedangkan CA125, Hs-CRP dan VEGF
secara signifikan meningkat pada kasus yang sudah lama terjadi, sehingga tidak dapat
16
: 1-5
2) stadium II (mild )
: 6-15
: > 40
17
18
19
2.7. Penatalaksanaan
Penanganan endometriosis terdiri atas pencegahan, pengawasan, terapi
hormonal, pembedahan, dan radiasi.
2.7.1 Pencegahan
Meigs berpendapat bahwa kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik
untuk endometriosis. Gejala-gejala endometriosis memang berkurang atau hilang pada
waktu kehamilan dan sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarangsarang endometriosis. Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang kasar atau
melakukan kerokan pada waktu haid, karena dapat menyebabkan mengalirnya darah
haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.
20
Pengobatan hormonal
Dasar pengobatan hormonal endometriosis adalah bahwa pertumbuhan dan
fungsi jaringan endometriosis sama seperti jaringan endometrium yang normal, yang
dapat dikontrol oleh hormon-hormon steroid. Hal ini didukung oleh data klinik
maupun laboratorium. Data klinik tersebut adalah :
a) Endometriosis sangat jarang timbul sebelum menarche
b) Menopouse, baik alami maupun karena pembedahan, biasanya menyebabkan
kesembuhan
c) Sangat jarang terjadi kasus endometriosis baru setelah menopouse, kecuali jika
ada pemberian esterogen eksogen.
Data laboratorium menunjukkan bahwa jaringan endometriosis mengandung
reseptor estrogen, progesterone, dan androgen. Estrogen merangsang pertumbuhan
jaringan endometriosis, androgen menyebabkan atrofi, sedangkan progesteron masih
diperdebatkan. Progesteron sendiri mungkin merangsang pertumbuhan endometriosis,
21
Kandung
Fungsi
an
Progesti Progestero
n
Danazol Androgen
lemah
Mekanism
Dosis
Efek
Samping
Menciptak
Menurunka Medroxyprogeste
Depresi,
an
kehamilan
FSH,
palsu
dan
estrogen
setiap 3 bulan
Menciptak
Mencegah
800
an
keluarnya
selama 6 bulan
menopause FSH,
palsu
LH, mg/hari:
Depo an
berat
mg/hari Jerawat,
LH,
berat
badan
dan
meningkat
pertumbuh
an
perubahan
endometriu
suara
m
GnRH
Analog
Menciptak
Menekan
Leuprolide
agonis
GnRH
an
sekresi
mg/bulan;
menopasue hormon
palsu
Nafareline
3,75 Penurunan
densitas
200 tulang,
Goserelin
3,75 kering
mg/bulan
mulut,
gangguan
emosi
22
Progestin
Cara kerja
Tidak seperti estrogen, progesteron memilik efek antimitotik terhadap sel
endometrium, sehingga memiliki potensi dalam pengobatan endometriosis. Progestin
turunan 19-nortestosteron seperti dienogest memiliki kemampuan utnuk menghambat
enzim aromatase dan ekspresi COX-2 dan produksi PGE2 pada kultur sel
endometriosis. Biopsi percontoh jaringan endometrium dari wanita yang diobati
dengan LNG IUS selama 6 bulan menunjukkan ekspresi reseptor estrogen yang
berkurang, menurunnya indeks proliferasi sel dan peningkatan ekspresi Fas.
Agonis GnRH
Cara kerja
Pajanan GnRH yang terus menerus ke hipofisis akan mengakibatkan downregulation reseptor GnRH yang akan mengakibatkan berkurangnya sensitifitas
kelenjar hipofisis. Kondisi ini akan mengakibatkan keadaan hipogonadotropin
hipogonadisme yang akan mempengaruhi lesi endometriosis yang sudah ada.
Amenore yang timbul akibat kondisi tersebut akan mencegah pembentukan lesi baru.
GnRH juga akan meningkatkan apoptosis susukan endometriosis. Selain itu GnRH
bekerja langsung pada jaringan endometriosis. Hal ini dibuktikan dengan adanya
reseptor GnRH pada endometrium ektopik. Kadar mRNA reseptor estrogen (ER)
menurun pada endometriosis setelah terapi jangka panjang. GnRH juga menurunkan
VEGF yang merupakan faktor angiogenik yang berperan untuk mempertahankan
pertumbuhan endometriosis. Interleukin 1A (IL-1A) merupakan faktor imunologi yang
berperan melindungi sel dari apoptosis.
Danazol
Cara kerja
Danazol adalah androgen sintetik dan merupakan derivate 17-ethynyl
testosterone.
Danazol
mempunyai
beberapa
mekanisme
kerja
diantaranya
Estrogen-progesteron
Penggunaan
kombinasi
estrogen-progesteron
yang
dikenal
dengan
pseudopregnancy pertama kali dilaporkan oleh Kistner pada tahun 1962. Pertama kali,
preparat yang digunakan adalah pil kontrasepsi merk Enovid yang mengandung 0,15
mg mestranol dan 10 mg noretinodrel. Berdasarkan prinsip terapi yang telah diuraikan,
pil kontrasepsi yang dipilih sebaiknya yang mengandung estrogen rendah dan
mengandung progestogen yang kuat atau yang memiliki efek androgenik yang kuat.
Pada saat ini, norgestrel dianggap sebagai senyawa progestogen yang poten dan
mempunyai efek androgenik yang paling kuat.
Terapi standar yang dianjurkan adalah 0,03 mg etinil estradiol dan 0,3 mg
norgestrel per hari. Bila terjadi breakthrough bleeding, dosis ditingkatkan menjadi 0,05
mg estradiol dan 0,8 mg norgestrel per hari. Pemberian tersebut terus-menerus setiap
hari selama 6-9 bulan, bahkan ada yang menganjurkan minimal satu tahun dan bila
perlu dilanjutkan sampai 2-3 tahun.
Dilaporkan bahwa dengan terapi pseudopregnancy, 30 % penderita
menyatakan keluhannya berkurang dan hanya 18 % yang secara obyektif mengalami
kesembuhan, 41 % penderita tidak menyelesaikan terapinya karena mengalami efek
samping berupa mual, muntah, dan perdarahan.
Androgen
Pemakaian androgen untuk terapi endometriosis pertama kali dilaporkan oleh
Hirst pada tahun 1947. Preparat yang dipakai adalah metiltestosteron sublingual
dengan dosis 5 sampai 10 mg per hari. Biasanya diberikan 10 mg per hari pada bulan
pertama dilanjutkan dengan 5 mg per hari selama 2-3 bulan berikutnya. Efek samping
dari pemakaian androgen adalah :
a) Timbulnya efek samping maskulinisasi terutama pada dosis melebihi
300 mg per bulan atau pada terapi jangka panjang;
24
25
2.9 Prognosis
Endometriosis dapat mengalami rekurensi kecuali telah dilakukan dengan
histerektomi dan ooforektomi bilateral. Angka kejadian rekurensi endometriosis
setelah dilakukan teapi pembedahan adalah 20% dalam waktu 5 bulan. Ablasi komplit
dari endometriosis efektif dalam menurunkan gejala nyeri sebanyak 90% kasus.
Beberapa ahli mengatakan eksisi lesi adalah metode yang baik untuk menurunkan
angka kejadian rekurensi dari gejala-gejala endometriosis. Pada kasus infertilitas,
keberhasilan tindakan bedah berhubungan dengan tingkat berat ringannya penyakit.
Pasien dengan endometriosis sedang memiliki peluang untuk hamil sebanyak 60%,
sedangkan pada kasus endometriosis yang berat keberhasilannya hanya 35%.
26
BAB III
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
Andon Hestiantoro, dr, SpOG., et al. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan
Infertilitas Indonesia. Konsensus Nyeri Endometriosis. Perkumpulan
Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Bulletti, Carlo., Coccia, Maria Elisabetta., et el. 2010. Endometriosis And Infertility.
The Journal of Assisted Reproduction and Genetics, 27:441447. Springer
Science + Business Media, LLC
Cunningham, F. Gary, dkk. 2005. Gynecologi William edisi 21. Jakarta: EGC.
Endometriosis. Dalam Obstetri dan Ginekologi, edisi 1981. Diterbitkan: SMF Obstetri
dan Ginekologi Fak. Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.
Henri Lahdemaki et al. 2013. Laparoscopic diagnosis of endometriosis, Department
of Obstetrics and Gynecology, Oulu University Hospital, Oulu, Finland
Leyland, Nicholas., et al. 2010. Endometriosis: Diagnosis and Management, Vol 23,
No 7. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada.
Linda C. Giudice, M.D., Ph.D. Clinical Practice: Endometriosis. Department of
Obstetrics, Gynecology, and Reproductive Sciences: University Of
California, San Francisco. New England Journal Of Medicine. 2010 June 24;
362(25): 23892398.
Richard, O., Burney, MD., M.Sc., et al. 2012. Pathogenesis and pathophysiology of
endometriosis. University Of California, San Francisco, California.
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2007. Endometriosis: what you
need to know.
Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:
PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
28
Endometriosis.
Jakarta:
Yayasan
Bina
Pustaka
Sarwono
29