Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
B.
Tujuan
Sosiologi secara umum sudah dikenal sebagai ilmu yang mempelajari tentang
bagaimana cara bersosialisasi, berinteraksi, dan berhubungan dalam kehidupan
sehari-hari, baik itu dilingkungan keluarga, pergaulan ataupun dalam masyarakat
umum. Namun untuk olahraga, sosiologi sebagai ilmu terapan yang mengkaji
secara khusus. Oleh karena itu,makalah ini bertujuan untuk memberikan
pengetahuan ilmu sosiologi yang berdasarkan atas kajian beberapa teori para ahli,
yang dihubungkan dengan olahraga.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
1.
Definisi Sosiologi
Sosial
a.
Struktur sosial - urutan derajat kelas sosial dalam masyarakat mulai dari
terendah sampai tertinggi. Contoh: kasta.
b.
Diferensiasi sosial - suatu sistem kelas sosial dengan sistem linear atau tanpa
membeda-bedakan tinggi-rendahnya kelas sosial itu sendiri. Contoh: agama.
c.
Integrasi sosial - pembauran dalam masyarakat, bisa berbentuk asimilasi,
akulturasi, kerjasama, maupun akomodasi.
2.
Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan
aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau
masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai
peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang
harus dijalankan oleh individu.
B.
Sosiologi Olahraga
Secara mikro
Secara makro
Kajian ilmu olahraga diarahkan pada aspek fungsional kegiatan olahraga bagi
siapapun yang terlibat langsung maupun tidak langsung, seperti pelaku (atlet),
penikmat (penonton), pemerintah, pebisnis dan sebagainya. Pada konteks itu,
olahraga dikaji secara aksiologis untuk mengetahui pengaruh olahraga pada
pelakunya sendiri atau khalayak luas, terutama pengaruh sosial yang
mengakibatkan posisi olahraga tidak lagi dipandang sebagai aktivitas gerak insani
an sich, melainkan telah berkembang secara cepat merambah pada aspek-aspek
perikehidupan manusia secara luas. Olahraga pada era kini telah diakui keberadaan
sebagai suatu fenomena yang tidak lagi steril dari aspek politik, ekonomi, sosial,
dan budaya. Sehingga tidak berlebihan dikatakan bahwa pemecahan permasalahan
dalam olahraga mutlak diperlukan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu, salah
satunya adalah sosiologi. Olahraga yang hampir selalu berbentuk permainan yang
menarik telah dikaji keberadaan sejak dulu.
C.
Bidang kajian sosiologi olahraga sangat luas, mengingat hal itu, para ahli terkait
berupaya mencari batasan-batasan bidang kajian yang relevan, misalnya:
1.
Heizemann menyatakan bagian dari teori sosiologi yang dimasukkan dalam
ilmu olahraga meliputi:
a.
Sistem sosial yang bersangkutan dengan garis-garis sosial dalam kehidupan
bersama, seperti kelompok olahraga, tim, klub dan sebagainya.
b.
Masalah figur sosial, seperti figur olahragawan, pembina, yang berkaitan
dengan usia, pendidikan, pengalaman dan sebagainya.
2.
Plessner dalam studi sosiologi olahraga menekankan pentingnya perhatian
yang harus diarahkan pada pengembangan olahraga dan kehidupan dalam industri
modern dengan mengkaji teori kompensasi.
3.
Philips dan Madge menulis buku Women and Sport menguraikan tentang
fenomena kewanitaan yang aktif melakukan dipandang daris sudut sosiologi.
a.
Kehidupan Sehari-hari
Olahraga adalah kebutuhan primer manusia, dan harus dijadikan prioritas dalam
kehidupan sehari hari. Olahraga yang effektif adalah olahraga yang berkeringat
sampai pada level zona latihan. Kesibukan kerja selama lima hari berturut turut
sebaiknya diimbangi dengan olahraga pada hari libur sabtu dan minggu. Gerak
adalah ciri kehidupan. Tiada hidup tanpa gerak. Apa guna hidup bila tak mampu
bergerak. Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup, meningkatkan
kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu Olahraga
merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani,
rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya,
stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya
bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa-siswa yang aktif
mengikuti kegiatan Penjas-Or dari pada siswa-siswa yang tidak aktif mengikuti
Penjas-Or (Renstrom & Roux 1988, dalam A.S.Watson : Children in Sport dalam
Bloomfield,J, Fricker P.A. and Fitch,K.D., 1992).
b.
1.
Olaharaga rekreasi adalah jenis kegiatan olahraga yang dilakukan pada waktu
senggang atau waktu-waktu luang.
2.
Menurut Kusnadi (2002:4) Pengertian Olahraga Rekreasi adalah olahraga yang
dilakukan untuk tujuan rekreasi.
3.
Menurut Haryono (19978:10) Olahraga rekreasi adalah kegiatan fisik yang
dilakukan pada waktu senggang berdasarkan keinginan atau kehendak yang timbul
karena memberi kepuasan atau kesenangan.
4.
Menurut Herbert Hagg (1994) Rekreational sport / leisure time sports are
formd of physical activity in leisure under a time perspective. It comprises sport
after work, on weekends, in vacations, in retirement, or during periods of
(unfortunate) unemployment.
5.
Menurut Nurlan Kusmaedi (2002:4) olahraga rekreasi adalah kegiatan
olahraga yang ditujukan untuk rekreasi atau wisata.
c.
John C. Phillips dalam bukunya yang berjudul Sociology of Sport mengkaji tematema yang berhubungan dengan :
a.
Olahraga dan kebudayaan Manfaat transformasi olahraga dan kebudayaan
antara lain: Mendukung program masyarakat sehat, mempererat ikatan sosial
masyarakat, menjaga identitas budaya bangsa, kebanggaan kolektif bangsa, daya
tarik pariwisata dan mendukung terciptanya masyarakat sejahtera.
b.
Gelisah
Gelisah adalah gejala takut atau dapat pula dikatakan taraf takut yang masih
ringan.Biasanya rasa gelisah ini terjadi pada saat menjelang pertanndingan akan
dimulai. Rasa gelisah akan dapat berubah menggembirakan manakala penyebab
datanngnya rasa gelisah (pertandingan akan dimulai) tertunda pelaksanaanya. Cara
yang baik untuk menghindari atau mengurangi timbulnya kegelisahan adalah
dengan jalan merasionalisasikan emosi, yaitu segala hal yang negatif dianggap
positif. Hal-hal demikian dapat dilatih, yaitu dengan membiasakan untuk:
1.
Merumuskan persoalan-persoalan yang sebenarnya merupakan sebab
timbulnya kegelisahan secara jelas.
2.
Memperhitungkan segala kemungkinan akibat yang terjadi dari yang paling
ringan sampai yang terburuk.
3.
Membuat persiapan untuk menghapadapi setiap kemungkinan yang biasanya
terjadi dengan segala rumus pemecahannya yang dapat dilakukan baik oleh diri
sendiri maupun dengan bantuan orang lain.
4.
Menghadapi persoalan-persoalan dengan rasa siap dan tabah serta percaya
pada kemampuan diri sendiri.
Dengan cara-cara tersebut dapat diharapkan kegelisahan yang menjangkiti para
olahragawan sedikit demi sedikit dapat dikurangi atau bahkan dapat dihindarkan.
2.
Takut
Rasa takut lebih baik jangan dimatikan sama sekali,tetapi dikendalaikan. Misalnya
seorang atlit yang tidak memiliki ketakuatan terhadap kekalahan dalam
pertandingan yang akan diikuti.Ia akan berbuat apa yang dikehendakinya, akhirnya
ia akan terseret oleh perasaan kalah ya biar.
Menurut beberapa pendapat yang dikumpulkan oleh Reuben B.Frost dari Springfield
College mengenai bagaimana harus menangani masalah takut ini, antara lain
diajukan beberapa pendapat sebagai berikut:
(b) Mencoba menemukan dan memahami sebab-sebab terjadinya rasa takut.
(c)
Mendekati dan mengenali situasi yang ditakuti secara sedikit demi sedikit.
(d) Mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang ditakuti dengan membuat
perencanaan yang pasti dan taktik yang tepat guna.
(e) Menguji dan menganalisis alasan-alasan menngapa sampai terjadi ketakutanketakutan.
(f) Menolong mencarikan sebab-sebab timbulnya kesulitan-kesulitan yanng
ditakuti (adakah pengaruh kecelakaan yang dulu atau memang belum mengenal
problemnya).
Kebanyakan rasa takut akan lenyap pada waktu kegiatan-kegiatan yang ditakutkan
itu telah dilakukan.
1.
Marah
Marah dapat dikatakan sebagai reaksi kuat atas sesuatu yang tidak menyenangkan
dan mengganggu pada seseorang. Ragamnya mulai dari kejengkelan yang ringan
sampai angkara murka dan mengamuk. Ketika itu terjadi maka detak debar jantung
semakin cepat, tekanan darah dan aliran adrenalin juga meningkat. Kalau sudah
(a)
1.
Nilai Dasar
Fair Play
Kata kontrol sosial berasal dari kata Social control atau sistem pengendalian sosial
dalam percakapan sehari-hari diartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat
terhadap jalannya pemerintahan, khususnya pemerintah beserta aparatnya.
Soekanto (1990), menjelaskan bahwa arti sesungguhnya dari pengendalian sosial
jauh lebih luas. Dalam pengertian pengendalian sosial tercakup segala proses
(direncanakan/tidak), bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga
masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku. Dari
penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pengendalian sosial adalah suatu
tindakan seseorang/kelompok yang dilakukan melalui proses terencana maupun
tidak dengan tujuan untuk mendidik, mengajak (paksaan/tidak) untuk mematuhi
kaidah dan nilai sosial tertentu yang dianggap benar pada saat itu.
4.
1.
Perubahan sosial
Gerak sosial (Mobilitas sosial) adalah Proses perpindahan posisi atau status
sosial yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang dalam struktur sosial
masyarakat inilah yang disebut gerak sosial atau mobilitas sosial (social mobility).
2.
Keberhasilan (cara pencapaian dengan turut aktif atau sebagai penikmat) Dalam
bidang penelitian, sosiologi olahraga membuka peluang bagi pengkajian topik yang
berkenaan dengan pranata sosial seperti sekolah dan kehidupan politik, stratifikasi
sosial, penonton dan motivnya, sosialisasi, etika bertanding, dan masih banyak lagi.
Beberapa isu pokok yang dicoba angkat adalah masalah hubungan individu dan
kelompok dalam olahraga yang berkaitan dengan peranan dan isu gender, masalah
ras, agama, nilai, norma, aspek politik, ekonomi, dan rasionalisasi kegiatan olahraga
di negara maju.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Olahraga sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak pihak telah disikapi
secara dinamis dari pemahaman terhadap yang dianggap sebagai aktivitas
primitive untuk mempertahankan hidup berubah menjadi proses sosial yang
menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan bekerja sama membangun
suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata lembaga. Kajian
sosiologis yang berkaitan dengan kelompok sosial dapat dikenakan pada olahraga
berdasarkan pada beberapa hal yakni situasi kondisi dan struktur, serta fungsi
kelompok olahraga. Sarat dengan situasi dan kondisi yang kental akan persaingan
dan tata aturan yang relative ketat sehingga tercipta rasa senang, santai, dan
gembira. Berangkat dari paparan diatas, bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja.
sama, persaingan dan pertikaian, sehingga membutuhkan penyelesaian sementara
waktu, menyadari keterkaitan dan keterikatannya dengan individu lain.
Manusia membentuk kelompok sosial untuk memecahkan masalah hidupnya
dengan mengunakan pendekatan ilmu sosiologi. Olahraga telah diapresiasikn
sedemikian tinggi sebagai media untuk menunjukkan hegemoni, sehingga untuk
menyelenggarakan,dan menciptakan para pelakunya, telah diupayakan berbagai
pendekatan dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu, yang disebut pendekatan
interdisiplin adalah pendekatan yang didasarkan pada pengetahuan dari ilmu
psikologi, sosiologi, anatomi, dan fisiologi. Sedangkan pendekatan crosdisiplin
adalah pendekatan yang difokuskan pada ilmu motor learning, psikologi olahraga,
dan sosiologi olahraga.
DAFTAR PUSTAKA
Sapto Adi Dan Muarifin (2007)Sosiologi OlahragaUpt Perpus Um, Malang
Bouman, P.J. (1976) Sosiologi, Pengertian Dan Masalah. Yogyakarta, Penerbit
Yayasan Kanisius.
Early Socialization Wiggins, Wiggins & Zanden, 1994
H.Gunawan, Ary. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi Tentang
Berbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hartoto. 2008. Defenisi Sosiologi Pendidikan. Online (Http://Www.Fatamorghana.
Wordpress.Com, Diakses 20 Maret 2008).
Ahmad Tanwir 2010. Olahraga Dan Penguasaan Diri
BAB I
Pendahuluan
A. Pengertian politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagaidefinisi yang
berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun
nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara
lain:
politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama (teori klasik Aristoteles)
politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
negara
politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat
politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan
publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain:
kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik,
proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk
tentang partai politik.
"Politik" mungkin mempunyai maksud pejoratif, terutama sekali apabila digunakan
di dalam kerja kerja dalaman sesebuah institusi. Dengan mengatakan sesuatu
keputusan dibuat atas dasar politik akan memberi gambaran bahawa keputusan
tersebut dipengaruhi oleh kepentingan runcit daripada objektif atau kebaikan
bersama.
BAB II
Pembahasan
a.
Untuk kasus Indonesia, semakin nyata, bagaimana efek adri sistem politik dan
pengaruh ekonomi terhadap pendidikan jasmni dan olahraga. Tulisan sie swan po
(1973) dalam kongres ICPHER di Bali, Social and plitical aspect of physical Education
and Sports in the Frame Work of Indonesia National develoment sangat membantu
kita untuk memahami kebijakan pembinaan olahraga nasional. Sejak proklamasi
1945, pendidikan jasmani dan olahraga memperoleh tempat dalam masyarakat dan
kehidupan nasional namun pasang surut pendidikan jasmani dan olahraga ini
sangat di pengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang berbeda-beda.
Selama perjuangan kemerdekaan, pendidikan jasmani dan olahraga diarahkan
untuk membentuk pemuda-pemuda militan dengan semangat nasionalistik untuk
mempertahankan proklamasi kemerdekaan indonesia. Pada massa itu, pendidikan
jasmani dan olahraga di pandang berkemampuan untuk membentuk prilaku
berdisiplin guna mendukung perjuangan nasional. Olahraga juga di pandang
mampu memperkukuh integrasi bangsa, kesatuan dan persatuan, pandangan inilah
yang selanjutnya mendorong terselenggaranya PON I, 1947 di Solo.
Pada tahun 1947, ketika sejumlah negara asia masih berjuang untuk merebut
kemerdekaannya, Indonesia termasuk negara yang mendukung gagasan untuk
diadakan pertandingan olahraga diantara bangsa-bangsa asia. Gagasan ini
dicetuskan dalam Conference on Asian Relation tahun 1947 di New Delhi yang
hasilnya yaitu di setujuinya Asian Games I di selenggarakan pada tahun 1951 di
New Delhi.
Pada saat ini olahraga sering di libatkan dalam kancah politik di indonesia, dapat
terlihat pada saat pemilihan perwakilan rakyat, banyak terdapat kampanyekampanye yang secara langsung terlibat dalam olahraga seperti pemberian
sepanduk perlengkapan alat olahraga yang tak lain bertujuan untuk kepentingan
politik.
Sering kita jumpai di kota-kota di Indonesia termasuk juga ibu kota negara masih
banyak terdapat kenakalan-kenakalan remaja, dan tauran tingkat pelajar yang
terasa tiada hentinya, untuk mengatasi permasalah tersebut pemerintah harus
berperan aktif, salah satu kebijakan politik pemerintah untuk mengurangi kenakalan
remaja dan tauran antar pelajar adalah didirikannya bangunan-bangunan sarana
olahraga, dengan didirikannya serana tersebut sangat berperan aktif dalam
mengurangi kenakalan remaja. Dalam permasalahan diatas secara tidak langsung
olahraga sudah beperan aktif dalam politik.
b.
Sejak lama ada usaha untuk menceraikan kegiatan olahraga, terutama Olimpiade,
dengan politik. Tapi, upaya itu selalu gagal. Kalau saja dunia mau jujur, sebenarnya
keterkaitan antara keduanya sudah terpatri dalam peraturan penyelenggaraan
Olimpiade itu sendiri.Ambil saja pengibaran bendera dan pengumandangan lagu
kebangsaan negara asal atlet pemenang salah satu cabang olahraga sebagai
contoh. Itu saja sudah menunjukkan tentang bagaimana olahraga sudah terpolusi
oleh politik. Sejarah telah beberapa kali merekam tentang intervensi politik
terhadap ajang yang sebenarnya dimaksudkan untuk memupuk sportivitas dan
persahabatan antarnegara dan bangsa ini.
Contoh klasik terjadi pada Olimpiade 1936 di Berlin, ketika faham Nazi Jerman
tengah berada di puncaknya. Jesse Owens, pelari berkulit hitam AS yang sebelum
pesta olahraga itu dibuka sudah dihina media Jerman, tiba-tiba saja merebut tak
kurang dari empat medali emas. Dan, itu dilakukannya di depan mata Hitler,
gembong konsep tentang supremasi bangsa Aria.Pada 1968, pada upacara
menghormati pemenang, dua atlet kulit hitam AS mengacungkan tinju sebagai
protes atas diskriminasi rasial di negara mereka. Orang juga tak melupakan
kejadian berdarah pada Olimpiade 1972 di Muenchen, ketika para pejuang radikal
Palestina menyandera dan kemudian membunuh 11 atlet Israel. Itu adalah upaya
menarik perhatian dunia akan nasib bangsa Palestina yang tergusur dari tanah
leluhur mereka.
Pada Olimpiade 1980 di Moskow, AS dan negara-negara Barat memutuskan tak
hadir sebagai protes atas penyerbuan Uni Soviet terhadap Afganistan. Empat tahun
kemudian, Uni Soviet dan sekutunya membalas boikot itu dengan tak hadir pada
Olimpiade 1984 di Los Angeles. Aksi Uni Soviet diikuti oleh negara-negara satelitnya
di Eropa Timur. Akibatnya, Olimpiade 1984 berjalan hambar. Maklumlah, negaranegara sosialis di masa itu merupakan gudang atlet kelas dunia.
Dari semua kejadian yang dibeberkan di atas, Olimpiade Beijing 2008 yang akan
dimulai dalam sepekan ini merupakan puncak dari keterkaitan antara olahraga dan
politik. Sejak jauh hari sebelum dimulai, ia telah dikotori faktor politik. Protes warga
Tibet ternyata tidak terbatas di Tibet, tapi menyebar ke seluruh pemukiman mereka
di seluruh China dan di negara-negara lain. Unjuk rasa mereka juga didukung para
aktivis LSM internasional.
Buat China sendiri, Olimpiade Beijing 2008 memiliki arti penting yang nuansa
politiknya sangat tebal. Ketika mendiang Mao Zedong memproklamasikan
berdirinya RRC sebagai sebuah negara itu pada 1 Oktober 1949, antara lain ia
mengatakan, "Bangsa kita tidak lagi akan jadi obyek pemerasan, penghinaan, dan
pembudakan dari bangsa lain." Sejak saat itu, RRC selalu berjuang menempatkan
dirinya pada posisi terhormat di pentas dunia.
Tapi, selama hampir 50 tahun (1945-1990), Mao selalu berada di bawah bayangbayang Uni Soviet dan AS, sebagai dua aktor utama di panggung Perang Dingin.
Mao telah mencoba melepaskan diri dari bayang-bayang kedua adikuasa dan
berperan sebagai kekuatan ketiga dengan cara menghimpun kekuatan negaranegara berkembang. Toh, usaha itu tak banyak mendatangkan sukses.
Sukses Beijing sebagai salah satu pelaku yang turut menentukan corak dunia justru
diraih setelah mendiang Deng Xiaoping mengambil langkah berani. Ia berbalik 180
derajat dengan meninggalkan prinsip-prinsip Maois dan mengadopsi model
pembangunan kapitalistik. Hasilnya adalah perkembangan ekonomi di atas 8% per
tahun dan telah menempatkannya sejajar dengan negara-negara kapitalis dunia.
Sejarah China selama sekitar satu abad antara 1838, yakni dimulainya intervensi
dan intrusi kolonialisme dan imperialisme Barat, sampai 1949 ketika RRC berdiri,
dipenuhi perasaan sebagai bangsa tertindas dan terhina. Hampir semua kekuatan
dunia memiliki konsesi di China dan tak mengherankan jika Bapak Republik Dr Sun
Yat-sen mengatakan bahwa nasib bangsa China lebih buruk dari bangsa lain karena
ia dijajah banyak negara. Tak mengherankan pula jika para sejarawan Marxis di
China menyebut masa selama satu abad itu sebagai abad humiliasi (penghinaan)
nasional.
Karena itu, penyelenggaraan Olimpiade di Beijing tak dapat dipisahkan dari sejarah
humiliasi, sukses pembangunan ekonomi, dan kebangkitan nasional bangsa China.
Olimpaide Beijing 2008 adalah sebuah lambang tentang keberhasilan China yang
telah bangkit kembali dari posisi terhina selama satu abad dan berhasil
menempatkan diri sebagai aktor yang perannya sejajar dengan negara-negara
besar lain.
Olimpiade Beijing juga merupakan lambang balas dendam China atas satu abad
penghinaan yang dilakukan bangsa-bangsa Barat dan Jepang terhadap bangsa dan
negara China.
Oleh karena itu, RRC tak akan membiarkan anasir sekecil apapun yang berasal dari
dalam maupun luar negeri yang ditengarai akan mengganggu keberhasilan
penyelenggaraan pesta olahraga dunia itu.
Kesimpulan
Olahraga tidak tumbuh dan berkembang di ruang yang vacum. Akan tetapi faktor
budaya, ekonomi dan politik juga sangat mempengaruhi perkembangan olahraga
itu sendiri, ketiga faktor ini sangat mempengaruhi bukan saja yang ingin di capai,
akan tetapi isi dan cara mengorganisasi kegiatan tersebut. Pengalaman negaranegara lain menunjukan bahwa pasang surut olahraga d pengaruhi fsktor politik,
sehingga terjadinya kemerosotan prestasi. Dapat diartikan bahwa olahraga tidak
boleh untuk di jadikan tempat ajang berpolitik yang bukan untuk keuntungan
olahraga tersbut,.
Daftar pustaka
Mutohir, C.T, 2003. Olahraga Kebijakan dan Politik Sebuah Analisis. Jakarta :
Departemen Pendidikan nasional