Anda di halaman 1dari 22

REFRESHING

MATA PUTIH VISUS TURUN PERLAHAN

Oleh:
Rian Bayu Santya Mahardhika
2009730040
Pembimbing :
Dr. Hj. Hasri Darni, SpA

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016

KATARAK
A. DEFINISI
Katarak termasuk golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah tetapi dapat
disembuhkan. Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa
mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia,
namun dapat juga terjadi pada anak-anak yang lahir dalam kondisi tersebut. Katarak juga
dapat terjadi setelah trauma, inflamasi, atau penyakit lainnya. Katarak senilis adalah
semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. 1
B. EPIDEMIOLOGI
Berbagai studi cross-sectional melaporkan prevalensi katarak pada individu
berusia 65-74 tahun adalah sebanyak 50% dan meningkat hingga 70% pada individu di
atas 75 tahun. Jelas dapat disimpulkan insiden tertinggi pada katarak terjadi pada populasi
yang lebih tua. Diketahui kebutaan di Indonesia berkisar 1,5 % dari jumlah penduduk
Indonesia. Dari angka tersebut presentasi angka kebutaan utama ialah2 :

Katarak

0,78 %

Kelainan kornea

0,13 %

Penyakit glaukoma

0,20 %

Kelainan refraksi

0,14 %

Kelainan retina

0,03 %

Kelainan nutrisi

0,02 %

C. ETIOLOGI
Tak jarang katarak timbul pada saat lahir atau pada anak usia dini sebagai akibat
dari cacat keturunan, trauma parah pada mata, operasi mata, atau peradangan intraokular.
Faktor lain yang dapat menyebabkan perkembangan katarak pada usia lebih dini meliputi
paparan berlebihan cahaya ultraviolet, diabetes, merokok, atau penggunaan obat-obatan
tertentu, seperti steroid oral, topikal, atau inhalasi.
Etiologi katarak kongenital yang paling umum termasuk infeksi intrauterin,
gangguan metabolisme, dan sindrom genetik ditransmisikan. Sepertiga dari katarak
pediatrik sporadis, mereka tidak berhubungan dengan penyakit sistemik atau mata.

Namun, mereka mungkin mutasi spontan dan dapat menyebabkan pembentukan katarak
pada keturunannya pasien. Sebanyak 23% dari katarak kongenital adalah familial. Cara
transmisi yang paling sering adalah autosomal dominan dengan penetrasi yang lengkap.
Jenis katarak mungkin muncul sebagai katarak total, katarak polar, katarak lamelar, atau
opasitas nuklear. Semua anggota keluarga dekat harus diperiksa. Infeksi penyebab
katarak termasuk rubella (yang paling umum), rubeola, cacar air, cytomegalovirus,
herpes simplex, herpes zoster, poliomyelitis, influenza, virus EpsteinBarr, sifilis, dan
toksoplasmosis.3
Penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Patofisiologi
di balik terjadinya katarak senilis amat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti.
Namun ada beberapa kemungkinan di antaranya terkait usia lensa mata yang membuat
berat dan ketebalannya bertambah, sementara kekuatannya menurun.4
D. KLASIFIKASI
Katarak dapat diklasifikasikan menurut beberapa aspek, yaitu :
i.

Menurut usia :
1) Katarak kongenital ( terlihat pada usia dibawah 1 tahun )
2) Katarak juvenil ( terlihat sesudah usia 1 tahun )
3) Katarak senile ( setelah usia 50 tahun )

ii.

Menurut lokasi kekeruhan lensa :


1) Nuklear
2) Kortikal
3) Subkapsular (posterior/anterior) jarang

iii.

Menurut derajat kekeruhan lensa :


1)
2)
3)
4)

iv.

Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur

Menurut etiologi :
1) Katarak primer
2) Katarak sekunder

a. Katarak Menurut Usia1


i.
Katarak Kongenital
Katarak Kongenital katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Kekeruhan sebagian pada lensa yang
sudah didapatkan pada waktu lahir umumnya tidak meluas dan jarang sekali
mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Letak kekeruhan tergantung pada saat
ii.

mana terjadi gangguan pada kehidupan janin.


Katarak Juvenil
Katarak juvenil adalah katarak yang lunak dan terdapat pada orang muda,
yang mulai terbentuknya pada usia lebih dari 1 tahun dan kurang dari 50 tahun.
Merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir yaitu kekeruhan
lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa
sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft
cataract. Biasanya katarak juvenil merupakan bagian dari suatu gejala penyakit
keturunan lain. Pembedahan dilakukan bila kataraknya diperkirakan akan
menimbulkan ambliopia.
Tindakan untuk memperbaiki tajam penglihatan ialah pembedahan.
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan seduah mengganggu pekerjaan
sehari-hari. Hasil tindakan pembedahan sangat bergantung pada usia penderita,
bentuk katarak apakah mengenai seluruh lensa atau sebagian lensa apakah disertai
kelainan lain pada saat timbulnya katarak, makin lama lensa menutupi media

iii.

penglihatan menambah kemungkinan ambliopia.


Katarak Senil
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun kadang-kadang pada usia 40 tahun. Perubahan
yang tampak ialah bertambah tebalnya nukleus dengan berkembangnya lapisan
korteks lensa. Secara klinis, proses ketuaan lensa sudah tampak sejak terjadi
pengurangan kekuatan akomodasi lensa akibat mulai terjadinya sklerosis lensa
yang timbul pada usia dekade 4 dalam bentuk keluhan presbiopia.

b. Katarak Menurut Lokasi Kekeruhan4


Dikenal 3 bentuk katarak senil, yaitu katarak nuklear, kortikal, dan subkapsular
i.

posterior.
Katarak Nuklear

Inti

lensa

dewasa

selama

hidup

bertambah besar dan menjadi sklerotik.


Lama kelamaan inti lensa yang mulanya
menjadi putih kekuningan menjadi cokelat
dan

kemudian

menjadi

kehitaman.

Keadaan ini disebut katarak brunesen atau


nigra.
ii.

Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi penyerapan
air sehingga lensa menjadi cembung dan
terjadi miopisasi akibat perubahan indeks
refraksi lensa. Pada keadaan ini penderita
seakan-akan mendapatkan kekuatan baru
untuk melihat dekat pada usia yang
bertambah.

iii.

Katarak Subkapsular Posterior


Katarak subkapsular posterior ini
sering terjadi pada usia yang lebih muda
dibandingkan tipe nuklear dan kortikal.
Katarak ini terletak di lapisan posterior
kortikal dan biasanya axial. Indikasi awal
adalah terlihatnya gambaran halus seperti
pelangi dibawah slit lamp pada lapisan
posterior kortikal. Pada stadium lanjut
terlihat granul dan plak pada korteks subkapsul posterior ini. Gejala yang
dikeluhkan penderita adalah penglihatan yang silau dan penurunan penglihatan
di bawah sinar terang. Dapat juga terjadi penurunan penglihatan pada jarak dekat
dan terkadang beberapa pasien juga mengalami diplopia monokular.

c. Katarak Menurut Derajat Kekeruhan1

Katarak berdasarkan kekeruhan yang sudah terjadi dapat dibedakan menjadi 4


macam, yaitu:
i.
Katarak Insipien
Kekeruhan yang tidak teratur seperti bercak-bercak yang membentuk gerigi
dasar di perifer dan daerah jernih membentuk gerigi dengan dasar di perifer dan
daerah jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya teletak di korteks anterior atau
posterior. Kekeruhan ini pada umumnya hanya tampak bila pupil dilebarkan.
Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia karena indeks refraksi yang tidak
ii.

sama pada semua bagian lensa. Bila dilakukan uji bayangan iris akan positif.
Katarak Imatur
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak
atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang
jernih pada lensa.
Pada stadium ini terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa menjadi
bertambah cembung. Pencembungan lensa ini akan memberikan perubahan
indeks refraksi dimana mata akan menjadi miopik. Kecembungan ini akan
mengakibatkan pendorongan iris ke depan sehingga bilik mata depan akan lebih
sempit.
Pada stadium intumensen ini akan mudah terjadi penyulit glaukoma. Uji
bayangan iris pada keadaan ini positif.

iii.

Katarak Matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama-sama hasil disintegrasi melalui kapsul. Di dalam stadium ini lensa akan
berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan
mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa
berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh karena deposit kalsium. Bila

iv.

dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.


Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks mengkerut dan
berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa dan mencairnya korteks, nukleus
lensa tenggelam ke arah bawah (katarak morgagni). Lensa yang mengecil akan
mengakibatkan bilik mata menjadi dalam. Uji bayangan iris memberikan
gambaran pseudopositif.

Akibat masa lensa yang keluar melalui kapsul lensa dapat menimbulkan
penyulit berupa uveitis fakotoksik atau glaukom fakolitik.
Insipien

Imatur

Matur

Hipermatur

Visus

6/6

(6/6 1/60)

(1/300-1/~)

(1/300-1/~)

Kekeruhan

Ringan

Sebagian

Seluruh

Masif

Cairan Lensa

Normal

Bertambah

Normal

Berkurang

Iris

Normal

Terdorong

Normal

Tremulans

Mata Normal

Dangkal

Normal

Dalam

Bilik Normal

Sempit

Normal

Terbuka

Bilik
Depan
Sudut
Mata

Shadow Test

Negatif

Positif

Negatif

Pseudopositif

Penyulit

Glaukoma

Uveitis

Glaukoma
Tabel 2. Perbedaan derajat kekeruhan katarak1

d. Katarak Menurut Etiologi5


a. Katarak Primer
Katarak primer merupakan katarak yang terjadi karena proses penuaan
atau degenerasi, bukan karena penyebab yang lain, seperti penyakit sistemik atau
metabolik, traumatik, toksik, radiasi dan kelainan kongenital.
b. Katarak Sekunder
1) Katarak Metabolik

Katarak metabolik atau disebut juga katarak akibat penyakit sistemik,


terjadi bilateral karena berbagai gangguan sistemik berikut ini : diabetes
melitus, hipokalsemia (oleh sebab apapun), defisiensi gizi, distrofi miotonik,
dermatitis atopik, galaktosemia, dan sindrom Lowe, Werner, serta Down.
2) Katarak Traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing pada
lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan petasan
merupakan penyebab yang sering; penyebab lain yang lebih jarang adalah
anak panah, batu, kontusio, pajanan berlebih terhadap panas (glassblowers
cataract), dan radiasi pengion. Di dunia industri, tindakan pengamanan
terbaik adalah sepasang kacamata pelindung yang bermutu baik.
Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang
pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueous dan kadang-kadang vitreus
masuk ke dalam struktur lensa. Pasien sering kali adalah pekerja industri yang
pekerjaannya memukulkan baja ke baja lain. Sebagai contoh, potongan kecil
palu baja dapat menembus kornea dan lensa dengan kecepatan yang sangat
tinggi lalu tersangkut di vitreus atau retina.
3) Katarak Komplikata
Penyakit intraokular atau penyakit di bagian tubuh yang lain dapat
menimbulkan

katarak

komplikata.

Penyakit

intraokular

yang

sering

menyebabkan kekeruhan pada lensa ialah iridosiklitis, glukoma, ablasi retina,


miopia tinggi dan lain-lain. Katarak-katarak ini biasanya unilateral.
Pada uveitis, katarak timbul pada subkapsul posterior akibat gangguan
metabolisme lensa bagian belakang. Kekeruhan juga dapat terjadi pada tempat
iris melekat dengan lensa (sinekia posterior) yang dapat berkembang
mengenai seluruh lensa.
Glaukoma pada saat serangan akut dapat mengakibatkan gangguan
keseimbangan cairan lensa subkapsul anterior. Bentuk kekeruhan ini berupa
titik-titik yang tersebar sehingga dinamakan katarak pungtata subkapsular
diseminata anterior atau dapat disebut menurut penemunya katarak Vogt.
Katarak ini bersifat reversibel dan dapat hilang bila tekanan bola mata sudah
terkontrol.
Ablasio dan miopia tinggi juga dapat menimbulkan katarak komplikata.
Pada katarak komplikata yang mengenai satu mata dilakukan tindakan bedah

bila kekeruhannya sudah mengenai seluruh bagian lensa atau bila penderita
memerlukan penglihatan binokular atau kosmetik.
Jenis tindakan yang dilakukan ekstraksi linear atau ekstraksi lensa
ekstrakapsular. Iridektomi total lebih baik dilakukan dari pada iridektomi
perifer.
Katarak yang berhubungan dengan penyakit umum mengenai kedua mata,
walaupun kadang-kadang tidak bersamaan. Katrak ini biasanya btimbul pada
usia yang lebih muda. Kelainan umum yang dapat menimbulkan katarak
adalah diabetes melitus, hipoparatiroid, miotonia distrofia, tetani infantil dan
lain-lain.
Diabetes melitus menimbulkan katarak yang memberikan gambaran khas
yaitu kekeruhan yang tersebar halus seperti tebaran kapas di dalam masa
lensa.
Pada hipoparatiroid akan terlihat kekeruhan yang mulai pada dataran
belakang lensa, sedang pada penyakit umum lain akan terlihat tanda
degenerasi pada lensa yang mengenai seluruh lapis lensa.
4) Katarak Toksik
Katarak toksik atau disebut juga katarak terinduksi obat, seperti obat
kortikosteroid sistemik ataupun topikal yang diberikan dalam waktu lama,
ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol, antikolinesterase, klorpromazin,
miotik, busulfan. Obat-obat tersebut dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan
lensa.
5) Katarak Ikutan (membran sekunder)
Katarak ikutan merupakan kekeruhan kapsul posterior yang terjadi setelah
ekstraksi katarak ekstrakapsular akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada
sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari
pasca ekstraksi ektrakapsular. Epitel lensa subkapsular yang tersisa mungkin
menginduksi regenerasi serat-serat lensa, memberikan gambaran telur ikan
pada kapsul posterior (mutiara Elschnig). Lapisan epitel berproliferasi tersebut
dapat membentuk banyak lapisan dan menimbulkan kekeruhan yang jelas.
Sel-sel ini mungkin juga mengalami diferensiasi miofibroblastik. Kontraksi
serat-serat tersebut menimbulkan banyak kerutan kecil di kapsulposterior,
yang menimbulkan distorsi penglihatan. Semua faktor ini dapat menyebabkan
penurunan ketajaman penglihatan setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular.

Katarak ikutan merupakan suatu masalah besar pada hampir semua pasien
pediatrik, kecuali bila kapsul posterior dan vitreus anterior diangkat pada saat
operasi. Dulu, hingga setengah dari semua pasien dewasa mengalami
kekeruhan

kapsul

posterior

setelah

mengalami

ekstraksi

katarak

ekstrakapsular. Namun, tehnik bedah yang semakin berkembang dan materi


lensa intraokular yang baru mampu mengurangi insiden kekeruhan kapsul
posterior secara nyata.
E. GEJALA KLINIS
Katarak biasanya terbentuk secara perlahan sehingga terkadang gejala yang
timbul tidak dirasakan oleh penderitanya. Gejala yang sering dikeluhakan oleh penderita
katarak antara lain:
Penglihatan berawan, kabur atau berkabut
Lebih nyaman saat melihat jarak dekat
Perubahan persepsi warna
Fotosensitif baik pada malam hari maupun siang hari
Penglihatan ganda (double vision)
Perubahan ukuran kacamata yang signifikan5

F. PATOFISIOLOGI
Semakin bertambah usia lensa, maka akan semakin tebal dan berat sementara
daya akomodasinya semakin melemah. Ketika lapisan kortikal bertambah dalam pola
yang konsentris, nukleus sentral tertekan dan mengeras, disebut nuklear sklerosis. Ada
banyak mekanisme yang memberi kontribusi dalam progresifitas kekeruhan lensa. Epitel
lensa berubah seiring bertambahnya usia, terutama dalam hal penurunan densitas
(kepadatan) sel epitelial dan penyimpangan diferensiasi sel serat lensa (lens fiber cells).
Walaupun epitel lensa yang mengalami katarak menunjukkan angka kematian apoptotik
yang rendah, akumulasi dari serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan
gangguan pembentukan serat lensa dan homeostasis dan akhirnya mengakibatkan
hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh lagi, dengan bertambahnya usia lensa, penurunan

rasio air dan mungkin metabolit larut air dengan berat molekul rendah dapat memasuki
sel pada nukleus lensa melalui epitelium dan korteks yang terjadi dengan penurunan
transport air, nutrien dan antioksidan. Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa akibat
pertambahan usia mengarahkan pada terjadinya katarak senilis.6,7
Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik lensa dengan berat
molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul tinggi larut air, fase tak larut
air dan matriks protein membran tak larut air. Hasil perubahan protein menyebabkan
fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks refraksi lensa, menyebarkan jaras-jaras cahaya dan
menurunkan kejernihan. Area lain yang sedang diteliti meliputi peran dari nutrisi pada
perkembangan katarak secara khusus keterlibatan dari glukosa dan mineral serta
vitamin.8,9
Selain dari itu, terdapat juga teori free radical, dimana free radical terbentuk jika
terjadi reaksi intermediate reaktif kuat. Free radical mengakibatkan degenerasi molekul
normal, dan dapat dinetralisir oleh vitamin E dan antioksidan. Teori Across-Link dari para
ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan asam nukleat dan molekul protein sehingga
terjadi gangguan fungsi.1,10
Faktor resiko katarak:
Usia (penuaan)
Paparan sinar UV
Infeksi intrauterine
Trauma
Metabolik (DM)

Perubahan struktur korteks

Kerusakan sel-sel korteks

Hidrasi sel-sel lensa

Kepadatan lensa berkurang

Sinar sejajar masuk


G. DIAGNOSIS
Tidak bisa difokuskan

Penurunan visus penglihatan

Lensa menjadi keruh

Diagnosa katarak dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakitpenyakit yang menyertai. Penyakit seperti Diabetes Mellitus dapat menyebabkan
perdarahan perioperatif sehingga perlu dideteksi secara dini dan bisa dikontrol sebelum
operasi.
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler dapat
memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi
dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan.
Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan
teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat
zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya
trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Kemudian
lakukan pemeriksaan shadow test untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain
itu, pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari integritas bagian
belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan retina dapat menilai gangguan
penglihatan.4

H. PROGNOSIS
Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan
tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak dewasa. Adanya ambliopia dan kadangkadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian penglihatan pada
kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi
paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital
bilateral inkomplit yang progresif lambat.
Sedangkan pada katarak senilis jika katarak dapat dengan cepat terdeteksi serta
mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak yang tepat maka 95 % penderita dapat
melihat kembali dengan normal

GLAUKOMA

Definisi
Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan pencekungan
cupping diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang disertai dengan peningkatan
tekanan intraokuler yang merupakan faktor resiko terjadinya glaukoma. Mekanisme peningkatan
tekanan intraokuler pada glaukoma dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar humor aquos.
Fisiologi Humor Aquos
Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aquos dan tahanan
terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aquos merupakan cairan jernih yang mengisi kamera
okuli anterior dan posterior. Volume humor aquos sekitar 250 L, dan kecepatan
pembentukannya 2,5 L/menit. Komposisi humor aquos hampir sama dengan komposisi plasma,
yaitu mengandung askorbat, piruvat, laktat, protein, dan glukosa.
Patofisiologi Glaukoma
Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena adanya apoptosis sel ganglion retina
yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya
akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cawan
optik.Kerusakan saraf dapat dipengaruhi oleh peningkatan tekanan intraokuler. Semakin tinggi
tekanan intraokuler semakin besar kerusakan saraf pada bola mata. Pada bola mata normal
tekanan intraokuler memiliki kisaran 10-22 mmHg.
Tekanan intraokuler pada glaukoma sudut tertutup akut dapat mencapai 60-80 mmHg,
sehingga dapat menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai dengan edema
kornea dan kerusakan nervus optikus

Klasifikasi Glaukoma
Glaukoma Primer
a. Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Glaukoma sudut terbuka primer terdapat kecenderungan familial yang kuat. Gambaran
patologi utama berupa proses degeneratif trabekular meshwork sehingga dapat mengakibatkan
penurunan drainase humor aquos yang menyebabkan peningkatan takanan intraokuler. Pada 99%
penderita glaukoma primer sudut terbuka terdapat hambatan pengeluaran humor aquos pada
sistem trabekulum dan kanalis schlemm.
b. Glaukoma Sudut Tertutup Primer
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis tanpa
ada kelainan lainnya. Adanya peningkatan tekanan intraokuler karena sumbatan aliran keluar
humor aquos akibat oklusi trabekular meshwork oleh iris perifer.
Glaukoma Sekunder
Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder merupakan manifestasi dari
penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata dan paling sering disebabkan oleh
uveitis.
Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan
perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital seringkali diturunkan . Pada
glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora dapat juga berupa fotofobia serta
peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma kongenital terbagi atas glaukoma kongenital primer
(kelainan pada sudut kamera okuli anterior), anomali perkembangan segmen anterior, dan
kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom Lowe, sindom Sturge-Weber dan rubela
kongenital).

Penilaian Glaukoma
Tonometri
Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang menggunakan alat
berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat mempengaruhi biasnya penilaian tergantung pada
ketebalan kornea masing-masing individu. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan
intraokuler yang di hasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea
pasien tekanan intraokuler bola mata juga rendah.
Tonometer yang banyak digunakan adalah tonometer Schiotz karena cukup sederhana,
praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi alat mudah dan tanpa komponen elektrik.
Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar 10-22 mmHg. Pada usia lanjut rentang tekanan
normal lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg.
Pada glaukoma sudut terbuka primer , 32-50% pasien ditemukan dengan tekanan intraokuler
yang normal pada saat pertama kali diperiksa.
Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di bagian tengahnya. Pada pasien
glaukoma terdapat pembesaran cawan optik atau pencekungan sehingga tidak dapat terlihat saraf
pada bagian tepinya.
Pemeriksaan Lapangan Pandang
Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30 derajat lapangan
pandang bagian central. Cara pemeriksaan lapangan pandang dapat menggunakan automated
perimeter.
Gonioskopi

Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan lensa khusus untuk
melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi secara diagnostik dapat membantu
mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut kamera okuli anterior.

RETINOPATI
Retinopati

merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan radang. Akan

dibicarakan kelianan retina yang berubungan dengan penurunan penglihtan seperti retinopati
berdasarkan etiologinya.
Cotton wool patches merupakan gambaran eksudat pada retina akibat penyumbatan arteri
prepapil sehingga terjadi daerah nonperfusi di dalam retina.
Retinopati anemia
Pada anemia dapat dilihat perubahan perdarahan dalam dan superfisial, termasuk edema
papil.
Gejala retina ini diakibatkan anoksia berat yang terjadi pada anemia. Anoksia kan
mengakibatkan infark retina sehingga tidak jarang ditemukan pula suatau bercak eksudat kapas.
Makin berat anemia akan terjadi kelainan retina yang berat.
Retinopati diabetes
Retinopati diabetes adalah kelainan retina yang ditemuka oada penderita diabtes mellitus.
Retinopati akibat diabetes mellitus lama beruoa aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan
eksudat lemak.
Klasifikasi Retinopati Diabetes
a) Retinopati Diabetes non proliferatif / NPDR (Non proliferative diabetik retinopathy)
adalah suatu mirkoangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluhpembuluh halus. Kebanyakan orang dengan NPDR tidak mengalami gejala atau dengan gejala
yang minimal pada fase sebelum masa dimana telah tampak lesi vaskuler melalui ophtalmoskopi.
b) Retinopati Diabetes Proliferatif / PDR

Penyulit mata yang paling parah pada diabetes melitus adalah retinopati diabetes proliferatif,
karena retina yang sudah iskemik atau pucat tersebut bereaksi dengan membentuk pembuluh
darah baru yang abnormal (neovaskuler). Neovaskuler atau pembuluh darah liar ini merupakan
ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah pecah sehingga sewaktu-waktu dapat berdarah kedalam
badan kaca yang mengisi rongga mata, menyebabkan pasien mengeluh melihat floater (bayangan
Keadaan yang dapat memperberat Retinopati Diabetes :
a) Pada Diabetes juvenile yang insulin dependent dan kehamilan dapat merangsang timbulnya
perdarahan dan proliferasi.
b) Arteriosklerosis dan proses menua pembuluh-pembuluh darah memperburuk prognosis.
c) Hiperlipoproteinnemi diduga mempercepat perjalanan dan progresifitas kelainan dengan cara
mempengaruhi arteriosklerosis dan kelainan hemobiologik.
d) Hipertensi arteri, memperburuk prognosis terutama pada penderita usia tua.
e) Hipoglikemia atau trauma dapat menimbulkan perdarahan retina yang mendadak.
Retinopati hipertensi
merupakan kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah.
Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada
sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi
adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau nicking arteriovenosa,
perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema
papilla
Epidemiologi
Sejak tahun 1990, beberapa penelitian epidemiologi telah dilakukan pada sekelompok populasi
penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi. Dan didapatkan bahwa kelainan ini
banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas. Prevalensi retinopati hipertensi bervariasi antara

2%-15%. Data ini berbeda dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham
Eye Study yang mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%.
Tabel 1.2 klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology

Stadium

Karakteristik

Tidak
Stadium 0 Stadium I Stadium II
Stadium III

ada

perubahan

Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi


Penyempitan

yang

jelas

dengan

kelainan

fokal

Stadium II disertai perdarahan retina dan/atau eksudat


Stadium IV
Stadium III disertai papiledema

Diagnosis
retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien
lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan
untuk membantu menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk
menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi.

RETINITIS PIGMENTOSA
Retinitis Pigmentosa atau yang dikenal dengan singkatan RP adalah sekelompok kondisi
mata yang mempengaruhi retina atau lapisan sel-sel saraf yang berada dibelakang mata.
Ada dua macam sel saraf utama pada retina, yaitu sel yang berbentuk kerucut (cone cells) dan sel
berbentuk batang (rod cells) . Pusat retina (macula) didominasi oleh sel berbentuk kerucut,
sebagai pusat penglihatan (membaca), dan penglihatan warna. Sedangkan sel berbentuk batang
(rod cells) tersebar di retina mengarah ke tepi luar , berguna untuk penglihatan dimalam hari dan
penglihatan samping.
Pada penderita RP, sel batang secara bertahap, lambat maupun cepat, kemampuannya makin
berkurang, dan akhirnya sel kerucutpun kemampuannya akan makin berkurang pula, hingga
mengakibatkan kebutaan karena sel-sel tersebut sudah tidak mampu bekerja lagi.
Gejalanya

Penglihatan pada malam hari makin berkurang dan makin sukar melihat

Kehilangan penglihatan samping kiri dan kanan

Biasanya sudah dimulai sejak usia dini


Penyebabnya Tidak banyak diketahui mengenai penyebab RP sampai saat ini, kecuali sebagai
penyakit keturunan (genetik).
Apabila sifat genetik dominan, RP akan diturunkan kepada anak untuk kondisi orang tuanya
menderita RP. Sedangkan bila sifat genetik resesif akan bisa muncul pada beberapa generasi
kemudian.
Hal ini berarti, walaupun bapak dan ibu tidak menderita Retinitis Pigmentosa, anda masih
memungkinkan menderita penyakit mata tersebut, bila paling sedikit satu orang tua membawa
satu gen perubah yang terkait dengan sifatnya.
Bila sifatnya dominan, akan lebih mungkin muncul pada usia 40-an. Bila sifatnya resesif
kecenderungan muncul pada usia 20-an.
Ditengarai 1 dalam 3500 orang di Amerika Serikat menderita Retinitis Pigmentosa.

Pemeriksaan Mata untuk Retinopati Pigmentosa

Ketajaman Penglihatan

Membaca huruf sambil duduk dikursi pada jarak tertentu.

Bidang Penglihatan
Mengukur bidang penglihatan seseorang, dengan membawa masuk lampu dari samping ke layar
gambar, secara perlahan bergerak ke pusat penglihatan. Pasien akan menekan tombol begitu
melihat cahaya. Pasien penderita RP akan melihat gambar seperti melalui lubang sedotan (lihat
gambar).

Foto Fundus
Menggunakan kamera khusus, dokter anda akan mengambil foto fundus, atau bagian belakang
mata. Pemeriksaan ini relatif cepat, namun membutuhkan mata dibuka lebar.
Gambar fundus dibawah, menunjukkan seorang yang penglihatannya normal dan seorang yang
menderita RP.

DAFTARPUSTAKA
1. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.
2. Ilham.2006.Epidemiologi Katarak, Available at:
http://www.scribd.com/doc/20283414/EPIDEMIOLOGI-KATARAK.
3. Bashour M, Roy H. Congenital Cataract. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1210837-clinical#showall.
4. Cataract Surgery. Available at: http://www.webmd.com/eye-health/cataracts/extracapsularsurgery-for-cataracts.
5. Riordan,Whitcher. Oftalmologi Umum, edisi ke-17. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran ECG,
2015 .

Anda mungkin juga menyukai