Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FIQIH MUAMALAH

KONSEP PERJANJIAN (AKAD )


Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah
Fiqh Muamalah

Dosen Pengampu : Ahmad Hazas Syarif,S.E.I.,M.E.I

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Aditya Irawan

: 1551010007

Imas Nurhasanah

: 1551010196

Qodariyah Mawaddah

: 1551010098

PRODI/KLS/SMT : Ekonomi Islam/G/III

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG

KATA PENGANTAR
1

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih


lagi Maha Penyang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Fiqh Muamalah yang berjudul Konsep Perjanjian
(Akad)
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar

pembuatan

makalah

ini.

Untuk

itu

kami

menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang


telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Akhlak
Konsep

Perjanjian

(Akad)

ini

dapat

memberikan

manfaat

maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bandar Lampung,

Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN................................................i
KATA PENGANTAR...............................................ii
DAFTAR ISI.........................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................1
C. Tujuan Masalah..................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Perjanjian (Akad).............................2
B. Rukun Perjanjian (Akad)....................................3
C. Syarat syarat Akad.............................................................6
D. Macam macam Aqad..........................................................7
E. Berakhirnya Suatu Akad .......................................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................12
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri
dan memerlukan bantuan dari orang lain dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam,
sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk
memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain.
Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam
memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan
hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses
untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi
kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk
berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakan
sesuatu yang sudah ditakdirkan oleh Allah karena itu merupakan
kebutuhan sosial sejak manusia mulai mengenal arti hak milik.
Islam memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk
dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembahasan fiqih, akad atau kontrak yang dapat
digunakan bertransaksi sangat beragam, sesuai dengan
karakteristik dan spesifikasi kebutuhan yang ada. Oleh karena
itu, makalah ini disusun untuk membahas mengenai berbagai hal
yang terkait dengan akad dalam pelaksanaan muamalah di
dalam kehidupan kita sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Perjanjian (Akad)
2. Rukun Perjanjian (Akad)
3. Syarat syarat Perjanjian (Akad)
4. Macam macam Perjanjian (Akad)
5. Batal / berakhirnya Perjanjian (Akad)
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian perjanjian (akad)
2. Mengetahui apa saja rukun perjanjian (akad)
3. Untuk mengetahui syarat syarat perjanjian (akad)
4. Mengetahui macam macam perjanjian (akad)
5. Untuk mengetahui bagaimana batal / berakhirnya
perjanjian (akad)

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perjanjian (Akad)
Menurut

bahasa,

akad

mempunyai

arti

perikatan,

perjanjian, dan permufakatan. Secara terminologi fiqh, akad ialah


pertalian

ijab

(pernyataan

melakukan

ikatan

dan

qabul

(pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat


yang berpengaruh pada objek perikatan. Jamak dari kata akad
(aqd) adalah uqud, sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Almaidah (5) : 1.

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad


itu1. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang
akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan
tidak

menghalalkan

mengerjakan

haji.

berburu

ketika

Sesungguhnya

kamu

Allah

sedang

menetapkan

hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.


Berikut ini beberapa pengertian akad menurut para ahli :
1. Menurut Al- Qasimi, akad ialah perjanjian Allah yang
diterapkan pada hamba Nya dan wajib dilaksanakan oleh
setiap mukallaf.
1 Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan
Perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.

2. Ibnu Abbas berpendapat bahwa akad ialah perjanjian yang


telah dihalalkan, diharamkan, atau difardhukan. Batas
batasnya telah terinci dalam Al- quran.
3. Zaid bin Aslam mengatakan bahwa aka dada enam, yaitu
perjanjian Allah, akad sumpah, akad syirkah, akad nikah,
akad nazar, dan akad perdagangan.
4. Menurut Abdullah bin Sinan, akad identik dengan al
uhud, yaitu perjanjian yang ditetapkan oleh Allah dalam
Al-quran , seperti mengamalkan perintah-Nya, menjauhi
larangan-Nya dan menepati perjanjian dengan sesame
manusia, termasukdengan orang orang musyrik.2
setiap aqdi (persetujuan ) mencakup tiga tahap, yaitu :
a. Perjanjian (ahdu),
b. Persetujuan dua buahperjanjian atau lebih, dan
c. Perikatan (aqdu).3
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa akad ialah
kesepakatan dua belah pihak yang mengharuskan masing
masing yang bersepakat untuk melaksanakan sesuatu ketetapan
yang telah di sepakatinya.

B. Rukun Perjanjian (Akad)


Setelah diketahui bahwa akad merupakan suatu perbuatan
yang sengaja disepakati oleh kedua belah pihak berdasarkan
keridhaan masing-masing, maka timbul bagi kedua belah pihak
haq dan iltijam yang diwujudkan oleh akad. Rukun rukun akad
antara lain :

2 Ahsin W. alhafidz,kamus fiqh, (Jakarta:Amzah,2013),hlm.11


3 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011),hlm.45

1. Aqid ialah orang yang berakad, terkadang masing


masing pihak terdiri dari satu orang, terkadang terdiri dari
beberapa orang, misalnya penjual dan pembeli beras
dipasar biasanya masing masing pihak satu orang, ahli
waris sepakat untuk memberikan sesuatu kepada pihak
yang lain yang terdiri dari beberapa orang. Seseorang yang
berakad terkadang orang yang memiliki haq (aqid ashli )
dan terkadang merupakan wakil dari yang memiliki haq.
2. Maqud alaih ialah benda benda yang diakadkan, seperti
benda benda yang dijual dalam akad jual beli, dalam
akad hibbah (pemberian), dalam akad gadai, utang yang
dijamin seseorang dalam akad kafalah.
3. Maudhu alaqd ialah tujuan atau

maksud

pokok

mengadakan akad. Berbeda akad, maka berbedalah tujuan


pokok akad. Dalam akad jual beli tujuan pokoknya ialah
memindahkan barang dari penjual kepada pembeli dengan
member ganti. Tujuan akad hibah ialah memindahkan
barang dari pemberi kepada yang diberi untuk dimilikinya
tanpa ada pengganti (iwadh). Tujuan pokok akad ijarah
ialah memberikan manfaat dengan adanya pengganti.
Tujuan pokok iarah adalah memberikan manfaat dari
seseorang kepada orang lain tanpa pengganti.
4. Shighat alaqd ialah ijab dan qabul, ijab ialah permulaan
penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad
sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad,
sedangkan qabul ialah perkataan yang keluar dari pihak
beraqad

pula,

yang

diucapkan

setelah

adanya

ijab.

Pengertian ijab qabul dalam pengamalan dewasa ini ialah


bertukarnya sesuatu dengan yang lain sehingga penjual
dan pembeli dalam membeli sesuatu terkadang tidak
berhadapan,

misalnya

seseorang

yang

berlangganan

majalah panjimas, pembeli mengirimkan uang melalui pos

wesel

dan

pembeli

menerima

majalah

tersebut

dari

petugas pos.4
Menurut jumhur fuqaha, rukun akad terdiri atas :
1. Al- Aqidain, yakni para pihak yang langsung terlibat oleh
akad
2. Mahallul akad, yakni objek akad, yaitu sesuatu yang
hendak diakadkan
3. Sighat akad, pernyataan kalimat akad yang lazimnya
dilaksanakan melalui pernyataan ijab dan qabul.5
Adapun hal hal yang harus diperhatikan dalam shighat al-aqd
(akad) antara lain :
a. Shighat al-aqd harus jelas pengertiannya, misalnya Aku
serahkan

benda

ini

kepadamu

sebagai

hadiah

atau

pemberianya.
b. Harus bersesuaian antara ijab dan qabul. Tidak boleh
antara yang berijab dan yang menerima berbeda lafadz,
misalnya seseorang berkata, Aku serahkan benda ini
kepadamu sebagai titipan, tetapi yang mengucapkan
qabul berkata, Aku terima benda ini sebagai pemberian.
Adanya

kesimpangsiuran

dalm

ijab

dan

qabul

akan

menimbulkan persengketaan yang dilarang oleh agama


islam

karena

manusia.
c. Menggambarkan

bertentangan
kesungguhan

dengan

kemauan

dari

ishlah

diantara

pihak-pihak

yang

bersangkutan, tidak terpaksa, atau tidak karena diancam atau ditakut


takuti oleh orang lain karena dalam tijarah harus saling ridha.
Selain menggunakan lisan untuk berakad, tetapi ada juga cara
lain yang dapat menggambarkan kehendak untuk berakad. Para
4 Ibid,hlm. 47
5 https://www.scribd.com/doc/194949138/jurnal-fiqih

ulama menerangkan beberapa yang ditempuh dalam akad


diantaranya :
a. Dengan cara tulisan (kitabah), misalnya dua aqid berjauhan tempatnya,
maka ijab qabul boleh dengan cara kitabah. Atas dasar inilahpara fuqaha
membentuk kaidah :
Tulisan itu sama dengan ucapan. Dengan ketentuan kitabah tersebut
dapat dipahami kedua belah pihak dengan jelas.
b. Isyarat, bagi orang tertentu akad atau ijab qabul tidak dapat dilaksanakan
dengan tulisan maupun lisan, misalnya pada orang bisu yang tidak bisa
mengadakan ijab qabul dengan bahasa, dan orang yang tidak pandai tulis
baca tidak mampu mengadakan ijab qabul dengan tulisan. Maka orang
tersebut tidak dapat mengadakan ijab qabul dengan lisan maupun tulisan.
Maka Kabul atau akad dapat dilakukan dengan menggunakan isyarat.
Maka dibuatlah sebuah kaidah : isyarat bagi orang bisu sama dengan
ucapan lidah.
c. Taathi (saling memberi), seperti seseorang yang melakukan pemberian
kepada seseorang dan orang tersebut memberikan imban kepada yang
memberi tanpa ditentukan besar imbalan. Sebagai contoh seorang pengail
ikan sering memberikan ikan hasil pancinganya kepada seorang petani,
petani tersebut memberikan beberapa liter beras kepada pengail yang
memberikan ikan, tanpa disebutkan besar imbalan yang dikehendaki oleh
pemberi ikan. Namun dalam proses taathi ini menurut sebagian ulama,
jual beli seperti itu tidak dibenarkan.
d. Lisan al hal, menurut Menurut sebagian ulama, apabila seseorang
meninggalkan barang-barang dihadapan orang lain kemudian dia pergi dan
orang yang ditinggali barang-barang itu berdiam diri saja, hal itu
dipandang telah ada akad ida (titipan) antara orang yang meletakkan
barang dengan yang mengahadapi letakan barang titipan dengan jalan
dalat al-hal.6
C. Syarat syarat Akad

6 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..,hlm.49

Dalam proses pembentuk suatu akad, mempunyai yang yang wajib


dilakukan. Syarat syarat itu di bagi menjadi dua, diantaranya :
1. Syarat-syarat ang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna
wujudnya dalam berbagai akad. Adapun syarat syarat umum yang harus
dipenuhi dalam berbagai macam akad antara lain :
a. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli), maka akad
orang tidak cakap (orang gila, orang yang berada dibawah pengampuan
(mahjur) karena boros dan lainnya akadnya tidak sah.
b. Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
c. Akad itu diijinkan oleh syara, dilakukan oleh orang yang mempunyai
hak melakukannya, walaupun dia bukan akid yang memiliki barang.
d. Akad bukan jenis akad yang dilarang.
e. Akad dapat memberi faedah.
f. Ijab harus berjalan terus, maka ijab tidak sah apabila ijab tersebut
dibatalkan sebelum adanya qobul.
g. Ijab dan qobul harus bersambung, jika seseorang melakukan ijab dan
berpisah sebelum terjadinya qobul, maka ijab yang demikian dianggap
tidak sah.
2. Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya
wajib ada dalam sebagian akad. Syarat khusus ini juga disebut dengan
idhafi (tambahan) yang harus ada disamping syarat-syarat yang umum,
seperti

syarat

D. Macam macam Aqad


7 Ibid,hlm.50

adanya

saksi

dalam

pernikahan.

Setelah dijelaskan apa saja syarat syarat akad, maka pada bagian ini akan
dijelaskan apa saja macam macam akad.
1. Aqad Munjiz, yaitu akd yang dilaksanakan langsung pada waktu
selesainya akad. Pernyataannya akad yang diikuti dengan pelaksanaan
akad ialah pernyataan yang tidak disertai dengan syarat syarat dan tidak
pula ditentukan waktu pelaksanaan setelah adanya akad.
2. Aqad Mualaq ialah akad yang didalam pelaksanaannya terdapat syarat
syarat yang telah ditentukan dalam akad, misalnya penentuan penyerahan
barang barang yang diakadkan setelah adanya pembayaran.
3. Aqad Mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat
syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang
pelaksanaanya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan. Perkataan ini
sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum
sebelum tibanya waktu yang telah ditentukan.
Perwujudan akad tampak nyata pada dua keadaan berikut.
1. Dalam keadaan muwadhaah (taljiah), yaitu kesepakatan dua orang secara
rahasia untuk mengumumkan apa yang tidak sebenarnya. Hal ini ada tiga
bentuk seperti dibawah ini.
a. Bersepakat secara rahasia sebelum melakukan akad, bahwa mereka
berdua akan mengadakan jual beli atau yang lainya secara lahiriah
saja untuk menimbulkan sangkaan orang lain bahwa benda tersebut
telah dijual, misalnya menjual harta untuk menghindari penguasa
yang zalim atau penjualan harta untuk menghindari pembayaran
utang. Hal ini disebut mutawadhah pada asal akad.
b. Muawadlah terhadap benda yang digunakan untuk akad, misalnya
dua orang bersepakat menyebut mahar dalam jumlah yang besar
dihadapan naib, wali pengantin laki laki dan wali pengantin
wanita sepakat untuk menyebut dalam jumlah yang besar,
sedangkan mereka sebenarnya telah sepakat pada jumlah yang
lebih kecil dari jumlah yang disebutkan dihadapan naib, hal ini
disebut juga muwadhaah fi al-badal.

c. Muwadlah pada pelaku (isim mustaar), ialah seseorang yang


secara lahiriah membeli sesuatu atas namanya sendiri, secara
btiniah untuk keperluan orang lain.
2. Hazl, ialah uacapan ucapan yang dikatakan secara main main,
mengolok olok (istihza) yang tidak dikehendaki adanya akibat hukum
dari akad tersebut. Hazl berwujud beberapa bentuk, antara lain
muwadhaah yang terlebih dulu dijanjikan, seperti kesepakatan dua orang
yang melakukan akad bahwa akad itu hanya main main, atau disebutkan
dalam akad, seperti seseorang berkata buku ini pura pura saya jual
kepada anda atau dengan cara cara lain yang menunjukkan adanya
karinah hazl.
Kecederaan kecederaan kehendak disebabkan hal hal berikut.
Ikrah, cacat yang terjadi pada keridhaan.
Khilabah ialah bujukan yang membuatseseorang menjual suatu

benda, terjadi pada akad.


Ghalath ialah persangkaan yang salah, misalnya seseorang membeli
sebuah motor, ia menyangka motor tersebut mesinya masih normal,
tetapi sebenarnya motor tersebut telah turun mesin.

Selain akad munjiz, mualaq, dan mudhaf, macam macam akad beraneka
ragam tergantung dari sudut tinjauanya. Karena ada perbedaan perbedaan
tinjauan, akad akan ditinjau dari segi segi berikut.
1. Ada dan tidaknya qismah pada akad, maka akad terbagi dua bagian :
a. Akad musammah, yaitu akad yang telah ditetapkan syara dan telah
ada hukum hukumnya, seperti jual beli, hibah, dan ijarah.
b. Akad ghair musammah ialah akad yang belum ditetapkan oleh syara
dan belum ditetapkan hukum hukumnya.
2. Disyariatkan dan tidaknya akad, ditinjau dari segi ini akad terbagi dua
bagian yakni akad musyaraah dan akad mamnuah.
3. Sah dan batalnya akad, ditinjau dari segi ini akad terbagi dua :
a. Akad shahihah, yaitu akad- akad yang mencakupi persyaratanya,
baik syarat yang khusus maupun syarat yang umum.
b. Akad fasihah, yaitu akad akad yang cacat atau cedera karena
kurang salah satu syarat syaratnya, baik syarat umum maupun
syarat khusus, seperti nikah tanpa wali.

4. Sifat bendanya, ditinjau dari sifat ini benda akad terbagi dua :
a. Akad ainiyah, yaitu akad yang disyaratkan dengan penyerahan
barang barang seperti jual beli.
b. Akad ghair ainiyah yaitu akad yang tidak disertai dengan
penyerahan barang barang , karena tanpa penyerahan brang
barang pun akada sudah berhasil, seperti akad amanah.
5. Cara melakukanya, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian :
a. Akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti akad
pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali, dan petugas pencatat nikah.
b. Akad ridhaiyah, yaitu akad akad yang dilakukan tanpa upacara
tertentu dan terjadi karena keridhaan dua belah pihak, seperti akad
pada umumnya.
6. Berlaku dan tidaknya akad, dari segi ini akad dibagi
menjadi dua :
a. Akad nafidzah yaitu akad yang bebas atau terlepas
dari penghalang penghalang akad.
b. Akad mauqufah yaitu akad akad yang berkaitan
dengan

persetujuan

persetujuan,

seperti

akad

fudhuli (akad yang berlaku setelah disetujui pemilik


harta.
7. Luzum dan dapat dibatalkanya, dari segi ini akad dapat
dibagi empat yakni : Akad lazim yang menjadi hak kedua
belah pihak yang tidak dapat dipindahkan ; akad lazim
yang

menjadi

hak

kedua

belah

pihak

dan

dapat

dipindahkan dan dirusakkan ; akad lazim yang menjadi hak


salah satu pihak ; akad lazimah yang menjadi hak dua
belah pihak tanpa menunggu persetujuan salah satu pihak.
8. Tukar menukar hak, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga
bagian :
a. Akad muawadlah, yaitu akad yang berlaku atas dasar
timbale balik seperti jual beli.
b. Akad labarruat, yaitu akad akad yang berlaku atas
dasar pemberian dan pertolongan, seperti hibah.
c. Akad yang tabaruat pada awalnya dan menjadi akad
muawadhah
kafalah.

pada

akhirnya

seperti

qaradh

dan

9. Harus dibayar ganti dan tidaknya, dari segi ini akad dibagi
menjadi tiga bagian :
a. Akad dhaman, yaitu akad yang menjadi tanggung
jawab pihak kedua sesudah benda benda itu diterima
seperti qaradh.
b. Akad amanah yaitu tanggung jawab kerusakan oleh
pemilik benda, bukan oleh yang memegang barang,
seperti titipan.
c. Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsure, salah
satu segi merupakan dhaman, menurut segi yang lain
10.

merupakan amanah, seperti gadai.


Tujuan akad, dari segi tujuanya akad dapat dibagi

menjadi lima golongan :


a. Bertujuan tamlik, seperti jual beli.
b. Bertujuan
untuk
mengadakan

11.

usaha

bersama

(perkongsian) seperti syirkah dan mudharabah.


c. Bertujuan memperkokoh kepercayaan.
d. Bertujuan menyerahkan kekuasaan.
e. Bertujuan mengadakan pemeliharaan.
Faur dan istimrar, dari segi ini akad dibagi menjadi

dua bagian :
a. Akad fauriyah

yaitu

akad

akad

yang

dalam

pelaksanaannya tidak memerlukan waktu yang lama,


pelaksanaan akad hanya sebentar saja, seperti jual
beli.
b. Akad istimrar disebut pula akad zamaniyah, yaitu
12.

hukum akad terus berjalan , seperti irah.


Asliyah dan thabiiyah, dari segi ini akad dibagi

menjadi dua bagian :


a. Akad asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa
memerlukan adanya sesuatu dari yang lain, seperti
jual beli dan Irah.
b. Akad thahiiyah yaitu

akad

yang

membutuhkan

adanya yang lain, seperti adanya rahn tidak dilakukan


bila tidak ada utang.8
E. Berakhirnya Suatu Akad
8 Ibid,hlm.50-55

Ulama fikih menyatakan bahwa suatu akad akan berakhirnya apabila


terjadi hal hal berikut ini :
1.

Berakhirnya masa berlaku akad, apabila akad itu memiliki tenggang

waktu
2. Dibatalkan oleh pihak pihak yang berakad, apabila akad itu mengikat
3. Akad yang bersifat mengikat akan berakhir apabila akad itu fasid, berlaku
khiyar syarat dan khiyar aib, dan akad itu tidak dilaksanakan oleh salah
satu pihak yang berakad.
4. Serta salah satu pihak yang berakad meninggal.9

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa akad ialah
kesepakatan dua belah pihak yang mengharuskan masing
masing yang bersepakat untuk melaksanakan sesuatu ketetapan
yang telah di sepakatinya. Rukun- rukun akad ialah Aqid,
Maqud, Maudhu alaqd,dan Shighat alaqd. Syarat- syarat akad
yaitu :

9 Hasan M. Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam : Fiqih Muamalat,


Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003,hlm.112

1. Syarat-syarat ang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna


wujudnya dalam berbagai akad.
2. Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya
wajib ada dalam sebagian akad.
Macam macam akad yaitu :
Aqad Munjiz,
Aqad Mualaq
Aqad Mudhaf
Ulama fikih menyatakan bahwa suatu akad akan berakhirnya apabila
terjadi hal hal berikut ini :
Berakhirnya masa berlaku akad, apabila akad itu memiliki tenggang waktu

Dibatalkan oleh pihak pihak yang

berakad, apabila akad itu mengikat


Akad yang bersifat mengikat akan berakhir apabila akad itu fasid, berlaku
khiyar syarat

dan khiyar aib, dan akad itu tidak dilaksanakan oleh

salah satu pihak yang berakad.

Serta salah satu pihak yang berakad


meninggal.

DAFTAR PUSTAKA
Suhendi,hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta:Rajawali Pers,2014
https://www.scribd.com/doc/194949138/jurnal-fiqih
W. Alhafidz,ahsin,kamus fiqh, Jakarta:Amzah,2013
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam : Fiqih
Muamalat, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003

Anda mungkin juga menyukai