Anda di halaman 1dari 35

PRESENTASI KASUS

TONSILEKTOMI DENGAN GENERAL ANESTESI

Pembimbing :
dr. Tati Maryati, Sp. An
dr. Dublianus, Sp.An

Penyusun:
Amanda Azizha Hakim, S.Ked
Putri Wulandari, S.Ked
Reza Septian Noorady, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................1
DAFTAR ISI ....................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................3
BAB II STATUS PASIEN.................................................................................................4
BAB III LAPORAN ANASTESI......................................................................................8
BAB IV ANALISA KASUS.............................................................................................13
BAB V TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................15
BAB VI KESIMPULAN...................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................37

BAB I
1

PENDAHULUAN
Kata anesthesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan
keadaan tidak sadar yang bersifat semetara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk
menghilangkan nyeri pembedahan. Anelgesia adalah pemberian obat untuk menghilangkan
nyeri tapa menghilangkan kesadaran pasien.
wAnestesiologi adalah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan
nyeri dan rumatan pasien sebelum-selama dan sesudah pembedahan. Tangung jawab utama
dari seorang ahli anestesi adalah menjamin respirasi yang adekuat bagi pasien. Unsur vital
dalam menyediakan fungsi resfirasi adalah jalan nafas. Tidak ada anestesi yang aman tanpa
melakukan usaha keras untuk memelihara jalan nafas yang lapang.
Pentingnya penatalaksanaan jalan nafas tidak dapat dipandang mudah. Seorang dokter
anestesi adalah orang yang paling mengerti dalam penatalaksanaan jalan nafas. Kesulitan
terbesar dari seorang dokter anestesi adalah bila jalan nafas tidak dapat diamankan.
Penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas yang normal adalah kunci penting dalam latihan
penanganan pasien.
Efek dari kesulitan respirasi dapat berbagai macam bentuknya, dari kerusakan otak
sampai kematian. Resiko tersebut berhubungan dengan tidak adekuatnya penatalaksanaan
jalan nafas pasien. Tujuan dari presentasi kasus ini adalah mendiskusikan penatalaksanaan
anestesia dengan intubasi

BAB II
2

STATUS PASIEN
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. F
Umur
: 9 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Berat Badan
: 20kg
Alamat
: Cilegon, Banten.
Agama
: Islam
Diagnosis pre operasi : Tonsilitis
Jenis pembedahan
: Tonsilektomi
Jenis anestesi
: General Anestesi
Tanggal masuk
: 16 Mei 2016
Tanggal Operasi
: 17 Mei 2016
ANAMNESIS
a. Keluhan utama: Pasien mengeluh susah menelan.
b. Riwayat sebelumnya: Pasien didiagnosis dengan tonsilitis. Pasien sudah
dipuasakan sebelum dilakukan operasi. Keluhan berupa mual dan muntah
sebelum operasi disangkal. Pasien mengatakan tidak memakai gigi palsu
ataupun gigi yang goyang.
c. Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat Operasi
- Riwayat Penggunaan zat anestesi
- Riwayat Hipertensi
- Riwayat Asma
- Riwayat Alergi obat
- Riwayat Diabetes mellitus
d. Riwayat penyakit Keluarga
- Riwayat Hipertensi:
- Riwayat Asma
- Riwayat Alergi obat
- Riwayat Diabetes mellitus

III.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Status generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda tanda vital:
1. Tek. Darah
2. Nadi
3. Respirasi
4. Suhu

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

: Baik
: Compos mentis
: 100/70 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit
: 36 oC

Kepala : Normocephali
Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, kedua pupil isokor,


refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+).
3

Hidung : Bentuk hidung normal, septum anterior normal, deviasi septum (-),
nyeri tekan sinus (-), liang hidung lapang, sekret (-), konka nasalis
media dan inferior sinistra dan dextra tidak edema.
Telinga : Bentuk telinga normal, nyeri tekan preaurikula dan postaurikula (-),
serumen (+), sekret (-), gangguan pendengaran (-), membrana timpani
intak (+/+).
Mulut : Mukosa baik, higienis baik, lidah dan uvula tidak deviasi, tonsil
membesar (+), Tonsil T3-T3, hiperemis dan mengeluarkan sekret,
faring normal, eritema (-). Gigi geligi lengkap, tidak ada yang goyang
dan saat ini tidak mengunakan gigi palsu
Leher

: Leher pendek (-), tidak teraba pembesaran KGB, trakea ditengah.

Thorax :
Paru
Inspeksi

: Bentuk simetris, gerak pernafasan statis dan dinamis

simetris, tetraksi sela iga (-).


Palpasi
: Fremitus vocal dan taktil simetris kanan dan kiri, tidak

teraba massa, krepitasi (-)


Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak terdapat ronkhi -/-, wheezing

-/ Jantung
Inspeksi
Palpasi

: Iktus kordis tidak terlihat


: Pulsasi iktus kordis teraba sela iga kelima linea

midklavikuka sinistra
Perkusi : Batas jantung kiri sela iga IV linea midklavikula
sinistra, Batas jantung kanan sela iga IV linea parasternal dextra,

Batas pinggang jantung sela iga III linea parastelnal sinistra.


Auskultasi : Bunyi jantung I II reguler, tidak ditemukan gallop
maupun murmur.

Abdomen

Inspeksi

ditemukan sikatrik dan massa.


Palpasi
: Supel, tidak terdapat nyeri tekan. Turgor kulit baik,

: Perut simetris kanan dan kiri, datar, tidak ada

hepar tidak teraba mebesar. Lien tidak teraba membesar. Tidak ada

asites.
Perusi

: Terdengar timpani pada 4 kuadran


4

Auskultasi : Bising usus (+)

Ekstremitas

: Tidak ditemukan adanya edema pada kedua tungkai atas dan

bawah. Pada kedua tangan dan kaki teraba hangat.


IV.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hemoglobin

:12,29 g/dl

Leukosit

: 6,78 /ul

Hematokrit

: 36,2 %

Trombosit

: 327.000/ul

Masa Pendarahan : 10 menit


Masa Pembekuan : 2 menit

V.

Gol. Darah

: O positif

HbsAg

: Non Reaktif

Anti HIV

: Non Reaktif

KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, maka:
Diagnosis pre operatif

: Tonsilitis

Status operatif

: ASA I

Jenis operasi

: Tonsilektomy

Jenis anestesi

: General Anastesi

BAB III
LAPORAN ANESTESI
A Pre Operatif
Informed Consent (+)
Puasa (+) selama 6 jam
Tidak ada gigi goyang atau pemakaian gigi palsu
IV line terpasang dengan infus RL 500 cc
Keadaan Umum
: Tampak baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 360C
B Premedikasi anestesi
C Pemantauan Selama Anestesi
Melakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi pasien
terhadap pemberian obat anestesi khususnya terhadap fungsi pernapasan dan
jantung.
Kardiovaskular
Respirasi
Cairan

: Nadi setiap 5 menit


Tekanan darah setiap 5 menit
: Inspeksi pernapasan spontan pada pasien
Saturasi oksigen
: Monitoring input cairan

D Monitoring Tindakan Operasi :


Jam

Tindakan

10.5
5

Tekanan

Nadi

Saturasi

Darah

(x/menit)

O2 (%)

87

100

83

100

83

98

83

100

98

100

(mmHg)
Pasien masuk ke kamar operasi, 109/67

dan dipindahkan ke meja operasi


Pemasangan monitoring tekanan

darah, nadi, saturasi O2


Infus RL terpasang pada tangan

11.00

kanan
Obat induksi dimasukkan secara 98/60

iv:
o Propofol 70 mg
o Fentanyl 50 mg

11.02

Kemudian

mengecek

apakah

refleks bulu mata masih ada atau


sudah hilang.

Lalu

dilakukan

tindakan

face

mask dengan sungkup no.3, dan

11.07

diberikan:
o O2 : 2 L
o N2O : 2 L
o Isoflurane : 1 vol%
Dilakukan tindakan pemasangan 100/59

11.12

NTT No. 26
Kedua mata pasien ditutup dengan

11.13

11.33

kassa dan plester


Pernafasan spontan (11.35)
Operasi dimulai
98/59
Kondisi terkontrol
Kondisi terkontrol
91/59
Dilakukan penggantian infus RL

11.38

500 cc (kolf II)


7

11.38

Kondisi terkontrol

11.4

Operasi selesai
92/60
Dilakukan suction, dan pelepasan

NTT
Gas N2O dan isoflurane dimatikan, 92/60

3
11.4
8

91/59

102

100

99

100

98

100

98

99

dan gas O2 dinaikkan menjadi 5


vol

11.5

(oksigenisasi)

dengan

menggunakan face mask


Gas 02 dihentikan
Pelepasan alat monitoring
Pasien dipindahkan ke

recovery room
Dilakukan
pemasangan

monitoring pada recovery room


Pasien dapat dibangunkan dan

ruang
alat 108/66

memonitoring keadaan pasien.

E INTRAOPERATIF (17 Mei 2016)


Tindakan Operasi : Tonsilektomi
Tindakan Anestesi : General anestesi
Lama Operasi
Lama Anestesi
Jenis Anestesi

: 30 menit (11.13 - 11.43)


: 70 menit (10.55 - 12.05)
: General anestesi dengan teknik mapleson f system dengan
NTT no. 26 menggunakan O2 2 L, N2O 2 L, dan isoflurane 1

Posisi
Pernafasan
Infus
Premedikasi
Induksi
Rumatan
- N2O 2 L
- Isoflurane 1 Vol %
Medikasi
Intubasi

Vol %
: Supine
: Spontan
: Ringer Laktat pada tangan kiri 500cc
:: - Propofol 70 mg i.v
: - O2 2 L
: - Fentanyl 50 mg iv
- Tramadol 50mg
: - mapleson f system NTT no. 26

Cairan

: Cairan Masuk: RL 500 cc, cairan keluar tidak dapat


dimonitoring karena tidak dilakukan pemasangan kateter.

F POST OPERATIF
-

Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke kamar Bougenvile
Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal
Kesadaran
: Compos Mentis
TD
: 108/66 mmHg
Nadi
: 97x/min
Saturasi
: 99%
Penilaian pemulihan kesadaran

Tabel . Variabel Skor Lockharte/Aldrete

Variabel

Tem

Skor

Skor
Pasien

Gerak ke-4 anggota gerak atas perintah 2


Aktivitas

Respirasi

Gerak ke-2 anggota gerak atas perintah

Tidak respon

Dapat bernapas dalam dan batuk

Dispnea, hipoventilasi

Apnea

Perubahan < 20 % TD sistol preoperasi 2


Sirkulasi

Perubahan 20-50 % TD sistol preoperasi

Perubahan .> 50 % TD sistol preoperasi

Kesadaran Sadar penuh

2
9

Dapat dibangunkan

Tidak respon

Merah

Warna kulit Pucat

Sianotik

Skor Total

9 : Pindah dari unit perawatan pasca anestesi


8 : Dipindahkan ke ruang perawatan bangsal
5 : dipindahkan ke ruang perawatan intensif (ICU)

Pada pasien ini didapatkan nilai aldrete skor 9, pasien dipindahkan ke ruang
perawatan bangsal untuk dilakukan observasi lebih lanjut.

10

BAB IV
ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


pasien didiagnosis Tonsilitis dengan ASA 1, yakni pasien sehat organik, fisiologik,
psikiatrik dan biokimia. Pasien dianjurkan untuk melakukan operasi tonsilektomi.
Menjelang operasi pasien tampak sakit ringan, tenang, kesadaran kompos mentis.
Pasien sudah dipuasakan selama 6 jam. Jenis anestesi yang dilakukan yaitu anestesi
general dengan teknik mapleson f system dengan NTT no 26.
Pada pasien ini, dilakukan induksi dengan menggunakan propofol 70 mg
(dosis induksi 2-2,5mg/kgBB). Propofol merupakan analgetik yang tidak kuat namun
dapat diberikan untuk induksi anestesi. Obat ini mempunyai onset 15 - 45 detik dan
mempunyai efek vasodilatasi sehingga dapat

menurunkan tekanan darah dan

meyebabkan apneu. Selain itu, pada pasien juga diberikan fentanyl 50 g (dosis 12g/kgbb). Fentanyl merupakan zat sintetik dan memiliki kekuatan 100x morfin,
distributifnya secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar
dirusak di paru dimetabolis oleh hati dengan N-dealkilasi dan hidroksilasi dan sisa
metabolismenya dikeluarkan melalui urin. Efek depresi napasnya lebih lama
dibanding dengan efek analgesiknya. Efek analgesik kira-kira hanya berlangsung 30
menit, karena itu hanya digunakan untuk anestesi pembedahan tidak untuk pasca
bedah.
Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan juga beberapa gas
inhalasi berupa N20 2L, O2 2L, dan isoflurane 1 vol% melalui mesin anestesi.
Isofluran merupakan isomer dari enfluran. Induksi dan masa pulih anestesia dengan
isoflurane cepat. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal sehingga
banyak digemari untuk anestesi teknik hipotensi. N20 bersifat anestetik lemah tetapi
analgesik kuat sehingga dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri.
Selama operasi berlangsung dilakukan tanda vital berupa tekanan darah, nadi,
dan saturasi oksigen tiap 5 menit secara efisien dan terus menerus, dan pemberian
cairan intravena berupa RL. Cairan yang diberikan berupa RL karena komposisinya
yang lengkap (Na+, K+, Cl-, Ca++, dan laktat) yang mengandung elektrolit untuk
menggantikan kehilangan cairan selama operasi, juga untuk mencegah efek hipotensi
11

akibat pemberian obat-obatan intravena dan gas inhalasi

yang mempunyai efek

vasodilatasi.
Terapi cairan intra-operatif dijabarkan sebagai berikut:
Kebutuha Cairan Basal (M) :
(4x 6 kg) + (2x7 kg) + (1x 7 kg) = 45 cc
Kebutuhan cairan operasi (O) :
Operasi sedang x berat badan
6 x 20 kg = 120 cc
Kebutuhan cairan puasa (P) ;
Lama jam puasa x kebutuhan cairan basal
6 x 45

= 270 cc

Pemberian cairan jam pertama :


Kebutuhan cairan basal + kebutuhan cairan operasi + 50%
kebutuhan cairan puasa
45 cc + 120 cc + 135 cc = 300 cc
Selama operasi keadaan pasien stabil. Setelah operasis selesai, observasi
dilanjutkan pada pasien di recovery room, dimana dilakukan pemantauan tanda vital
meliputi tekanan darah, nadi, respirasi dan saturasi oksigen.

12

BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
ANESTESI UMUM
1

Definisi

Anestesi (pembiusan;berasal dari bahasa Yunani an-"tidak,tanpa" dan aesthtos, "persepsi,


kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada
tahun 1846.
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat reversibel. Dengan anestesi umum akan diperoleh trias anestesia,
yaitu:

Hipnotik (tidur)

Analgesia (bebas dari nyeri)

Relaksasi otot (mengurangi ketegangan tonus otot)


Hanya eter yang memiliki trias anestesia. Karena anestesi modern saat ini

menggunakan obat-obat selain eter, maka anestesi diperoleh dengan menggabungkan


berbagai macam obat.
2

Metode anestesi umum


1. Parenteral
Anestesi umum yang diberikan secara parentral baik intravena maupun intramuskuler
biasanya digunakan untuk tindakan operasi yang singkat atau untuk induksi anestesi.
Obat anestesi yang sering digunakan adalah:

Pentothal
Dipergunakan dalam larutan 2,5% atau 5% dengan dosis permulaan 4-6 mg/kg BB
danselanjutnya dapat ditambah sampai 1 gram.
Penggunaan:
13

Untuk induksi, selanjutnya diteruskan dengan inhalasi.

Operasi-operasi yang singkat seperti: curettage, reposisi, insisi abses.

Cara Pemberian:
Larutan 2,5% dimasukkan IV pelan-pelan 4-8 CC sampai penderita tidur,
pernapasan lambat dan dalam. Apabila penderita dicubit tidak bereaksi, operasi dapat
dimulai. Selanjutnya suntikan dapat ditambah secukupnya apabila perlu sampai 1
gram.
Kontra Indikasi:

Anak-anak di bawah 4 tahun


Shock , anemia, uremia dan penderita-penderita yang lemah
Gangguan pernafasan: asthma, sesak nafas, infeksi mulut dan saluran nafas
Penyakit jantung
Penyakit hati
Penderita yang terlalu gemuk sehingga sukar untuk menemukan vena yang baik.

Ketalar (Ketamine)
Diberikan IV atau IM berbentuk larutan 10 mg/cc dan 50 mg/cc. Dosis: IV 1-3
mg/kgBB, IM 8-13 mg/kgBB 1-3 menit setelah penyuntikan operasi dapat dimulai.
Penggunaan:
1. Operasi-operasi yang singkat
2. Untuk indikasi penderita tekanan darah rendah
Kontra Indikasi:

Penyakit jantung, kelainan pembuluh darah otak dan hypertensi.


Oleh karena komplikasi utama dari anestesi secara parenteral adalah menekan
pusat pernafasan, maka kita harus siap dengan peralatan dan tindakan
pernafasan buatan terutama bila ada sianosis.

2. Perektal
Obat anestesi diserap lewat mukosa rectum kedalam darah dan selanjutnya sampai ke
otak. Dipergunakan untuk tindakan diagnostic (katerisasi jantung, roentgen foto,
pemeriksaanmata, telinga, oesophagoscopi, penyinaran dsb) terutama pada bayi-bayi
dan anak kecil. Juga dipakai sebagai induksi narkose dengan inhalasi pada bayi dan
anak-anak. Syaratnya adalah:
14

1.Rectum betul-betul kosong


2.Tak ada infeksi di dalam rectum. Lama narkose 20-30 menit.
Obat-obat yang digunakan:

Pentothal 10% dosis 40 mg/kgBB


Tribromentothal (avertin) 80 mg/kgBB

3. Perinhalasi
Obat anesthesia dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke
darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose.
Obat-obat yang dipakai:
1. Induksi

halotan

Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2.
Induksidimulai dengan aliran O2 > 4 ltr/mnt atau campuran N2O:O2 = 3:1. Aliran >
4 ltr/mnt.Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan, untuk kemudian
kalau sudah tenang dinaikan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.
2. Induksi

sevofluran

Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk walaupun
langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Seperti dengan
halotankonsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.
3. Induksi dengan enfluran (ethran), isofluran (foran, aeran) atau desfluran jarang
dilakukan karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.
Apabila obat anestesi inhalasi, dihirup bersama-sama udara inspirasi masuk ke dalam
saluran pernafasan, di dalam alveoli paru akan berdifusi masuk ke dalam sirkulasi darah.
Demikian pula yang disuntikkan secara intramuskuler, obat tersebut akan diabsorbsi
masuk ke dalam sirkulasi darah. Setelah masuk ke dalam sirkulasi darah obat tersebut
akan menyebar kedalam jaringan. Dengan sendirinya jaringan yang kaya pembuluh darah
seperti otak atau organ vital akan menerima obat lebih banyak dibandingkan jaringan
yang pembuluh darahnya sedikit seperti tulang atau jaringan lemak. Tergantung obatnya,
di dalam jaringan sebagian akan mengalami metabolisme, ada yang terjadi di hepar, ginjal
atau jaringan lain.
3

Faktor-faktor yang mempengaruhi anestesi umum


15

A Faktor Respirasi
Hal-hal yang mempengaruhi tekanan parsial zat anestetika dalam alveolus adalah:
1

Konsentrasi zat anestetika yang diinhalasi; semakin tinggi konsentrasi,


semakin cepat kenaikan tekanan parsial

Ventilasi alveolus; semakin tinggi ventilasi, semakin cepat kenaikan


tekanan parsial

B Faktor Sirkulasi
Saat induksi, konsentrasi zat anestetika dalam darah arterial lebih besar daripada
darah vena. Faktor yang mempengaruhinya adalah:

Perubahan tekanan parsial zat anestetika yang jenuh dalam alveolus dan darah
vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestetika diserap jaringan dan sebagian
kembali melalui vena.

Koefisien partisi darah/gas yaitu rasio konsentrasi zat anestetika dalam darah
terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan seimbang.

Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung.

C Faktor Jaringan

Perbedaan tekanan parsial obat anestetika antara darah arteri dan jaringan

Koefisien partisi jaringan/darah

Aliran darah dalam masing-masing 4 kelompok jaringan (jaringan kaya pembuluh


darah/JKPD, kelompok intermediate, lemak, dan jaringan sedikit pembuluh
darah/JSPD)

D Faktor Zat Anestetika


Potensi dari berbagai macam obat anestetika ditentukan oleh MAC (Minimal Alveolus
Concentration), yaitu konsentrasi terendah zat anestetika dalam udara alveolus yang
mampu mencegah terjadinya tanggapan (respon) terhadap rangsang rasa sakit.
Semakin rendah nilai MAC, semakin poten zat anestetika tersebut.
E Faktor Lain

Ventilasi, semakin besar ventilasi, semakin cepat pendalaman anestesi

Curah jantung, semakin tinggi curah jantung, semakin lambat induksi dan
pendalaman anestesia

Suhu, semakin turun suhu, semakin larut zat anestesia sehingga pendalaman
anestesia semakin cepat.

Keuntungan anestesi umum :


16

Mengurangi kesadaran pasien intraoperative


Memungkinkan relaksasi otot yang tepat untuk jangka waktu yang lama
Memfasilitasi kontrol penuh terhadap jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi
Dapat digunakan dalam kasus sensitivitas terhadap agen anestesi lokal
Dapat disesuaikan dengan mudah untuk prosedur durasi tak terduga
Dapat diberikan dengan cepa
Dapat diberikan pada pasien dalam posisi terlentang
Kekurangan anestesi umum :
Memerlukan beberapa derajat persiapan pra operasi pasien
Terkait dengan komplikasi yang kurang serius seperti mual atau muntah, sakit
tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan memerlukan masa untuk fungsi mental

yang normal
Terkait dengan hipertermia di mana paparan beberapa (tetapi tidak semua) agen
anestesi umum menyebabkan kenaikan suhu akut dan berpotensi mematikan,

hiperkarbia, asidosis metabolik, dan hiperkalemia.


Indikasi anestesi umum :
Infant dan anak usia muda
Dewasa yang memilih anestesi umum
Pembedahan luas
Penderita sakit mental
Pembedahan lama
Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
Riwayat penderita toksik/alergi obat anestesi lokal
Penderita dengan pengobatan antikoagulan

PROSEDUR ANESTESI UMUM


1

Persiapan pra anestesi umum

Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan baik elektif maupun darurat harus
dipersiapkan dengan baik karena keberhasilan anestesi dan pembedahan sangat dipengaruhi
oleh persiapan pra anestesi. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif umumnya dilakukan
1-2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat waktu yang tersedia lebih singkat.
Tujuan kunjungan pra anestesi:
-

Mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal dengan melakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan lain.


Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai keadaan fisik
dan kehendak pasien. Dengan demikian, komplikasi yang mungkin terjadi dapat
ditekan seminimal mungkin.

17

Menentukan klasifikasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik, dalam hal ini
dipakai klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiology) sebagai gambaran
prognosis pasien secara umum.

Persiapan pasien

A. Anamnesis
Anamnesis dapat diperoleh dari pasien sendiri (autoanamnesis) atau melalui keluarga
pasien (alloanamnesis). Dengan cara ini kita dapat mengadakan pendekatan psikologis serta
berkenalan dengan pasien.
Yang harus diperhatikan pada anamnesis:
1
2

Identifikasi pasien, missal: nama, umur, alamat, pekerjaan, dll.


Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi
penyulit dalam anestesi, antara lain: penyakit alergi, diabetes mellitus, penyakit paruparu kronik (asma bronchial, pneumonia, bronchitis), penyakit jantung dan hipertensi
(infark miokard, angina pectoris, dekompensasi kordis), penyakit hati, dan penyakit
ginjal.

Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan
interaksi dengan obat-obat anestetik. Misalnya kortikosteroid, obat antihipertensi,
obat-obat antidiabetik, antibiotika golongan aminoglikosida, obat penyakit jantung
seperti digitalis, diuretika, obat anti alergi, tranquilizer, monoamino oxidase inhibitor,

bronkodilator.
Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa kali, dan
selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplikasi saat itu seperti kesulitan

pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah.


Kebiasaan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi
seperti: merokok dan alkohol.

B. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut,
lidah relative besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan
laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan
seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
C. Pemeriksaan laboratorium

18

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang
sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium secara rutin
walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb,
lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50
tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto toraks. Praktek-praktek semacam ini harus
dikaji ulang mengingat biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal pengujian.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium,
selanjutnya dibuat rencana mengenai obat dan teknik anestesi yang akan digunakan. Misalnya
pada diabetes mellitus, induksi tidak menggunakan ketamin yang dapat menimbulkan
hiperglikemia. Pada penyakit paru kronik, mungkin operasi lebih baik dilakukan dengan
teknik analgesia regional daripada anestesi umum mengingat kemungkinan komplikasi paru
pasca bedah. Dengan perencanaan anestesi yang tepat, kemungkinan terjadinya komplikasi
sewaktu pembedahan dan pasca bedah dapat dihindari.
D. Kebugaran untuk anestesi
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien
dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi cito penundaan yang tidak perlu harus
dihindari.
E. Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regurgitasi isi lambung dan
kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang
menjalani anesthesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan
untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama
periode tertentu sebelum induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam,
anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam
sebelum induksi anesthesia. Minuman bening, air putih, the manis sampai 3 jam dan untuk
keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi
anesthesia.
F. Klasifikasi status fisik
Kelas
I

Status fisik
Pasien normal yang sehat

19

Contoh
Pasien bugar dengan hernia
inguinal

II

Pasien dengan penyakit sistemik ringan

Hipertensi esensial, diabetes


ringan
III
Pasien dengan penyakit sistemik berat yang Angina, insufisiensi pulmoner
tidak melemahkan
sedang sampai berat
(incapacitating)
IV
Pasien dengan penyakit sistemik yang Penyakit paru stadium lanjut,
melemahkan dan merupakan ancaman gagal jantung
konstan terhadap kehidupan
V
Pasien sekarat yang diperkirakan tidak Ruptur aneurisma aorta, emboli
bertahan selama 24 jam dengan atau tanpa paru massif
operasi
E
Kasus-ksus emergensi diberi tambahan
hurup E ke angka.
Tabel 1.Klasifikasi ASA dari status fisik
G. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia diantaranya:
-

Meredakan kecemasan dan ketakutan


Memperlancar induksi anesthesia
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Meminimalkan jumlah obat anestetik
Mengurangi mual muntah pasca bedah
Menciptakan amnesia
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi refleks yang membahayakan

Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seorang dihadapkan pada situasi yang tidak
pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan
menenteramkan pasien. Obat pereda kecemasan bisa digunakan diazepam peroral 10-15 mg
beberapa jam sebelum induksi anestesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya, dapat
diberikan opioid misalnya petidin 50 mg intramuskular.
Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis asam. Untuk
meminimalkan kejadian diatas dapat diberikan antagonis reseptor H2 histamin misalnya oral
simetidin 600 mg atau oral ranitidin (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum jadwal operasi.
Untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan premedikasi suntikan
intramuscular untuk dewasa droperidol 2,5-5 mg atau ondansentron 2-4 mg (zofran, narfoz).
3

Persiapan peralatan anestesi

20

Tindakan anestesi yang aman tidak terlepas dari kelengkapan peralatan anestesi yang
baik. Baik tidak berarti harus canggih dan mahal, tetapi lebih berarti berfungsi, sesuai dengan
tujuan kita memberi anestesi yang lancar dan aman.
Mesin anestesi
Fungsi mesin anestesi (mesin gas) ialah menyalurkan gas atau campuran gas anestetik
yang aman ke rangkaian sirkuit anestetik yang kemudian dihisap oleh pasien dan membuang
sisa campuran gas dari pasien. Rangkaian mesin anestesi sangat banyak ragamnya, mulai dari
yang sangat sederhana sampai yang diatur oleh komputer. Mesin yang aman dan ideal ialah
mesin yang memenuhi persyaratan berikut:
1
2
3
4
5
6

Dapat menyalurkan gas anestetik dengan dosis tepat


Ruang rugi (dead space) minimal
Mengeluarkan CO2 dengan efisien
Bertekanan rendah
Kelembaban terjaga dengan baik
Penggunaannya sangat mudah dan aman

Komponen dasar mesin anestetik terdiri dari:


1

Sumber O2, N2O, dan udara tekan.


Dapat tersedia secara individual menjadi satu kesatuan mesin anestetik atau dari
sentral melalui pipa-pipa. Rumah sakit besar biasanya menyediakan O 2, N2O, dan
udara tekan secara sentral untuk disalurkan ke kamar bedah sentral, kamar bedah
rawat jalan, ruang obstetrik, dll.

Alat pantau tekanan gas (pressure gauge)


Berfungsi untuk mengetahui tekanan gas pasok. Kalau tekanan gas O2 berkurang,
maka akan ada bunyi tanda bahaya (alarm)

Katup penurun tekanan gas (pressure reducing valve)


Berfungsi untuk menurunkan tekanan gas pasok yang masih tinggi, sesuai
karakteristik mesin anestesi.

Meter aliran gas (flowmeter)


Untuk mengatur aliran gas setiap menitnya.

Satu atau lebih penguap cairan anestetik (vaporizers)


Dapat tersedia satu, dua, tiga, sampai empat.

6
7

Lubang keluar campuran gas (common gas outlet)


Kendali O2 darurat (oxygen flush control)

21

Berfungsi untuk keadaan darurat yang dapat mengalirkan O 2 murni sampai 35-37
liter/menit tanpa melalui meter aliran gas.
Tabung gas beserta alat tambahannya dan penguap diberi warna khusus untuk
menghindari kecelakaan yang mungkin timbul. Kode warna internasional yang telah
disepakati ialah:
Oksige

N2

Udara CO2 Halota

n
Putih

O
Biru

Putih-

Abu

hitam

-abu

n
Merah

Enflura

Isoflura

Desflura

Sevofluran

n
Jingga

n
Ungu

n
Biru

kuning

kunin
g
Sirkuit anestesi
Sirkuit anestesi atau sistem penghantar gas atau sistem anestesi ialah alat yang bukan
saja menghantarkan gas atau uap anestetik dan oksigen dari mesin ke jalan napas atas pasien,
tetapi juga harus sanggup membuang CO2 dengan mendorongnya dengan aliran gas segar
atau dengan menghisapnya dengan kapur soda.
Sirkuit anestesi umumnya terdiri dari:
1
2

Sungkup muka, sungkup laring, atau pipa trakea


Katup ekspirasi dengan per atau pegas (expiratory loaded spring valve, pop-off valve,

APL, adjustable pressure limiting valve)


Pipa ombak, pipa cadang (corrugated tube, reservoir tube)
Bahan karet hitam (karbon) atau plastik transparent anti statik, anti tertekuk

4
5

Kantong cadang (reservoir bag)


Tempat masuk campuran gas anestetik dan O2 (fresh gas inlet).
Untuk mencegah terjadinya barotraumas akibat naiknya tekanan gas yang mendadak
tinggi, katup membatasi tekanan sampai 50 cm H2O
Sirkuit anestesi yang popular sampai saat ini ialah sirkuit lingkar (circle system),

sirkuit Magill, sirkuit Bain, dan system pipa T atau pipa Y dari Ayre.
Sungkup muka

22

Pemakaian sungkup muka berguna untuk menyalurkan oksigen atau gas anestesi ke
pasien. Terdapat beberapa jenis sungkup. Dengan sungkup trasparan berguna untuk obervasi
kelembapan udara yang diekshalasi dan mengetahui jika pasien muntah. Sungkup karet hitam
dapat digunakan untuk mengadaptasi struktur muka yang tidak biasa.
Ventilasi efektif memerlukan baik sungkup yang kedap udara dan jalan nafas yang
baik. Teknik sungkup muka yang salah dapat berakibat deflasi yang berkelanjutan pada
reservoir bag saat katup tekanan ditutup, biasanya mengindikasikan adanya kebocoran di
sekitar sungkup. Sebaliknya pembentukan tekanan pernapasan yang tinggi dengan gerakan
dada minimal dan suara pernafasan menandakan obstruksi jalan nafas.
Sungkup dipegang melawan muka dengan tekanan ke bawah pada badan sungkup
dilakukan dengan jempol kiri dan jari telunjuk. Jari tengah dan manis memegang mandibula
untuk membantu ekstensi sendi atlantooksipital. Jari kelingking diletakkan di bawah sudut
rahang dan digunakan untuk menahan dagu ke depan, maneuver paling penting untuk
ventilasi pasien.

Endotracheal tube (ETT)


ETT dapat digunakan untuk memberikan gas anestesi secara langsung ke trakea dan
memberikan ventilasi dan oksigenasi terkontrol. Bentuk dan kekerasan ETT dapat diubah
dengan stilet. Resistensi terhadap aliran udara tergantung pada diameter tabung, tetapi juga
dipengaruhi oleh panjang tabung dan kurvatura.
Ukuran ETT yang digunakan pada wanita dewasa diameter internal 7-7.5 mm dengan
panjang 24 cm. pada pria dewasa diameter internal 7.5-9 mm dengan panjang 24cm.

23

Sungkup laring (Laringeal mask airway = LMA)


LMA digunakan untuk menggantikan sungkup muka atau ETT saat pemberian
anestesi, untuk membantu ventilasi dan jalur untuk ETT pada pasien dengan jalan nafas sulit
dan membantu ventilasi saat bronkoskopi.
Pemakaian LMA memerlukan anestesi lebih kuat dibandingkan dengan insersi jalan
nafas oral. Kontraindikasi LMA pada pasien dengan patologi faring seperti abses, obstruksi
faring, perut penuh seperti hamil atau komplians paru rensah seperti penyakit jalan nafas
restriktif.

24

Induksi anestesi
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak

sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Setelah pasien tidur
akibat induksi anestesi langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi sampai tindakan
pembedahan selesai.
Sebelum memulai induksi anestesi selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan
yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat
dan lebih baik. Untuk persiapan induksi anestesi, sebaiknya diingat kata STATICS:
S: Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringoskop pilih
bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T: Tubes Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan usia
> 5 tahun dengan balon (cuffed).
A: Airway Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) dan pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk
menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T: Tape Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut
I: Introducer Mandrin atau stillet untuk memandu agar pipa trakea mudah
dimasukkan
C: Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia
S: Suction Penyedot lender, ludah, dan lain-lainnya

25

Obat

Anestesi

umum

Umumnya obat anestesi umum diberikan secara inhalasi atau suntikan intravena.
1. Anestetik inhalasi
Nitrogen aksida yan stabil pada tekanan dan suhu kamar merupakan salah satu anestetik
gas yang banyak dipakai karena dapat digunakan dalam bentuk kombinasi dengan anestetik
lainnya. Halotan, enfluran, isofluran, desfluran dan metoksifluran merupakan zat cair yang
mudah menguap. Sevofluran merupakan anestesi in halasi terbaru tetapih belum diizinkan
beredar di USA. Anestesi inhalasi konvensional seperti eter, siklopropan, dan kloroform
pemakaiannya sudah dibatasi karena eter dan siklopropan mudah terbakar sedangkan
kloroform toksik terhadap hati.
2. Anestetik intravena
Beberapa obat anestetik diberikan secara intravena baik tersendiri maupun dalam bentuk
kombinasi dengan anestetik lainnya untuk mempercepat tercapainya stadium anestesi atau
pun sebagai obat penenang pada penderita gawat darurat yang mendapat pernafasan untuk
waktu yang lama, Yang termasuk:
a.
b.
c.
d.
e.

Barbiturat (tiopental, metoheksital)


Benzodiazepine (midazolam, diazepam)
Opioid analgesik dan neuroleptik
Obat-obat lain (profopol, etomidat)
Ketamin, arilsikloheksilamin yang sering disebut disosiatif anestetik.

Induksi anestesi dapat dikerjakan dengan secara intravena, inhalasi, intramuscular, atau
rectal.
a

Induksi intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah terpasang
jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena hendaknya dikerjakan
dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut, dan terkendali. Obat induksi bolus
disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan
pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi
cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
Tiopental (tiopenton, pentotal) diberikan secara intravena dengan kepekatan 2,5% dan
dosis antara 3-7 mg/kgBB. Keluar vena menyebabkan nyeri. Pada anak dan manula
digunakan dosis rendah dan dewasa muda sehat dosis tinggi.

26

Propofol (recofol, diprivan) intravena dengan kepekatan 1% menggunakan dosis 2-3


mg/kgBB. Suntikan propofol intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga satu
menit sebelumnya sering diberikan lidokain 1 mg/kgBB secara intravena.
Ketamin (ketalar) intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB. Pasca anestesi dengan
ketamin sering menimbulkan halusinasi, karena itu sebelumnya dianjurkan
menggunakan sedativa seperti midasolam (dormikum). Ketamin tidak dianjurkan
pada pasien dengan tekanan darah tinggi (tekanan darah > 160 mmHg). Ketamin
b

menyebabkan pasien tidak sadar, tetapi dengan mata terbuka.


Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara intramuscular

dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
Induksi inhalasi
Obat yang digunakan adalah obat-obat yang memiliki sifat-sifat:
- tidak berbau menyengat / merangsang
- baunya enak
- cepat membuat pasien tertidur.
Sifat-sifat tadi ditemukan pada halotan dan sevofluran.
Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau sevofluran. Cara
induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur vena atau pada
dewasa yang takut disuntik.
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi
dimulai dengan aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N2O:O2=3:1 aliran > 4
liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol% sampai konsentrasi yang dibutuhkan.
Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan untuk kemudian kalau sudah
tenang dinaikkan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk, walaupun
langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol%. seperti dengan halotan
konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.
Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran), atau desfluran jarang

dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.
Induksi per rectal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam.
Tanda-tanda induksi berhasil adalah hilangnya refleks bulu mata. Jika bulu mata
disentuh, tidak ada gerakan pada kelopak mata.

Tanda dan stadium anestesi umum

27

Secara tradisional, efek anestetik dapat dibagi 4 (emapat) stadium peningkatan dalamnya
depresi susunan saraf pusat, yaitu:
I. Stadium analgesi
Pada stadium awal ini, penderita mengalami analgesi tanpa disertai kehilangan
kesadaran. Pada akhir stadium 1, baru didapatkan amnesia dan analgesi
II. Stadium terangsang
Pada stadium ini, penderita tampak delirium dan gelisah, tetapih kehilangan
kesadaran. Volume dan kecepatan pernafasan tidak teratur, dapat terjadi mual.
Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi. Karena itu, harus diusahakan untuk
membatasi lama dan berat stadium ini, yang ditandai dengan kembalinya pernafasan
secara teratur.
III. Stadium operasi
Stadium ini ditandai dengan pernafasan yang teratur. Dan berlanjut sampai
berhentinya pernafasan secara total. Ada empat tujuan pada stadium III digambarkan
dengan perubahan pergerakkan mata, dan ukuran pupil, yang dalam keadaan tertentu
dapat merupakan tanda peningktan dalamnya anestesi.
IV. Stadium depresi medula oblongata
Bila pernafasan spontan berhenti, maka akan masuk kedalam stadium IV. Pada
stadium ini akan terjadi depresi berat pusat pernafasan dimedula oblongata dan pusat
vasomotor. Tampa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat meninggal.
Pada praktek anestesi modern, perbedaan tanda pada masing-masing stadium sering
tidak jelas. Hal ini karena mula kerja obat anestetik modern relatife lebih cepat
dibandingkan dengan dietil eter disamping peratan penunjang yang dapat mengontrol
ventilasi paru secara mekanis cukup tersedia. Selain itu, adanya obat yang diberikan
sebelum dan selama operasi dapat juga berpengaruh pada tanda-tanda anestesi. Atropin,
digunakan untuk mengurangi skresi, sekaligus mendilatasi pupil; obat-obatnya seperti
tubokurarin suksinilkolin yang dapat mempengaruhi tonus otot; serta obat analgetik
narkotik yang dapat menyebabkan efek depresan pada pernafasan.tanda yang paling dapat
diandalkan untuk mencapai stadium operasi adalah hilangnya refleks kelopak mata dan
adanya pernapasan yang dalam dan teratur.

TANDA REFLEKS PADA MATA


Refleks pupil
Pada keadaan teranestesi maka refleks pupil akan miosis apabila anestesinya dangkal,
midriasis ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan baik/ stadium yang paling
baik untuk dilakukan pembedahan, midriasis maksimal menandakan pasien mati.
28

Refleks bulu mata


Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di bagian stadium anestesi. Apabila saat dicek
refleks bulu mata (-) maka pasien tersebut sudah pada stadium 1.
Refleks kelopak mata
Pengecekan refleks kelopak mata jarang dilakukan tetapi bisa digunakan untuk
memastikan efek anestesi sudah bekerja atau belum, caranya adalah kita tarik palpebra
atas ada respon tidak, kalau tidak berarti menandakan pasien sudah masuk stadium 1
ataupun 2.
Refleks cahaya
Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak respon saat kita beri
rangsangan cahaya.
7

Teknik anestesi
a. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan
Indikasi :
Tindakan singkat ( - 1 jam)
Keadaan umum baik (ASA I II)
Lambung harus kosong
Prosedur :

Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik

Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)

Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang) efek
sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll

Induksi

Pemeliharaan

b. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan


Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube)
kedalam trakea via oral atau nasal.
Indikasi: operasi lama, sulit mempertahankan airway (op. di bagian leher dan kepala)
Prosedur:
1

Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi
singkat)

Intubasi setelah induksi dan suksinil

Pemeliharaan
29

Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:


S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope
T = Tubes. Pipa trakea. Usia > 5 tahun dengan balon (cuffed)
A = Airway. Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang
digunakan untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat jalan
napas
T = Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut
I = Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan
C = Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesia
S = Suction. Penyedot lendir dan ludah
Teknik Intubasi
1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap
2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin fasikulasi (+)
3. Bila fasikulasi (-) ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt
4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala
sedikit ekstensi mulut membuka
5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit,
menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri
6. Cari epiglotis tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau angkat
epiglotis ( pada bilah lurus )
7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )
8. Temukan pita suara warnanya putih dan sekitarnya merah
9. Masukan ET melalui rima glottis
10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas (alat
resusitasi)

Rumatan anestesi (maintenance)


Rumatan anestesi dapat dikerjakan dengan secara intravena (anesthesia intravena

total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesi
biasanya mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar,
analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan
relaksasi otot lurik yang cukup.
Rumatan intravena misalnya dengan menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50
ug/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga
30

tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan
opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam.
Bedah lama dengan anestesi total intravena menggunakan opioid, pelumpuh otot, dan
ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah halotan
0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol%, atau isofluran 2-4 vol%, atau sevofluran 2-4 vol%
bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu (assisted), atau dikendalikan
(controlled).
9

Monitoring perianestesi

10 Pasca bedah
Pasien harus diobservasi terus (pernafasan, tekanan darah, dan nadi) sesudah operasi
dan anestesi selesai sewaktu masih dikamar bedah dan kamar pulih. Bila pasien gelisah, harus
diteliti apakah karena kesakitan atau karena hipoksia (tekanan darah menurun, nadi cepat)
misalnya karena hipovolemia (perdarahan di dalam perut atau kekurangan cairan).
Skor Aldrete
Skor aldrete adalah suatu kriteria untuk menilai keadaan pasien selama observasi di
ruang pemulihan (recovery room) yang digunakan untuk menentukan boleh tidaknya
pasien dikeluarkan dari ruang pemulihan. Kriteria yang digunakan dan umumnya yang
dinilai pada saat observasi di ruang pulih adalah warna kulit atau saturasi O 2, kesadaran,
sirkulasi, pernafasan, dan aktivitas motorik. Idealnya, pasien baru boleh dikeluarkan bila
jumlah skor total adalah 10 (skor maksimal). Namun, bila skor total telah di atas 8 , pasien
boleh keluar dari ruang pemulihan.
Kriteria

Skor

Kesadaran
Sadar penuh
Terangsang oleh stimulus verbal
Tidak terangsang oleh stimulus verbal
Respirasi
Dapat bernapas dalam dan batuk
Dispnea atau hanya dapat bernapas dangkal
Tidak dapat bernapas tanpa bantuan (apnea)
Tekanan Darah
31

2
1
0
2
1
0

Berbeda 20% dari tekanan darah sebelum operasi


Berbeda 20 50% dari tekanan darah sebelum operasi
Berbeda > 50% dari tekanan darah sebelum operasi
Oksigenasi
SpO2 > 92% pada udara ruangan
Memerlukan O2 tambahan untuk mencapai SpO2 >
90%
SpO2 < 90% meskipun telah mendapat O2 tambahan

32

2
1
0
2
1
0

BAB VI
KESIMPULAN
Anestesi umum
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri sentral disertai hilangnya kesadaran yang
bersifat reversibel. Dengan anestesi umum akan diperoleh trias anestesia, yaitu:

Hipnotik (tidur)

Analgesia (bebas dari nyeri)

Relaksasi otot (mengurangi ketegangan tonus otot)

Hanya eter yang memiliki trias anestesia. Karena anestesi modern saat ini menggunakan
obat-obat selain eter, maka anestesi diperoleh dengan menggabungkan berbagai macam obat.
Stadium anestesi umum meliputi analgesia, amnesia, hilangnya kesadaran, terhambatnya
sensorik dan reflex otonom, dan relaksasi otot rangka. Untuk menimbulkan efek ini, setiap
obat anestesi mempunyai variasi tersendiri bergantung pada jenis obat, dosis yang diberikan,
dan keadaan secara klinis. Anestetik yang ideal akan bekerja secara tepat dan baik serta
mengembalikan

kesadaran

Jenis

dengan

cepat

obat

segera

sesudah
anestesi

pemberian

dihentikan.
umum

Umumnya obat anestesi umum diberikan secara inhalasi atau suntikan intravena.

Anestetik

inhalasi

Anestetik intravena
Tanda

dan

stadium

anestesi

Gambaran tradisional tanda dan stadium anestesi (tanda guedel) berasal terutama dari
penilitian efek diatil eter, yang mempunyai mula kerja sentral yang lambat karena
kelarutannya yang tinggi didalam darah. Stadium dan tanda ini mungkin tidak mudah terlihat
pada pemakaian anestetik modern dan anestetik intravena yang bekerja cepat.
Secara tradisional, efek anestetik dapat dibagi 4 stadium peningkatan dalamnya depresi
susunan

saraf

pusat,
Stadium
Stadium
Stadium

Stadium depresi medula oblongata

33

yaitu:
analgesi
terangsang
operasi

DAFTAR PUSTAKA
1

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.2010.Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi

kedua. Jakarta. Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.


Wrobel M, Werth M.2009. Pokok-pokok Anestesi. Edisi pertama. Jakarta. Penerbit

Buku Kedokteran EGC.


Omoigui S. 2012.Obat-obatan Anestesia. Edisi kedua. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Dachlan, R.,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan


Terapi FK UI. Jakarta

34

Anda mungkin juga menyukai