Anda di halaman 1dari 8

Kompresi medulari akut

1. Latar Belakang
Kompresi

akut

medulla

kegawatdaruratan neurologis

spinalis

merupakan

yang terjadi dalam waktu

beberapa menit-jam, dimana terjadi penekanan pada medulla


spinalis yang disebabkan karena trauma atau penyakit
tertentu sehingga dapat mengganggu fungsi normalnya
(Basuki dkk, 2009). Kompresi Medula Akut merupakan penyakit dengan
tingkat kompetensi 3B, yang berarti lulusan dokter mampu membuat
diagnosis klinis serta dapat langsung memberikan terapi pendahuluan pada
keadaan gawat darurat dan mampu membuat rujukan yang tepat demi
menyelamatkan pasien. (VIHA, 2008)
Kompresi medula akut adalah penekanan pada medula spinalis yang
disebabkan oleh tumor, abses trauma dan penyakit tertentu yang dapat
menekan medula spinalis dan mengganggu fungsi normalnya. (VIHA, 2008).
Kompresi medulla akut termasuk dalam kategori Medical Emergency
dikarenakan perlunya penanganan dan diagnosis secara cepat untuk
mencegah terjadinya disabilitas jangka panjang akibat efek ireversibel
darikompresi medulla spinalis. (Arce et al., 2001)

Gambar 1. Segmen Medula Spinalis yang berada di dalam Kanalis Vertebralis

2. Epidemiologi

Prevalensi kejadian Cedera Medula Spinalis di Amerika kurang lebih


200.000 pasien, kira-kira 10.000 orang meninggal karena komplikasi yang
berhubungan dengan cedera medula spinalis. Kasus baru cedera medula
spinalis diduga setiap tahun terjadi sekitar 15-50 per sejuta penduduk,
sementara angka prevalensi sekitar 900 per sejuta. Cedera medula spinalis
80% terjadi pada pria usia sekitar 15-30 tahun. Di Indonesia Sendiri, cedera
tulang belakang yang masuk di RSUD Dr. Soetomo rata-rata 111 kasus
pertahun. (Setiawan, 2005). Trauma medula spinalis terutama mengenai
orang muda, paling sering usia 20-24 tahun dan sekitar 65% kasus terjadi
dibawah usia 35 tahun, sering terjadi pada pria daripada wanita (3:1). Sekitar
50% akibat kecelakaan kendaraan bermotor, terutama sepeda motor (40%),
jatuh (20%), olahraga (13%), kecelakaan kerja (12%), kekerasan luka tembak
atau tusuk (15%). Lokasi paling sering adalah C5, diikuti C4, C6, T12, C7
dan L1. Kepustakaan lain menyebutkan insiden sesuai lokasi lesi, yaitu,
servikal 40%, torakal 10%, lumbal 3%, dorsolumbal 35%, lain-lain 14%.
(Abrahm, 2004)
Kompresi medulla akut juga dapat disebabkan oleh adanya tumor.
Metastase pada tulang paling sering ditemukan pada kolumna vertebra. 70%
pasien yang telah meninggal diakibatkan oleh kanker memiliki tumor
metastase spinal pada saat diotopsi. Penekanan pada medulla spinalis terjadi
pada 5-10% pasien yang menderita keganasan.(Abrahm, 2004; Bayley et al.,
2001)
3. Patomekanisme
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari komosis sementara (dimana
pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan kompresi substansi
medulla (baik salah satu atau dalam kombinasi), sampai transeksi lengkap
medulla (yang membuat pasien paralisis di bawah tingkat cedera). Bila
hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke
ekstradural, subdural atau daerah subarakhnoid pada kanal spinal. Segera
setelah terjadi kontusio atau robekan akibat cedera, serabut-serabut saraf
mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansi grisea medulla
spinalis menjadi terganggu. Tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cedera

pembuluh darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap


menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia,
hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan
kerusakan mielin dan akson. Reaksi sekunder ini, diyakini menjadi penyebab
prinsip degenerasi medulla spinalis pada tingkat cedera, sekarang dianggap
reversibel 4 sampai 6 jam setelah cedera. Untuk itu jika kerusakan medulla
tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali pengobatan dengan
menggunakan kortikosteroid dan obat-obat anti-inflamasi lainnya yang
dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari perkembangannya,
masuk kedalam kerusakan total dan menetap.(Schiff, 2003; Arce et al., 2001)

Gambar 2. Tampak adanya abses


menekan Medula Spinalis (Schiff, 2003)

4. Diagnosis
Gambaran klinis yang didapatkan pada pasien kompresi medulla
akut adalah Nyeri dapat ditemukan pada 90-95% pasien. Terdapat dua tipe
nyeri:
1. Nyeri punggung local merupakan nyeri yang hampir selalu muncul
sifatnya konstan dan lokasi dekat dengan lesi. Nyeri berkurang pada
saat duduk atau berdiri, tidak seperti kelainan pada diskus yang reda
jika berada pada posisi berbaring. Eksaserbasi dengan peningkatan

tekanan

intratoraks

(bersin,

batuk,

maneuver

Valsalva,

serta

mengedan).
2. Nyeri radicular merupakan kompresi yang terjadi pada spinal root,
ditemukan pada 66% pasien, sering ditemukan pada kejadian
metastasis lumbosacral (90%) dan servikal (79%) dibandingkan
dengan metastasis pada toraks (55%). Pasien merasa nyeri yang
menjalar dari belakang ke depan. Pada ekstremitas, nyeri radicular
biasanya unilateral. Eksaserbasi dengan posisi berbaring, bergerak,
batuk, bersin, dan Valsalva maneuver. Nyeri ini memburuk pada
malam hari dan menjalar sesuai dengan dermatom.
Kelemahan pada kaki akan muncul jika tidak ditangani dengan
seksama, diawali dengan adanya kekakuan dan perasaan ingin jatuh
(ketidakseimbangan).
Kelainan sensoris dapat muncul, yang diawali dengan hilangnya
rasa yang dimulai dari kaki, lalu meningkat hingga ke level kompresi
medulla. Daerah yang mengalami mati rasa jika diraba akan terasa dingin.
Disfungsi anatomis, dengan tanda-tanda awal ialah hilangnya kontrol
berkemih, urgensi. Tanda-tanda akhir berupa retensi urin, serta overflow
incontinence. Ditemukan gejala konstipasi dan hilangnya perspirasi keringat
didaerah bawah lesi.
Lokasi dari kerusakan pada medula spinalis menentukan otot dan
sensasi yang terkena. Kelemahan atau kelumpuhan serta berkurangnya atau
hilangnya rasa cenderung terjadi di bawah daerah yang mengalami
cedera. Tumor atau infeksi di dalam atau di sekitar medula spinalis bisa
secara perlahan menekan medula, sehingga timbul nyeri pada sisi yang
tertekan disertai kelemahan dan perubahan rasa. Jika keadaan semakin
memburuk, nyeri dan kelemahan akan berkembang menjadi kelumpuhan dan
hilangnya rasa, dalam beberapa hari atau minggu. Jika aliran darah ke
medula spinalis terputus, maka kelumpuhan dan hilangnya rasa bisa terjadi
dalam waktu hanya beberapa menit. Penekanan medula spinalis yang
berjalan paling lambat biasanya merupakan akibat dari kelainan pada tulang
yang disebabkan oleh artritis degenerativa atau tumor yang pertumbuhannya

sangat lambat.Penderita tidak merasakan nyeri atau nyeri bersifat ringan,


perubahan rasa (misalnya kesemutan) dan kelemahan berkembang dalam
beberapa bulan.(VIHA, 2008;Schiff, 2003;Arce et al., 2001)
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
neurologis dengan teliti. Perkirakan lokasi lesi pada medulla spinalis. Periksa
residu urin (postvoid urinary residual). Periksa lokasi tumor primer (periksa
dengan teliti payudara, prostat, foto toraks, pemeriksaan laboratorium rutin
termasuk hitung darah tepi, asam urat, fosfatase asam, dan PSA)
Pemeriksaan foto polos vertebra harus dikerjakan dan dapat menunjukkan
adanya Subluksasio atau kolaps vertebra, erosi tulang sekunder terhadap
tumor atau kalsifikasi (meningioma). Pemeriksan MRI vertebra dengan
potongan sagital melalui vertebra terkait dan potongan aksial melalui daerah
yang dicurigai. Bila tidak mungkin dilakukan pemeriksaan MRI, kerjakan
pemeriksaan CT-Mielografi.
Tidak dianjurkan melakukan Pungsi Lumbal bila dicurigai adanya
kompresi medula spinalis; Cairan serebrospinalis dapat diperiksa pada saat
pemeriksaan Mielografi. MRI dapat salah interpretasi pada abses epidural
kecil.

Bila

secara

klinis

sangat

dicurigai,

lakukan

pemeriksaan

Mielografi/CT-Scan. (VIHA, 2008; Schiff, 2003; Arce et al., 2001)


5. Penatalaksanaan farmakologik dan non farmakologik
a. Terapi Farmakologik:
Terapi

farmakologik

berupa

pemberian

Kortikosteroid

(Metilprednisolon) 30 mg/kgBB bolus intravena selama 15 menit


dilanjutkan dengan 5,4mg /kg BB/ jam selama 23 jam. Hasil optimal bila
pemberian dilakukan < 8 jam onset.(Johnston, 1993;Sorenson et al.,
1994)Penggunaan

Metilprednisolon

dapat

meningkatkan

fungsi

neurologis dan meredakan nyeri, mengurangi edema dan memiliki efek


onkolitik. Metilprednisolon juga dapat menurunkan onset iskemik
medula spinalis. Pada pasien dengan prognosis yang cukup buruk dan
keadaan umum yang tidak terlalu baik, pemberian kortikosteroid
merupakan terapi yang paling mungkin untuk dilakukan.(Abrahm, 2004;
Batchelor et al., 2013) Pada penelitian terbaru, ternyata ditemukan bahwa
penambahan Tirilazad, senyawa non-glukokortikoid, yang berfungsi

sebagai neuroprotektor dapat memberikan efek pencegahan terhadap


penggunaan Metilprednisolon yang terlalu lama. (Hall, 2011)
b. Terapi non-Farmakologik:
Radioterapi dapat segera dilakukan setelah diagnosis telah ditegakkan.
Radioterapi dapat diberikan pada tumor-tumor yang radiosensitive dan
tidak ditemukan adanya kelainan pada spinal. (VIHA, 2008;Sprigings
and Chambers, 2010)Selain itu radioterapi dapat digunakan sebagai
terapi paliatif pada penderita paraplegia.(Greenberg et al., 1980)
Terapi bedah dapat diberikan pada pasien dengan keadaan umum yang
stabil. Terapi Bedah merupakan terapi lini pertama jika lokasi tumor
primer tidak diketahui, dengan relaps setelah radioterapi atau adanya
instabilitas pada spinal serta pergeseran tulang belakang. Selain itu harus
dipertimbangkan mengenai tumor yang tidak sensitive pada radioterapi.
(Abrahm, 2004)
6. Kontrol dan Pencegahan
Penyebab dari kejadian kompresi medulla spinalis sangat beragam, tidak
mungkin dilakukan pencegahan secara menyeluruh terhadap faktor resiko
yang timbul. Pengecekan terhadap berat badan serta sering berolahraga dapat
menurunkan resiko peningkatan tekanan pada punggung sekaligus gejala
pada kompresi medulla spinalis. Selain itu, edukasi mengenai cara
mengangkat beban yang benar dapat menurunkan kejadian cedera pada tulang
belakang yang dapat menimbulkan kompresi pada tulang belakang. (Furlan
et al., 2011)
7. Prognosis
Derajat fungsi neurologis pada saat diagnosis dan mulainya mendapat
penanganan adalah faktor terpenting untuk menentukan derajat perbaikan
fungsi. Pemberian IV Kortikosteroid dapat diberikan untuk mengurangi
edema dan meningkatkan fungsi neurologis sambil menentukan diagnosis
pasti yang diderita oleh pasien. (Furlan et al., 2011)

Daftar Pustaka
Abrahm, J. L. 2004. Assessment and treatment of patients with malignant spinal
cord compression. J Support Oncol, 2, 377-88.
Arce, D., Sass, P. & Abul-Khoudoud, H. 2001. Recognizing spinal cord
emergencies. Am Fam Physician, 64, 631-8.
Basuki dkk. 2009. Kegawatdaruratan Neurologis. Bagian Ilmu Penyakit Saraf.
Bandung
Batchelor, P. E., Wills, T. E., Skeers, P., Battistuzzo, C. R., Macleod, M. R.,
Howells, D. W. & Sena, E. S. 2013. Meta-analysis of pre-clinical studies
of early decompression in acute spinal cord injury: A battle of time and
pressure. PloS one, 8, e72659.
Bayley, A., Milosevic, M., Blend, R., Logue, J., Gospodarowicz, M., Boxen, I.,
Warde, P., McLean, M., Catton, C. & Catton, P. 2001. A prospective study
of factors predicting clinically occult spinal cord compression in patients
with metastatic prostate carcinoma. Cancer, 92, 303-310.
Furlan, J. C., Noonan, V., Cadotte, D. W. & Fehlings, M. G. 2011. Timing of
decompressive surgery of spinal cord after traumatic spinal cord injury: an
evidence-based examination of pre-clinical and clinical studies. Journal of
neurotrauma, 28, 1371-1399.
Greenberg, H. S., Kim, J. H. & Posner, J. B. 1980. Epidural spinal cord
compression from metastatic tumor: results with a new treatment protocol.
Annals of neurology, 8, 361-366.

Hall, E. 2011. Antioxidants Therapies for Acute Spinal Cord Injury.


Neurotherapeutics, 8, 152-67.
Schiff, D. 2003. Spinal Cord Compression. Neurol Clin N Am, 21, 67-86.
VIHA 2008. Spinal Cord Compression. VIHA EOL Symptom Guidelines, 1, 179185.

Anda mungkin juga menyukai