Anda di halaman 1dari 80

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN

OKSIGENASI PADA TN. P DI RUANG KENANGA B14


RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif


Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan
Pendidikan Ahli Madya Keperawatan

Disusun Oleh :

Galuh Febriana
A01201640

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


2015

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Laporan Hasil Ujian Komprehensih telah Diterima dan Disetujui oleh Pembimbing Ujian
Akhir Diploma III Keperawatan STIKES Muhammadiyah Gombong pada :

Hari/Tanggal

Tempat

STIKES Muhammadiyah Gombong

Pembimbing

( Isma Yuniar, S.Kep., Ns., M. Kep. )

ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA


TN. P DI RUANG KENANGA B14 RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
Yang dipersiapkan dan disusun oleh
Galuh Febriana
A01201640

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


Pada tanggal tanggal 03-Agustus- 2015

Susunan Dewan Penguji

1. Sawiji, S. Kep., Ns., M. Sc

()

2. Isma Yuniar, S. Kep., Ns., M. Kep

()

Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKES Muhammadiyah Gombong

( Sawiji, S. Kep., Ns., M. Sc )

iii

Program DIII Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Gombong
Laporan Keperawatan, Agustus 2015
Galuh Febriana, Isma Yuniar, S. Kep., Ns., M. Kep
Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Tn.P
Di Ruang Kenanga B14 RSUD Dr. Soedirman Kebumen
ABSTRAK
Latar Belakang : PPOK adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di
saluran nafas. PPOK bisa mengakibatkan masalah keperawatan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi yang paling vital bagi tubuh, dampaknya yaitu kerusakan sel-sel otak. Prevalensi
terjadinya kematian akibat rokok pada PPOK pada tahun 2010 sebanyak 80-90 % dan di
RSUD Dr. Soedirman didapatkan data sebanyak 30 % pasien menderita PPOK.
Tujuan Asuhan Keperawatan : Untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi pada pasien.
Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi : Keluhan utama pasien yaitu
mengatakan sesak nafas, dan ada sekret yang sulit dikeluarkan pada saat itu muncul masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, pasien dilakukan pengobatan menggunakan
bronkodilator menggunakan obat ventolin 2,5 mg dan flexsotide 0,5 mg.
Analisa Tindakan : Penggunaan bronkodilator dapat membantu mengatasi ketidakefektifan
bersihan jalan nafas pada pasien PPOK sehingga tidak mengalami gangguan pemenuhan
oksigenasi. Pasien tersebut dilakukan pengobatan melalui inhalasi dengan cara menggunakan
bronkodilator, setelah dilakukan pengobatan tersebut sesak nafas semakin berkurang dan
pasien mengatakan bisa mengeluarkan sekret dengan mudah sehingga merasa kembali lega.
Kesimpulan : Pasien yang mengalami PPOK, dapat mengakibatkan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas yang bisa mengakibatkan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
sehingga bisa dilakukan penggunaan bronkodilator untuk mengatasi ketidakefektifan bersihan
jalan nafas.
Keyword :PPOK, Oksigenasi, Bronkodilator.

iv

Diploma III of Nursing Program


Muhammadiyah Gombong School of Health Science
Nursing Care Report, August 2015
Galuh Febriana, Isma Yuniar, S. Kep., Ns., M. Kep
Nursing Care of Safe and Need Fulfillment Oxygenation to Mr. P in Kenanga
Ward Room B14 Kebumen State Hospital Dr. Soedirman

ABSTRACT
Background : COPD is disease characterized by the air flow resistance in the entire breath
COPD can cause nursing problems meeting the needs of the most vital oxygenation for the
body. The impact is damage to brain cells. Pravalention occurrence of smoking-related
mortality in COPD in 2010 as much as 80-90% and at the Kebumen State Hospital Dr.
Soedirman obtained the data as much as 30% of patients suffering from COPD.
The Objective : To meet the needs of the patients oxygenation.
Nursing Resume : The main complaint of patients is said shortness of breath, and there are
secretions are difficult to remove at the moment it appears the problem inneffectiveness
airway clearance, patients underwent treatment with a bronchodilator use ventolin medication
flexsotide 2,5 mg and 0,5 mg.
Discussion : The use of bronchodilators can help overcome the ineffectiveness of airway
clearance in patients with COPD so as not impaired oxygenation fulfillment, patients
underwent treatment by inhalation by using a bronchodilator. After the treatment of shortness
of breath on the wane and discharging patients say could easily be that feeling back relief.
Conclusion: Patients with COPD, can result in airway clearance ineffectiveness that could
lead to disruption of oxygenation that fulfillment possible use of bronchodilators to overcome
the ineffectiveness of airway clearance.
Keyword: COPD, Oxygenation, Bronchodilators.

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh


Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Alllah S.W.T yang telah
memberikan rakhmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ujian
komprehensif ini dengan Asuhan keperawatan pada Tn.P dengan diagnosa Penyakit Paru
Obstruktif Kronik di bangsal Kenanga B14 RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan teman-teman, dari berbagai pihak,
untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya
dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Bpk. Madkhan Anis, M. Kep, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Gombong.
2. Bpk. Bambang Suryanto, M. Kes, selaku Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Soedirman Kebumen.
3. Bpk. Sawiji, S. Kep., Ns., M. Sc, selaku Ketua Prodi Diploma III
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.
4. Ibu Isma Yuniar, S. Kep., Ns., M. Kep, selaku Dosen Pembimbing Karya Tulis
Ilmiah.
5. Bpk. Harry Cahyono, S. Kep. Ns, selaku Kepala Ruang Kenanga RSUD
Dr. Soedirman Kebumen dan selaku Pembimbing Klinik.
6. Ibu Ike Mardiati Agustin, M. Kep. Sp. Kep. J, selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah selama ini membimbing dengan sangat baik dan sabar.
Ibu Nurlaila, M. Kep., Ns. selaku Dosen yang selalu membuat saya termotivasi atas
semangat yang diberikan oleh beliau.
Bpk. Hendri Tamara Yudha, S. Kep., Ns., M. Kep, selaku Dosen yang telah sabar
dalam mengajar selama ini beserta seluruh staf
dan karyawan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong yang
telah banyak membantu dalam penyelesaian laporan.
7. Ayahanda Sumarso, Ibunda Martiyem, keluarga Ayahanda Machfud dan semua
keluarga yang tercinta yang telah memberikan dukungan doa serta semangat,
baik moral dan materi serta motivasi selama ini.

vi

8. Jumariyah teman sekelas yang selama ini telah peduli terhadap saya, yang mengerti
akan keluh kesah saya dan juga semua teman-teman dari Prodi DIII Keperawatan
STIKES
Muhhammadiyah Gombong, teman-teman dan kakak tingkat semua dari STIKES
Muhammadiyah

Gombong,

teman-teman

seperjuangan

semua

yang

telah

membantuku dalam
penyusunan laporan ini.
9. Hermawan Sutanto yang telah selama ini mensuport dan mendukung serta semua
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan saran sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik dari segi bentuk maupun isinya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi perbaikan penyempurnaan makalah ini.
Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Gombong, 03-Agustus-2015
Penulis

( Galuh Febriana )

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING..

ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

iii

ABSTRAK ..

iv

ABSTRACT

KATA PENGANTAR.

vi

DAFTAR ISI....

viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..

B. Tujuan Penulisan. .

a. Tujuan Umum

b. Tujuan Khusus

C. Manfaat Penulisan.......................................................................

BAB II KONSEP DASAR..

A. Definisi Oksigenasi.........................................

B. Etiologi....................

C. Manifestasi Klinis........................................................................

D. Rencana Keperawatan................................................................

E. Terapi Oksigenasi........................................................................

12

F. Keterkaitan Oksigenasi dengan PPOK......................................

13

BAB III RESUME KEPERAWATAN...

15

A. Pengkajian..

15

B. Analisa Data...

18

C. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi

19

BAB IV PEMBAHASAN

26

BAB V PENUTUP................................................................................

37

A. KESIMPULAN..........................................................................

37

B. SARAN......................................................................................

38

viii

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................

LAMPIRAN.........................................................................................

ix

viii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan
aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya (Kemenkes, 2008). Penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak
menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan
faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK,
semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta
pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja
(Kemenkes, 2008).
Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sering mengalami
peningkatan tahanan aliran udara, air trapping, dan hiperinflasi paru. Hiperinflasi
paru menyebabkan kerugian pada otot inspiratori secara mekanik, sehingga terjadi
peningkatan ketidakseimbangan antara mekanisme pernapasan, kekuatan dan
kemampuan usaha bernafas untuk memenuhi volume tidal (Smeltzer & Bare, 2005
dalam penelitian Aini, et al, 2008). Kondisi di atas dapat menyebabkan penurunan
fungsi ventilasi paru, dimana fungsi ventilasi paru adalah kemampuan dada dan paru
untuk menggerakkan udara masuk dan keluar alveoli. Fungsi ventilasi paru ini
dipengaruhi oleh latihan dan penyakit (faktor eksternal) serta usia, jenis kelamin, dan
tinggi badan (faktor internal).
Permasalahan PPOK (penyakit paru obstruktif kronik), di Indonesia saat ini dan
mendatang diperkirakan akan berdampak besar, terutama pada mortalitas dan dampak
sosial ekonomi, karena berhubungan dengan masih tingginya perokok dan perkiraan
umur rata-rata yang meningkat (Hudoyo, 2015). Di Indonesia angka penderita PPOK

sangat tinggi. Bahkan di Indonesia penyakit PPOK menempati urutan ke-5 sebagai
penyakit yang mematikan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun
2010 penyakit ini menempati urutan keempat sebagai penyebab kematian.
Diperkirakan pada dekade mendatang akan menempati urutan ketiga. Kondisi ini
sangat memprihatinkan, apalagi PPOK erat sekali hubungannya dengan mereka yang
memiliki kebiasaan merokok, selama ini belum banyak diketahui oleh masyarakat,
padahal hampir 80% perokok dipastikan akan mengalami PPOK (Suradi, 2007 dalam
jurnal penelitian Nugraha, 2015).
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut yaitu kebiasaan
merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %), pertambahan
penduduk, meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an
menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an, industrialisasi, dan polusi udara terutama di
kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan. Di negara dengan prevalensi TB
paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar penderita yang sembuh setelah pengobatan
TB. Pada sebagian penderita, secara klinik timbul gejala sesak terutama pada aktiviti,
radiologik menunjukkan gambaran bekas TB (fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan
uji faal paru menunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel.
Kelompok penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberkulosis (SOPT) (Hudoyo, 2015).
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010
diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab
kematian. Prevalensi terjadinya kematian akibat rokok pada penyakit paru obstruksi
kronis pada tahun 2010 sebanyak 80-90 % (Kasanah, 2011). Data yang diperoleh di
Rekam Medis Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedirman Kebumen pada bulan
Januari sampai Mei 2015 didapatkan data sebanyak 30 % pasien menderita penyakit
paru obstruksi kronis (RSUD Dr.Soedirman Kebumen, 2015).
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien PPOK salah satunya adalah
gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ventilasi, hipersekresi jalan
napas. Intervensi mandiri yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara lain;

atur posisi tidur semi fowler, monitor frekuensi pernapasan, dan kedalaman
pernapasan (Smeltzer & Bare, 2005 dalam penelitian Aini, et al, 2008). Dikalangan
profesi perawat, teori kebutuhan manusia yang sering dijadikan acuan adalah hierarki
kebutuhan dasar manusia yang dipublikasikan oleh Abraham Maslow. Menurut
beliau yaitu kebutuhan fisiologis keselamatan dan keamanan, kebutuhan mencintai
dan dicintai, harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri, salah satu kebutuhan fisiologis
adalah kebutuhan oksigen dalam tubuh (Asmadi, 2008 dalam Manurung, 2012).
Oksigen adalah salah satu kebutuhan yang paling vital bagi tubuh. Kekurangan
oksigen kurang dari lima menit akan menyebabkan kerusakan sel-sel otak. Selain itu
oksigen digunakan oleh sel tubuh untuk mempertahankan kelangsungan metabolisme
sel. Oksigen akan digunakan dalam metabolisme sel membentuk ATP (Adenosin
Trifosfat) yang merupakan sumber energi bagi sel tubuh agar berfungsi secara
optimal. Oksigenasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh dengan cara
melancarkan saluran masuknya oksigen atau memberikan aliran gas oksigen (O2)
sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. Prosedur pemenuhan
kebutuhan oksigen dapat dilakukan dengan pemberian oksigen dengan menggunakan
kanula dan masker, fisioterapi dada, dan cara penghisapan lender (suction).
PPOK sangat mempegaruhi kualitas hidup klien, karena diagnosa keperawatan
pada klien dengan gangguan sistem pernafasan : penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK) dapat berupa ketidakefektifan bersihan jalan nafas, gangguan pola tidur, dan
defisiensi pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyaningrum (2013)
bahwa diagnosa keperawatan penyakit PPOK dapat berupa ketidakefektifan bersihan
jalan nafas, hal ini disebabkan produksi sekret akan terus terjadi selama ada infeksi
pada saluran napas, sejalan dengan teori Price (2007) yang menyatakan bahan cair
(sekret) lepas ke dalam bronkus yang mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi
sputum pada jalan napas pasien PPOK. Menurut data internasional sleep of disorder,
prevalensi penyebab-penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut: Penyakit asma
(gangguan pernafasan) (61-74%), gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki
malam hari (16%), psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%),

ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65).


Demensia (5%), gangguan perubahan jadwal kerja (2-5%), gangguan obstruksi sesak
saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (mendadak tidur)
(0,03%-0,16%) (Japardi, 2012). Kurangnya pengetahuan tentang PPOK juga dapat
memperparah kondisi pasien, berhubungan dengan ketidaktahuan cara pencegahan
dan penanganan PPOK. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Notoatmodjo (2010) bahwa pengetahuan merupakan domain bagi perilaku kesehatan.
Berdasarkan diagnosa keperawatan tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengangkat kasus ini dalam suatu asuhan keperawatan yang berjudul Asuhan
Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Tn.P Di Ruang Kenanga B14
RSUD Dr.Soedirman Kebumen. Alasan penulis tertarik untuk mengambil kasus ini
adalah karena penyakit ini memerlukan pengobatan dan perawatan yang optimal
sehingga perawat memerlukan ketelatenan untuk dapat memelihara, mengembalikan
fungsi paru dan kondisi pasien sebaik mungkin. Penyakit ini akan terus mengalami
perkembangan yang progresif dan belum ada penyembuhan secara total. Maka dari
itu, perawat terfokus untuk melakukan perawatan yang meliputi terapi obat,
perubahan gaya hidup, terapi pernafasan dan juga dukungan emosional bagi penderita
penyakit paru obstruksi kronis.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum Penulisan
Untuk

memperoleh

gambaran

nyata

tentang

asuhan

keperawatan

pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada Tn.P di Ruang Kenanga B14 RSUD Dr.
Soedirman Kebumen.

2. Tujuan Khusus Penulisan


a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. P dengan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien PPOK di Ruang Kenanga B14 RSUD Dr.
Soedirman Kebumen
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. P dengan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien PPOK di Ruang Kenanga B14 RSUD Dr.
Soedirman Kebumen
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada Tn. P dengan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien PPOK di Ruang Kenanga B14 RSUD Dr.
Soedirman Kebumen
d. Mampu melakukan rencana tindakan keperawatan pada Tn. P dengan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien PPOK di Ruang Kenanga B14
RSUD Dr. Soedirman Kebumen
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. P dengan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien PPOK di Ruang Kenanga B14 RSUD Dr.
Soedirman Kebumen
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn. P dengan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien PPOK di Ruang Kenanga B14
RSUD Dr. Soedirman Kebumen

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi / Pendidikan
a. Untuk menambah khasanah kepustakaan bidang ilmu keperawatan.
b. Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi dosen dan mahasiswa Prodi D3
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Gombong.
2. Bagi Rumah Sakit
Laporan kasus ini dapat menjadi masukan dalam melakukan pelayanan
peningkatan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
3. Bagi Klien
Memperoleh pengetahuan tentang pemenuhan kebutuhan oksigenasi melalui
pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pegawai shift di


PT.Krakatau Tirta Industri Cilegon. Junal Penelitian Fakultas Ilmu Keparawatan
Universitas Indonesia Depok.
Aini, et al (2008). Pengaruh Breathing Retraining Terhadap Peningkatan Fungsi Ventilasi
Paru Pada Asuhan Keperawatan Pasien PPOK. Jurnal Keperawatan Indonesia,
Volume 12, No. 1, Maret 2008; hal 29-33
Andarmoyo (2012). Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) Konsep, Proses Dan Praktik
Keperawatan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu
Arita Murwani (2011). Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi I. Yogyakarta
Asmadi (2008) dalam Manurung (2012). Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC
Delvaux dkk (2004). Nebulised salbutamol administered during sputum induction improves
bronchoprotection in patients with asthma. Thorax. 2004;59:111-5
Gina (2009). National Heart Lung and Blood Institute. Artikel diakses pada hari jumat
tanggal 26 Juni 2015 jam 16.29 WIB di http://www.ginasthma.org/documents/4
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) (2013). Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). Artikel diakses pada hari jumat tanggal 26 Juni 2015
jam 15.35 WIB di http://www.klikparu.com/2013
Gultom, 2013. Asuhan Keperawatan pada Tn. J dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar
Oksigenasi di RSUP Haji Adam Malik Medan. Karya Tulis Ilmiah Program Studi
DIII Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Herdman (2012). Diagnosis Keperawatan, Jakarta: EGC
Hudoyo (2015). Penatalaksanaan Asma & PPOK Pada Orang Dewasa berdasar Pedoman
GINA (Global Initiative for Asthma) & GOLD (Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease). Artikel Kesehatan Dept Pulmonologi & Ilmu
Kedokteran Respirasi FKUI/
Idrus, dkk (2012). Perbandingan Efek Salbutamol dengan Salbutamol yang Diencerkan
dengan NaCl 0,9% pada Pasien Dewasa dengan Asma Akut Sedang di RS
Persahabatan. Jurnal Respir Indo Vol. 32, No. 3, Juli 2012
Japardi (2012). Gangguan Tidur. Avaliable from :http://library.usu.ac.id
Kamus Kesehatan, 2015. Obstruksi Jalan Napas. Diakses pada hari jumat tanggal 26 Juni
2015 jam 16.15 WIB di http://kamuskesehatan.com/arti/obstruksi-jalan-napas/

Kasanah (2011). Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Eksasebrasi Akut Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam Medis Pasien
Rawat Inap Di RSUD Sragen. Sragen : Jurnal Keperawatan.
Kemenkes,

2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1022/Menkes/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru
Obstruktif Kronik Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia

Khair, 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan tidur pada
pasien preoperasi yang pertama kali dirawat inap di Ruang Bedah RSUP Dr.M.
Djamil Padang tahun 2012. Penelitian Keperawatan Medikal Bedah Fakultas
Keperawatan Universitas Andalas
Lydia (2012). Ganguan Pola Tidur. Artikel kesehatan diakses pada hari sabtu tanggal 27 Juni
2015 jam 20.32 WIB di http://www.google.co.id
Lyndon Saputra (2010). Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Tangerang : Binarupa Aksara
Publisher
NANDA. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika
Notoatmodjo (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Nugraha, 2015. Hubungan Derajat Berat Merokok Berdasarkan Indeks Brinkman Dengan
Derajat Berat PPOK. Jurnal Penelitian Akper Patria Husada Surakarta
Nurlela (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pasien post operasi
laparatomi di ruang rawat inap rumah sakit pku muhammadiyah gombong.
Naskah
Publikasi
diakes
di
http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/files/disk1/21/jtstikesmuhgo-gdl-sitinurlel1042-1-vol.5n-3.pdf
Price (2007). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta.
Putri, dkk, 2013. Obat Antitusif, Obat Ekspektoransia dan Obat Bronkodilator. Materi Kuliah
Kimia Farmasi II Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes RI Pangkalpinang
RSUD Dr.Soedirman Kebumen (2015). Profil Kesehatan RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
Kebumen
Santosa, dkk (2014). Pengaruh Pemberian Bronkodilator (Ventolin) secara Inhalasi
terhadap Tingkat Reversibilitas Faal Paru Penderita Asma Bronkiale. Jurnal
Penelitian diakses pada hari sabtu tanggal 04 Juli 2015 jam 07.40 WIB di
ttp://majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-kedokteran/article/view/53
Saryono (2015).Terapi Oksigen. Modul Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed
Soetedjo dan Margono (2011). Peran Antikolinergik Sebagai Bronkodilator, Jurnal Penelitian
ISSN 9770216589903 Vol. 2 / No. 1 / Published : 2011-01 Universitas Airlangga

Sulistiyaningrum (2013). Asuhan keperawatan pada Tn. S dengan gangguan sistem


pernapasan : penyakit paru obstruktif kronis di Ruang Multazam RS PKU
Muhammadiyah Surakarta. Naskah Publikasi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Susanti (2011). Pengertian Defisiensi pengetahuan. Artikel diakses pada hari rabu tanggal 01
Juli 2015 jam 19.40 WIB di http://www.google.co.id
T.M.Marrelli, Deborah S.Harper (2008). Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit
Dalam). Dialih bahasakan oleh Abdul Gofir. Jakarta : Salemba Medika
Tirjani (2012). Gambaran Kecepatan Aliran Sekresi Saliva Pada Pengguna Bronkodilator
Antikolinergik. Jurnal Penelitian diakses pada hari selasa tanggal 07 Juli 2015 jam
21.15 WIB di http://pustaka.unpad.ac.id/archives/116853/
Vougans (2013). Manifestasi Klinis Oksigenasi. Diakses pada hari jumat tanggal 26 Juni
2015 jam 18.50 WIB di http://www.google.co.id
Wahit Iqbal Mubarak (2007). Buku ajar kebutuhan dasar manusia : Teori & Aplikasi dalam
praktek. Jakarta: EGC.
Wartonah Tarwanto (2006). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan edisi 3.
Jakarta: Salemba:Medika.
Wilkinson (2006). Diagnosa Keperawatan.Jakarta: Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Kozier. Fundamental of Nursing
Wulandari (2012). Lingkungan Yang Sehat. Artikel diakses pada hari sabtu tanggal 27 Juni
2015 jam 09.38 WIB di repository.usu.ac.id/bitstream/pdf

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN : PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
(CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE)

Disusun Oleh :
Nama

: Galuh Febriana

NIM

: A01201640

Ruang

: KENANGA / RSUD KEBUMEN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
TAHUN 2015

KONSEP DASAR

A. Definisi
Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (COPD) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Irman, 2008).
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan
alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk, dan/ atau
sputum yang diluar batas normal dalam variasi hari ke hari (GOLD, 2009).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan sejumlah gangguan yang mempengaruhi
pergerakan udara dari dan keluar paru. Gangguan yang penting adalah bronkhitis obstruktif,
emfisema,dan asma bronkhial.
( Arif Muttaqin, 2008: 156 )

B. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin, (2008: 156 ) penyebab dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik
adalah :
a. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronkhitis kronik dan emfisema.
b. Adanya infeksi : Haemophilus influenzae dan streptococcus pneumonia.
c. Polusi oleh zat- zat pereduksi.
d. Faktor keturunan.
e. Faktor sosial- ekonomi : keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk.

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:


1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas

4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi


5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

D. Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil
metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi
adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran
gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang
sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital
(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas
vital paksa (VEP1/KVP).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi
dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD,
2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi

berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi
akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

E. Komplikasi PPOK/ COPD:


Menurut Arif Muttaqin, ( 2008 ) komplikasi dari penyakit paru obstruksi kronik adalah :
a. Gagal pernafasan.
b. Atelektasis
c. Pneumonia ( proses peradangan pada jaringan paru ).
d. Pneumothorax.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau
rawat inap dan dilakukan di poliklinik rawat jalan, ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau
ruang ICU (PDPI, 2009).
1. Bronkodilator: Albuaterol ( proventil, ventolin ), isoetarin ( bronkosol, bronkometer
2. Kortikosteroid : Metilprenisolon, Deksametason.
3. Antibiotik
4. Terapi Oksigen: sesuai indikasi hasil AGD dan toleransi klien.
5. Ventilasi Mekanik
6. Bantu pengobatan pernafasan (Fisioterapi dada)
7. Berikan vitamin atau mineral atau elektrolit sesuai indikasi.

G.

Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik/ Penunjang

1. Peningkatan Hb (empisema berat)


2. Peningkatan eosinofil/ asma
3. Penurunan alpha 1- antitrypsin
4. PO2 menurun dan PCO2 normal atau meningkat (bronkhitis kronis dan emfisema.
5. Chest X-ray: dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma mendatar
6.

EKG: deviasi aksis kanan; gelombang P tinggi (pada pasien asma berat dan atrial
disritmia/bronkhitis); gel.P pada Leads II, III, AVF panjang dan tinggi (brinkhitis dan
emfisema); dan aksis QRS vertikal (emfisema

H. Pengkajian Fokus Menurut Nanda

1. Health Promotion (Peningkatan Kesehatan)


Kesadaran akan kesehatan atau normalitas fungsi dan strategi-strategi yang diterapkan
untuk mempertahankan control dan meningkatkan kesehatan atau normalitas fungsi tersebut.
a. Health Awareness (Kesadaran Kesehatan
b. Health Management (Manajemen Kesehatan)

2. Nutrition (Nutrisi)
a.

Ingestion (Proses masuknya makanan)

b. Digestion (Pencernaan)
c. Absorption (Penyerapan)

d. Metabolism (Metabolisme)
e. Hydration (Minum)

3. Elimination (Pembuangan):
Keluarnya produk-produk kotoran dari tubuh
a. Urinary system (Sistem Urinaria) : proses keluarnya urine
b.

Gastrointestinal system( Sistem gastrointestinal) : Pengeluaran dan pengenyahan produkproduk kotoran dari isi perut

c.

Integumentary system( Sistem Integumen) : Proses keluarnya melalui kulit

d. Pulmonary system( Sistem Paru-paru) : Pembersihan produk-produk metabolis secara ikutan,


pengeluaran dan benda-benda asing dari paru-paru atau dua saluran bronkus.

4. Activity/ Rest (Aktifitas/ Istirahat)


Produksi, konservasi, pengeluaran atau keseimbangan sumber-sumber tenaga
a. Sleep / Rest (Tidur/istirahat)
b. Activity / Exercise (Aktifitas/berolahraga)
c. Energy Balance (Keseimbangan)
d. Energi Cardiovascular-pulmonary Responses (respon jantung-paru-paru)

5. Perception/ Cognition (Cara Pandang/ Kesadaran)


a.

Sistem pemrosesan informasi manusia, termasuk perhatian, orientasi (tujuan), sensasi, cara
pandang, kesadaran, dan komunikasi

b. Attention (Perhatian)
c. Orientation (Tujuan) :
d. Sensation/Perception (Sensasi/Cara Pandang)
e. Cognition (Kesadaran)
6. Communication (Komunikasi) Self- Perception (Persepsi Diri)
Kesadaran Akan diri sendiri
a. Self-Concept (Konsep Diri) : persepsi tentang diri sendiri secara menyeluruh
b.

Self-Esteem (Penghargaan diri) : Penilaian akan pekerjaan sendiri, kapabilitas, kepentingan,


dan keberhasilan

c. Body Image (Citra Tubuh) : Citra mental akan tubuh diri sendiri

7. Role Relationships (Hubungan Peran)


a.

Caregiving Roles (Peran-peran yang memberi perhatian) : Pola perilaku yang diharapkan
secara social oleh individu- individu yang menyediakan perawatan dan bukan para
professional perawatan kesehatan

b.

Family Relationships (Hubungan keluarga) : Asosiasi orang-orang yang secara biologis


saling berkaitan

c.

Role Performance (Kinerja Peran) : Kualitas memfungsikan didalam pola-pola perilaku yang
diharapkan secara social

8. Sexuality /Seksualitas
Identitas seksual, fungsi seksual dan reproduksi
a. Sexual Identity (Identitas Seksual)
b. Sexual Function (Fungsi Seksual)
c. Reproduction (Reproduksi)

9. Coping/ Stress Tolerance


Berkaitan dengan kejadian-kejadian atau proses-proses kehidupan
a.

Post-Trauma Responses (Respon paska trauma) Reaksi- reaksi yang terjadi setelah trauma
fisik atau psikologis

b.

Coping Responses (Respon-respon penanggulangan) : Proses mengendalikan tekanan


lingkungan

c.

Neuro-behavioral Responses (Respon-respon perilaku syaraf) Respon perilaku yang


mencerminkan fungsi saraf dan otak

10. Life Principles (Prinsip- Prinsip Hidup)


Prinsip- prinsip yang mendasari perilaku, pikiran dan perilaku tentang langkahlangkah, adapt istiadat, atau lembaga yang dipandang benar atau memiliki pekerjaan intrinsik
a.

Values: (Nilai- nilai) : Identifikasi dan pemeringkatan tentang bagaimana akhirnya bertindak
yang disukai

b.

Beliefs: (Kepercayaan) : Pendapat, harapan atau penilaian atas tindakan, adapt istiadat, atau
lembaga yang dianggap benar atau memiliki pekerjaan instrinsik

c.

Value/Belief/Action Congruence: (Nilai, Kepercayaan, kesesuaian tindakan) : korespondensi


atau keseimbangan yang dicapai antara nilai-nilai, kepercayaan dan tindakan

11. Safety/ Protection (Keselamatan/ Perlindungan)


Aman dari mara bahaya, luka fisik atau kerusakan system kekebalan, penjagaan akan
kehilangan dan perlindungan keselamatan dan keamanan
a.

Infection: (Infeksi) : Respon-respon setempat setelah invasi patogenik

b. Physical Injury: (luka Fisik) : Luka tubuh yang membahayakan


c.

Violence: ( kekerasan ) penggunaan kekuatan atau tenaga yang berlebihan sehingga


menimbulkan luka atau siksaan

d.

Environmental Hazards: (tanda bahaya lingkungan ) sumber-sumber bahaya yang ada


dilinkungan sekitar kita

e.

Defensive Processes: ( proses mempertahankan diri ) proses seseorang mempertahankan diri


dari luar

f.

Thermoregulation: proses fisiologis untuk mengatur panas dan energi di dalam tubuh untuk
tujuan melindingi organisms.

12. Comfort
Rasa kesehatan mental, fisik, atau social, atau ketentraman
a. Physical Comfort : merasakan tentram dan nyaman
b. Social Comfort : merasakan tentram dan nyaman dari situasi social seseorang

13. Growth/ Development


Bertambahnya usia yang sesuai dengan demensi fisik, system organ dan atau tonggak
perkembangan yang dicapai
a. Growth: kenaikan demensi fisik atau kedewasaan system organ
b. Development: apa yang dicapai, kurang tercapai, atau kehilangan tonggak perkembangan

I. Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul


1.

Ketidakefektifan Bersihan jalan napas b.d kelemahan, upaya batuk yang buruk, sekresi yang
kental atau berlebihan.

a. Definisi:
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan
untuk mempertahankan kebersihan jalan napas.
b. Batasan Karakteristik :
1) Tidak ada batuk

2) Suara napas tambahan


3) Perubahan frekuensi napas
4) Sianosis
5) Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara
6) Penurunan bunyi napas
7) Dispnea
8) Sputum dalam jumlah yang berlebihan
9) Batuk yang tidak efektif
10) Orthopnea
11) Gelisah
12) Mata terbuka lebar
2.

Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen.

a. Definisi:
Ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan menyelesaikan
aktivitas kehidupan sehari hari yang harus atau yang ingin dilakukan
b. Batasan Karakteristik
1) Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
2) Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
3) Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
4) Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia
5) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
6) Dispnea setelah beraktifitas
7) Menyatakan merasa letih
8) Menyatakan merasa lemah
3.

Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d kelelahan, batuk yang sering,
adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia.

a. Definisi:
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
b. Batasan Karakteristik
1)

Kram abdomen

2)

Nyeri abdomen

3)

Menghindari makan

4)

Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal

5)

Kerapuhan kapiler

6)

Diare

7)

Kehilangan rambut berlebihan

8)

Bising usus hiperaktif

9)

Kurang makanan

10)

Kurang informasi

11)

Kurang minat pada makanan

12)

Penuruna BB denga asupan makanan adekuat

13)

Kesalahan konsepsi

14)

Kesalahan informasi

15)

Membrane mukosa pucat

16)

Ketidakmampuan memakan makanan

17)

Tonus otot menurun

18)

Mengeluh gangguan sensasi rasa

19)

Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA ( Recommended Daily Allowance)

20)

Cepat kenyang setelah makan

21)

Sariawan rongga mulut

22)

Steatorea

23)

Kelemahan otot pengunyah

24)

Kelemahan otot untuk menelan

J. Intervensi Keperawatan (NANDA, NIC- NOC, 2013).

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
1.

Tujuan dan Kriteria Hasil

Bersihan Jalan NafasN NOC :


tidak efektif

a.

Respiratory

Faktor yang berhubungan Ventilation


dengan:
a.

b.

merokok

mengisap

NIC:
status

: Airway Suction
a.

Pastikan kebutuhan oral /

Respiratory status : Airway tracheal suctioning.

Lingkungan : perokok patency


pasif,

b.

Intervensi

b.

aspa,

Berikan

O2

l/mnt,

metode
Setelah dilakukan tindakan
c.

Anjurkan

pasien

untuk

Obstruksi jalan nafas : keperawatan

selama istirahat dan napas dalam

spasme jalan nafas, sekresi ..pasien

menunjukkan setelah kateter dikeluarkan

tertahan,

banyaknya keefektifan jalan nafas

dari nasotrakheal

mukus, adanya jalan nafas


buatan, sekresi bronkus,a. Kriteria Hasil :
adanya

eksudat

alveolus,

adanya

di Mendemonstrasikan batuk a.
benda efektif dan suara nafas yang

asing di jalan nafas.


c.

ai Airway Managemen

paru

asma,

bersih, tidak ada sianosis danb.

penyakit mengeluarkan sputum,

obstruktif

dinding ada pursed lips)

bronchial,

infeksi,
b.

disfungsi neuromuskular

untuk

Lakukan fisioterapi dada jika


perlu

c.

kronik, bernafas dengan mudah, tidak

hiperplasi

pasien

memaksimalkan ventilasi

Fisiologis: Jalan napas dyspneu (mampu


alergik,

Posisikan

d.

Keluarkan sekret dengan


batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat

Menunjukkan jalan nafas adanya suara tambahan


yang

paten

(klien

tidak
e.

Berikan bronkodilator bila

merasa tercekik, irama nafas, perlu


frekuensi pernafasan dalam
f.

Monitor status hemodinamik

rentang normal, tidak ada


g.

Berikan pelembab udara

suara nafas abnormal)


c.

Kassa basah NaCl Lembab

Mampu mengidentifikasikan
h.

Atur intake untuk cairan

dan mencegah faktor yang mengoptimalkan


penyebab.

keseimbangan.

i.

Monitor respirasi dan status


O2

j.

Jelaskan pada pasien dan


keluarga tentang penggunaan
peralatan :

O2,

Suction,

Inhalasi.
2. Intoleransi aktivitas

NOC :

NIC :

Faktor yang berhubungana.: Self Care : ADL


a.

Tirah

Baring

a.

atau
b. Toleransi aktivitas

imobilisasi

pembatasan

c. Konservasi eneergi

b. Kelemahan menyeluruh

Observasi
klien

adanya
dalam

melakukan aktivitas
b.

Kaji adanya faktor yang

c. Ketidakseimbangan antara Setelah dilakukan tindakan menyebabkan kelelahan


suplei

oksigen

kebutuhan

dengan keperawatan

selama

.
c.

Monitor nutrisi dan sumber

Pasien bertoleransi terhadap energi yang adekuat

d.

Gaya

hidup

yang aktivitas dengan

d.

dipertahankan.

Monitor pasien akan adanya


kelelahan fisik dan emosi
secara berlebihan

Kriteria Hasil :
a.

Berpartisipasi dalam aktivitas


e.
fisik

tanpa

Monitor

disertai kardivaskuler

respon
terhadap

peningkatan tekanan darah, aktivitas (takikardi, disritmia,


nadi dan RR
b.

sesak nafas, diaporesis, pucat,

Mampu melakukan aktivitas perubahan hemodinamik)


sehari hari (ADLs) secara
f.
mandiri

c.

lamanya tidur/istirahat pasien

Keseimbangan aktivitas dan


g.
istirahat

d.

dengan

Mampu berpindah dengan dalam merencanakan progran

e.

Level kelemahan

f.

Energy psikomotor
Status

terapi yang tepat.


h.

Bantu

klien

mengidentifikasi

untuk
aktivitas

kardiopulmonary yang mampu dilakukan

adekuat

i.

h. Sirkulasi status baik


i.

Kolaborasikan

Tenaga Rehabilitasi Medik

atau tanpa bantuan alat

g.

Monitor pola tidur dan

Bantu
aktivitas

untuk
konsisten

memilih
yang

Status respirasi : pertukaran sesuai dengan kemampuan


gas dan ventilasi adekuat

fisik, psikologi dan sosial


j.

Bantu
mengidentifikasi

untuk
dan

mendapatkan sumber yang


diperlukan

untuk

aktivitas

yang diinginkan
k.

Bantu untuk mendpatkan alat


bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek

l.

Bantu
mengidentifikasi

untuk
aktivitas

yang disukai
m. Bantu klien untuk membuat

jadwal latihan diwaktu luang


n.

Bantu pasien/ keluarga untuk


mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas

o.

Sediakan penguatan positif


bagi yang aktif beraktivitas

p.

Bantu

pasien

mengembangkan

untuk
motivasi

diri dan penguatan


q.

Monitor respon fisik, emosi,


sosial dan spiritual

3.

Ketidakseimbangan NOC:
nutrisi

kurang

a.
dari

dengan b.:

Ketidakmampuan

Nutritional status: Adequacy Nutrition Managemen


of nutrient

kebutuhan tubuh
Berhubungan

untuk Fluid Intake


atau
c.

mencerna

oleh intake

nutrisi

faktor

a. Kaji adanya alergi makanan

Nutritional Status : food and


b.

memasukkan

karena

NIC :

Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk

Nutritional Status : nutrient kalori

menentukan
dan

jumlah

nutrisi

yang

dibutuhkan pasien

biologis,
d. Weight Control

c.

psikologis atau ekonomi.

Anjurkan

pasien

meningkatkan

intake

untuk
Fe,

Setelah dilakukan tindakan Vitamin C dan Protein


keperawatan selama.nutrisi
d. Berikan substansi gula
kurang teratasi

e.

Yakinkan diet yang dimakan


mengandung

Adanya peningkatan BB
f.
sesuai dengan tujuan

b.

makanan
(

yang
sudah

BBI sesuai dengan tinggi dikonsultasikan dengan ahli

Mampu

gizi)
mengidentifikasi
g.

kebutuhan nutrisi
d.

Berikan
terpilih

badan
c.

serat

untuk mencegah konstipasi

Kriteria hasil :
a.

tinggi

Ajarkan pasien bagaimana


membuat catatan makanan

Tidak ada tanda- tanda harian.


malnutrisi

h.

Monitor jumlah nutrisi dan

e.

Menunjukkan
fungsi

penigkatan kandungan kalori

pengecapan

dari
i.

menelan
f.

Berikan informasi tentang


kebutuhan nutrisi

Tidak terjadi penurunan BB


j.
yang berarti

Kaji kemampuan pasien


untuk

mendaptakn

nutrisi

yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring:
a.

BB pasien dalam batas


normal

b.

Monitor adanya penurunan


BB

c.

Monitor lingkungan selama


makan

d.

Monitor tipe dan jumlah


aktivitas

yang

biasa

dilakukan
e.

Monitor interaksi anak atau


orang tua selama makan

f.

Jadwalkan pengobatan dan


tindakan tidak selama jam
makan

g. Monitor turgor kulit


h.

Monitor kekeringan, rambut


kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht

i.

Monitor mual dan muntah

j.

Monitor pucat, kemerahan,


dan

kekeringan

jaringan

konjungtiva
k. Monitor intake nuntrisi
l.

Catat

adanya

edema,

hiperemik, hipertonik papila

lidah dan cavitas oral


m.

Catat jika lidah berwarna


magenta, scarlet

DAFTAR PUSTAKA

Irman, S. 2008. Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

NANDA, NIC- NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis &
NAND, NIC- NOC. Jakarta: Media Action Publishing.

Tamsuri, Anas. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan. Jakarta: EGC.

Tim PDPI. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru. Jakarta: Sagung Seto

Klik paru

Media informasi & konsultasi kesehatan respirasi

Beranda
PDPI Kaltim
Materi Simposium
Dokter Paruku
Zanana Chips Balikpapan

4 Februari 2013

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

PPOK merupakan salah satu gangguan pernapasan yang akan semakin sering dijumpai di
masa mendatang di Indonesia, mengingat makin bertambahnya rerata umur orang Indonesia,
bertambahnya jumlah perokok dan bertambahnya polusi udara.

DEFINISI
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri atas bronkitis
kronis dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronis adalah kelainan saluran napas
yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurangkurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah
kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal,
disertai kerusakan dinding alveoli.

FAKTOR RISIKO
Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari
penyebab lainnya. Penyebab lain adalah riwayat terpajan polusi udara (lingkungan dan
tempat kerja), hipereaktiviti bronkus, riwayat infeksi saluran napas bawah berulang,
defisiensi alfa-1 anti tripsin, jenis kelamin laki-laki dan ras (kulit putih lebih berisiko).

PATOGENESIS
Pada bronkitis kronis terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet,
inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan dan distorsi akibat fibrosis. Pada emfisema
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding
alveoli. Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran napas kecil yaitu inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan
hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga gejala
berat. Diagnosis PPOK ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan yang terarah dan
sistematis meliputi gambaran klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisis) dan pemeriksaan
penunjang baik yang bersifat rutin maupun pemeriksaan khusus.

Anamnesis

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan lahir rendah

(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara

Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis pasien PPOK dini umumnya tidak ditemukan kelainan. Pada inspeksi
didapatkan:
Purse-lips breathing, yaitu sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan
retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik

Barrel chest (diameter toraks anteroposterior sebanding dengan diameter transversal)

Penggunaan otot bantu napas

Hipertrofi otot bantu napas

Pelebaran sela iga

Terlihat denyut vena jugularis dan edema tungkai (bila telah terjadi gagal jantung)

Pada emfisema pemeriksaan palpasi didapatkan sela iga melebar dan fremitus melemah;
pemeriksaan perkusi terdengar hipersonor, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah
dan hepar terdorong ke bawah

Pemeriksaan auskultasi didapatkan:

suara napas vesikuler normal atau melemah

terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa

ekspirasi memanjang

bunyi jantung terdengar jauh.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang rutin dikerjakan untuk menegakkan diagnosis PPOK adalah uji faal paru
sedang pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, Leukosit) dan foto toraks untuk menyingkirkan
penyakit paru lain. Pemeriksaan spirometri dilakukan untuk memeriksa VEP1, KVP dan
VEP1/KVP. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Disebut obstruksi apabila %VEP1 (VEP1/VEP1
prediksi) <80% atau VEP1% (VEP1/KVP) < 75%. Apabila spirometri tidak tersedia atau
tidak mungkin dilakukan, bisa dilakukan pemeriksaan APE (arus puncak ekspirasi), dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore tidak melebihi 20%.

DIAGNOSIS BANDING
1. Asma
2. SOPT (sindroma obstruksi pascatuberkulosis)
3. Pneumotoraks
4. Gagal jantung
5. Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lainnya misalnya bronkiektasis, destroyed
lung dll.

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di
Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya
berbeda.

Jha-y Chaztama

Laman

Beranda
Tugas Kuliah
Info Kesehatan
Pictures
Bisnis
Tulisan

Jumat, 07 Desember 2012


LAPORAN PENDAHULUAN OKSIGENASI

TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP DASAR
1.

Pengertian

Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika)
. Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam
proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan
tetapi penambahan O2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak
yang cukup berbahaya terhadap aktifitas sel (Wahit Iqbal Mubarak, 2007).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dari proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini
diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas (Wartonah Tarwanto, 2006).
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia, dalam tubuh,
oksigen berperan penting dalam proses metabolisme sel tubuh. Kekurangan oksigen bisa
menyebabkan hal yang sangat berbahaya bagi tubuh, salah satunya adalah kematian.
Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan oksigen
tersebut, agar terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan oksigen
merupakan garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat harus paham dengan
manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada kliennya serta mampu mengatasi berbagai
masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tesebut.

2.

Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

Stuktur Sistem Pernafasan

a.

Sistem Pernafasan Atas

Sistem pernafasan atas terdiri atas mulut,hidung, faring, dan laring. Pada hidung udara yang
masuk akan mengalami penyaringan, humidifikasi, dan penghangatan.
Faring merupakan saluran yang terbagi dua untuk udara dan?makanan. Faring terdiri atas
nasofaring, orofaring dan laryngopharynk yang kaya akan jaringan limfoid yang berfungsi
menangkap dan dan menghancurkan kuman dan pathogen yang masuk bersama udara.
Laring merupakan struktur yang menyerupai tulang rawan yang bisa? disebut jakun. Selain
berperan sebagai penghasil suara, laring juga berfungsi mempertahankan kepatenan dan
melindungi jalan nafas bagian bawah dari air dan makanan yang masuk.
b.

Sistem Pernafasan Bawah

Sistem pernafasan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru yang dilengkapi dengan bronkus,
bronkiolus, alveolus, jaringan kapiler paru dan pleura.
Trakea merupakan pipa membran yang dikosongkan oleh cincin? kartilago yang
menghubungkan laring dan bronkus utama anatara kanan dan kiri.
Paru-paru ada dua buah teletak di sebelah kanan dan kiri. masing-masing paru terdiri atas
beberapa lobus (paru kanan 3 lobus dan paru kiri 2 lobus) dan dipasah oleh satu bronkus.
Jaringan-jaringan paru sendiri terdiri atas serangkaian jalan nafas yang bercabang-cabang,
yaitu alveoulus, pembuluh darah paru, dan jaringan ikat elastic. Permukaan luar paru-paru
dilapisi oleh dua lapis pelindung yang disebut pleura. Pleura pariental membatasi torakal dan
permukaan diafragma, sedangkan pleura visceral membatasi permukaan luar paru.
Berdasarkan tempatnya proses pernafasan terbagi menjadi dua yaitu:
a. Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan
proses pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuhSecara umum proses
ini berlangsung dalam tiga langkah, yakni :
1. Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses ventilasi
sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus. Proses ventilasi ini
dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu jalan napas yang bersih, system saraf pusat dan
system pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu mengembang dan berkontraksi
dengan baik, serta komplians paru yang adekuat.
Pertukaran gas alveolar

Setelah oksigen masuk ke alveolar, proses proses pernapasan berikutnya adalah difusi
oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah pergerakan molekul dari
area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau bertekanan rendah.
Proses ini berlangsung di alveolus dan membran kapiler, dan dipengaruhi oleh ketebalan
membran serta perbedaan tekanan gas.
2. Transpor oksigen dan karbon dioksida
Tahap ke tiga pada proses pernapasan adalah tranpor gas-gas pernapasan. Pada proses
ini, oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan karbon dioksida diangkut dari jaringan
kembali menuju paru.
b. Pernapasan internal
Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengaju pada proses metabolisme intra sel
yang berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan oksigen dan menghasilkan CO2
selama proses penyerapan energi molekul nutrien. Pada proses ini darah yang banyak
mengandung oksigen dibawa ke seluruh tubuh hingga mencapai kapiler sistemik. Selanjutnya
terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara kapiler sistemik dan sel jaringan. Seperti di kapiler
paru, pertukaran ini juga melalui proses difusi pasif mengikuti penurunan gradien tekanan
parsial.

3.

Etiologi

a.

Faktor Fisiologi

1. Menurunnya kemampuan mengikatO 2 seperti pada anemia


2. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada
Obstruksi saluran pernafasan bagian atas
3. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan terganggunya
oksigen(O2)
4. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam luka, dll
5. kondisi yang mempengaruhi pergerakkan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas,
muskulur sekeletal yang abnormal, penyakit kronis seperti TBC paru.

b.

Faktor Perilaku

1. Nutrisi, misalnya gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang
2. Exercise, exercise akan meningkatkan kebutuhan Oksigen.
3. Merokok, nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan koroner
4. Alkohol dan obat-obatan menyebbkan intake nutrisi mengakibatkan

penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pernafasan.


5. Kecemasan, menyebabkan metabolisme meningkat.

4.

Fisiologi Perubahan Fungsi Pernafasan

1. Hiperventilasi
Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paru-paru agar
pernafasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat disebabkan karena kecemasan,
infeksi, keracunan obat-obatan, keseimbangan asam basa seperti osidosis metabolik Tandatanda hiperventilasi adalah takikardi, nafas pendek, nyeri dada, menurunnya konsentrasi,
disorientasi, tinnitus.
2. Hipoventilasi
Terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi penggunaan O2 tubuh
atau untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup. Biasanya terjadi pada keadaaan atelektasis
(Kolaps Paru). Tanda-tanda dan gejalanya pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala,
penurunan kesadaran, disorientasi, ketidak seimbangan elektrolit.
3. Hipoksia
Tidak adekuatnya pemenuhan O2 seluler akibat dari defisiensi O2 yang diinspirasi atau
meningkatnya penggunaan O2 pada tingkat seluler. Hipoksia dapat disebabkan oleh
menurunnya hemoglobin, kerusakan gangguan ventilasi, menurunnya perfusi jaringan seperti
pada syok, berkurangnya konsentrasi O2 jika berada dipuncak gunung. Tanda tanda Hipoksia
adalah kelelahan, kecemasan menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat,
pernafasan cepat dan dalam sianosis, sesak nafas.

5.

Faktor-faktor Yang Berhubungan

Patologi
1. Penyakit pernafasan menahun (TBC, Asma, Bronkhitis)
2. Infeksi, Fibrosis kritik, Influensa
3. Penyakit sistem syaraf (sindrom guillain barre, sklerosis, multipel miastania gravis)
4. Depresi SSP / Trauma kepala
5. Cedera serebrovaskuler (stroke)
Maturasional
1. Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan
2. Bayi dan taddler, adanya resiko infeksi saluran pernafasan dan merokok
3. Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernafasan dan merokok

4. Dewasa muda dan pertengahan. Diet yang tidak sehat, kurang aktifitas dan stress yang
mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru
5. Dewasa tua, adanya proses penuan yang mengakibatkan kemungkinan arterios klerosis,
elastisitasi menurun, ekspansi menurun.
Situasional (Personal, Lingkungan)
1. Berhubungan dengan mobilitas sekunder akibat : pembedahan atau trauma
nyeri, ketakutan, ancietas, keletihan.
2. Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau kelembaban rendah
3. Berhubungan dengan menghilangnya mekanisme pembersihan siliar, respons inflamasi,
dan peningkatan pembentukan lendir sekunder akibat rokok, pernafasan mulut.

6.

Batasan Karakteristik

MAYOR
Perubahan frekuensi pernafasan atau pola pernafasan (dari biasanya)
Perubahan nadi (frekuensi, Irama dan kualitas)
Dispnea pada usahan napas
Tidak mampu mengeluarkan sekret dijalan napas
Peningkatan laju metabolik
Batuk tak efektif atau tidak ada batuk
MINOR
Ortopnea
Takipnea, Hiperpnea, Hiperventilasi
Pernafasan sukar / berhati-hati
Bunyi nafas abnormal
Frekuensi, irama, kedalaman. Pernafasan abnormal
Kecenderungan untuk mengambil posisi 3 titik (dukuk, lengan pada lutut, condong ke depan
Bernafas dengan bibir dimonyongkan dengan fase ekspirasi yang lama
penurunan isi oksigen
Peningkatan kegelisahan
Ketakutan
Penurunan volume tidal
Peningkatan frekuensi jantung
(Diagnosa keperawatan, Lynda Tuall Carpennito, hal 383 387)

7.

Manifestasi Klinik

-Suara napas tidak normal.


-Perubahan jumlah pernapasan.
-Batuk disertai dahak.
- Penggunaan otot tambahan pernapasan.
- Dispnea.
- Penurunan haluaran urin.
- Penurunan ekspansi paru.
- Takhipnea

2.2. RENCANA KEPERAWATAN


a. Riwayat Keperawatan
1. Masalah keperawatan yang pernah dialami
- Pernah mengalami perubahan pola pernapasan.
- Pernah mengalami batuk dengan sputum.
- Pernah mengalami nyeri dada.
- Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala di atas.
2. Riwayat penyakit pernapasan
- Apakah sering mengalami ISPA, alergi, batuk, asma, TBC, dan lain-lain ?
- Bagaimana frekuensi setiap kejadian.Riwayat kardiovaskuler
- Pernah mengalami penyakit jantung (gagal jantung, gagal ventrikel kanan,dll) atau
peredaran darah.
3. Gaya hidup
- Merokok , keluarga perokok, lingkungan kerja dengan perokok.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Mata
- Konjungtiva pucat (karena anemia)
- Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)
- Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
2. Kulit
- Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
- Penurunan turgor (dehidrasi)
- Edema.
- Edema periorbital.

3. Jari dan kuku


- Sianosis
- Clubbing finger.
4. Mulut dan bibir
- Membrane mukosa sianosis
- Bernapas dengan mengerutkan mulut.
5. Hidung
- Pernapasan dengan cuping hidung.
6. Vena leher
- Adanya distensi / bendungan.
7. Dada
- Retraksi otot bantu pernapasan (karena peningkatan aktivitas pernapasan, dispnea, obstruksi
jalan pernapasan)
- Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.
- Tactil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara melewati saluran/rongga
pernapasan)
- Suara napas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
- Cara napas tidak normal (creklerlr/rales, ronkhi, wheezing, friction rub/pleural friction)
- Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan, dullness)
8. Pola pernapasan
- Pernapasan normal(eupnea)
- Pernapasan cepat (tacypnea)
- Pernapasan lambat (bradypnea)
c. Pemeriksaan penunjang
- EKG
- Echocardiography
- Kateterisasi jantung
- Angiografi
9.

Intervensi

1. Diagnosa

: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang berlebihan

dan kental.
2. Tujuan

: pola nafas lebih efektif dan kembali normal.

3. Kriteria Hasil

: sesak nafas berkurang/hilang, RR 16-24 x/menit, Tak ada wheezing

4. Intervensi umum

: Mandiri

- Kaji faktor penyebab.


- Kurangi atau hilangkan faktor penyebab.
- Jika ada nyeri, berikan obat pereda nyeri sesuai kebutuhan.
- Sesuaikan pemberian dosis analgesik dengan sesi latihan batuk.
- Pertahankan posisi tubuh yang baik untuk mencegah nyeri atau cedera otot.
- Jika sekret kental, pertahankan hidrasi yang adekuat (tingkatkan asupan cairan hingga 2-3 x
sehari jika ada kontraindikasi)
- Pertahankan kelembapan udara inspirasi yang adekuat.
5. Kolaborasi
1) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan akan pemeriksaan gas darah arteri
danpenggunaan alat bantu yang dianjurkan sesuai dengan adanya perubahan kondisi pasien.
2) Laporkan perubahan sehubungan dengan pengkajian data (misal: bunyii napas, pola
napas,analisa gas darah arteri,sputum,efek dari pengobatan)
3)

Berikan

obat

yang

diresepkan

(misal:

natrium

bikarbonat)

untuk

mempertahankankesiembangan asam-basa
4) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanis
5) Berikan oksigen atau udara yang dilembabkan sesuai dengan keperluan
6) Berikan bronkodilator, aerosol, nebulasi
6. Rasional
- Batuk yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kelemahan dan tidak efektif, dan bisa
menyebabkan bronchitis.
- Latihan napas dalam dapat melebarkan jalan napas.
- Duduk pada posisi tegak menyebabkan organ-organ abdomen terdorong menjauhi paru,
akibatnya pengembangan paru menjadi lebih besar.
- Pernapasan diafragma mengurangi frekuensi pernapasan dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
- Sekret yang kental sulit dikeluarkan dan dapat menyebabkan henti mukus, kondisi ini dapat
menimbulkan atelektasis.
- Secret harus cukup encer agar mudah dikeluarkan.
-Nyeri atau rasa takut akan nyeri dapat melelahkan dan menyakitkan.
-Dukungan emosional menjadi semangat bagi klien, air hangat dapat membantu relaks

Pustaka Ilmiah Universitas Padjadjaran CISRAL

RSS Home Tentang Situs Standar Baku Data e-digital


ABSTRAK
GAMBARAN

KECEPATAN

ALIRAN

SEKRESI SALIVA

PADA

PENGGUNA

BRONKODILATOR ANTIKOLINERGIK
Judul GAMBARAN KECEPATAN ALIRAN SEKRESI SALIVA PADA PENGGUNA
BRONKODILATOR ANTIKOLINERGIK
Penulis SARAH NILAM TIRJANI
Penerbit Unpad
Bahasa Indonesia
Hak Cipta Unpad
Kata Kunci antikolinergik, bronkodilator, kecepatan aliran sekresi saliva, saliva, serostomia
ABSTRAK

Penggunaan bronkodilator antikolinergik pada penderita asma dan


penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) berdampak pada kecepatan aliran sekresi
saliva yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran
kecepatan aliran sekresi saliva pada pengguna bronkodilator antikolinergik.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan teknik
purposive sampling. Penelitian dilakukan terhadap 30 pasien pengguna
bronkodilator antikolinergik di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat pada
bulan Februari 2012 dengan rentang usia 20 lebih dari 60 tahun yang dibagi
kedalam tiga kelompok usia (20-39, 40-59 dan lebih dari 60 tahun). Metode
pengumpulan saliva yang digunakan adalah metode spitting tanpa stimulasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan aliran sekresi saliva ratarata
dari masing-masing kelompok usia naracoba tersebut berada di bawah nilai
normal kecepatan aliran sekresi saliva tanpa stimulasi (0,3 ml/menit), yaitu 0,25
ml/menit, 0,22 ml/menit, dan 0,15 ml/menit.
Simpulan dari penelitian ini diketahui bahwa kecepatan aliran sekresi
saliva pada pengguna bronkodilator antikolinergik mengalami penurunan, dimana
50% dari jumlah naracoba mengeluhkan adanya kekeringan pada rongga mulut
(serostomia).

Kata kunci: saliva, kecepatan aliran sekresi saliva, bronkodilator,


antikolinergik, serostomia.
ABSTRACT

Usage of anticholinergic bronchodilator in patients with asthma and


chronic obstructive pulmonary diseases (COPD) impacts the salivary flow rates.
The purpose of this study is to obtain a description of salivary flow rates in
anticholinergic bronchodilator users.
The study method that used is a descriptive with purposive sampling
techniques. The study conducted at Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
(BBKPM) onto 30 patients that using anticholinergic bronchodilator on February
2012 with range from 20 to above 60 years old age that divided into three age
groups (20-39, 40-59, and above 60 years old). The saliva collecting method
that used is spitting method without stimulation.
The average salivary flow rates from each of age group are 0.25
ml/minute, 0.22 ml/minute and 0.15 ml/minute, respectively. These average
salivary flow rates lies below normal value of salivary flow rates without
stimulation (0.3 ml/minute).
This study concludes that the salivary flow rates from the anticholinergic
bronchodilator patients are decreased which 50% of the patients are complaint
about dry mouth (xerostomia).

Key words : saliva, salivary flow rates, anticholinergic, bronchodilator,


xerostomia.
Download: File Abstrak ,
http://pustaka.unpad.ac.id/archives/116853/

SATUAN ACARA PENYULUHAN


Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Disusun Oleh :

NAMA

: Galuh Febriana

NIM

: A01201640

PRODI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG

TAHUN 2015

SATUAN ACARA PENYULUHAN

1. Diagnosa Keperawatan

: Defisiensi pengetahuan tentang PPOK


b.d keterbatasan kognitif mengenai PPOK

2. Pokok bahasan

: Pengetahuan tentang PPOK

3. Sub pokok bahasan

: PPOK

4. Sasaran

: Tn. P

5. Hari/tanggal

: Kamis, 11 Juni 2015

6. Waktu/jam

: 1 x 30 menit

7. Pertemuan

: Ke 1

8. Tempat

: Di RS Ruang Kenanga B14

9. Penyuluh

: Galuh Febriana

A. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1x30 menit diharapkan
keluarga Tn. P dapat mengerti dan memahami tentang pengetahuan tentang PPOK.
B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1x30 menit diharapkan
keluarga Tn. P dapat :
1. Menyebutkan pengertian PPOK
2. Menyebutkan penyebab PPOK
3. Menyebutkan tanda dan PPOK
4. Menyebutkan komplikasi PPOK
5. Menyebutkan penatalaksanaan PPOK
6. Mampu menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan
C. Pokok Materi
1. Pengertian
2. Penyebab
3. Tanda dan gejala.
4. Komplikasi

5. Penatalaksanaan

A. Kegiatan Belajar Mengajar


1. Metode

: Ceramah dan tanya jawab

2. Strategi pelaksanaan

No

Waktu

Tahap

1.

5 menit

Orientasi :

Respon

1. Mengucapkan salam
2. Mengingatkan

1. Menjawab salam
nama

penyuluh

2. Audien

ingat

nama penyuluh

3. Mengingatkan kontrak

3. Audien

ingat

dengan kontrak
4. Menjelaskan maksud dan
tujuan

4. Audien mengerti
maksud

dan

tujuan
5. Menanyakan

kesediaan

5. Audien bersedia

mengikuti penkes
6. Memulai

acara

dengan

bacaan tasmiyah bersama-

tasmiyah

sama

bersama-sama

7. Apersepsi

dengan

menggali

pengetahuan

15 menit

Kerja :
1.

1. Audien
mendengarkan dan

PPOK

memperhatikan
penyebab

PPOK
Menjelaskan
gejala PPOK
4.

respon mengenai

Menjelaskann pengertian

2. Menjelaskan

3.

7. Memberikan

PPOK

tentang PPOK

2.

6. Membaca

Menjelaskan
dari PPOK

penyuluh
menjelaskan

tanda

dan

materi tentang
PPOK

komplikasi 2. Audien bertanya


seputar PPOK

5.

Menjelaskan
penatalaksanaan

dari

PPOK

3.

10 menit

Terminasi :
1. Melakukan evaluasi

1. Menjawab

2. Memberikan kesimpula

pertanyaan dengan

3. Membuat RTL

benar

4. Menutup penkes dengan 2. Menyepakati


membaca tahmid
5. Mengucapkan

kontrak untuk
salam

penutup

pertemuan
berikutnya
3. Membaca tahmid
bersama dengan
penyuluh
4. Menjawab salam
penutup

A. Media dan sumber


1. Media

: SAP, leaflet, lembar balik

2. Sumber

http://www.gudangmateri.com

B. Evaluasi
1. Evaluasi persiapan
a. Materi sudah siap dan dipelajari 1 hari sebelum penkes
b. Media sudah siap 1 hari sebelum penkes
c. Kontrak sudah dilakukan 1 hari sebelum pendkes
d. SAP sudah siap 1 hari sebelum penkes
2. Evaluasi proses
a. Audien sudah siap di ruangan sebelum penkes dimulai
b. Audien memperhatikan penjelasan penyaji
c. Audien aktif bertanya dan memberi pendapat
d. Media dapat digunakan secara aktif

3. Evaluasi hasil
a. Menyebutkan pengertian PPOK
b. Menyebutkan penyebab PPOK
c. Menyebutkan tanda dan gejala PPOK
d. Menyebutkan komplikasi dari PPOK
e. Manyebutkan penatalaksanaan dari PPOK

MATERI PEMBAHASAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

A. Definisi
Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (COPD) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Irman, 2008).
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan
alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk, dan/ atau
sputum yang diluar batas normal dalam variasi hari ke hari (GOLD, 2009).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan sejumlah gangguan yang mempengaruhi
pergerakan udara dari dan keluar paru. Gangguan yang penting adalah bronkhitis obstruktif,
emfisema,dan asma bronkhial.
( Arif Muttaqin, 2008: 156 )

B. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin, (2008: 156 ) penyebab dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik
adalah :
a. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronkhitis kronik dan emfisema.
b. Adanya infeksi : Haemophilus influenzae dan streptococcus pneumonia.
c. Polusi oleh zat- zat pereduksi.
d. Faktor keturunan.
e. Faktor sosial- ekonomi : keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:


1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

D. Komplikasi PPOK/ COPD:


Menurut Arif Muttaqin, ( 2008 ) komplikasi dari penyakit paru obstruksi kronik adalah :
a. Gagal pernafasan.
b. Atelektasis
c. Pneumonia ( proses peradangan pada jaringan paru ).
d. Pneumothorax.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau
rawat inap dan dilakukan di poliklinik rawat jalan, ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau
ruang ICU (PDPI, 2009).
1. Bronkodilator: Albuaterol ( proventil, ventolin ), isoetarin ( bronkosol, bronkometer
2. Kortikosteroid : Metilprenisolon, Deksametason.
3. Antibiotik
4. Terapi Oksigen: sesuai indikasi hasil AGD dan toleransi klien.
5. Ventilasi Mekanik
6. Bantu pengobatan pernafasan (Fisioterapi dada)
7. Berikan vitamin atau mineral atau elektrolit sesuai indikasi.

Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik/ Penunjang


1. Peningkatan Hb (empisema berat)
2. Peningkatan eosinofil/ asma
3. Penurunan alpha 1- antitrypsin
4. PO2 menurun dan PCO2 normal atau meningkat (bronkhitis kronis dan emfisema.
5. Chest X-ray: dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma mendatar
6.

EKG: deviasi aksis kanan; gelombang P tinggi (pada pasien asma berat dan atrial
disritmia/bronkhitis); gel.P pada Leads II, III, AVF panjang dan tinggi (bronkhitis dan
emfisema); dan aksis QRS vertikal (emfisema)

DAFTAR PUSTAKA

Irman, S. 2008. Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

NANDA, NIC- NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis &
NAND, NIC- NOC. Jakarta: Media Action Publishing.

Tamsuri, Anas. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan. Jakarta: EGC.

Tim PDPI. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru. Jakarta: Sagung Seto

VI. Pemeriksaan Laboratorium


a. Peningkatan HB
(Emfisemaberat)

STOP MEROKOK

JAUHKAN DARI
LINGKUNGAN YANG
BERASAP ROKOK

BERIKAN VENTILASI
MAKSIMAL

MENJAGA POLA
HIDUP SEHAT

BERIKAN
LINGKUNGAN YANG
NYAMAN

APABILA DI RUMAH
SAKIT BATASI
PENGUNJUNG UNTUK
MEMAKSIMALKAN
VENTILASI YANG ADA

b. Peningkatan eosinofil
asma
c. Penurunan alpha 1
d. Po2 menurun dan PcO2
normal atau meningkat
(Bronchitis kronis dan
Emfisema)
e. Chest X-ray dapat
menunjukan hiperinflasi
paru-paru, diafragma
mendatar
f. EKG, deviasi aksis kanan,
gelombang P tinggi (pada
pasien asma beratdan
atrial disritmia/
bronchitis), gelombang P
pada Leads II, III, AVF
panjang dan tinggi
(bronchitis dan
emfisema), dan aksis QRS
ventrikel (emfisema)

PPOK
Penyakit Paru Obstruktif
Kronik

Disusun Oleh:

GALUH FEBRIANA
A01201640

POSISIKAN SEMI
FOWLER

TERIMA KASIH.....

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH GOMBONG
2015

I. Pengertian PPOK?
PPOK adalah sekelompok
penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran
udara.

III. Tanda dan Gejala PPOK

IV. Komplikasi dari PPOK

a. Kelemahan badan

a. Gagal pernafasan

b. Batuk

b. Atelektasis

c. Sesak nafas

c. Pneumoni

d. Sesak nafas saat aktifitas

d. Pneumothorax

II. Penyebab PPOK


e. Mengi atau wheezing
V. Pengobatan PPOK
1.

Kebiasaan Merokok

f. Ekspirasi yang
memanjang

a. Bronkodilator

g. Bentuk dada tong

b. Kortikosteroid

h. Penggunaan otot bantu


pernafasan

c. Antibiotik
d. Terapi Oksigen

2.

Adanya Infeksi

i. Suara nafas melemah

3.

Polusi oleh zat-zat


pereduksi

j. Kadang ditemukan
pernafasan paradoksal

e. Ventilasi Mekanik

k. Edema kaki, asites


4.

Faktor Keturunan

5.

Faktor Sosial-Ekonomi

f. Fisioterapi dada
g. Berikan vitamin, mineral
atau elektrolit sesuai
indikasi

Anda mungkin juga menyukai