Bab 5
Bab 5
PEMBAHASAN
188
189
gamma ray, koreksi shale baseline pada log SP, dan penentuan interval badhole.
Koreksi-koreksi tersebut dilakukan pada log-log Sumur EXP-1183 dan EXP-814.
Berdasarkan data wireline log yang telah dikoreksi, diketahui terdapat
interval-interval sand dan shale yang memiliki pembacaan GR lebih tinggi
daripada interval sand dan shale lainnya. Interval-interval tersebut ditemui pada
bagian tengah Formasi Sawahtambang. Oleh karena itu, Formasi Sawahtambang
dibagi menjadi 3, yaitu Formasi Sawahtambang Up, Sawahtambang Mid, dan
Sawahtambang Low. Visualisasi pembagian zona formasi ini dapat diamati pada
Gambar 4.14 untuk Sumur EXP-1183 dan pada Gambar 4.15 untuk Sumur EXP814. Pembagian zona ini dilakukan untuk mempermudah pengambilan nilai-nilai
parameter petrofisik pada tahap selanjutnya.
Berdasarkan zonasi formasi yang telah dilakukan, nilai-nilai parameter
analisa petrofisik kemudian ditentukan untuk tiap zona formasi. Parameterparameter yang perlu ditentukan adalah litologi, f, tf, ma, tma, metode
penentuan porositas total, GRmin, GRmax, sh, Nsh, tsh, Rsh, Rw, a, m, dan n.
Penentuan litologi adalah berdasarkan analisa MID plot yang ditunjukkan
pada Tabel IV-2. Selanjutnya parameter ma dan tma dapat diketahui dari mineral
penyusun batuan yang dominan berdasarkan analisa MID plot tersebut. Parameter
f dan tf ditentukan berdasarkan log header pada masing-masing sumur. Nilai f,
tf, ma, dan tma masing-masing formasi disajikan pada Tabel IV-3.
Selanjutnya, nilai GRmin dan GRmax tiap formasi ditentukan dengan
mengamati plot frekuensi GR seluruh sumur pada masing-masing formasi. Tabel
IV-4 menyajikan nilai GRmin dan GRmax untuk setiap formasi.
Nilai parameter sh, Nsh, tsh dan Rsh kemudian ditentukan menggunakan
plot density-neutron untuk tiap formasi. Plot density-neutron digunakan untuk
mengetahui interval shale pada suatu formasi. Interval shale yang telah diketahui
kemudian dijadikan acuan dalam penentuan respon suatu log terhadap batuan
shale pada tiap formasi. Hasil penentuan sh, Nsh, tsh dan Rsh pada masing-masing
formasi ditunjukkan pada Tabel IV-5.
Tahap selanjutnya adalah menentukan metode perhitungan porositas total
yang cocok untuk formasi-formasi di Lapagan Sentosa. Terdapat empat metode
190
penentuan porositas total yang dibandingkan dalam tahapan ini, yaitu porositas
sonic, neutron, density, dan kombinasi density-neutron. Berdasarkan validasi
porositas total log dan porositas total core pada Gambar 4.22 hingga Gambar
4.25 diketahui bahwa metode density-neutron adalah yang paling selaras dengan
porositas total core. Oleh karena itu, metode penentuan porositas yang akan
digunakan pada analisa kuantitatif adalah dari metode density-neutron.
Resistivitas air Formasi Sawahtambang ditentukan dari analisa air hasil tes
produksi yang sampai ke permukaan. Di lain sisi, resistivitas air Formasi
Sawahlunto dan Sangkarewang ditentukan dari pickett plot. Hal ini dilakukan
karena pada kedua formasi tersebut tidak ada data analisa air formasi yang
dilakukan. Resistivitas air Formasi Sawahlunto dan Sangkarewang ditentukan
berdasarkan analisa pickett plot. Pickett plot dipilih karena kedua formasi tersebut
tidak memiliki data analisa air formasi. Hasil resistivitas air dari SP log pada
kedua sumur cenderung diragukan. Hal ini disebabkan karena SP log tidak berada
dalam kondisi pengukuran yang optimal. Lumpur pemboran yang digunakan pada
kedua sumur mengandung KCl. Konstanta K dan hubungan antara (R mf)d dan
(Rmf)e pada metode SP log tidak dapat digunakan pada lumpur KCl, tetapi hanya
dapat digunakan pada lumpur yang mengandung NaCl saja. Alasan di atas
menjadikan SP log tidak optimal dalam penentuan resistivitas air. Rangkuman
resistivitas air tiap formasi disajikan pada Tabel IV-12 (Sumur EXP-1183) dan
Tabel IV-13 (Sumur EXP-814).
Lapangan Sentosa tidak memiliki data analisa core spesial, oleh karena itu
nilai a, m, dan n ditentukan menggunakan metode-metode pendekatan. Nilai a tiap
formasi ditentukan berdasarkan litologi batuan hasil analisa pickett plot, nilai m
ditentukan berdasarkan slope dari pickett plot yang dilakukan pada tiap formasi,
sedangkan nilai n adalah 2 untuk tiap formasi. Rangkuman penentuan nilai a, m,
dan n tiap formasi ditunjukkan pada Tabel IV-14.
Setelah menentukan nilai-nilai parameter analisa petrofisik di atas,
dilakukan analisa logging pada Sumur EXP-1183 dan EXP-814. Terdapat dua
tahap analisa logging yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu analisa kualitatif
dan analisa kuantitatif. Melalui analisa kualitatif, diperoleh kedalaman top dan
191
bottom, kedalaman kontak fluida, serta ketebalan lapisan porous dan permeabel
pada tiap lapisan. Berdasarkan hasil analisa kualitatif tersebut diketahui terdapat
17 lapisan porous dan permeabel pada Lapangan Sentosa yang diperkirakan
mengandung hidrokarbon yang ditembus oleh Sumur EXP-1183 dan EXP-814.
Keterangan mengenai lapisan-lapisan porous & permeabel Sumur EXP-1183 dan
EXP-814 tersebut disajikan pada Tabel IV-18.
Tahapan selanjutnya adalah melakukan analisa kuantitatif pada lapisanlapisan porous & permeabel yang mengandung hidrokarbon pada Sumur EXP1183 dan EXP-814. Analisa kuantitatif dilakukan secara manual dan
menggunakan software Geolog 7. Analisa kuantitatif yang dimaksud meliputi
penentuan volume shale, porositas total terkoreksi, validasi porositas total
terkoreksi log terhadap porositas total core, dan penentuan saturasi air.
Langkah pertama pada analisa kuantitatif adalah menentukan volume shale,
menggunakan log gamma ray. Volume shale ditentukan berdasarkan nilai GRmin
dan GRmax yang telah ditentukan sebelumnya pada tahap penentuan nilai
parameter analisa petrofisik. Hasil perhitungan volume shale pada tiap lapisan
selaras dengan data analisa cutting. Hal ini menandakan perhitungan volume
shale sudah tepat.
Selanjutnya nilai porositas total terkoreksi lapisan-lapisan pada Lapangan
Sentosa ditentukan menggunakan kombinasi density-neutron. Hasil perhitungan
porositas total terkoreksi metode density-neutron kemudian divalidasi dengan
porositas total core. Gambar 4.59 dan Gambar 4.62 menunjukkan bahwa
porositas total density-neutron terkoreksi menghasilkan hasil perhitungan yang
baik. Hal ini dapat dicermati dari keselarasan porositas log dan core yang ada.
Saturasi air lapisan pada Lapangan Sentosa kemudian ditentukan
menggunakan persamaan Indonesia. Persamaan Indonesia dipilih karena
persamaan tersebut diciptakan berdasarkan karakter formasi-formasi di Indonesia
yang berupa perlapisan antara sand dan shale. Konstanta archie (a, m, n) yang
digunakan mengacu pada Tabel IV-14. Nilai Rw yang digunakan pada tiap lapisan
di kedua sumur disajikan pada Tabel IV-12 untuk Sumur EXP-1183 dan Tabel
IV-13 untuk sumur EXP-814.
192
Vsh
DNc
Vsh
193
yang dikemukakan oleh Amyx untuk consolidated sand. Berdasarkan masingmasing plot diketahui cut off Vsh, porositas total terkoreksi, dan Sw Formasi
Sawahtambang Up berturut-turut adalah 0.40, 0.14, dan 0.89, sedangkan Formasi
Sawahtambang Low memiliki cut off Vsh, porositas total terkoreksi, dan Sw
berturut-turut sebesar 0.26, 0.07, dan 0.89.
Nilai cut off Vsh pada Fomasi Sawahtambang Low sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena ketersediaan data DST/tes produksi yang sedikit. Nilai cut off
Vsh tersebut diharapkan dapat dikoreksi menjadi lebih baik jika ada data-data tes
produksi yang dilakukan di masa mendatang.
DST dan tes produksi hanya dilakukan pada lapisan-lapisan di Formasi
Sawahtambang Up dan Sawahtambang Low. Tidak ada DST dan tes produksi
yang ditemui pada Formasi Sawahtambang Mid, Sawahlunto, dan Sangkarewang.
Oleh karena itu, nilai cut off Vsh dan porositas total terkoreksi formasi-formasi
yang tidak memiliki DST/tes produksi mengacu pada nilai cut off yang telah
ditentukan di Formasi Sawahtambang Up dan Sawahtambang Low. Nilai cut off
Vsh, porositas total terkoreksi, dan saturasi air untuk seluruh formasi ditunjukkan
pada Tabel IV-27.
Alangkah baiknya jika Formasi Sawahtambang Mid, Sawahlunto, dan
Sangkarewang dilakukan tes produksi di masa mendatang. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan kepastian mengenai nilai cut off yang digunakan pada
formasi-formasi tersebut, karena nilai cut off pada tiap-tiap formasi mungkin
sangat berbeda.
Nilai cut off petrofisik yang telah ditentukan sebelumnya kemudian
digunakan untuk menentukan interval net pay pada masing-masing lapisan. Proses
penentuan interval net pay ini disebut dengan reservoir lumping. Hasil reservoir
lumping pada Sumur EXP-1183 dan EXP-814 masing-masing ditunjukkan pada
Tabel IV-30 dan Tabel IV-31. Berdasarkan hasil reservoir lumping, diketahui dari
17 lapisan porous & permeabel hanya terdapat 11 reservoir yang memiliki
ketebalan antara 2 ft. hingga 49 ft. Melalui reservoir lumping ini, dapat diketahui
reservoir-reservoir utama yang dapat diproduksikan kelak.
194