Anda di halaman 1dari 7

BAB V

PEMBAHASAN

Analisa petrofisik digunakan untuk menentukan jumlah reservoir pada


Sumur EXP-1183 dan EXP-814 beserta volume gas mula-mula tiap reservoir pada
masing-masing sumur. Berbagai jenis data digunakan demi mencapai tujuan di
atas. Adapun data-data yang digunakan adalah data marker formasi, analisa
cutting, analisa core, wireline log, dan DST/tes produksi.
Data analisa cutting yang digunakan dalam penelitian ini berupa litologi
batuan dan hydrocarbon shows. Analisa core rutin pada Sumur EXP-1183 yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data porositas total untuk validasi log
porositas. Data wireline log yang digunakan dalam analisa petrofisik ini adalah
log header, log litologi (SP log, GR log, dan caliper log), log resistivitas (MSFL,
LLS, dan LLD), serta log porositas (density log, neutron log, dan sonic log).
Terdapat 1 data DST dan 6 data tes produksi pada Sumur EXP-1183, sedangkan
terdapat 2 data DST pada Sumur EXP-814. Inventarisasi seluruh data di atas
dirangkum dalam Tabel IV-1. Data-data pokok yang diperlukan dalam analisa
petrofisik sudah terpenuhi, kecuali data SCAL. Ketidakadaan data SCAL
menyebabkan penentuan nilai a, m, dan n serta nilai cut off saturasi air perlu
menggunakan metode pendekatan lain yang nantinya akan dijelaskan di bawah.
Data-data yang telah dikumpulkan kemudian dimasukkan pada software
Geolog 7. Data yang dimasukkan meliputi data LAS, analisa core, marker
formasi, DST/tes produksi, dan log header. Terdapat satu jenis data yang tidak
dimasukkan pada software Geolog 7, yaitu data analisa cutting. Hal ini
dikerenakan format data analisa cutting pada Sumur EXP-1183 dan EXP-814
tidak didukung oleh software Geolog 7.
Setelah input data pada software Geolog 7 dilakukan, langkah selanjutnya
adalah koreksi data wireline log menggunakan Geolog 7. Adapun koreksi yang
dilakukan adalah koreksi log dengan chart koreksi Schlumberger, normalisasi log

188

189

gamma ray, koreksi shale baseline pada log SP, dan penentuan interval badhole.
Koreksi-koreksi tersebut dilakukan pada log-log Sumur EXP-1183 dan EXP-814.
Berdasarkan data wireline log yang telah dikoreksi, diketahui terdapat
interval-interval sand dan shale yang memiliki pembacaan GR lebih tinggi
daripada interval sand dan shale lainnya. Interval-interval tersebut ditemui pada
bagian tengah Formasi Sawahtambang. Oleh karena itu, Formasi Sawahtambang
dibagi menjadi 3, yaitu Formasi Sawahtambang Up, Sawahtambang Mid, dan
Sawahtambang Low. Visualisasi pembagian zona formasi ini dapat diamati pada
Gambar 4.14 untuk Sumur EXP-1183 dan pada Gambar 4.15 untuk Sumur EXP814. Pembagian zona ini dilakukan untuk mempermudah pengambilan nilai-nilai
parameter petrofisik pada tahap selanjutnya.
Berdasarkan zonasi formasi yang telah dilakukan, nilai-nilai parameter
analisa petrofisik kemudian ditentukan untuk tiap zona formasi. Parameterparameter yang perlu ditentukan adalah litologi, f, tf, ma, tma, metode
penentuan porositas total, GRmin, GRmax, sh, Nsh, tsh, Rsh, Rw, a, m, dan n.
Penentuan litologi adalah berdasarkan analisa MID plot yang ditunjukkan
pada Tabel IV-2. Selanjutnya parameter ma dan tma dapat diketahui dari mineral
penyusun batuan yang dominan berdasarkan analisa MID plot tersebut. Parameter
f dan tf ditentukan berdasarkan log header pada masing-masing sumur. Nilai f,
tf, ma, dan tma masing-masing formasi disajikan pada Tabel IV-3.
Selanjutnya, nilai GRmin dan GRmax tiap formasi ditentukan dengan
mengamati plot frekuensi GR seluruh sumur pada masing-masing formasi. Tabel
IV-4 menyajikan nilai GRmin dan GRmax untuk setiap formasi.
Nilai parameter sh, Nsh, tsh dan Rsh kemudian ditentukan menggunakan
plot density-neutron untuk tiap formasi. Plot density-neutron digunakan untuk
mengetahui interval shale pada suatu formasi. Interval shale yang telah diketahui
kemudian dijadikan acuan dalam penentuan respon suatu log terhadap batuan
shale pada tiap formasi. Hasil penentuan sh, Nsh, tsh dan Rsh pada masing-masing
formasi ditunjukkan pada Tabel IV-5.
Tahap selanjutnya adalah menentukan metode perhitungan porositas total
yang cocok untuk formasi-formasi di Lapagan Sentosa. Terdapat empat metode

190

penentuan porositas total yang dibandingkan dalam tahapan ini, yaitu porositas
sonic, neutron, density, dan kombinasi density-neutron. Berdasarkan validasi
porositas total log dan porositas total core pada Gambar 4.22 hingga Gambar
4.25 diketahui bahwa metode density-neutron adalah yang paling selaras dengan
porositas total core. Oleh karena itu, metode penentuan porositas yang akan
digunakan pada analisa kuantitatif adalah dari metode density-neutron.
Resistivitas air Formasi Sawahtambang ditentukan dari analisa air hasil tes
produksi yang sampai ke permukaan. Di lain sisi, resistivitas air Formasi
Sawahlunto dan Sangkarewang ditentukan dari pickett plot. Hal ini dilakukan
karena pada kedua formasi tersebut tidak ada data analisa air formasi yang
dilakukan. Resistivitas air Formasi Sawahlunto dan Sangkarewang ditentukan
berdasarkan analisa pickett plot. Pickett plot dipilih karena kedua formasi tersebut
tidak memiliki data analisa air formasi. Hasil resistivitas air dari SP log pada
kedua sumur cenderung diragukan. Hal ini disebabkan karena SP log tidak berada
dalam kondisi pengukuran yang optimal. Lumpur pemboran yang digunakan pada
kedua sumur mengandung KCl. Konstanta K dan hubungan antara (R mf)d dan
(Rmf)e pada metode SP log tidak dapat digunakan pada lumpur KCl, tetapi hanya
dapat digunakan pada lumpur yang mengandung NaCl saja. Alasan di atas
menjadikan SP log tidak optimal dalam penentuan resistivitas air. Rangkuman
resistivitas air tiap formasi disajikan pada Tabel IV-12 (Sumur EXP-1183) dan
Tabel IV-13 (Sumur EXP-814).
Lapangan Sentosa tidak memiliki data analisa core spesial, oleh karena itu
nilai a, m, dan n ditentukan menggunakan metode-metode pendekatan. Nilai a tiap
formasi ditentukan berdasarkan litologi batuan hasil analisa pickett plot, nilai m
ditentukan berdasarkan slope dari pickett plot yang dilakukan pada tiap formasi,
sedangkan nilai n adalah 2 untuk tiap formasi. Rangkuman penentuan nilai a, m,
dan n tiap formasi ditunjukkan pada Tabel IV-14.
Setelah menentukan nilai-nilai parameter analisa petrofisik di atas,
dilakukan analisa logging pada Sumur EXP-1183 dan EXP-814. Terdapat dua
tahap analisa logging yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu analisa kualitatif
dan analisa kuantitatif. Melalui analisa kualitatif, diperoleh kedalaman top dan

191

bottom, kedalaman kontak fluida, serta ketebalan lapisan porous dan permeabel
pada tiap lapisan. Berdasarkan hasil analisa kualitatif tersebut diketahui terdapat
17 lapisan porous dan permeabel pada Lapangan Sentosa yang diperkirakan
mengandung hidrokarbon yang ditembus oleh Sumur EXP-1183 dan EXP-814.
Keterangan mengenai lapisan-lapisan porous & permeabel Sumur EXP-1183 dan
EXP-814 tersebut disajikan pada Tabel IV-18.
Tahapan selanjutnya adalah melakukan analisa kuantitatif pada lapisanlapisan porous & permeabel yang mengandung hidrokarbon pada Sumur EXP1183 dan EXP-814. Analisa kuantitatif dilakukan secara manual dan
menggunakan software Geolog 7. Analisa kuantitatif yang dimaksud meliputi
penentuan volume shale, porositas total terkoreksi, validasi porositas total
terkoreksi log terhadap porositas total core, dan penentuan saturasi air.
Langkah pertama pada analisa kuantitatif adalah menentukan volume shale,
menggunakan log gamma ray. Volume shale ditentukan berdasarkan nilai GRmin
dan GRmax yang telah ditentukan sebelumnya pada tahap penentuan nilai
parameter analisa petrofisik. Hasil perhitungan volume shale pada tiap lapisan
selaras dengan data analisa cutting. Hal ini menandakan perhitungan volume
shale sudah tepat.
Selanjutnya nilai porositas total terkoreksi lapisan-lapisan pada Lapangan
Sentosa ditentukan menggunakan kombinasi density-neutron. Hasil perhitungan
porositas total terkoreksi metode density-neutron kemudian divalidasi dengan
porositas total core. Gambar 4.59 dan Gambar 4.62 menunjukkan bahwa
porositas total density-neutron terkoreksi menghasilkan hasil perhitungan yang
baik. Hal ini dapat dicermati dari keselarasan porositas log dan core yang ada.
Saturasi air lapisan pada Lapangan Sentosa kemudian ditentukan
menggunakan persamaan Indonesia. Persamaan Indonesia dipilih karena
persamaan tersebut diciptakan berdasarkan karakter formasi-formasi di Indonesia
yang berupa perlapisan antara sand dan shale. Konstanta archie (a, m, n) yang
digunakan mengacu pada Tabel IV-14. Nilai Rw yang digunakan pada tiap lapisan
di kedua sumur disajikan pada Tabel IV-12 untuk Sumur EXP-1183 dan Tabel
IV-13 untuk sumur EXP-814.

192

Setelah melakukan analisa kuantitatif kedua sumur, dilakukan review hasil


analisa kuantitatif manual dan Geolog 7. Review tersebut dilakukan dengan cara
membandingkan nilai Vsh, DNc, dan Sw analisa manual dengan Geolog 7.
Perbandingan nilai Vsh, DNc, dan Sw pada kedua sumur disajikan pada Tabel
IV-22 untuk Sumur EXP-1183 dan Tabel IV-23 untuk Sumur EXP-814.
Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, diketahui hasil perhitungan analisa
manual sangat memuaskan, dimana perbedaan dengan hasil analisa kuantitatif
menggunakan Geolog 7 sangat kecil. Hal ini menandakan metode-metode
perhitungan yang dipakai pada analisa kuantitatif manual sudah tepat. Oleh karena
itu, hasil analisa kuantitatif software Geolog 7 digunakan untuk mewakili analisa
manual pada tahap-tahap berikutnya. Berdasarkan hasil analisa kuantitatif tersebut
diketahui lapisan porous & permeabel yang ditembus Sumur EXP-1183 dan EXP814 memiliki jangkauan

Vsh

antara 0.019 hingga 0.581, jangkauan

antara 0.015 hingga 0.152, dan jangkauan Sw

DNc

antara 0.491 hingga 0.937.

Berdasarkan hasil analisa kuantitatif di atas, lapisan-lapisan pada Lapangan


Sentosa cenderung berupa shaly sand. Hal ini dapat diketahui dari

Vsh

masing-masing lapisan. Lapisan-lapisan tersebut juga memiliki porositas yang


kecil sebagai akibat dari batuan yang telah terkonsolidasi (consolidated
sandstone). Range porositas ini masih memungkinkan bagi gas untuk mengalir
keluar dari reservoir menuju lubang sumur.
Langkah selanjutnya adalah penentuan nilai cut off parameter petrofisik
yang nantinya akan digunakan pada tahap reservoir lumping. Penentuan nilai cut
off menggunakan data DST dan tes produksi yang ada pada Sumur EXP-1183 dan
Sumur EXP-814. Cut off Vsh dan porositas total terkoreksi ditentukan
menggunakan plot Vsh vs DNc. Metode ini digunakan walaupun DST/tes
produksi pada Formasi Sawahtambang Low seluruhnya mengalir. Metode Vsh/
DNc vs laju alir gas tidak digunakan karena menghasilkan trend yang terbalik
dari yang seharusnya. Selanjutnya, nilai cut off Sw ditentukan menggunakan kurva
fractional flow yang dibuat berdasarkan grafik permeabilitas relatif sistem gas-air

193

yang dikemukakan oleh Amyx untuk consolidated sand. Berdasarkan masingmasing plot diketahui cut off Vsh, porositas total terkoreksi, dan Sw Formasi
Sawahtambang Up berturut-turut adalah 0.40, 0.14, dan 0.89, sedangkan Formasi
Sawahtambang Low memiliki cut off Vsh, porositas total terkoreksi, dan Sw
berturut-turut sebesar 0.26, 0.07, dan 0.89.
Nilai cut off Vsh pada Fomasi Sawahtambang Low sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena ketersediaan data DST/tes produksi yang sedikit. Nilai cut off
Vsh tersebut diharapkan dapat dikoreksi menjadi lebih baik jika ada data-data tes
produksi yang dilakukan di masa mendatang.
DST dan tes produksi hanya dilakukan pada lapisan-lapisan di Formasi
Sawahtambang Up dan Sawahtambang Low. Tidak ada DST dan tes produksi
yang ditemui pada Formasi Sawahtambang Mid, Sawahlunto, dan Sangkarewang.
Oleh karena itu, nilai cut off Vsh dan porositas total terkoreksi formasi-formasi
yang tidak memiliki DST/tes produksi mengacu pada nilai cut off yang telah
ditentukan di Formasi Sawahtambang Up dan Sawahtambang Low. Nilai cut off
Vsh, porositas total terkoreksi, dan saturasi air untuk seluruh formasi ditunjukkan
pada Tabel IV-27.
Alangkah baiknya jika Formasi Sawahtambang Mid, Sawahlunto, dan
Sangkarewang dilakukan tes produksi di masa mendatang. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan kepastian mengenai nilai cut off yang digunakan pada
formasi-formasi tersebut, karena nilai cut off pada tiap-tiap formasi mungkin
sangat berbeda.
Nilai cut off petrofisik yang telah ditentukan sebelumnya kemudian
digunakan untuk menentukan interval net pay pada masing-masing lapisan. Proses
penentuan interval net pay ini disebut dengan reservoir lumping. Hasil reservoir
lumping pada Sumur EXP-1183 dan EXP-814 masing-masing ditunjukkan pada
Tabel IV-30 dan Tabel IV-31. Berdasarkan hasil reservoir lumping, diketahui dari
17 lapisan porous & permeabel hanya terdapat 11 reservoir yang memiliki
ketebalan antara 2 ft. hingga 49 ft. Melalui reservoir lumping ini, dapat diketahui
reservoir-reservoir utama yang dapat diproduksikan kelak.

194

Berdasarkan hasil lumping reservoir yang telah dilakukan sebelumnya,


diketahui ketebalan net pay, porositas total terkoreksi, dan saturasi air rata-rata
tiap reservoir di Lapangan Sentosa yang tersaji pada Tabel IV-32. Berdasarkan
hasil pada Tabel IV-32 ditentukan besar volume gas mula-mula per acre tiap
reservoir pada Sumur EXP-1183 dan EXP-814. Hasil perhitungan yang
ditunjukkan pada Tabel IV-33 dan Tabel IV-34 menyimpulkan bahwa reservoirreservoir pada Sumur EXP-1183 memiliki jangkauan volume gas mula-mula
antara 24.84 MMscf hingga 974.66 MMscf, sedangkan reservoir-reservoir pada
Sumur EXP-814 memiliki jangkauan volume gas mula-mula antara 47.04 MMscf
hingga 265.95 MMscf.
Reservoir-reservoir utama yang memiliki cadangan terbesar pada kedua
sumur analisa adalah Reservoir NG3 dan Reservoir NG14. Kedua reservoir ini
diharapkan dapat menjadi target produksi utama pengelola Lapangan Sentosa,
mengingat besar cadangan dan hasil tes produksi kedua reservoir tersebut sangat
baik.
Perhitungan cadangan volumetrik yang telah dilakukan pada penelitian ini
akan lebih akurat jika telah dilakukan pemboran sumur-sumur produksi pada
tahap eksploitasi kelak. Sumur-sumur produksi yang ada kelak diharapkan dapat
memberikan data porositas, saturasi air, dan volume bulk yang lebih akurat untuk
masing-masing reservoir secara menyeluruh di Lapangan Sentosa.

Anda mungkin juga menyukai