Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia telah menghasilkan berbagai


penemuan baru, antara lain peralatan-peralatan elektronik. Penggunaan alat-alat listrik dalam
kehidupan sehari-hari sangat praktis dan efektif. Namun semakin banyak peralatan elektronik
digunakan di masyarakat juga menyebabkan konsumsi energi listrik juga meningkat.
Peningkatan konsumsi energi listrik ini tidak sebanding dengan jumlah pasokan listrik dari
pusat pembangkit.
Untuk menghindari terjadinya pemborosan energi listrik, Direktorat Pengembangan
Energi, Departemen Pertambangan dan Energi, telah membuat petunjuk konservasi energi
pada bangunan gedung yang mengkonsumsi energi cukup besar, seperti perkantoran, rumah
sakit, swalayan, dan lain lain.
Audit energi pada bangunan gedung dilakukan untuk mengetahui profil penggunaan
energi dan peluang penghematan energi pada bangunan gedung untuk menungkatkan efiiensi
penggunaan energi pada bangunan gedung yang bersangkutan. Sehingga penggunaan energi
pada bangunan gedung tersebut bisa lebih efisien dan menghemat biaya.
Namun pada kenyataannya proses audit energi masih jarang diterapkan di Indonesia,
terutama bagi gedung - gedung komersial seperti gedung perkantoran, sekolah, universitas,
rumah sakit maupun gedung-gedung komersial lainnya. Oleh karena itu dilakukan penelitian
audit energi di Gedung Menara Batavia Lantai 3A pada PT AGRODANA FUTURES
Surabaya.
B. TUJUAN
1.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Audit Energi
Secara umum audit energi adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dimana dan berapa
energi yang digunakan serta langkah-langkah apa yang dapat dilakukan dalam rangka
konservasi energi pada suatu fasilitas pengguna energi. Menurut Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2012, Audit Energi adalah
proses evaluasi pemanfaatan energi dan identifikasi peluang pengehematan energi serta
rekomendasi peningkatan efisiensi pada pengguna sumber energi dan pengguna energi dalam
rangka konservasi energi.
Dapat juga diartikan yaitu suatu prosedur pencatatan penggunaan energi secara
sistimatis dan berkesinambungan, melalui pengumpulan data kemudian diikuti dengan analisa
dan pendefinisian kegiatan konservasi energi yang akan dilaksanakan. Gabungan antara
pengumpulan data, analisa data dan definisi kegiatan konservasi disebut sebagai audit energi.
Jangkauan audit energi dimulai dari survei data sederhana hingga pengujian data yang
sudah ada secara rinci, dianalisis dan dirancang untuk menghasilkan data baru. Lamanya
pelaksanaan suatu audit bergantung pada besar dan jenis fasilitas yang diteliti dan tujuan dari
audit itu sendiri.
Standar Audit Energi
Standar yang harus digunakan dalam audit energi haruslah standar yang berlaku yaitu Standar
Nasional Indonesia (SNI). Instansi khusus masalah standar di Indonesia, adalah Badan
Standarisasi nasional (BSN). Standar-standar yang biasa digunakan secara internasional
antara lain :
1. BOCA, international energy conservation code 2000
2. ASHRAE, Standard 90.1 : energy efficiency.
3. BOMA, Standard method for measuring floor area in office buildings

2.2 Konservasi energi

Konservasi energi yaitu suatu kegiatan pemanfaatan energi secara lebih efisien (optimal) dan
rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan untuk
melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan.
Sedangkan audit energi merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi jenis energi dan
mengidentifikasi besarnya energi yang digunakan pada bagian-bagian operasi suatu industri/pabrik
atau bangunan serta mencoba mengidentifikasi kemungkinan penghematan energi
Dengan melaksanakan audit energi diharapkan:
a) Dapat diketahui besarnya intensitas konsumsi energi (IKE) pada bangunan tersebut.
b) Dapat dicegah pemborosan energi tanpa harus mengurangi tingkat kenyamanan gedung yang
berarti pula penghematan biaya energi.
c) Dapat diketahui profil penggunaan energi.
d) Dapat dicari upaya yang perlu dilakukan dalam usaha meningkatkan efisiensi penggunaan energi.
Intensitas Konsumsi Energi (IKE) Listrik merupakan istilah yang digunakan untuk
menyatakan besarnya pemakaian energi dalam bangunan gedung dan telah diterapkan di berbagai
negara (ASEAN, APEC), dinyatakan dalam satuan kWh/m2 per tahun.

No.

Tabel 2.1 Standar IKE pada Bangunan Gedung di Indonesia


2
Jenis Gedung
IKE (kWh/ m per tahun)

1.

Perkantoran (Komersial)

240

2.

Pusat Perbelanjaan

330

3.

Hotel dan Apertemen

300

4.

Rumah Sakit

280

Sebagai pedoman, telah ditetapkan nilai standar IKE untuk bangunan di Indonesia yang telah
ditetapkan oleh Depatemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia tahun 2004.

Tabel 2.2 Kriteria IKE Bangunan Gedung Tidak ber-AC.

Tabel 2.2 Kriteria IKE Bangunan Gedung ber-AC

Bila nilai IKE hasil perhitungan telah dibandingkan dengan target IKE dan hasilnya
ternyata sama atau kurang dari target IKE, maka kegiatan audit selanjutnya dapat dihentikan
atau diteruskan dengan harapan diperoleh nilai IKE yang lebih rendah lagi.
Konsumsi energi spesifik per luas lantai menggunakan AC dan atau tidak menggunakan AC
yaitu :

a. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap luas lantai total
gedung kurang dari 10 %, maka gedung tersebut termasuk gedung yang tidak menggunakan
AC dan konsumsi energi per luas lantai adalah :
IKE1=

Total Konsumsi Energi(kWh )


Luas LantaiT otal(m2 )

b. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap luas lantai total
gedung lebih dari 90 %, maka gedung tersebut termasuk gedung yang menggunakan AC dan
konsumsi energi per luas lantai menggunakan AC
adalah :
IKE2=

Total Konsumsi Energi(kW h)


Luas LantaiT otal(m 2 )

c. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap luas lantai total
gedung lebih dari 10 % dan kurang dari 90 %, maka gedung tersebut termasuk gedung yang
menggunakan AC dan tidak menggunakan AC.
a) Konsumsi energi per luas lantai tidak menggunakan AC adalah :
IKE3=

Total Konsumsi Energi ( kW h ) Konsumsi Energi AC(kW h)


2

Luas LantaiT otal( m )

b) Konsumsi energi per luas lantai menggunakan AC adalah :


2

Luas Lantai BerAC m


Total Konsumsi Energi ( kW h )Konsumsi AC (kW h)
Konsumsi energi AC
IKE4 =
+
2

Luas LantaiT otal(m )

Prosedur Audit Pada Bangunan Gedung Menurut SNI 03 - 6196-2000


a. Audit Energi Awal
Audit energi awal adalah pengumpulan contoh data awal dan memperkenalkan istilahistilah seperti audit singkat dan survey awal. Audit energi awal pada prinsipnya dapat
dilakukan pemilik/pengelola bangunan gedung yang bersangkutan berdasarkan data rekening
pembayaran energi yang dikeluarkan dan pengamatan visual. Kegiatan audit energi awal
meliputi pengumpulan data energi bangunan dengan data yang tersedia dan tidak memerlukan
pengukuran serta melakukan perhitungan Intensitas Konsumsi Energi berdasarkan data yang
telah dikumpulkan.
b. Audit Energi Rinci

Audit energi rinci merupakan tindak lanjut yang dilakukan jikalau dari analisa
sebelumnya nilai IKE lebih besar dari nilai target yang ditentukan. Audit energi rinci juga
perlu dilakukan untuk mengetahui profil penggunaan energi pada bangunan gedung, sehingga
dapat diketahui peralatan pengguna energi apa saja yang pemakaian energinya cukup besar.
Kegiatan yang dilakukan pada audit energi rinci diantaranya: penelitian dan pengukuran
konsumsi energi.
c. Analisis Peluang Hemat Energi
Setelah melakukan audit energi awal dan audit energi rinci maka perlu adanya
identifikasi peluang hemat energi. Hasil pengumpulan data selanjutnya ditindak lanjuti
dengan perhitungan besarnya IKE dan penyusunan profil penggunaan energi bangunan
gedung. Apabila besarnya IKE hasil perhitungan ternyata sama atau kurang dari IKE target
maka kegiatan audit energi rinci dapat dihentikan atau diteruskan untuk memperoleh IKE
yang lebih rendah lagi. Bila hasilnya lebih dari IKE target, berarti ada peluang untuk
melanjutkan proses audit energi rinci berikutnya guna memperoleh penghematan energi.
Apabila peluang hemat energi telah diidentifikasi, selanjutnya perlu ditindak lanjuti
dengan analisis peluang hemat energi, yaitu dengan cara membandingkan potensi perolehan
hemat energi dengan biaya yang harus dibayar untuk pelaksanaan rencana penghematan
energi yang direkomendasikan. Penghematan energi pada bangunan gedung harus tetap
memperhatikan kenyamanan penghuni.

2.3 Konservasi Energi Sistem Pencahayaan


Sistem penerangan adalah sistem yang mengatur pencahayaan sesuai dengan kebutuhan
visual yang dibutuhkan. Sistem penerangan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
memanfaatkan cahaya matahari sebagai cahaya sumber alami secara maksimal. Hal ini
dimaksudkan agar pemakaian energi listrik untuk pencahayan bisa seminimal mungkin.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem penerangan :
1. Penentuan Intensitas cahaya.
2. Pemakaian sumber
3. Pemusatan/pengarahan cahaya pada tempat dimana cahaya diperlukan
4. Pembatasan cahaya dalam tempat tertentu.

a. Persyaratan Pencahayaan
Sistem pencahayan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
- Sistem pencahayaan buatan yang dirancang.
- Tingkat pencahayaan minimalnya sesuai dengan yang direkomendasikan
- Daya listrik untuk pencahayaan sesuai maksimum yang diijinkan.
- Memenuhi tingkat kenyamanan visual. Sistem pencahayaan alami yang dirancang
memanfaatkan semaksimal mungkin pencahayan siang hari
b. Penggunaan Energi untuk Pencahayaan Buatan
Pencahayaan energi untuk pencahayaan buatan dapat diperkecil dengan mengurangi
daya terpasang, melalui pemilihan lampu dengan efikasi tinggi, serta ballas dan armatur yang
efisien.
c. pemilihan lampu
- lampu pijar

- Lampu Fluorescent

- Lampu HID (High-intensity Discharge)

- lampu LED

d. Aspek Pencahayaan

Standar ini mencakup persyaratan minimal sistem pencahayaan pada bangunan gedung agar
diperoleh sistem pencahayaan yang sesuai dengan syarat kesehatan, kenyamanan, keamanan
dan memenuhi ketentuan yang berlaku untuk bangunan gedung.
Audit Energi Sistem Pencahayaan pada bangunan gedung
Audit energi sistem pencahayaan bertujuan untuk mengetahui tingkat kuat penerangan
dalam suatu ruangan. Tingkat kuat penerangan dalam suatu ruangan harus disesuaikan
dengan jenis aktifitas didalam ruangan tersebut. Jika aktifitasnya membutuhkan ketelitian
yang tinggi, maka tingkat kuat penerangan yang dibutuhkan juga semakin besar. Selain untuk
mengetahui tingkat kuat penerangan dalam suatu ruangan, audit energi sistem pencahayaan
juga bertujuan untuk mengetahui efisiensi penggunaan energi untuk sistem pencahayaan
dalam suatu ruangan.
2.4 Audit Energi Sistem Tata Udara pada Bangunan gedung
Kondisi suhu dan kelembaban dalam suatu ruangan sangat mempengaruhi kenyamanan
penghuni yang berada diruangan tersebut Rasa nyaman dapat diperoleh apabila suhu ruangan
berkisar antara 24oC 26oC dan dengan kelembaban udara antara 50 70%. Untuk
mencapai kondisi yang diinginkan tersebut maka digunakan peralatan penyejuk udara
misalnya kipas angin dan air conditioning (AC). Audit energi sistem tata udara bertujuan
untuk mengetahui kondisi suhu dan kelembaban dalam suatu ruangan dan mengetahui
efisiensi penggunaan peralatan penyejuk udara.

BAB III
ANALISIS DATA

Anda mungkin juga menyukai