Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
Kejang yang berkaitan dengan demam adalah salah satu masalah
pediatrik yang umum terjadi. Membedakan antara kejang demam dengan kejang
simtomatik akut yang diakibatkan dari adanya infeksi pada sistem saraf pusat
ataupun kejang yang dipacu demam pada anak dengan epilepsi merupakan suatu
hal yang penting. Sindroma kejang demam sendiri didefinisikan sebagai kejang
yang memiliki kaitan dengan demam tanpa adanya infeksi sistem saraf pusat atau
ketidakseimbangan elektrolit akut pada anak.1
Kejang bisa terjadi pada bayi yang baru lahir dan pada anak-anak. Pada
bayi yang baru lahir, kejang bisa terjadi karena infeksi otak, trauma kepala,
kekurangan cairan, diare, dan kejang demam. Kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh dengan cepat hingga >38
, dan kenaikan suhu tersebut disebabkan oleh proses ekstrakranial. Kejang
disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam
kejang demam.1,2
Kejang demam telah banyak dibahas pada literatur medis sejak zaman
Hippocrates, tetapi tidak dikenali hingga abad pertengahan bahwa kejang demam
merupakan sindrom yang berbeda dengan epilepsi. Klasifikasi awal yang
diperkenalkan oleh Livingstone membagi kejang demam menjadi kejang demam
sederhana dan epilepsi yang dipicu demam. Definisi ini tidak lama digunakan
karena hasil studi epidemiologi prospektif menunjukkan tidak terdapat risiko
besar untuk timbulnya epilepsi atau kejang tanpa demam berulang. Saat ini,
kejang demam dibagi menjadi 2 subgrup yaitu kejang demam sederhana yang
berlangsung <15 menit dan terjadi pada seluruh tubuh. Kejang demam kompleks
adalah kejang yang berlangsung lama, multipel dalam 24 jam, atau bersifat fokal.2
Prevalensi kejang demam ialah antara 3 8% anak dengan usia hingga 7
tahun. Variasi dari prevalensi berkaitan dengan perbedaan definisi kasus, metode
penelitian yang digunakan, variasi geografi, dan faktor kultural.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan
suhu tubuh dengan cepat hingga >38 (diukur dengan metode
pengukuran suhu apapun) dan kenaikan suhu tersebut disebabkan oleh
proses ekstrakranial. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang bisa terjadi pada bayi yang baru
lahir dan pada anak-anak. Pada bayi yang baru lahir kejang bisa terjadi karena
infeksi otak, trauma kepala, kekurangan cairan, diare, epilepsi serta atau kejang
demam.1,2
Kejang demam dibagi menjadi dua, yaitu kejang demam simpleks atau
sederhana dan kejang demam kompleks. Keduanya memiliki perbedaan prognosis
dan kemungkinan berulang. Kejang demam sederhana adalah kejang yang
berlangsung kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam
waktu 24 jam.Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang
demam. Sedangkan kejang demam disebut kompleks bila kejang berlangsung
lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau parsial 1 sisi kejang umum didahului
kejang fokal dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.3
2.2. Epidemiologi
Pada tahun 2002, insiden kejang demam 2,2 5% pada anak dibawah 5
tahun. Insiden yang terjadi menunjukkan bahwa pada anak laki-laki lebih sering
dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2 1,6. Terdapat sekitar 62,2%
kemungkinan kejang demam berulang pada 90 anak yang mengalami kejang
demam sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang
demam setelah usia 12 tahun. Sedangkan, pada tahun 2009, insiden kejang demam
terjadi terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3%
dari anak berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Muhammad Hoesin

Palembang pada tahun 2014, dari 185 penderita kejang demam yang menjadi
sampel, 104 orang (56,2%) di antaranya adalah laki-laki dan 81 orang (43,8%)
adalah perempuan. Dalam penelitian tersebut terdapat 164 orang (88,6%) yang
kejangnya berlangsung selama 15 menit, 16 orang (8,6%) yang kejangnya
berlangsung antara 16 29 menit, dan 5 orang (2,8%) yang kejangnya
berlangsung 30 menit. Sebagian besar 3 (58,4%) mengalami kejang berulang.
Dari penelitian tersebut juga didapatkan 61 orang (33%) yang mengalami KDS
dan 124 orang (67%) yang mengalami KDK.1,5,6

2.3. Etiologi
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui
secara pasti akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya peningkatan suhu
mempengaruhi terjadinya kejang demam. Faktor hereditas juga mempunyai peran
yaitu 8 22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan
riwayat kejang demam pada masa kecilnya.6
Demam sering disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi
saluran pernafasan akut, otitis media akut, gastroenteritis, bronkitis, infeksi
saluran kemih, demam tifoid, demam berdarah dengue dan lain sebagainya. Selain
itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan
kejang demam.6,7

2.4. Patofisiologi
Kejang merupakan manifestasi klinis akibat terjadinya pelepasan muatan
listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron
tersebut baik berupa fisiologis, biokimiawi, maupun anatomi. Sel saraf seperti
juga sel hidup umumnya mempunyai potensial membran. Potensial membran
merupakan selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih
negatif dibandingkan dengan ekstrasel. Potensial membran terjadi akibat
perbedaan letak dan jumlah ion-ion terutama ion Na+, K+, dan Ca++. Bila sel saraf

mengalami stimulasi, misalnya stimulasi listrik, akan mengakibatkan menurunnya


potensial

membran.

Penurunan

potensial

membran

akan

menyebabkan

permeabilitas membran terhadap ion Na+ akan meningkat, sehingga Na+ akan lebih
banyak masuk ke dalam sel. Selama serangan ini lemah, perubahan potensial
membran masih dapat dikompensasi oleh transpor aktif ion Na+ dan ion K+,
sehingga selisih potensial kembali ke dalam keadaan istirahat. Perubahan
potensial yang demikian sifatnya tidak menjalar yang disebut dengan respon
lokal. Bila rangsangan cukup kuat, perubahan potensial dapat mencapai ambang
tetap (firing level) maka permeabilitas membran terhadap Na+ akan meningkat,
sehingga timbul potensial aksi.12
Potensial aksi akan dihantarkan ke sel saraf berikutnya melalui sinap
dengan perantara zat kimia yang dikenal dengan neurotransmitter. Bila
perangsangan telah selesai, maka permeabilitas membran kembali dalam keadaan
istirahat dengan cara Na+ akan kembali ke luar sel dan K+ masuk ke dalam sel
melalui pompa Na-K yang membutuhkan ATP dari sintesa glukosa dan oksigen.12
Terdapat beberapa teori dalam mekanisme terjdinya kejang demam:12
a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K
misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada
kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel saraf misalnya pada hipokalsemia
dan hipomagnesemia.
c. Perubahan relatif neurotransmitter yang bersifat eksitasi dibandingkan
dengan neurotransmitter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang
berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan GABA atau glutamate akan
menimbulkan kejang.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron. Dengan demikian reaksi oksidasi dapat terjadi lebih cepat dan akibatnya
oksigen akan lebih cepat habis dan terjadilah hipoksia. Transpor aktif yang
memerlukan ATP terganggu sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang

akan menyebabkan potensial membran cenderung turun dan akan meningkatkan


kepekaan sel saraf sehingga muatan listrik akan terlepas. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel neuron maupun ke
membran sel sekitarnya sehingga timbul kejang fokal maupun kejang umum.12
Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,
jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengaturan suhu. Demam akan
menyebabkan kejang bertambah lama sehingga kerusakan otak makin bertambah.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:12
a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum
matang atau imatur.
b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan
gangguan permeabilitas membran sel.
c. Metabolisme basal meningkat sehingga terjadi timbunan asam laktat dan
CO2 yang akan merusak neuron.
d. Demam meningkat Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan
kebutuhan oksigen dan glukosa sehingga menyebabkan gangguan
pengaliran ion-ion keluar masuk sel.

2.5. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam oleh
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2016, kejang demam dapat dibagi
menjadi dua tipe antara lain sebagai berikut.9
1

Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)


Kejang demam sederhana atau disebut juga dengan simple febrile seizure
adalah kejang demam yang berlangsung singkat, yaitu kurang dari 15
menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang yang terjadi berupa
kejang umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80%
di antara seluruh kejang demam.9

Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)

Kejang demam kompleks atau complex febrile seizure adalah kejang


demam yang memiliki ciri-ciri antara lain kejang lama yang berlangsung
lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum
yang didahului kejang parsial dan kejang berulang, atau lebih dari 1 kali
dalam 24 jam.9
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial
satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang
adalah kejang yang terjadi 2 kali atau lebih dalam 24 jam, di antara 2 bangkitan
kejang terdapat fase sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% dari jumlah total
anak yang mengalami kejang demam.9
Menurut sub bagian saraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam
sebagai berikut:10
a. Kejang demam kompleks
Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
Kejang berlangsung lebih dari 15 menit
Kejang bersifat fokal/multipel
Didapatkan kelainan neurologis
EEG abnormal
Frekuensi kejang lebih dari 3 kali dalam satu tahun
Temperatur kurang dari 39oC
b. Kejang demam sederhana
Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun
Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat
Kejang bersifat umum tonik atau klonik
Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun
Temperatur lebih dari 39o C
c. Kejang demam berulang
Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam

2.6. Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan


dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
di luar susunan saraf pusat seperti pada otitis media akut, bronkitis, furunkulosis
dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama saat
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik,
tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak
akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya
kelainan neurologik.10,11
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi
secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grandmal, pingsan yang berlangsung
selama 30 detik sampai 5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang
mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba
pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah,
badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan
kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.10,11
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10 20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot
yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1 2 menit), lidah atau
pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan
air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti
nafas), dan kulit yang kebiruan.10,11
Saat kejang anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan

6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat

2.7. Diagnosis
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, seperti infeksi susunan
saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit
serta adanya lesi struktural pada sistem saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.9-11
a

Anamnesis
o Waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
o Sifat kejang (fokal atau umum)
o Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
o Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
o Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap
atau naik turun) menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
(infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, astro enteritis)
o Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak
disertai demam atau epilepsi)
o Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
o Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
o Trauma kepala

Pemeriksaan Fisik
o Tanda-tanda vital, terutama suhu
o Manifestasi kejang yang terjadi, misalnya pada kejang multifokal yang
berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya
kelainan struktur otak.
o Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil

terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid yang


mengarahkan pada terjadinya perdarahan intraventikular.
o Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi, atau mulase kepala
berlebihan yang disebabkan oleh trauma.
o Ubunubun besar yang tegang dan menonjol menunjukkan adanya
peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
subaraknoid atau subdural.
o Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau
bekas tusukan janin dikepala atau fontanel anterior yang disebabkan
karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
o Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan
kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan korteks
serebri.
o Ditemukannya korioretinitis dapat terjadi pada toksoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus dan rubella.
o Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok-kelok di
retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
o Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan
cairan subdural atau kelainan bawaan seperti hidrosefalus.
o Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis
dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
o Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya
demam (infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, gastroenteritis)
o Pemeriksaan refleks patologis
o Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningitis)

Pemeriksaan Laboratorium
o Darah lengkap mencari penyebab demam.
o Elektrolit, glukosa darah menyingkirkan diare, muntah, hal lain yang
dapat

mengganggu

keseimbangan

elektrolit

atau

gula

darah.

Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal mencari gangguan metabolisme.


o Kadar TNF alfa dan IL-1 alfa meningkat pada ensefalitisil-6 pada CSS
d

akut/ensefalopati.
Pemeriksaan Penunjang Lain

o Lumbal pungsi: dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan


kemungkinan meningitis. Indikasi dilakukannya lumbal pungsi adalah
terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal, terdapat kecurigaan
adanya infeksi sistem saraf pusat, dan dipertimbangkan pada anak
dengan kejang disertai demam yang sebelumnya sudah mendapatkan
antibiotik dimana penggunaan antibiotik tersebut dapat mengaburkan
tanda dan gejala meningitis. Saat ini pemeriksaan lumbal pungsi tidak
dilakukan secara rutin pada anak berumur kurang dari 12 bulan yang
mengalami KDS dengan keadaan umum baik.
o EEG: tidak diperlukan untuk pasien kejang demam kecuali apabila
bangkitan kejang yang dialami bersifat fokal.
o CT-scan atau MRI tidak rutin dilakukan pada pasien KDS. Pemeriksaan
tersebut hanya dilakukan apabila didapatkan indikasi tertentu, seperti
kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau
paresis nervus kranialis.

2.8. Diagnosis Banding


Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat.
Kelainan di dalam otak biasanya disebabkan oleh infeksi, seperti meningitis,
ensefalitis, abses otak, dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk
menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.7,9
No
.
1
2
3
4

Kriteria Banding
Demam
Kelainan otak
Kejang berulang
Penurunan
Kesadaran

Kejang

Epilepsi

Demam
Pencetusny

Tidak berkaitan

Meningitis
Salah satu

a demam
(-)
(+)

dengan demam
(+)
(+)

gejalanya demam
(-)
(+)

(+)

(-)

(+)

Menegakkan diagnosis meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi


dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas

10

dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi
kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal
yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah
kejang demam ini tergolong dalam kejang demam kompleks atau epilepsi yang
diprovokasi oleh demam.7,9

2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:
a. Pengobatan Pada Saat Kejang
Umumnya kejang berlangsung singkat, yaitu sekitar 4 menit. Oleh sebab
itu, kejang umumnya sudah berhenti saat pasien datang. Apabila pasien sudah
berhenti kejang saat pasien datang, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.7
Langkah paling efektif yang dapat diambil pada saat pasien mengalami
kejang adalah dengan memberikan diazepam rektal. Pemberian diazepam rektal
sangat mudah sehingga dapat dilakukan oleh orang tua pasien di rumah. Dosis
diazepam rektal yang diberikan adalah 0,5 0,75 mg/kg BB/kali. Untuk
mempermudah pemberian, dosis diazepam yang disarankan adalah 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan 12 kg
atau lebih. Apabila kejang belum berhenti, pemberian diazepam rektal dengan
dosis yang sama dapat diulang dengan jarak waktu pemberian 5 menit dengan
maksimum pemberian 2 kali.7,10
Apabila kejang tetap tidak berhenti, dianjurkan untuk membawa pasien
ke rumah sakit. Pengobatan yang akan diberikan di rumah sakit adalah berupa
diazepam intravena dengan dosis 0,2 0,5 mg/kg BB secara perlahan-lahan
dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg. Bila kejang berhenti sebelum dosis habis, hentikan penyuntikan.
Apabila kejang tetap belum berhenti, maka tatalaksana selanjutnya disesuaikan
dengan algoritme tatalaksana status epileptikus.7,10

11

b. Pemberian Obat Saat Demam


Pengobatan saat demam pada anak dengan riwayat kejang demam tidak
hanya obat antipiretik namun juga ditambahkan obat antikonvulsan.Walaupun
belum ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik dapat menurunkan risiko
terjadinya kejang demam, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan.Antipiretik yang dapat diberikan adalah
parasetamol 10 15 mg/kg BB/ kali diberikan tiap 4 6 jam. Selain itu dapat pula
diberikan ibuprofen sebanyak 5 10 mg/kg BB/ kali 3 4 kali sehari.7,10
Pemberian antikonvulsan intermiten pada saat demam dikatakan mampu
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30 60% kasus. Antikonvulsan
intermiten diberikan pada pasien kejang demam dengan salah satu faktor risiko
berikut:

Kelainan neurologis berat, seperti palsi serebral


Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
Usia kurang dari 6 bulan
Kejang terjadi saat suhu tubuh kurang dari 39oC
Pada episode kejang demam sebelumnya suhu tubuh meningkat dengan
cepat
Antikonvulsan yang diberikan adalah diazepam oral dengan dosis 0,3

mg/kg BB/kali atau diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg BB/kali (5mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan 12 kg
atau lebih). Diazepam tersebut diberikan sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis
maksimal 7,5 mg/kali. Diazepam tersebut diberikan selama 48 jam pertama
demam. Namun, dosis tersebut dianggap cukup tinggi sehingga dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, dan sedasi yang cukup berat pada 25 39%
kasus.7,10
c. Pemberian Obat Antikonvulsan Rumatan
Pengobatan rumatan adalah pengobatan yang diberikan secara terusmenerus untuk waktu yang cukup lama. Indikasi pemberian obat rumatan
adalah:1,2

12

Kejang fokal
Kejang dengan durasi lebih dari 15 menit
Terdapat kelainan neurologis yang nyata baik sebelum maupun sesudah
kejang, seperti palsi serebral, hidrosefalus, dan hemiparesis
Pemberian antikonvulsan berupa fenobarbital dan asam valproat setiap

hari terbukti efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.Namun,


pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40 50% kasus. Pada sebagian kecil kasus, asam valproat
dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, terutama pada anak berusia kurang dari
2 tahun. Oleh sebab itu, pada pasien yang menerima pengobatan rumatan berupa
asam valproat perlu dilakukan pemeriksaan SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, 1
bulan, dan 3 bulan setelah mulai menerima pengobatan.
Dosis asam valproat adalah 15 40 mg/kg BB/hari yang dibagi ke dalam
2 dosis. Sedangkan dosis fenobarbital adalah 3 4 mg/kg BB/hari dibagi ke dalam
1 2 dosis. Di antara ke 2 obat antikonvulsan tersebut, asam valproat lebih sering
dipilih.Pengobatan rumatan ini diberikan selama 1 tahun. Penghentian pengobatan
rumatan untuk kejang demam tidak memerlukan tappering off, namun dilakukan
pada saat anak tidak sedang demam.7,10
2.10. Prognosis
a

Kecacatan atau Kelainan Neurologis


Hingga saat ini, kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam

tidak pernah dilaporkan.Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap


normal pada pasien yang sebelumnya normal. Terdapat penelitian retrospektif
yang melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, namun kelainan
ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal.7
b

Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko

berulangnya kejang demam adalah:7

13

1.
2.
3.
4.

Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga


Usia kurang dari 12 bulan
Suhu tubuh kurang dari 39oC saat kejang
Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya

kejang
5. Jika kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya
kejang demam hanya 10 15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling
besar pada tahun pertama.7
c

Faktor risiko terjdinya epilepsi


Beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi antara lain:7
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu
tahun

Setiap faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi 4 6%.


Kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi
menjadi 10 49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumatan pada kejang demam.7
d

Kemungkinan mengalami kematian


Kematian sebagai akibat kejang demam sampai saat ini tidak pernah

dilaporkan.7

2.11. Edukasi Terhadap Orang Tua


Edukasi terhadap orang tua dari pasien dengan kejang sangatlah penting
karena orang tua pada umumnya akan merasa takut ketika melihat anaknya

14

kejang. Maka dari itu, pemberian edukasi merupakan hal yang sangat penting
untuk mengurangi kecemasan orang tua, yaitu dengan cara:7,10
1.
2.
3.
4.

Meyakinkan bahwa kejang demam mempunyai prognosis baik


Memberitahukan cara penanganan kejang
Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang
efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat

Bila terjadi kejang, hal-hal yang dapat dilakukan antara lain:7


1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian, terutama di sekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak miring. Bersihkan muntahan atau lendir di
mulut atau hidung.
4. Walaupun ada kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke
dalam mulut
5. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang
7. Berikan diazepam rectal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit.
Jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih, suhu tubuh lebih dari 40oC, kejang tidak berhenti dengan diazepam
rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat
kelumpuhan.

2.12. Vaksinasi pada Kejang Demam


Sejauh ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap
anak dengan riwayat kejang demam.Kejang setelah demam karena vaksinasi
sangat jarang. Angka kejadian kejang demam pascavaksinasi DPT adalah 6 9
kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksinasi MMR 25
34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan diazepam intermiten dan
parasetamol profilaksis.7

15

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama

: AADR

Tanggal Lahir

: 4 Juli 2014

Umur

: 10 bulan 5 hari

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jalan Tukad Pancoran gang 2x Lestari No.


25, Denpasar

No.CM

: 16044059

Tanggal MRS

: 12 Oktober 2016

3.2 Anamnesis (Heteroanamnesis IbuPasien)


3.2.1 KeluhanUtama
Kejang
3.2.2 Riwayat PenyakitSekarang
Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah diantar oleh keluarganya
dengan keluhan kejang sekitar 25 menit sebelum masuk rumah sakit. Kejang
berlangsung selama 20 menit. Kejang dikatakan berupa kaku di seluruh

16

badan, mata mendelik ke atas, serta disertai keluar sedikit busa dari
mulutnya. Pada saat kejang, pasien mengalami demam, dengan suhu aksila
38,2oC. Setelah kejang berhenti, pasien terlihat lemas. Kejang ini
merupakan kejang pertama yang pernah dialami pasien.
Pasien juga dikatakan mengalami panas badan mendadak sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit (tanggal 10/10/2016) pukul 10.00
WITA.Demam timbul mendadak tinggi dan menetap. Pada tanggal 11
Oktober 2016, pasien dibawa ke puskesmas dan didapatkan suhu aksila
pasien 39,7oC. Di sana pasien diberikan parasetamol dan demam dikatakan
berukurang sesaat namun suhu tubuh pasien naik kembali. Pada saat pasien
tiba di UGD RSUP Sanglah, pasien masih mengalami demam dengan suhu
aksila 38,2oC.
Pasien juga mengeluhkan batuk dan pilek.Batuk dan pilek dirasakan
sejak 3 hari SMRS.Batuk berdahak disangkal oleh pasien.Sekret yang keluar
berwarna jernih dengan konsistensi encer.Keluhan mual, muntah, dan BAB
cair disangkal oleh orang tua pasien. Pasien terakhir kali BAK sesaat
sebelum berangkat ke RSUP Sanglah. Nafsu makan dan minum dikatakan
menurun semenjak sakit. Riwayat keluar cairan dari telinga disangkal.
3.2.3 Riwayat PenyakitDahulu
Pasien tidak pernah mengalami kejang sebelumnya Pasien dikatakan
pernah dirawat 7 bulan yang lalu di RSUD Wangaya dengan keluhan BAB
cair. Pasien dirawat inap selama 3 hari. Kondisi pasien saat pulang
dikatakan membaik dan pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa
sampai saat ini.
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kejang, epilepsi, kelainan neurologis pada keluarga
disangkal.
3.2.5

RiwayatPribadi/Sosial/Lingkungan
Pasien merupakan anak tunggal dan tinggal bersama kedua orang tua

17

dan neneknya.Seluruh anggota keluarga di rumah dikatakan sehat.


3.2.6

RiwayatPenyerta

3.2.6.1 RiwayatPersalinan
Pasien lahir secara sectio caesarea, cukup bulan, segera menangis,
ditolong oleh dokter spesialis kandungan. Berat badan lahir 3100 kg,
panjang badan lahir 50 cm, sedangkan lingkar kepala dan lingkar dada saat
lahir dikatakan lupa oleh orang tua pasien.
3.2.6.2 RiwayatImunisasi
BCG

: 1x

Hepatitits B

: 4x

Polio

: 4x

DPT

: 3x

HiB

: 3x

Campak

: 1x

3.2.6.3 RiwayatNutrisi
ASI

: sejak usia 0 hari sekarang, frekuensi on demand

SusuFormula

:-

BuburSusu

: sejak usia 6 bulan sekarang, frekuensi 2 3 kali


per hari

NasiTim

:-

MakananDewasa : 3.2.6.4 Riwayat Perkembangan


Menegakkan Kepala

:3 bulan

MembalikBadan

: 4 bulan

Duduk

: 6bulan

Merangkak

: 10 bulan

Berdiri

:-

Berjalan

:-

Berbicara

:-

18

Kesan : Normal
3.2.6.5 RiwayatOperasi/Transfusi/Alergi
Pasien

tidak

pernah

operasi

dan

tidak

pernah

menerima

transfusi darah. Riwayat alergi obat dan makananjuga disangkal oleh


keluarga pasien.
3.3 Pemeriksaan Fisik
StatusPresent:
KeadaanUmum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: E4V3M4(11/11)

Laju Nadi

: 118kali/menit, reguler, isicukup

LajuNapas

: 30 kali/menit,reguler

SuhuAxila

: 38,2 C

Status Antopometri:
BB

: 7,6 kg

PB

: 69 cm

BBI

: 8 kg

LingkarKepala

: 43,5 cm

LILA

: 13 cm

BB/U

: Z score (-2) 0 SD

PB/U

: Z score (-2) 0 SD

BB/PB

: Z score (-1) 0 SD

StatusGizi

: 95 % (Gizi baik ~Waterlow)

Status General:
Kepala

: Normocephali

Mata

: Anemis -/-, ikterus -/-, refleks pupil +/+ isokor,cowong (-),


air mata (+)

THT
Telinga

: Auricula dextra et sinistra: hiperemi (-), edema (-), sekret

19

(-), nyeri (-)


Hidung

: Nafas cuping hidung (-), sekret (+) warna bening dengan


konsistensi encer

Tenggorokan : Faring hiperemi (+), tonsil T1/T1


Mukosa bibir

: Pucat (-), sianosis (-), kering (-)

Leher
Inspeksi

: Benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)

Palpasi

: Pembesaran kelenjar (-)

Thorax

: Simetris, retraksi (-)

Cor:
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS IV MCL kiri, kuat angkat


(-), thrill(-)

Perkusi

: Tidak dievaluasi

Auskultasi : S1 S2 normal, regular, murmur(-)


Pulmo:
Inspeksi

: Gerakan

dada

simetris

saat

statis dan dinamis,

retraksi (-)
Palpasi

: Focal fremitus N/N

Perkusi

: Sonor

Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing-/Abdomen :


Inspeksi

: Distensi (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Palpasi

: Hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit normal

Perkusi

: Timpani

+ + Ekstremitas
+ +

: Akral hangat

20

- - -

Edema
CRT <2 detik

Genitalia eksterna : Tidak tampak kelainan, M1P1


Anus

: Ada

Refleks Meningeal: Kernig Sign (-)


Brudzinski I/II (-)
Kaku kuduk (-)

3.4 Diagnosis Kerja


Kejang Demam Sederhana + Gizi Baik + Rinofaringitis akut
3.5 Penatalaksanaan
-

MRS

Kebutuhan cairan 750 ml/hari, diberikan infus D5 NS 30 tetes per


menit

Kebutuhan energi 825 kkal/hari, protein 15 gram/hari, diet bubur


3x1 porsi

Phenobarbital IM loading dose 50 mg. Dilanjutkan dengan


pemberian penobarbital 12 jam kemudian dengan dosis 8 mg/kg BB/
hari ~ 60,8 mg dibagi ke dalam 2 dosis ~ 30 mg tiap 12 jam (oral).
Lalu dilanjutkan 5 mg/kg BB/hari ~ 38 mg dibagi ke dalam 2 dosis ~
20 mg tiap 12 jam (oral)

Paracetamol 10 mg/kg/kali ~ 75 mg, 3,5 ml (oral) tiap 4 jam bila


suhu > 38OC + kompres hangat

Pseudoepedrin 1 mg/kg/kali tiap 8 jam (oral)

21

3.6 Planning
a. Planning Diagnosis
-

Darah lengkap

Elektrolit

b. Plaaning Monitoring
-

Tanda vital dan keluhan

Kejang
-

Kesadaran

3.7 Prognosis
-

Dubius adbonam

Follow UP Pasien
Tanggal

13/10/

Kejang (-),

GCS : E4V3M4

Kejang

Kebutuhan cairan

2016

demam (-),

PR: 110 kali/menit

demam

750 ml/hari,

mual (-),

RR : 30x/menit

kompleks

IVFD Dextrose

muntah (-)

Suhu : 36,9 C

+ gizi

normal salin 30

Mata : anemis (-),

baik +

tetes makro per

ikterus (-)

Rhinofari

menit

THT : secret (-)

ngitis

Diet bubur 3 x 1

Thorax: Simetris

Akut

Phenobarbital 5

22

Cor : S1S2 normal,

mg/kg/hari~38

regular, murmur (-)

mg dibagi ke

Pulmo : Vesikuler +/+,

dalam 2 dosis ~

Rhonki -/-, Wheezing

20 tetes makro

-/-

per menit

Abdomen : distensi (-),

Paracetamol 10

bising usus normal

mg/kg/hari ~75

Ekstremitas : hangat

mg (3,5 ml) oral

(+), edema (-), CRT < 2

tiap 4 jam

detik

Pseudoepedrin

mg/kg/kali tiap 8
jam (oral)
Monitoring :
Kesadaran, tanda
vital,kejang

23

BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil heteroanamnesis yang dilakukan terhadap ibu pasien


didapatkan pasien AADR berumur 10 bulan 5 hari, memiliki keluhan utama
kejang.Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah diantar oleh keluarganya dengan
keluhan kejang sekitar 25 menit sebelum masuk rumah sakit. Kejang berlangsung
selama 20 menit. Kejang dikatakan berupa kaku di seluruh badan, mata mendelik
ke atas, serta disertai keluar sedikit busa dari mulutnya. Pada saat kejang, pasien
mengalami demam, dengan suhu aksila 38,2oC. Setelah kejang berhenti, pasien
terlihat lemas. Kejang ini merupakan kejang pertama yang pernah dialami pasien.
Pasien juga dikatakan mengalami panas badan mendadak sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit (tanggal 10/10/2016) pukul 10.00 WITA.Demam
timbul mendadak tinggi dan menetap. Pada tanggal 11 Oktober 2016, pasien
dibawa ke puskesmas dan didapatkan suhu aksila pasien 39,7 oC. Di sana pasien
diberikan parasetamol dan demam dikatakan berukurang sesaat namun suhu tubuh
pasien naik kembali. Pada saat pasien tiba di UGD RSUP Sanglah, pasien masih
mengalami demam dengan suhu aksila 38,2oC.
Pasien juga mengeluhkan batuk dan pilek.Batuk dan pilek dirasakan
sejak 3 hari SMRS.Batuk berdahak disangkal oleh pasien.Sekret yang keluar
berwarna jernih dengan konsistensi encer.Keluhan mual, muntah, dan BAB cair
disangkal oleh orang tua pasien. Pasien terakhir kali BAK sesaat sebelum
berangkat ke RSUP Sanglah. Nafsu makan dan minum dikatakan menurun
semenjak sakit. Riwayat keluar cairan dari telinga disangkal.
Dari hasil anamnesis, umur pasien 10 bulan 5 hari sesuai dengan
kelompok umur yang mengalami prevalensi kejang demam yakni terjadi pada 2-

24

4% anak berumur 6 bulan 5tahun. Keluhan subjektif yang diperoleh juga sesuai
dengan teori kejang demam yaitu bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh diatas 38C (diukur melalui metode pengukuran suhu apapun) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Dimana pasien mengalami demam
tinggi dengan suhu aksila 38,2oC lalu mengalami kejang. Pasien mengalami
kejang dengan durasi lebih dari 15 menit sesuai dengan ciri kejang demam
kompleks

yaitu

kejanglama>15menit,berulangataulebihdari1kalidalam24jamdankejang

fokal

atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien, ditemukan status
present keadaan umum pasien masih tampak sakit sedang, nadi: 128x/menit,
reguler, isi cukup, RR: 30x/menit, Tax: 38,2 C, BB: 7,6 kg, PB: 69 cm, BBI : 8
kg, dan Status Gizi: 95% (Gizi baik ~ Waterlow).Dari pemeriksaan THT,
didapatkan pada hidung terdapat secret berwarna bening dengan konsistensi
encer.Sedangkan

pada

tenggorokan

didapatkan

hiperemis

pada

faring.Pemeriksaan fisik kepala, mata, leher, thoraks, ektremitas, genitalia


eksterna, anus dan kulit juga dalam batas normal. Reflex fisiologis dedapatkan
pada keempat ekstrimitas dan tanda perangsangan meningeal, kernig sign,
brudzinski I/II serta kaku kuduk tidak ditemukan.Hasil pemeriksaan fisik yang
ditemukan pada pasien juga mengarahkan diagnosis ke arah kejang demam
kompleks + gizi baik + rinofaringitis akut.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini berupa MRS, kebutuhan
cairan 750 ml/hari, diberikan infus D5 NS 30 tetes per menit, kebutuhan
energi 825 kkal/hari, protein 15 gram/hari, diet bubur 3x1 porsi. Selain itu, pada
pasien diberikan pula antikonvulsan berupa phenobarbital IM loading dose 50
mg. Dilanjutkan dengan pemberian fenobarbital 12 jam kemudian dengan dosis 8
mg/kg BB/ hari ~ 60,8 mg dibagi ke dalam 2 dosis ~ 30 mg tiap 12 jam (oral).
Lalu dilanjutkan 5 mg/kg BB/hari ~ 38 mg dibagi ke dalam 2 dosis ~ 20 mg tiap
12 jam (oral). Paracetamol 10 mg/kg/kali ~ 75 mg, 3,5 ml (oral) tiap 6 jam bila
suhu > 38OCdan kompres hangat.Pseudoepedrin 1 mg/kg/kali tiap 8 jam per
oral.Pemilihan terapi atau tata laksana yang diberikan pada pasien ini sudah
tepat.

25

Pemeriksaan penunjang yang disarankan untuk pasien ini adalah


pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.Monitoring tanda vital, keluhan,
kejang, dan kesadaran.Pada pasien ini tergolong dubius ad bonam karena pasien
sudah mendapat penanganan dengan cepat sebelum munculnya komplikasi,
terlihat dari keadaan umum pasien sudah membaik.

26

BAB V
SIMPULAN

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh di
atas 38C (diukur melalui metode pengukuran suhu apapun) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering terjadi pada anak berumur 6
bulan 5 tahun. Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas
terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut, gastroenteritis akut, exantema
subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan
campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam.1,2,5,6
Kejang demam dapat dibagi menjadi dua tipe anatar lain Kejang Demam
Sederhana atau disebut juga dengan simple febrile seizure atau KDS adalah kejang
demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umumnya akan berhenti
sendiri, kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal, tidak
berulang dalam waktu 24 jam dan Kejang Demam Kompleks atau complex febrile
seizure atau KDK adalah kejang demam dengan kejang lama > 15 menit, kejang
fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial dan
berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.3,4,5
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang. Diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang
menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini. Penatalaksanaan kejang demam
dibagi menjadi pengobatan pada saat kejang, pengobatan rumatan, dan
pengobatan intermiten berupa antipiretik dan antikonvulsan pada saat kejang.7,8,9

27

Anda mungkin juga menyukai