Responsi KDK (Sanglah)
Responsi KDK (Sanglah)
PENDAHULUAN
Kejang yang berkaitan dengan demam adalah salah satu masalah
pediatrik yang umum terjadi. Membedakan antara kejang demam dengan kejang
simtomatik akut yang diakibatkan dari adanya infeksi pada sistem saraf pusat
ataupun kejang yang dipacu demam pada anak dengan epilepsi merupakan suatu
hal yang penting. Sindroma kejang demam sendiri didefinisikan sebagai kejang
yang memiliki kaitan dengan demam tanpa adanya infeksi sistem saraf pusat atau
ketidakseimbangan elektrolit akut pada anak.1
Kejang bisa terjadi pada bayi yang baru lahir dan pada anak-anak. Pada
bayi yang baru lahir, kejang bisa terjadi karena infeksi otak, trauma kepala,
kekurangan cairan, diare, dan kejang demam. Kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh dengan cepat hingga >38
, dan kenaikan suhu tersebut disebabkan oleh proses ekstrakranial. Kejang
disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam
kejang demam.1,2
Kejang demam telah banyak dibahas pada literatur medis sejak zaman
Hippocrates, tetapi tidak dikenali hingga abad pertengahan bahwa kejang demam
merupakan sindrom yang berbeda dengan epilepsi. Klasifikasi awal yang
diperkenalkan oleh Livingstone membagi kejang demam menjadi kejang demam
sederhana dan epilepsi yang dipicu demam. Definisi ini tidak lama digunakan
karena hasil studi epidemiologi prospektif menunjukkan tidak terdapat risiko
besar untuk timbulnya epilepsi atau kejang tanpa demam berulang. Saat ini,
kejang demam dibagi menjadi 2 subgrup yaitu kejang demam sederhana yang
berlangsung <15 menit dan terjadi pada seluruh tubuh. Kejang demam kompleks
adalah kejang yang berlangsung lama, multipel dalam 24 jam, atau bersifat fokal.2
Prevalensi kejang demam ialah antara 3 8% anak dengan usia hingga 7
tahun. Variasi dari prevalensi berkaitan dengan perbedaan definisi kasus, metode
penelitian yang digunakan, variasi geografi, dan faktor kultural.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan
suhu tubuh dengan cepat hingga >38 (diukur dengan metode
pengukuran suhu apapun) dan kenaikan suhu tersebut disebabkan oleh
proses ekstrakranial. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang bisa terjadi pada bayi yang baru
lahir dan pada anak-anak. Pada bayi yang baru lahir kejang bisa terjadi karena
infeksi otak, trauma kepala, kekurangan cairan, diare, epilepsi serta atau kejang
demam.1,2
Kejang demam dibagi menjadi dua, yaitu kejang demam simpleks atau
sederhana dan kejang demam kompleks. Keduanya memiliki perbedaan prognosis
dan kemungkinan berulang. Kejang demam sederhana adalah kejang yang
berlangsung kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam
waktu 24 jam.Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang
demam. Sedangkan kejang demam disebut kompleks bila kejang berlangsung
lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau parsial 1 sisi kejang umum didahului
kejang fokal dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.3
2.2. Epidemiologi
Pada tahun 2002, insiden kejang demam 2,2 5% pada anak dibawah 5
tahun. Insiden yang terjadi menunjukkan bahwa pada anak laki-laki lebih sering
dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2 1,6. Terdapat sekitar 62,2%
kemungkinan kejang demam berulang pada 90 anak yang mengalami kejang
demam sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang
demam setelah usia 12 tahun. Sedangkan, pada tahun 2009, insiden kejang demam
terjadi terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3%
dari anak berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Muhammad Hoesin
Palembang pada tahun 2014, dari 185 penderita kejang demam yang menjadi
sampel, 104 orang (56,2%) di antaranya adalah laki-laki dan 81 orang (43,8%)
adalah perempuan. Dalam penelitian tersebut terdapat 164 orang (88,6%) yang
kejangnya berlangsung selama 15 menit, 16 orang (8,6%) yang kejangnya
berlangsung antara 16 29 menit, dan 5 orang (2,8%) yang kejangnya
berlangsung 30 menit. Sebagian besar 3 (58,4%) mengalami kejang berulang.
Dari penelitian tersebut juga didapatkan 61 orang (33%) yang mengalami KDS
dan 124 orang (67%) yang mengalami KDK.1,5,6
2.3. Etiologi
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui
secara pasti akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya peningkatan suhu
mempengaruhi terjadinya kejang demam. Faktor hereditas juga mempunyai peran
yaitu 8 22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan
riwayat kejang demam pada masa kecilnya.6
Demam sering disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi
saluran pernafasan akut, otitis media akut, gastroenteritis, bronkitis, infeksi
saluran kemih, demam tifoid, demam berdarah dengue dan lain sebagainya. Selain
itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan
kejang demam.6,7
2.4. Patofisiologi
Kejang merupakan manifestasi klinis akibat terjadinya pelepasan muatan
listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron
tersebut baik berupa fisiologis, biokimiawi, maupun anatomi. Sel saraf seperti
juga sel hidup umumnya mempunyai potensial membran. Potensial membran
merupakan selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih
negatif dibandingkan dengan ekstrasel. Potensial membran terjadi akibat
perbedaan letak dan jumlah ion-ion terutama ion Na+, K+, dan Ca++. Bila sel saraf
membran.
Penurunan
potensial
membran
akan
menyebabkan
permeabilitas membran terhadap ion Na+ akan meningkat, sehingga Na+ akan lebih
banyak masuk ke dalam sel. Selama serangan ini lemah, perubahan potensial
membran masih dapat dikompensasi oleh transpor aktif ion Na+ dan ion K+,
sehingga selisih potensial kembali ke dalam keadaan istirahat. Perubahan
potensial yang demikian sifatnya tidak menjalar yang disebut dengan respon
lokal. Bila rangsangan cukup kuat, perubahan potensial dapat mencapai ambang
tetap (firing level) maka permeabilitas membran terhadap Na+ akan meningkat,
sehingga timbul potensial aksi.12
Potensial aksi akan dihantarkan ke sel saraf berikutnya melalui sinap
dengan perantara zat kimia yang dikenal dengan neurotransmitter. Bila
perangsangan telah selesai, maka permeabilitas membran kembali dalam keadaan
istirahat dengan cara Na+ akan kembali ke luar sel dan K+ masuk ke dalam sel
melalui pompa Na-K yang membutuhkan ATP dari sintesa glukosa dan oksigen.12
Terdapat beberapa teori dalam mekanisme terjdinya kejang demam:12
a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K
misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada
kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel saraf misalnya pada hipokalsemia
dan hipomagnesemia.
c. Perubahan relatif neurotransmitter yang bersifat eksitasi dibandingkan
dengan neurotransmitter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang
berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan GABA atau glutamate akan
menimbulkan kejang.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron. Dengan demikian reaksi oksidasi dapat terjadi lebih cepat dan akibatnya
oksigen akan lebih cepat habis dan terjadilah hipoksia. Transpor aktif yang
memerlukan ATP terganggu sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang
2.5. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam oleh
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2016, kejang demam dapat dibagi
menjadi dua tipe antara lain sebagai berikut.9
1
2.7. Diagnosis
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, seperti infeksi susunan
saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit
serta adanya lesi struktural pada sistem saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.9-11
a
Anamnesis
o Waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
o Sifat kejang (fokal atau umum)
o Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
o Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
o Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap
atau naik turun) menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
(infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, astro enteritis)
o Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak
disertai demam atau epilepsi)
o Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
o Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
o Trauma kepala
Pemeriksaan Fisik
o Tanda-tanda vital, terutama suhu
o Manifestasi kejang yang terjadi, misalnya pada kejang multifokal yang
berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya
kelainan struktur otak.
o Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
Pemeriksaan Laboratorium
o Darah lengkap mencari penyebab demam.
o Elektrolit, glukosa darah menyingkirkan diare, muntah, hal lain yang
dapat
mengganggu
keseimbangan
elektrolit
atau
gula
darah.
akut/ensefalopati.
Pemeriksaan Penunjang Lain
Kriteria Banding
Demam
Kelainan otak
Kejang berulang
Penurunan
Kesadaran
Kejang
Epilepsi
Demam
Pencetusny
Tidak berkaitan
Meningitis
Salah satu
a demam
(-)
(+)
dengan demam
(+)
(+)
gejalanya demam
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
10
dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi
kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal
yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah
kejang demam ini tergolong dalam kejang demam kompleks atau epilepsi yang
diprovokasi oleh demam.7,9
2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:
a. Pengobatan Pada Saat Kejang
Umumnya kejang berlangsung singkat, yaitu sekitar 4 menit. Oleh sebab
itu, kejang umumnya sudah berhenti saat pasien datang. Apabila pasien sudah
berhenti kejang saat pasien datang, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.7
Langkah paling efektif yang dapat diambil pada saat pasien mengalami
kejang adalah dengan memberikan diazepam rektal. Pemberian diazepam rektal
sangat mudah sehingga dapat dilakukan oleh orang tua pasien di rumah. Dosis
diazepam rektal yang diberikan adalah 0,5 0,75 mg/kg BB/kali. Untuk
mempermudah pemberian, dosis diazepam yang disarankan adalah 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan 12 kg
atau lebih. Apabila kejang belum berhenti, pemberian diazepam rektal dengan
dosis yang sama dapat diulang dengan jarak waktu pemberian 5 menit dengan
maksimum pemberian 2 kali.7,10
Apabila kejang tetap tidak berhenti, dianjurkan untuk membawa pasien
ke rumah sakit. Pengobatan yang akan diberikan di rumah sakit adalah berupa
diazepam intravena dengan dosis 0,2 0,5 mg/kg BB secara perlahan-lahan
dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg. Bila kejang berhenti sebelum dosis habis, hentikan penyuntikan.
Apabila kejang tetap belum berhenti, maka tatalaksana selanjutnya disesuaikan
dengan algoritme tatalaksana status epileptikus.7,10
11
mg/kg BB/kali atau diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg BB/kali (5mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan 12 kg
atau lebih). Diazepam tersebut diberikan sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis
maksimal 7,5 mg/kali. Diazepam tersebut diberikan selama 48 jam pertama
demam. Namun, dosis tersebut dianggap cukup tinggi sehingga dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, dan sedasi yang cukup berat pada 25 39%
kasus.7,10
c. Pemberian Obat Antikonvulsan Rumatan
Pengobatan rumatan adalah pengobatan yang diberikan secara terusmenerus untuk waktu yang cukup lama. Indikasi pemberian obat rumatan
adalah:1,2
12
Kejang fokal
Kejang dengan durasi lebih dari 15 menit
Terdapat kelainan neurologis yang nyata baik sebelum maupun sesudah
kejang, seperti palsi serebral, hidrosefalus, dan hemiparesis
Pemberian antikonvulsan berupa fenobarbital dan asam valproat setiap
13
1.
2.
3.
4.
kejang
5. Jika kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya
kejang demam hanya 10 15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling
besar pada tahun pertama.7
c
dilaporkan.7
14
kejang. Maka dari itu, pemberian edukasi merupakan hal yang sangat penting
untuk mengurangi kecemasan orang tua, yaitu dengan cara:7,10
1.
2.
3.
4.
15
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama
: AADR
Tanggal Lahir
: 4 Juli 2014
Umur
: 10 bulan 5 hari
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
No.CM
: 16044059
Tanggal MRS
: 12 Oktober 2016
16
badan, mata mendelik ke atas, serta disertai keluar sedikit busa dari
mulutnya. Pada saat kejang, pasien mengalami demam, dengan suhu aksila
38,2oC. Setelah kejang berhenti, pasien terlihat lemas. Kejang ini
merupakan kejang pertama yang pernah dialami pasien.
Pasien juga dikatakan mengalami panas badan mendadak sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit (tanggal 10/10/2016) pukul 10.00
WITA.Demam timbul mendadak tinggi dan menetap. Pada tanggal 11
Oktober 2016, pasien dibawa ke puskesmas dan didapatkan suhu aksila
pasien 39,7oC. Di sana pasien diberikan parasetamol dan demam dikatakan
berukurang sesaat namun suhu tubuh pasien naik kembali. Pada saat pasien
tiba di UGD RSUP Sanglah, pasien masih mengalami demam dengan suhu
aksila 38,2oC.
Pasien juga mengeluhkan batuk dan pilek.Batuk dan pilek dirasakan
sejak 3 hari SMRS.Batuk berdahak disangkal oleh pasien.Sekret yang keluar
berwarna jernih dengan konsistensi encer.Keluhan mual, muntah, dan BAB
cair disangkal oleh orang tua pasien. Pasien terakhir kali BAK sesaat
sebelum berangkat ke RSUP Sanglah. Nafsu makan dan minum dikatakan
menurun semenjak sakit. Riwayat keluar cairan dari telinga disangkal.
3.2.3 Riwayat PenyakitDahulu
Pasien tidak pernah mengalami kejang sebelumnya Pasien dikatakan
pernah dirawat 7 bulan yang lalu di RSUD Wangaya dengan keluhan BAB
cair. Pasien dirawat inap selama 3 hari. Kondisi pasien saat pulang
dikatakan membaik dan pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa
sampai saat ini.
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kejang, epilepsi, kelainan neurologis pada keluarga
disangkal.
3.2.5
RiwayatPribadi/Sosial/Lingkungan
Pasien merupakan anak tunggal dan tinggal bersama kedua orang tua
17
RiwayatPenyerta
3.2.6.1 RiwayatPersalinan
Pasien lahir secara sectio caesarea, cukup bulan, segera menangis,
ditolong oleh dokter spesialis kandungan. Berat badan lahir 3100 kg,
panjang badan lahir 50 cm, sedangkan lingkar kepala dan lingkar dada saat
lahir dikatakan lupa oleh orang tua pasien.
3.2.6.2 RiwayatImunisasi
BCG
: 1x
Hepatitits B
: 4x
Polio
: 4x
DPT
: 3x
HiB
: 3x
Campak
: 1x
3.2.6.3 RiwayatNutrisi
ASI
SusuFormula
:-
BuburSusu
NasiTim
:-
:3 bulan
MembalikBadan
: 4 bulan
Duduk
: 6bulan
Merangkak
: 10 bulan
Berdiri
:-
Berjalan
:-
Berbicara
:-
18
Kesan : Normal
3.2.6.5 RiwayatOperasi/Transfusi/Alergi
Pasien
tidak
pernah
operasi
dan
tidak
pernah
menerima
Kesadaran
: E4V3M4(11/11)
Laju Nadi
LajuNapas
: 30 kali/menit,reguler
SuhuAxila
: 38,2 C
Status Antopometri:
BB
: 7,6 kg
PB
: 69 cm
BBI
: 8 kg
LingkarKepala
: 43,5 cm
LILA
: 13 cm
BB/U
: Z score (-2) 0 SD
PB/U
: Z score (-2) 0 SD
BB/PB
: Z score (-1) 0 SD
StatusGizi
Status General:
Kepala
: Normocephali
Mata
THT
Telinga
19
Leher
Inspeksi
Palpasi
Thorax
Cor:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Tidak dievaluasi
: Gerakan
dada
simetris
saat
retraksi (-)
Palpasi
Perkusi
: Sonor
: Distensi (-)
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
+ + Ekstremitas
+ +
: Akral hangat
20
- - -
Edema
CRT <2 detik
: Ada
MRS
21
3.6 Planning
a. Planning Diagnosis
-
Darah lengkap
Elektrolit
b. Plaaning Monitoring
-
Kejang
-
Kesadaran
3.7 Prognosis
-
Dubius adbonam
Follow UP Pasien
Tanggal
13/10/
Kejang (-),
GCS : E4V3M4
Kejang
Kebutuhan cairan
2016
demam (-),
demam
750 ml/hari,
mual (-),
RR : 30x/menit
kompleks
IVFD Dextrose
muntah (-)
Suhu : 36,9 C
+ gizi
normal salin 30
baik +
ikterus (-)
Rhinofari
menit
ngitis
Diet bubur 3 x 1
Thorax: Simetris
Akut
Phenobarbital 5
22
mg/kg/hari~38
mg dibagi ke
dalam 2 dosis ~
20 tetes makro
-/-
per menit
Paracetamol 10
mg/kg/hari ~75
Ekstremitas : hangat
tiap 4 jam
detik
Pseudoepedrin
mg/kg/kali tiap 8
jam (oral)
Monitoring :
Kesadaran, tanda
vital,kejang
23
BAB IV
PEMBAHASAN
24
4% anak berumur 6 bulan 5tahun. Keluhan subjektif yang diperoleh juga sesuai
dengan teori kejang demam yaitu bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh diatas 38C (diukur melalui metode pengukuran suhu apapun) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Dimana pasien mengalami demam
tinggi dengan suhu aksila 38,2oC lalu mengalami kejang. Pasien mengalami
kejang dengan durasi lebih dari 15 menit sesuai dengan ciri kejang demam
kompleks
yaitu
kejanglama>15menit,berulangataulebihdari1kalidalam24jamdankejang
fokal
atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien, ditemukan status
present keadaan umum pasien masih tampak sakit sedang, nadi: 128x/menit,
reguler, isi cukup, RR: 30x/menit, Tax: 38,2 C, BB: 7,6 kg, PB: 69 cm, BBI : 8
kg, dan Status Gizi: 95% (Gizi baik ~ Waterlow).Dari pemeriksaan THT,
didapatkan pada hidung terdapat secret berwarna bening dengan konsistensi
encer.Sedangkan
pada
tenggorokan
didapatkan
hiperemis
pada
25
26
BAB V
SIMPULAN
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh di
atas 38C (diukur melalui metode pengukuran suhu apapun) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering terjadi pada anak berumur 6
bulan 5 tahun. Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas
terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut, gastroenteritis akut, exantema
subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan
campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam.1,2,5,6
Kejang demam dapat dibagi menjadi dua tipe anatar lain Kejang Demam
Sederhana atau disebut juga dengan simple febrile seizure atau KDS adalah kejang
demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umumnya akan berhenti
sendiri, kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal, tidak
berulang dalam waktu 24 jam dan Kejang Demam Kompleks atau complex febrile
seizure atau KDK adalah kejang demam dengan kejang lama > 15 menit, kejang
fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial dan
berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.3,4,5
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang. Diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang
menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini. Penatalaksanaan kejang demam
dibagi menjadi pengobatan pada saat kejang, pengobatan rumatan, dan
pengobatan intermiten berupa antipiretik dan antikonvulsan pada saat kejang.7,8,9
27