Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Sindrom Guillain-barre (SGB) atau secara klinis sering disebut Poli

Radikulo Neuropati inflamasi akut (PIA). Sindrom Guillain Barre sering disebut
juga acute inflamating demyelinating polyneuropathy atau acute ascending
paralysis yang merupakan kelainan pada saraf perifer yang bersifat peradangan di
luar otak dan medulla spinalis. Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya
kelemahan yang cepat atau bisa terjadi paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah,
otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat terjadi pada segala umur dan
tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landrys Paralisis ascending. Pertama
dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit akut,
ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.1
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua
umur. Insidensi SGB bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang
pertahun. SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik.
Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%,
yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran
pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Kelainan ini juga dapat menyebabkan
kematian, pada 3 % pasien, yang disebabkan oleh gagal napas dan aritmia. Gejala
yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala pertama kali timbul.
Sekitar 30 % penderita memiliki gejala sisa kelemahan setelah 3 tahun. Tiga
persen pasien dengan SGB dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa
tahun setelah onset pertama. Bila terjadi kekambuhan atau tidak ada perbaikan
pada akhir minggu IV maka termasuk Chronic Inflammantory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy (CIDP). Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk
SGB. Pengobatan secara simtomatis dan perawatan yang baik dapat memperbaiki
prognosisnya.2

1.2.

Batasan Masalah
Makalah ini hanya akan dibatasi pada definisi, epidemiologi, klasifikasi,

etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan


prognosis sindrom gullian barre.
1.3.

Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang

definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,


diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis sindrom gullian barre.
1.4.

Metode Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk ke

beberapa literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Sindroma Guillain Barre (SGB) merupakan suatu polineuropati menyeluruh,
dapat berlangsung akut atau subakut, mungkin terjadi secara spontan atau sesudah
suatu infeksi. Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita
penyakit ini dan pada pemeriksaan patologis tidak ditemukan tanda radang.3
2.2. ETIOLOGI
Awalnya SGB diduga disebabkan oleh infeksi virus. Tetapi akhir-akhir ini
terungkap bahwa ternyata virus bukan sebagai penyebab. Teori yang dianut

sekarang SGB merupakann suatu kelainan imunobiologik, baik secara primary


immune respon maupun immune mediated process.3,4
SBG dapat dicetuskan oleh infeksi virus atau bakteri akut, seperti infeksi
saluran pernapasan atau infeksi saluran gastrointestinal yang muncul 1 atau 3
minggu sebelumnya. Antibodi yang dihasilkan pada saat infeksi menyerang
selubung myelin yang melapisi sel-sel neuron dan kemudian menyebabkan
paralysis, kelemahan otot dan kelemahan fungsi sensoris.5,6
Tabel 1. Infeksi akut yang berhubung dengan SGB.5
INFEKSI
Virus

DEFINITE
CMV
EBV

PROBABLE
HIV
Varicella- Zoster
Vaccinia/Smallpox

Bakteri

Campylobacter
Jejeni
Mycoplasma
Pneumonia

Typhoid

POSSIBLE
Influenza
Measles
Mumps
Rubella
Hepatitis
Coxsackie
Echo
Borreila B
Paratyphoid
Brucellosis
Chlamydia
Legionella
Listeria

2.3. KLASIFIKASI
SGB diklasifikasikan sebagai berikut:3,6
1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) adalah
jenis paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan gejala asli dari
sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah kelemahan anggota
gerak proksimal dibanding distal.Saraf kranialis yang paling umum terlibat adalah
nervus facialis.Penelitian telah menunjukkan bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi
limfositik saraf perifer dan demielinasi segmental makrofag.
2. Acute Motor Axonal Neuropathy
Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim panas
SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga 65% dari

pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada kelompok anakanak, dengan ciri khas degenerasi motor axon.Klinisnya, ditandai dengan
kelemahan yang berkembang cepat dan sering dikaitkan dengan kegagalan
pernapasan, meskipun pasien biasanya memiliki prognosis yang baik.Sepertiga
dari pasien dengan AMAN dapat hiperrefleks, tetapi mekanisme belum
jelas.Disfungsi

sistem

penghambatan

melalui

interneuron

spinal

dapat

meningkatkan rangsangan neuron motorik.


3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy
Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut
yang berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik dan
motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik atrofi otot. Dan
pemulihan lebih buruk dari AMAN.
4. Miller Fisher Syndrome
Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan
oftalmoplegia.Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy
mungkin terjadi pada beberapa pasien.Hampir semua menunjukkan IgG auto
antibodi terhadap ganglioside GQ1b.

Kerusakan imunitas tampak terjadi di

daerah paranodal pada saraf kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.

5. Acute Neuropatic panautonomic


Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada
SGB.Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati.Hal ini terkait dengan tingkat
kematian

tinggi,

karena

keterlibatan

kardiovaskular,

dan

terkait

disritmia.Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air mata, mual, disfaga,


sembelit dengan obat pencahar atau bergantian dengan diare sering terjadi pada
kelompok pasien ini.Gejala nonspesifik awal adalah kelesuan, kelelahan, sakit
kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengan gejala otonom termasuk ortostatik
ringan.Gejala yang paling umum saat onset berhubungan dengan intoleransi
ortostatik, serta disfungsi pencernaan.
6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaffs (BBE)

Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai dengan onset
akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks atau babinsky sign.
Perjalanan penyakit dapat monophasic atau terutama di otak tengah, pons, dan
medula.BEE meskipun presentasi awal parah biasanya memiliki prognosis
baik.MRI memainkan peran penting dalam diagnosis BEE.Sebagian besar pasien
BEE telah dikaitkan dengan SGB aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan
yang erat terkait dan membentuk spectrum lanjutan.
2.4. PATOFISIOLOGI
Terjadi reaksi inflamasi (infiltrat) dan edema pada saraf yang terganggu.
Infiltrat terdiri dari atas sel mononuclear. Sel-sel infiltrat terutama terdiri dari sel
limfosit berukuran kecil, sedang, dan tampak pula mikrofag serta sel
polimorfonuklear pada permulaan penyakit. Setelah itu muncul sel plasma dan sel
mast. Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal.5
Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversible dan
menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi
imunopatologik walaupun segenap radiks terkena, namun yang berada di
intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami kerusakan
keadaan patologik itu dikenal sebagai poliradikulopatia atau polyneuritis post
infeksiosa. Atau lebih dikenal sebagai Sindroma Gullain Barre.5,6

Gambar 1. Stadium kerusakan saraf perifer pada SGB


2.5. GAMBARAN KLINIS
Tanda dan gejala kelemahan motorik terjadi dengan cepat, tetapi
progresifitasnya akan berhenti setelah berjalan selama 4 minggu, lebih kurang
50% akan terjadi kelemahan menjelang 2 minggu, 80% menjelang 3 minggu, dan
lebih dari 90% selama 4 minggu.7
Pasien dengan SGB dijumpai adanya kelemahan disertai dengan diestesia,
perasaan kebas, geli pada ekstremitas, kelemahan ini terutama pada otot-otot
proksimal, kaki lebih sering terkena dibandingkan lengan.Parestesia terjadi
menjalar secara proksimal tetapi jarang meluas melewati pergelangan tangan dan
pergelangan kaki.Refleks tendon melemah, bahkan bisa menghilang dalam
beberapa hari perjalanan penyakit.7
Kelumpuhan terjadi secara simetris lebih dari satu anggota gerak, jarang
yang asimetris. Kelumpuhan dapat ringan dan terbatas pada kedua tungkai saja
dan dapat pula terjadi paralysis total keempat anggota gerak terjadii secara cepat,

dalam waktu kurang dari 72 jam. Keadaan ini disebut sebagai ascending
paralysis.8
Gejala motorik biasanya timbul lebih awal daripada gangguan sensorik
Biasanya terdapat gangguan sensasi perifer dengan distribusi sarung tangan dan
kaus kaki, tetapi kadang-kadang gangguan tampak segmental, otot-otot proksimal
dan distal terganggu dan reflek tendon menghilang.Nyeri bahu dan punggung
biasanya ditemukan.8
Nervi kraniales dapat terkena.Kelemahan otot wajah terjadi pada 50% kasus
dan sering bilateral. Saraf kranialis lainnya dapat pula terkena,khususnya yang
mengurus lidah, otot-otot menelan, dan otot-otot motorik ekstra ocular.
Terlibatnya nervi kraniales dapat merupakan awal sindrom Guillain-Barre.8
Fungsi saraf autonom dapat pula terganggu. Takikardia, aritmia jantung,
hipotensi postural, hipertensi, atau gejala gangguan vasomotor dapat melengkapi
gejala dan tanda klinik sindrom ini.9
Proses penyembuhan biasanya dimulai setelah 2-4 minggu terhentinya
progesifitas klinik. Namun demikian, proses penyembuhan bisa tertunda selama 4
bulan. Secara klinis banyak penderita yang bisa sembuh secara fungsional.9
2.6. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute
of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:3
1. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
a. Terjadinya kelemahan yang progresif
b. Hiporefleksi
2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
a. Gejala klinis:
Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SGB ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut/ kelemahan motorik yang progresis cepat
(maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80%
dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu), relatif simetris yang disertai
7

hilangnya refleks-refleks tendon (arefleksi atau hipofleksia) dan didahului


parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi
sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik ringan dan motorik perifer.
Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf
otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot
menelan, kadang < 5% kasus, neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau
saraf otak lain. Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas
berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan. Disfungsi otonom.
Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,hipertensi dan gejala vasomotor.
Tidak ada demam saat onset gejala neurologis.
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
Gambaran cairan otak Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau
terjadi peningkatan pada LP serial Jumlah sel mononuklear cairan otak < 10
sel/mm.
Varian:
i.
Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
ii.
Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
c. Pemeriksaan EMG
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis:

terdapat

perlambatan kecepatan hantar/ konduksi saraf pada EMG bahkan blok pada
80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.
2.7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan SGB terdiri dari 2 komponen, yaitu pengobatan secara suportif
dan terapi khusus. Pengobatan secara suportif tetap merupakan terapi yang utama,
jika pasien sebelumnya melewati fase akut pada penyakit, kebanyakannya akan
mengalami kesembuhan. Bagaimanapun, neuropati dapat memburuk dengan cepat
dan diperlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik dalam 24 jam selama
onset gejala. Oleh karena itu, semua pasien SGB harus diterima di Rumah Sakit
untuk diobservasi tertutup untuk kedaruratan system respirasi pasien, disfungsi
kranialis, dan ketidakstabilan system autonom. Disfungsi sistem saraf autonom
dapat bermanifestasi; tekanan darah yang berubah-ubah, disritmia, pseudoobstruktif gastrointestinal dan retensi urin.Profilaksis untuk trombosis vena dalam

harus tersedia karena pasien seringkali tidak dapat bergerak selama beberapa
minggu.3,7
Pada

depresi

otot

pernafasan

harus

dipertimbangkan

persiapan

intubasi.Pasien tidak sanggup untuk menunjukkan fungsi minimal paru


memerlukan intubasi.Penilaian ulang frekuensi pernafasan dengan tes fungsi paru
untuk progresi yang cepat sangat diperlukan.3
Perkiraan tambahan untuk ventilasi mekanik selanjutnya adalah :3
1.

Waktu dari onset SGB sampai masuk RS kurang dari 7 hari

2.

Ketidaksanggupan untuk mengangkat siku atau kepala dari tampat tidur

3.

Tidak sanggup berdiri

4.

Peninggian kadar enzim hati


Kriteria terjadinya kegagalan nafas pada SGB :

1. Kapasitas vital < 1L ; diperlukan observasi di ICU


2. 33% memerlukan intubasi
Indikasi intubasi:
1. Kapasitas vital < 12-15 ml/Kg, khususnya dengan derajat cepat
2. Inspirasi paksa negative ; 25 cmH2O
3. Hipoxemia ; PaO2 80mmHg
4. Kesulitan sekresi
5. Waktu onset ; 7 hari
6. Waktu bernafas ; 50% < 3 minggu
7. Aspirasi
Belum tersedia drug of choice yang tepat untuk SGB. Diperlukan
kewaspadaan terhadap kemungkinan memburuknya situasi sebagai akibat
perjalanan klinik yang memberat sehingga mengancam otot-otot pernafasan.9
Pasien yang tidak mampu bergerak atau dengan berbagai derajat disfungsi
otot-otot respirasi harus mendapatkan terapi aktif dengan plasmapharesis atau
immunoglobulin secara intravena (IVIg). Plasmapharesis menggunakan suatu
plasma exchange lebih kurang 20 L (200-250 mL/Kg selama beberapa hari)
secara bermakna menurunkan lama dan beratnya disability pada pasien SGB, 3
Manfaat kortikosteroid untuk SGB masih kontroversial.Namun demikian,
apabila keadaan menjadi gawat akibat terjadinya paralysis otot-otot respirasi maka

kortikosteroid dosis tinggi dapat diberikan. Pemberian kortikosteroid harus


diiringi dengan kewaspadaan terhadap efek samping yang mungkin terjadi.3
Penggunaan ventilator mekanik menjadi suatu keharusan apabila diduga
telah terjadi paralysis otot-otot respirasi.Diperlukan rawatan intensif apabila
didapati keadaan seperti ini.3
Apabila terjadi kelumpuhan otot-otot wajah dan menelan, maka perlu
dipasang NGT untuk dapat memenuhi kebutuhan makanan dan cairan. Latihan
dan fisioterapi sangat diperlukan untuk mempercepat proses pemulihan.3
2.8. PROGNOSIS
Prognosis akan lebih baik apabila penderita berusia muda, selama sakit tidak
memerlukan pernafasan bantuan, perjalanan penyakit yang lebih lambat, dan tidak
terjadi kelumpuhan total.2
Sekitar 85% pasien dengan SGB berhasil sembuh dengan penyembuhan
fungsi dalam 6-12 bulan.Penyembuhan maksimal dalam 18 bulan setelah onset,
bagimanapun pada beberapa pasien memiliki kelemahan yang menetap,
arefleksia, dan parestesia.Sekitar 7-15% pasien memiliki gejala neurologist sisa
yang menetap termasuk bilateral footdrop. Otot tangan instrinsik kebas, sensori
ataxia, dan disestesia. Angka kematian <5% pada pengobatan yang professional.
Penyebab kematian biasanya berupa sindrom distress pernafasan, sepsis, emboli
paru, dan henti jantung.2,3
Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat bertahan dengan
penyakitnya, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat bertahan dengan gejala
sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan
keadaan antara lainpada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal, mendapat terapi
plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas penyakit lambat dan
pendek, dan terjadi pada penderita berusia 30-60 tahun.5
Faktor-faktor yang memperberat selama fase akut dari penyakit dapat
memperburuk proses penyembuhan. Faktor-faktor ini yaitu, usia> 60 tahun, berat,
memerlukan pernafasan bantuan. Pada umumnya, prognosis yang jelek secara

10

langsung berhubungan dengan beratnya episode akut dan lambatnya onset pada
pengobatan spesifik.7,9

DAFTAR PUSTAKA

11

1. Stoppler

MC.

2014.

Guillain-Barr

Syndrome.

Available

http://www.medicinenet.com/guillain-barre_syndrome/article.htm.

from:
[diakses

tanggal 7 Juli 2014].

2. Mayo clinic staf. 2009. Guillain-Barre Syndrome. Avaluable from:


http://www.mayoclinic.com/health/guillainbarresyndrome/DS00413/DSECTION=symptoms. [diakses tanggal 7 Juli
2014].

3. Parry GJ. 2007. GBS Support Group of UK. Gullian-Barre Syndrome.


AAN Press: UK.
4. Burns T M. 2008. Gullian-Barre Syndrome. Semin Neurol Vol 2. Pg. 152162. Available from : www.thieme.com
5. Khan F. 2004. Rehabilitation in Gullian-Barre Syndrome. Australian
Family Physician. Pg. 1013-1014.
6. Hahn A F. 1998. Gullian-Barre Syndrome. The Lancet Vol 352 Pg. 635640.
7. Muscular Dystrophy Canada. 2007. Gullian-Barre Syndrome. France. Pg.
1-3.
8. Ang C W, Jacobs B C, Laman J D. 2004. The Gullian-Barre Syndrome.
Trends In Immunology Vol 25. Netherlands. Elsevier. Pg. 61.
9. Berger A R. Gullian-Barre Syndrome and Its Variants. Florida.

12

Anda mungkin juga menyukai